Anda di halaman 1dari 50

CASE REPORT

MYELORADIKULOPATI LUMBAL

Preceptor
dr. Fitriyani, Sp.S., M.Kes

Disusun oleh:

Hambali Humam Macan 1218011060

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SYARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDOEL MOELOEK
2017
KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Myeloradikulopati Thorakal lumbal
tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD
Abdul Moeloek.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Fitriyani, Sp.S., M.Kes yang telah
meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Saya menyadari
banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk saya,
tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, Juli 2017

Penulis

BAB I
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny T
Umur : 53 tahun
Alamat : Karang Rejo Karang Anom Lampung Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 2 Juli 2017
Tanggal pemeriksaan : 3 Juli 2017
Dirawat ke : 1 (pertama)

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama : Kedua tungkai tidak dapat digerakkan sejak 1 bulan yang
lalu SMRS
Keluhan Tambahan : Nyeri pinggang bawah yang menjalar ke kedua tungkai,
BAK dan BAB tidak lancar, serta rasa baal pada kedua
tungkai
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kedua tungkai tidak dapat digerakkan sejak 1
bulan yang lalu SMRS. Keluhan disertai dengan rasa nyeri pinggang bawah yang
menjalar ke kedua tungkai, BAK dan BAB tidak lancar, serta rasa baal pada kedua
tungkai. Keluhan timbul perlahan dan semakin memberat sehingga pasien hanya dapat
berbaring di tempat tidur.
Keluhan berawal dari dirasakannya nyeri pinggang bawah yang hilang timbul
yang menjalar ke tungkai kiri disertai rasa kesemutan sejak 3 bulan yang lalu.. Nyeri
pinggang bawah dirasakan hilang timbul menjalar ke kedua tungkai dan timbul
terutama setelah pasien beraktifitas dan nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, rasa
seperti terikat pada bagian dada dan perut tidak ada. Sebelumnya pasien sudah pernah
merasakan nyeri pinggang bawah setelah pasien terjatuh terduduk namun nyeri mereda
setelah pasien diurut. Rasa tebal dan kesemutan juga dirasakan pasien hilang timbul
Keluhan semakin memberat dan terdapat kelemahan pada kedua kaki 1 bulan
terakhir hingga pasien tidak dapat berjalan. Selain itu pasien juga merasakan kesulitan
BAK dan BAB sejak 1 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu SMRS. Pasien
sebelumnya dirawat di RS Swasra lalu dirujuk ke RSAM dan pasien sudah
dipasangkan kateter urin selama dirawat. Pasien menyangkal adanya keluhan demam,
batuk kronis, penurunan berat badan yang masif, dan keringat malam.

Riwayat Penyakit Dahulu :


DM (-), HT (+), Penyakit jantung (-), Alergi obat (-) atau operasi disangkal (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama. Riwayat darah tinggi
dan kencing manis dalam keluarga disangkal.

Riwayat Sosio Ekonomi :


Pasien dahulunya seorang petani yang setiap harinya mengangkat beban berat. Pasien
tinggal bersama suami, anak, menantu dan cucunya. Pasien berasal dari keluarga dengan
tingkat ekonomi menengah ke bawah.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5 M6 = 15
Vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,8 o C
Gizi : kesan gizi cukup
Status Generalis
- Kepala
Rambut : Hitam keputihan, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Sklera tidak kuning, konjungtiva palpebra tidak pucat
Telinga : Liang lapang, simetris, sekret (-/-)
Hidung : Septum tidak deviasi, sekret (-), pernafasan cuping hidung
(-)
Mulut : Bibir lembab, tampak simetris

- Leher
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
JVP : 5 2 cmH2O
Trakhea : Di tengah

- Toraks
(Cor)
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : redup
Batas Kanan : Linea Parasternalis Dextra ICS IV
Batas Kiri : Linea Midclavicula Sinstra ICS V
Batas Atas : Linea Parasternalis Sinistra ICS III
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, bunyi tambahan : bising (-)

Pulmo
Inspeksi : pergerakan simetris kiri = kanan, retraksi -
Palpasi : fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Vesikuler +/+ Rhonki -/-, wheezing -/-
- Abdomen
Inspeksi : datar, simetris
Palpasi : massa teraba (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : Bising usus normal

Extremitas
Superior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik
Inferior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik.

