MYELORADIKULOPATI LUMBAL
Preceptor
dr. Fitriyani, Sp.S., M.Kes
Disusun oleh:
Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Myeloradikulopati Thorakal lumbal
tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD
Abdul Moeloek.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Fitriyani, Sp.S., M.Kes yang telah
meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Saya menyadari
banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk saya,
tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Ny T
Umur : 53 tahun
Alamat : Karang Rejo Karang Anom Lampung Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 2 Juli 2017
Tanggal pemeriksaan : 3 Juli 2017
Dirawat ke : 1 (pertama)
C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5 M6 = 15
Vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,8 o C
Gizi : kesan gizi cukup
Status Generalis
- Kepala
Rambut : Hitam keputihan, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Sklera tidak kuning, konjungtiva palpebra tidak pucat
Telinga : Liang lapang, simetris, sekret (-/-)
Hidung : Septum tidak deviasi, sekret (-), pernafasan cuping hidung
(-)
Mulut : Bibir lembab, tampak simetris
- Leher
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
JVP : 5 2 cmH2O
Trakhea : Di tengah
- Toraks
(Cor)
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : redup
Batas Kanan : Linea Parasternalis Dextra ICS IV
Batas Kiri : Linea Midclavicula Sinstra ICS V
Batas Atas : Linea Parasternalis Sinistra ICS III
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, bunyi tambahan : bising (-)
Pulmo
Inspeksi : pergerakan simetris kiri = kanan, retraksi -
Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+ Rhonki -/-, wheezing -/-
- Abdomen
Inspeksi : datar, simetris
Palpasi : massa teraba (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : Bising usus normal
Extremitas
Superior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik
Inferior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik.
Status Neurologis
- Saraf Cranialis
N.Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung : normosmia/normosmia
N.Opticus (N.II)
Tajam penglihatan : Normal / Normal (bed side)
Lapang penglihatan : normal / normal
Tes warna : normal
Funduskopi : tidak dilakukan
N.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III N.IV N.VI)
Kelopak Mata
- Ptosis : (-/-)
- Endophtalmus : (-/-)
- Exopthalmus : (-/-)
Pupil
- Ukuran : (3mm/3mm)
- Bentuk : (Bulat / Bulat)
- Isokor/anisokor : isokor
- Posisi : (Sentral / Sentral)
- Refleks cahaya langsung : (+/+)
- Refleks cahaya tidak langsung : (+/+)
N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
- Ramus oftalmikus : normal/normal
- Ramus maksilaris : normal/normal
- Ramus mandibularis : normal/normal
Motorik
- M. Temporalis : normal/normal
- M. Masseter : normal/normal
- M. pterygoideus : normal/normal
Refleks
- Refleks kornea : normal/normal
- Refleks bersin : tidak dilakukan
N.Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
- Diam : simetris
- Tertawa : simetris
- Meringis : simetris
- Menutup mata : simetris
Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah : normal
N.vestibularis
- Test vertigo : Tidak dilakukan
- Nistagmus : Tidak dilakukan
N.Accesorius (N.XI)
- M.Sternocleidomastodeus : normal/normal
- M.Trapezius : normal/normal
N.Hipoglossus (N.XII)
- Atropi : (-)
- Fasikulasi : (-)
- Deviasi : (-)
Refleks Fisiologis
- Biceps (+/+)
- Triceps (+/+)
- Pattela (/)
- Achiles (/)
Refleks Patologis
- Hoffman Trummer : (-/-)
- Babinsky : (-/-)
- Chaddock : (-/-)
- Oppenheim : (-/-)
- Schaefer : (-/-)
- Gordon : (-/-)
- Gonda : (-/-)
- Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan (Superior/Inferior)
- Rasa raba : normal/hipestesia setinggi L1
- Rasa nyeri : normal/hipestesia setinggi L1
- Rasa suhu panas : normal/hipestesia setinggi L1
- Rasa suhu dingin : normal/hipestesia setinggi L1
- Koordinasi
Tes telunjuk hidung : Normal
Tes pronasi supinasi : Normal
- Susunan Saraf Otonom
Miksi : Retensi
Defekasi : Konstipasi
Salivasi : Normal
- Fungsi Luhur
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik
D. Resume
Ny T, 53 tahun, mengeluh kedua tungkai tidak dapat digerakkan sejak 1 bulan
yang lalu SMRS. Keluhan disertai dengan rasa nyeri pinggang bawah yang menjalar
ke kedua tungkai, BAK dan BAB tidak lancar, serta rasa baal pada kedua tungkai.
Keluhan berawal dari dirasakannya nyeri pinggang bawah yang hilang timbul
yang menjalar ke tungkai kiri disertai rasa kesemutan sejak 3 bulan yang lalu.. Nyeri
pinggang bawah dirasakan hilang timbul menjalar ke kedua tungkai dan timbul
terutama setelah pasien. Sebelumnya pasien sudah pernah merasakan nyeri pinggang
bawah setelah pasien terjatuh terduduk namun nyeri mereda setelah pasien diurut.
Rasa tebal dan kesemutan juga dirasakan pasien hilang timbul
Keluhan semakin memberat dan terdapat kelemahan pada kedua kaki 1 bulan
terakhir hingga pasien tidak dapat berjalan. Selain itu pasien juga merasakan kesulitan
BAK dan BAB sejak 1 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu SMRS. Pasien
sebelumnya dirawat di RS Swasra lalu dirujuk ke RSAM
Pasien bekerja sebagai petani yang setiap hari mengangkat beban berat. R/
hipertensi (+) R/ DM (-) R/ Trauma (+).
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit berat. Pada
pemeriksaan fisik umum, tanda rangsang meningeal, dan saraf kranialis dalam batas
normal. Kesadaran pasien kompos mentis, Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 84
o
x/menit, RR 20 x/menit, Suhu 36,8 C. Pada pemeriksaan motorik, kekuatan otot
memberikan kesan paraplegia inferior, reflek fisiologis ekstremitas inferior menurun,
dan sensibilitas ekstremitas inferior didapatkan hipestesia inferior.
E. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah lengkap
Hb : 12,5 g/dL
Leukosit : 8.700 /ul
Eritrosit : 4,1 juta/ul
Trombosit : 436.000 /ul
Hematokrit : 34 %
Hitung jenis:
Basofil :0
Eosinofil :3
Batang :1
Segmen : 62
Limfosit : 28
Monosit :6
LED : 42 mm/jam
Kimia Darah
Radiologi :
Rontgen:
Kesan: gambaran fraktur kompresi L-III dengan tanda destruksi corpus sampai pedikel e.c susp metastase
MRI:
Kesimpulan :
Fraktur kompresi berat pada vertebrae lumbal 3 dengan bone marrow edma disertai abses paravertebrae
setinggi lumbal 3.
Sugestis abses epidural setinggi corpus vertebrae lumbal 3 yang meluas ke canalis spinalis dan medulla
spinalis serta menyebabkan stenosis canalis spinalis
Sugestis spondylitis TB
Lumbalisasi Os Sacral 1
Protured disc pada intervetebralis lumbal 5- lumbal 6 disertai herniasi nucleus pulposus kearah posterior
difus yang menekan saccus thecalis anterior dan radiks spinalis bilateral
Multiple Disc Bulging pada intervetrebalis lumbal 3-3 dan lumbal 4-5 dengan peregangan ligamentum
anulare yang masih baik
Levoskoliosis lumbalis
F. Diagnosis
Klinis : Nyeri radikuler + paraplegi inferior + hipestesia inferior + gangguan
miksi dan konstipasi
Topis : Medula spinalis, Vertebre Lumbosacral
Etiologis : myeloradikulopati e.c Fraktur kompresi lumbal 3
G. Diagnosis Banding
Myeloradikulopati ec spondylitis TB
H. Penatalaksanaan
Umum
1. Tirah baring
2. Edukasi pasien
Medikamentosa
1. IVFD RL gtt xx/mnt
2. I. Metylpredsinolon 2x 125 mg
3. I. Ranitidine 2x1 amp
4. Vitamin B Komples 2x1 tablet
5. PCT 500 mg + Ibuprofen 200mg 3x1
Non-Medikamentosa
Konsul bedah untuk tindakan operatif
Rehabilitasi
Latihan : fisioterapi
I. Prognosa
- Quo ad vitam = Dubia ad bonam
- Quo ad functionam = Dubia ad malam
- Quo ad sanationam = Dubia ad malam
FOLLOW UP :
HARI/
CATATAN TINDAKAN
TGL
03/07/2017
S/ Nyeri pinggang bawah yang menjalar ke kedua
tungkai dan rasa tebal pada kedua tungkai Th/
- IVFD RL gtt xx/ mnt
- Ranitidine
50mg/12jam
O/Status present
- Metylpredsinolon
KU : tampak sakit sedang
125mg/12 jam
Kes : compos mentis - Vitamin B Komples
TD :140/90 mmHg 2x1 tablet
- PCT 500 mg +
Nadi :84 x/menit
Ibuprofen 200mg 3x1
RR :20x/menit
T :36,5oC Konsul Sp.OT
rencana dekompresi
Reflek Fisiologis :
MRI lumbal
Bisep (+/+) Patella (/)
kontrol rawat jalan
Trispe (+/+) Achiles (/)
Reflek Patologis :
- Kernig sign (+/+)
- Lasseque sign (+/+)
Extremitas :
Superior ka/ki
Inferior ka/ki
04/07/2017
S/ Nyeri pinggang bawah yang menjalar ke kedua
tungkai dan rasa tebal pada kedua tungkai Th/
- IVFD RL gtt xx/ mnt
- Ranitidine
50mg/12jam
O/Status present
- Metylpredsinolon
KU : tampak sakit sedang
3x8mg
Kes : compos mentis - Vitamin B Komples
TD :120/80 mmHg 2x1 tablet
Nadi :84 x/menit
MRI : Fraktur kompresi berat pada
RR :18x/menit
vertebrae lumbal 3
T :36,6oC
dengan bone marrow
edma disertai abses
Reflek Fisiologis :
paravertebrae setinggi
Bisep (+/+) Patella (/)
lumbal 3.
Trispe (+/+) Achiles (/) Sugestis abses epidural setinggi
corpus vertebrae lumbal 3
Pemeriksaan N. Kranial I-XII : dalam yang meluas ke canalis
batas normal spinalis dan medulla
spinalis serta
Reflek Patologis :
menyebabkan stenosis
- Kernig sign (+/+)
- Lasseque sign (+/+) canalis spinalis
Sugestis spondylitis TB
Lumbalisasi Os Sacral 1
Extremitas : Protured disc pada intervetebralis
Superior ka/ki Inferior ka/ki
lumbal 5- lumbal 6
Gerak : (aktif/aktif) (aktif/aktif) disertai herniasi nucleus
(pasif/pasif) (pasif/pasif) pulposus kearah posterior
difus yang menekan
Kekuatan otot : 5/5 5/5
0/0 0/0 saccus thecalis anterior
Sensorik (+/+ ) / (-/-) dan radiks spinalis
bilateral
A/ Nyeri radikuler + Paraplegi Inferior +
Multiple Disc Bulging pada
ipestesia inferior + retensi urin
ec. Fraktur kompresi lumbal 3 intervetrebalis lumbal 3-3
dan lumbal 4-5 dengan
peregangan ligamentum
anulare yang masih baik
Levoskoliosis lumbalis
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien, secara umum tampak sakit berat,
pasien sadar, orientasi baik, tanda vital baik. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan
umum tampak sakit berat. Pada pemeriksaan fisik umum, tanda rangsang meningeal, dan
saraf kranialis dalam batas normal. Kesadaran pasien kompos mentis, Tekanan darah 130/80
o
mmHg, Nadi 84 x/menit, RR 20 x/menit Suhu 36,8 C. Pada pemeriksaan motorik,
kekuatan otot memberikan kesan paraplegia inferior, reflek fisiologis ekstremitas inferior
menurun, dan sensibilitas ekstremitas inferior didapatkan hipestesia setinggi L1.
Berdasarkan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa adanya gangguan pada sistem saraf
yang menginervasi bagian pinggang sampai dengan ekstremitas inferior yaitu sistem saraf
cabang dari vertebrae lumbalis.
Radikulopati sering ditandai oleh satu atau lebih dari gejala berikut:6
1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal dan diperhebat
oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan. Refleks tendon pada
daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau bahkan menghilang.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu berdasarkan rontgen vertebrae yang pertama didapatkan kesan
gambaran fraktur kompresi L-III dengan tanda destruksi corpus sampai pedikel e.c susp
metastase. Untuk diagnosis pasti trauma medula spinalis harus dilakukan pemeriksaan MRI
sesuai dengan advice dari dokter spesialis orthopedi. Pada hasil MRI didapatkan Fraktur
kompresi berat pada vertebrae lumbal 3 dengan bone marrow edma disertai abses paravertebrae
setinggi lumbal 3. Sugestif abses epidural setinggi corpus vertebrae lumbal 3 yang meluas ke
canalis spinalis dan medulla spinalis serta menyebabkan stenosis canalis spinalis. Sugestif
spondylitis TB. Lumbalisasi Os Sacral 1. Protured disc pada intervetebralis lumbal 5 - lumbal 6
disertai herniasi nucleus pulposus kearah posterior difus yang menekan saccus thecalis anterior
dan radiks spinalis bilateral. Multiple Disc Bulging pada intervetrebalis lumbal 3-3 dan lumbal
4-5 dengan peregangan ligamentum anulare yang masih baik. Levoskoliosis lumbalis.
Penatalaksanaan bagi pasien ini yaitu terapi non-medikamentosa dan medikamentosa. Secara non-
medikamentosa pasien disarankan untuk tirah baring yang bertujuan untuk mengurangi
timbulnya nyeri pinggang yang dipengaruhi aktifitas. Secara medikametosa, pasien diberikan
beberapa obat-obatan yang bersifat analgesik/pengurang rasa sakit dan vitamin. Terapi
medikamentosa yang diberikan untuk pasien ini yaitu berupa golongan steroid metylprednisolon
injeksi 125mg/ 12 jam dan ranitidine 2x1amp serta diberikan vitamin B kompleks 2x1 tablet
sebagai vitamin untuk saraf.
Pada pasien ini diberikan obat metylprednisolon dengan dosis injeksi 125mg/ 12 jam. Steroid
berfungsi menstabilkan membran, menghambat oksidasi lipid, mensupresi edema vasogenik
dengan memperbaiki sawar darah medula spinalis, menghambat pelepasan endorfin dari
hipofisis, dan menghambat respons radang. Penggunaannya dimulai tahun 1960 sebagai antiinfl
amasi dan antiedema. Metilprednisolon menjadi pilihan dibanding steroid lain karena kadar
antioksidannya, dapat menembus membrane sel saraf lebih cepat, lebih efektif menetralkan
faktor komplemen yang beredar, inhibisi peroksidasi lipid, prevensi iskemia pascatrauma,
inhibisi degradasi neurofi lamen, menetralkan penumpukan ion kalsium, serta inhibisi
prostaglandin dan tromboksan. Studi NASCIS I (The National Acute Spinal Cord Injury Study)
menyarankan dosis tinggi sebesar 30 mg/kgBB sebagai pencegahan peroksidasi lipid, diberikan
sesegera mungkin setelah trauma karena distribusi metilprednisolon akan terhalang oleh
kerusakan pembuluh darah medula spinalis pada mekanisme kerusakan sekunder. Penelitian
NASCIS II membandingkan metilprednisolon dosis 30 mg/kgBB bolus IV selama 15 menit
dilanjutkan dengan 5,4mg/kgBB/jam secara infus selama 23 jam berikutnya dengan nalokson
(antireseptor opioid) 5,4 mg/kgBB bolus IV, dilanjutkan dengan 4 mg/kgBB/ jam secara infus
selama 23 jam. Hasilnya, metilprednisolon lebih baik dan dapat digunakan sampai jeda 8 jam
pascatrauma. Pada NASCIS III, metilprednisolon dosi yang sama diberikan secara infus sampai
48 jam ternyata memberikan keluaran lebih baik dibanding pemberian 24 jam. Selain itu, dicoba
pula tirilazad mesilat (TM), yakni inhibitor peroksidasi lipid nonglukokortikoid, dan ternyata
tidak lebih baik disbanding metilprednisolon. Terapi ini masih kontroversial; studi terbaru
mengatakan belum ada studi kelas 1 dan 2 yang mendasari terapi ini, serta ditemukan efek
samping berupa perdarahan lambung, infeksi, sepsis.
Ranitidin merupakan antihistamin paenghambat reseptor Histamin H2 yang berperan dalam efek
histamine terhadap sekresi cairan lambung. Berdasarkan dari mekanisme kerja kedua obat
tersebut kita akan melihat profil dari masing-masing obat tersebut. Ranitidine menghambat
reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung
srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh
fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun
tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat
rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar
ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan
pepsinogen menjadi pepsin menurun.
Bioavailabilitas ranitidine yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien
penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7 -3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada
orang tua dan pasien gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidine juga
memanjang meskipun tidak sebesar pada ginjal.Padaginjal normal, volume distribusi 1,7 L/kg
sedangkan klirens kreatinin 25-35 ml/menit. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah
penggunaan ranitidine 150 mg secara oral, dan terikat protein plasma hanya 15 %. Ranitidine
mengalami metabolism lintas pertama di hati dalam jumlah yang cukup besar setelah pemberian
oral. Ranitidine dan matabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.
Sekitar 70% dari ranitidine yang diberikan IV dan 30 % yang diberikan secara oral diekskresi
dalam urin dalam bentuk asal. Ranitidin dapat juga menghambat absorbsi diazepam dan
mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%. Sebaiknya obat yang dapat berinteraksi dengan
ranitidin diberi selang waktu minimal 1 jam. Ranitidin dapat menyebabkan gangguan SSP ringan
, karena lebih sukar melewati sawar darah otak dibanding simetidin. Akan tetapi manfaat terapi
pemeliharaan dalam pencegahan tukak lambung belum diketahui secarajelas. Efek
penghambatannya selama 24 jam, Cimetidin 1000 mg/hari menyebabkan penurunan kira-kira
50% dan Ranitidin 300 mg/hari menyebabkan penurunan 70% sekresi asam lambung; sedangkan
terhadap sekresi malam hari, masing-masing menyebabkan penghambatan 70% dan 90%.
Vitamin B kompleks dikenal sebagai vitamin neurotropik, yang artinya berfungsi untuk melindungi sel-
sel saraf. Kekurangan vitamin-vitamin tersebut menyebabkan gejala seperti, pegal-pegal atau
tegang pada otot, atau badan terasa kaku. Pada kekakuan otot, pasien merasa badan sangat berat
sehingga diperlukan tenaga lebih untuk bergerak. Vitamin B kompleks dapat digunakan untuk
mengurangi gejala di atas. Setiap 1 tablet suplemen mengandung vitamin B1 sebanyak 100 mg
(miligram), vitamin B6 sebanyak 200 mg, dan vitamin B12 200 mcg (mikrogram). Dosis
konsumsi yang dianjurkan yaitu 1 tablet sehari (Murray, 2000). Pada pasien di berikan 2 tablet
sehari.
3. Bagaimana prognosis dari pasien ini?
Prognosis ad vitam pada kasus ini bonam, karena keadaan pasien pada saat datang
yang masih dalam keadaan umum yang baik Prognosis ad fungsionam adalah dubia ad
malam dikarenakan keterbatasan os pada kasus ini berupa paraplegia, hipertesia inferior
dan gangguan miksi serta defekasi. Hal ini dapat mengakibatkan pasien tidak dapat
beraktivitas dan dapat terjadi komplikasi akibat disfungsi neurologis, seperti pneumonia,
ulcus decubitus, sepsis, GGK, dll. Pemulihan fungsi neurologis dapat bervariasi. Penelitian
Muslumanoglu dkk, terhadap 55 pasien cedera medulla spinalis traumatic 37 pasien dengan
lesi inkomplet selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien dengan cedera medulla spinalis
inkomplit akan mendapatkan perbaikan motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna
dalam 12 bulan pertama. Prognosis sanationam adalah dubia ad malam dikarenakan
penyakit mieloradikulopati lumbaris memiliki banyak faktor penyebab seperti kompresi,
inflamasi, ataupun proses degeneratif. Seiring dengan pertambahan usia pasien, hal tersebut
bukan akan meningkatkan derajat kesehatan pasien, tetapi akan semakin meningkatkan
fator resiko penyakit ini.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Kolumna vertebralis dibentuk oleh serangkaian 33 vertebra berupa 7 servikal, 12 thorakal, 5 lumbal,
Sakral, dan 4 coccygeus.
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari
badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.
Arcus vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh
penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus
spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika
tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum
tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah
yang disebut foramen intervertebrale.9
3.2.1 Persarafan
Fungsi Otot Saraf
Nervus Femoralis
Fleksi dan endorotasi pinggul, L1 L3
Fleksi dan endorotasi tungkai L2 L3
M. iliopsoas
bawah, L2 L4
M. sartorius
Ekstensi tungkai bawah pada
M. quadriseps femoris
tungkai lutut
Nervus Obturatorius
Aduksi Paha M. pektineus L2 L3
M. aduktor longus L2 L3
M. aduktor brevis L2 L4
M. aduktor magnus L3 L4
M. grasilis L2 L4
Aduksi dan Eksorotasi Paha M. obturator eksternus L3 L4
Nervus Glutealis Superior
Abduksi dan endorotasi paha M. gluteus dan L4 S1
Fleksi tungkai atas pada minimus L4 L5
pinggul: abduksi dan M. tensor fasia lata L5 S1
endorotasi M. piriformis
Eksorotasi paha dan abduksi
Nervus Glutealis Superior
Ekstensi paha dan pinggul, M. gluteus maksimus L4 S2
eksorotasi paha M. obturator internus L5 S1
Mm. Gemeli
M. quadratus L4 S1
Nervus Skiatikus
Fleksi tungkai bawah M. biseps femoris L4 S2
M. semitendinosus L4 S1
M. semimembranosus L4 S1
Nervus Peronealis Profunda
Dorsofleksi dan supinasi kaki M. tibialis anterior L4 L5
Ekstensi kaki dan jari-jari kaki M. ekstensor digitorum L4 S1
Ekstensi jari kaki II V longus
Ekstensi ibu jari kaki M. ekstensor digitorum
Ekstensi ibu jari kaki brevis
M. ekstensor halusis longus
M. ekstensor halusis brevis
Plexus Lumbalis
Dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis L 1 4, seringkali juga turut
dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis thoracalis XII. Plexus ini berada pada
dinding dorsal cavum abdominis, ditutupi oleh m.psoas major.
Dari plexus ini dipercabangkan:
1. n. iliohypogastricus
2. n. ilioinguinalis
3. n. genitofemoralis
4. n. cutaneus femoris lateralis
5. n. obturatorius
6. n. femoralis
1. N.iliohypogastricus
Saraf ini berpusat pada medulla spinalis segmen thoracalis XII L 1, berjalan
di sebelah ventral m.quadratus lumborum, menembusi aponeurosis m.transversus
abdominis di bagian posterior di sebelah cranialis crista iliaca. Ketika berada di
antara m.transversus abdominis dan m.obliquus internus abdominis saraf ini
mempercabangkan ramus cutaneus lateralis dan ramus cutaneus anterior.
Selanjutnya ramus cutaneus anterior berjalan menembusi m.obliquus internus
abdominis, menembusi aponeurosis m.obliquus externus abdominis kurang lebih 2
cm di sebelah cranial anulus inguinalis superficialis, melayani kulit pada regio
pubica.
Saraf ini memberi cabang motoris untuk m.obliquus internus abdominis dan
m.transversus abdominis.
2. N. ilioinguinalis
Nervus ini berpusat pada medulla spinalis L 1, berada di sebelah ventral dari
m.quadratus lumborum, berjalan sejajar dengan n.iliohypogasticus (di sebelah
caudalnya), menembusi aponeurosis m.transversus abdomins, berada di antara
m.transversus abdominis dan m.obliquus internus abdominis, menembusi otot ini
dan berada di antara m.obliquus internus abdominis dan m.obliquus externus
abdominis. Selanjutnya mengikuti funiculus spermaticus berjalan di dalam canalis
inguinalis, dan melayani kulit pada regio femoris di bagian proximal dan medial,
radix penis serta scrotum bagian ventral sebagai rami scrotales anteriores pada pria
dan pada wanita mempersarafi mons pubis dan labium majus sebagai rami labiales
anteriores.
Saraf ini mempercabangkan serabut motoris untuk m.obliquus internus abdominis
dan m.transversus abdominis. N.ilioinguinalis kadang-kadang bersatu dengan
n.iliohypogastricus.
3. N. genitofemoralis
Berpusat pada medulla spinalis L 1 2, berjalan ke caudal, menembusi
m.psoas major setinggi vertebra lumbalis 3 atau 4, ditutupi oleh fascia transversa
abdominis dan peritoneum, dan di sebelah ventral dari m.psoas major saraf ini
bercabang dua menjadi ramus genitalis (n. spermaticus externus) dan ramus
femoralis (n. lumboinguinalis).
N. spermaticus externus berjalan ke distal, di sebelah medial dari nervus
lumboinguinalis, masuk ke dalam anulus inguinalis internus, berjalan melalui
canalis inguinalis dan berada di bagian dorsal funiculus spermaticus (pada wanita
mengikuti ligamentum teres uteri). Saraf ini mempersarafi m. cremaster dan kulit
scrotum.
N. lumboinguinalis berjalan ke distal dan berada di sebelah ventral m. psoas major,
berada di sebelah lateral n. spermaticus externus, berjalan bersama-sama dengan a.
iliaca externa melewati tepi caudal ligamentum inguinale, selanjutnya berada di
sebelah lateral a. femoralis dan sebagian menembusi fascia cribriformis (pada fossa
ovalis) dan sebagian lagi menembusi fascial lata, mempersarafi kulit regio femoralis
cranio-anterior.
Plexus Sacralis
Dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis L 4 S 3 (S 4) dan berada di sebelah
ventral m.piriformis, dipisahkan dari vasa iliaca interna serta ureter oleh suatu lembaran
fascia (= fascia pelvis parietalis). Biasanya a.glutea superior berjalan di antara n.spinalis
L 5 dan S 1; a.glutea membentuk plexus lumbalis dan juga turut membentuk plexus
sacralis). Plexus sacralis melayani struktur pada pelvis, regio glutea dan extremitas
inferior.
1. N. gluteus superior
Dibentuk oleh n.spinalis Lumbalis 4 Sacral 1, berjalan melalui foramen
suprapiriformis, di sebelah cranialis m.piriformis bersama-sama dengan vasa glutea
superior. Bersifat motoris untuk m.gluteus medius, m.gluteus minimus dan m.tensor
fascia latae.
2. N. gluteus inferior
Dibentuk oleh n.spinalis L 5 S 2, meninggalkan pelvis melalui foramen
infrapiriformis di sebelah caudalis m.piriformis, berjalan di sebelah profunda
m.gluteus maximus, dan memberi innervasi untuk otot tersebut.
3. N. cutaneus femoris posterior
Dibentuk oleh n.spinalis Sacralis 1 3, berjalan melalui foramen infrapiriformis
bersama-sama dengan vasa glutea inferior, berada di sebelah medial dari
n.ischiadicus, ditutupi oleh m.gluteus maximus, meninggalkan otot tersebut pada tepi
caudalnya, lalu berjalan descendens pada bagian superficial caput longum m.biceps
femoris, berada di sebelah profunda fascia lata, dan mencapai regio poplitea.
Selanjutnya menampakkan diri bersama-sama dengan vena saphena parva. Saraf ini
bersifat sensibel untuk kulit perineum, bagian posterior regio femoris dan regio
cruralis. Dari saraf ini dipercabangkan : q nn.clunium inferiores laterals q
rr.perineales, yang dipercabangkan pada tepi caudal m.gluteus maximus, berjalan ke
arah medial menyilang origo otot-otot hamstring menuju ke perineum, dan
mempersarafi kulit pada regio femoris bagian medio-cranial serta kulit genitalia
externa.
4. N. Ischiadicus
Saraf ini adalah saraf yang terbesar dalam tubuh manusia yang mempersarafi
kulit regio cruralis dan pedis serta otot-otot di bagian dorsal regio femoris, seluruh
otot pada crus dan pedis, serta seluruh persendian pada extremitas inferior. Berasal
dari medulla spinalis L 4 S 3, berjalan melalui foramen infra piriformis, berada di
sebelah lateral n.cutaneus femoris posterior, berjalan descendens di sebelah dorsal
m.rotator triceps, di sebelah dorsal m.quadratus femoris, di sebelah ventral caput
longum m.biceps femoris, selanjutnya berada di antara m.biceps femoris dan
m.semimembranosus, masuk ke dalam fossa poplitea. Lalu saraf ini bercabang dua
menjadi N.Tibialis dan N.Peronaeus Communis. Rami musculares dipercabangkan
untuk mempersarafi m.biceps femoris caput longum. semitendinosus,
m.semimembranosus dan m.adductor magnus. Rami musculares ini
dipercabangkan dari sisi medial n.ischiadicus sehingga bagian di sebelah medial
n.ischiadicus disebut danger side dan bagian di sebelah lateral disebut safety side.
5. Rami musculares
Cabang-cabang ini berjalan melalui foramen infra piriformis, mempersarafi
m.piriformis, mm.gemelli superior et inferior, m.obturator internus, m.quadratus
femoris. Sebenarnya plexus sacralis adalah bagian dari plexus lumbosacralis, yang
dibentuk oleh rr.anteriores .spinalis segmental lumbal, sacral dan coccygeus.
2.2 Mielopati
2.2.1 Definisi
Mielopati mengacu pada defisit neurologis yang berhubungan dengan
kerusakan pada sumsum tulang belakang. Mielopati dapat terjadi sebagai akibat dari
proses ekstradural, intradural, atau intramedulla. Secara umum, mielopati secara
klinis dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan ada tidaknya trauma yang
signifikan, dan ada atau tidak adanya rasa sakit.
2.2.3 Klasifikasi
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.
l sparing positif
tebra fraktur, luksasi, atau
normal
(Ramon, 1997, data 55 pasien
agi (54%), Kompresi a (62%), Kontusi
cedera medula spinalis; (25%), Kontusi (26%), normal
plet, 27 inkomplet) (11%) (15%)
2.2.4 Patofisiologi
Kadar air dari diskus intervertebralis dan anulus fibrosus mengalami
penurunan secara progresif seiring dengan usia lanjut. Secara bersamaan, terjadi
perubahan degeneratif pada diskus. Ruang intervertebralis menyempit dan dapat
menghilang, dan anulus fibrosus menjorok ke kanalis spinalis. Osteofit pada pinggiran
korpus vertebra, berkumpul di anulus protrusi, dan dapat mengubahnya menjadi
sebuah tonjolan tulang. Tonjolan ini dapat memanjang secara lateral ke foramen
intervertebralis. Semua perubahan ini mempersempit kanalis spinalis, sebuah proses
yang dapat diperburuk oleh fibrosis dan hipertrofi dari ligamentum flavum.
S
pondilosis dapat membentuk indentasi yang dalam (misalnya, terlihat pada
otopsi) pada permukaan ventral sumsum tulang belakang. Pada beberapa
tingkat lesi, ada degenerasi substansia grisea, kadang-kadang dengan nekrosis dan
kavitasi. Di atas kompresiterjadi degenerasi kolumna posterior; di bawah kompresi,
saluran kortikospinalis mengalami demyelinisasi.
Penulangan pada ligamentum longitudinal posterior adalah varian dari
spondilosis servikal yang juga dapat menyebabkan myelopati progresif. Kondisi ini
dapat bersifat fokal atau difus dan merupakan yang paling umum pada orang
dari warisan Asia. Salah satu teori patogenesis menyatakan bahwa medulla spinalis
rusak karena efek tegangan tarik yang disebarkan dari dura, melalui ligamen dentale.
2.2.5 Patofisiologi
K
adar air dari diskus intervertebralis dan anulus fibrosus mengalami
penurunan secara progresif seiring dengan usia lanjut. Secara bersamaan, terjadi
perubahan degeneratif pada diskus. Ruang intervertebralis menyempit dan dapat
menghilang, dan anulus fibrosus menjorok ke kanalis spinalis. Osteofit pada pinggiran
korpus vertebra, berkumpul di anulus protrusi, dan dapat mengubahnya menjadi
sebuah tonjolan tulang. Tonjolan ini dapat memanjang secara lateral ke foramen
intervertebralis. Semua perubahan ini mempersempit kanalis spinalis, sebuah proses
yang dapat diperburuk oleh fibrosis dan hipertrofi dari ligamentum flavum.
Spondilosis dapat membentuk indentasi yang dalam (misalnya, terlihat pada
otopsi) pada permukaan ventral sumsum tulang belakang.Pada beberapa
tingkat lesi, ada degenerasi substansia grisea, kadang-kadang dengan nekrosis dan
kavitasi. Di atas kompresiterjadi degenerasi kolumna posterior; di bawah kompresi,
saluran kortikospinalis mengalami demyelinisasi.
Klasifikasi Sicard dan Forstier membagi mielopati menjadi dua yaitu
komprehensif dan non komprehensif berdasarkan hubungannyua dengan obstruksi
ruang subarachnoid. Etiologi mielopati dapat dilasifikasikan pada tabe berikut:
2.2.13 Algoritma
2.3 Radikulopati
2.3.1 Definisi
Radikulopati lumbal sering juga disebut Skiatika. Radikulopati adalah suatu
keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses
patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan
bersifat dermatomal.1 Radikulopati lumbal merupakan bentuk radikulopati pada daerah
lumbal yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Pada
radikulopati lumbal, keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) sering
didapatkan.7
2.3.2 Epidemiologi
Melalui survei epidemiologi menunjukkan insiden radikulopati setiap tahunnya
mencapai 83 per 100.000 orang. Individu dengan radikulopati berusia antara 13 sampai
91 tahun, dimana pria (18,2%) lebih sering terkena dibanding wanita (13,6%). Sekitar
80% penduduk di negara industri pekerja yang mengangkat beban berat & duduk dalam
jangka waktu lama. Sekitar 20% terjadi pada orang tua.
2.3.3 Etiologi
Terdapat faktor-faktor penyebab terjadinya radikulopati lumbal, yaitu disebabkan
oleh iritasi atau kompresif radiks saraf daerah lumbal. Proses Kompresif merupakan
kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah:
- Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
- Fraktur kompresif
- Skoliosis
- Spondilosis
- Spondilolistesis dan Spondilolisis
- Stenosis Spinal
2.3.4 Patofisiologi
Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
- Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih sering
terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk menahan
bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya lebih besar
dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti
pada masa remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau
ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior,
medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.
- Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks. Protusi
diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan riwayat trauma
sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit.
Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi
penebalan dari ligamentum flavum.
- Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra
lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk trefoil
axial shape. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis
kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.
- Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan
degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.
2.3.5 Karakteristik
Radikulopati sering ditandai oleh satu atau lebih dari gejala berikut:
- Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal dan diperhebat
oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
- Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
- Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
- Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan. Refleks tendon pada
daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau bahkan menghilang.
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks
posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang
lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan
iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya ke
perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih rigid
daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen
torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.
Pada Radikulopati Lumbal terdapat nyeri punggung bawah disertai nyeri pada
kaki, tapi nyeri pada kaki lebih menjadi pertanda daripada nyeri punggung bawah.
Berikut gejala umum yang biasa muncul:
- Nyeri punggung bawah.
- Sakit terus-menerus pada satu sisi pantat atau kaki, tapi jarang kedua sisi kanan dan
kiri
- Nyeri yang berasal dari pinggang atau pantat dan berlanjut di sepanjang jalur saraf
siatik di bagian belakang paha dan ke tungkai bawah dan kaki
- Nyeri yang biasanya digambarkan sebagai tajam.
- Beberapa pengalaman sensasi mati rasa atau kelemahan, atau tusukan-tusukan bawah
kaki
- Sakit parah yang dapat membuat sulit untuk berdiri atau duduk, nyeri yang terasa
lebih baik ketika pasien berbaring.
2.3.7 Diagnosa
Pemeriksaan Fisik
1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)
Pemeriksaan dilakukan dengan cara:
- Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
- Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi) pada
persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi.
- Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).
- Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan stretching
nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).
- Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum timbul
rasa sakit dan tahanan.
- Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum
tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada
radikulopati lumbal).
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragards Sign, Sicards Sign, dan Spurlings Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasegue
disertai dengan dorsofleksi kaki (Bragards Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari
kaki (Sicards Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah
tibial menjadi meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragards sign
dan Sicards sign disebut Spurlings sign.
Gambar 10. Lasegues Sign (SLRs Test)
5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit.
Tekanan harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya.
Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff,
dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat
mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial
atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space
occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus
intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang
bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.
Laboratorium
- Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, dan kalsium.
- Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
2.3.9 Penatalaksanaan9
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut:
Imobilisasi
Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
Pemijatan
Traksi (tergantung kasus)
Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
Terapi psikologis
Latihan kondisi otot
Rehabilitasi vokasional
Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
NSAIDs
Analgesik
Antikonvulsan
DAFTAR PUSTAKA