Status Neurologis
- Saraf Cranialis
N.Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung : normosmia/normosmia

N.Opticus (N.II)
Tajam penglihatan : Normal / Normal (bed side)
Lapang penglihatan : normal / normal
Tes warna : normal
Funduskopi : tidak dilakukan
N.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III N.IV N.VI)
Kelopak Mata
- Ptosis : (-/-)
- Endophtalmus : (-/-)
- Exopthalmus : (-/-)

Pupil
- Ukuran : (3mm/3mm)
- Bentuk : (Bulat / Bulat)
- Isokor/anisokor : isokor
- Posisi : (Sentral / Sentral)
- Refleks cahaya langsung : (+/+)
- Refleks cahaya tidak langsung : (+/+)

Gerakan Bola Mata


- Medial : (+/+)
- Lateral : (+/+)
- Superior : (+/+)
- Inferior : (+/+)
- Obliqus superior : (+/+)
- Obliqus inferior : (+/+)
- Refleks pupil akomodasi : (+/+)
- Refleks pupil konvergensi : (+/+)

N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
- Ramus oftalmikus : normal/normal
- Ramus maksilaris : normal/normal
- Ramus mandibularis : normal/normal
Motorik
- M. Temporalis : normal/normal
- M. Masseter : normal/normal
- M. pterygoideus : normal/normal
Refleks
- Refleks kornea : normal/normal
- Refleks bersin : tidak dilakukan

N.Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
- Diam : simetris
- Tertawa : simetris
- Meringis : simetris
- Menutup mata : simetris

Pasien disuruh untuk


- Mengerutkan dahi : simetris
- Menutup mata kuat-kuat : simetris
- Mengangkat alis : simetris
- Mengembungkan pipi : simetris

Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah : normal

N. Vestibulocochlearis/ N. Acusticus (N.VIII)


N. Cochlearis
- Ketajaman pendengaran : ( normal / normal)
- Tinitus : (-/-)

N.vestibularis
- Test vertigo : Tidak dilakukan
- Nistagmus : Tidak dilakukan

N.Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)


- Suara bindeng/nasal : -
- Posisi uvula : Ditengah
- Palatum mole : simetris
- Arcus palatoglossus : simetris
- Arcus palatoparingeus : simetris
- Refleks menelan : Normal
- Refleks batuk : tidak dilakukan
- Refleks muntah : tidak dilakukan
- Peristaltik usus : Normal
- Bradikardi : (-)
- Takikardi : (-)

N.Accesorius (N.XI)
- M.Sternocleidomastodeus : normal/normal
- M.Trapezius : normal/normal

N.Hipoglossus (N.XII)
- Atropi : (-)
- Fasikulasi : (-)
- Deviasi : (-)

- Tanda Perangsangan Selaput Otak


Kaku kuduk : (-)
Kernig test : (+)
Laseque test : ( +)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)

- Sistem Motorik Superior ka/ki Inferior ka/ki


Gerak (aktif/aktif) (pasif/pasif)
Kekuatan otot 5/5 0/0
Tonus (Normotonus/normotonus) (Normotonus/normotonus)
Klonus (-/-) (-/-)
Atropi (-/-) (-/-)

Refleks Fisiologis
- Biceps (+/+)
- Triceps (+/+)
- Pattela (/)
- Achiles (/)

Refleks Patologis
- Hoffman Trummer : (-/-)
- Babinsky : (-/-)
- Chaddock : (-/-)
- Oppenheim : (-/-)
- Schaefer : (-/-)
- Gordon : (-/-)
- Gonda : (-/-)

- Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan (Superior/Inferior)
- Rasa raba : normal/hipestesia setinggi L1
- Rasa nyeri : normal/hipestesia setinggi L1
- Rasa suhu panas : normal/hipestesia setinggi L1
- Rasa suhu dingin : normal/hipestesia setinggi L1

Proprioseptif / rasa dalam


- Rasa sikap : normal
- Rasa getar : normal
- Rasa nyeri dalam : hipestesia

Fungsi kortikal untuk sensibilitas


- Asteriognosis : Normal

- Koordinasi
Tes telunjuk hidung : Normal
Tes pronasi supinasi : Normal
- Susunan Saraf Otonom
Miksi : Retensi
Defekasi : Konstipasi
Salivasi : Normal

- Fungsi Luhur
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik

D. Resume
Ny T, 53 tahun, mengeluh kedua tungkai tidak dapat digerakkan sejak 1 bulan
yang lalu SMRS. Keluhan disertai dengan rasa nyeri pinggang bawah yang menjalar
ke kedua tungkai, BAK dan BAB tidak lancar, serta rasa baal pada kedua tungkai.
Keluhan berawal dari dirasakannya nyeri pinggang bawah yang hilang timbul
yang menjalar ke tungkai kiri disertai rasa kesemutan sejak 3 bulan yang lalu.. Nyeri
pinggang bawah dirasakan hilang timbul menjalar ke kedua tungkai dan timbul
terutama setelah pasien. Sebelumnya pasien sudah pernah merasakan nyeri pinggang
bawah setelah pasien terjatuh terduduk namun nyeri mereda setelah pasien diurut.
Rasa tebal dan kesemutan juga dirasakan pasien hilang timbul
Keluhan semakin memberat dan terdapat kelemahan pada kedua kaki 1 bulan
terakhir hingga pasien tidak dapat berjalan. Selain itu pasien juga merasakan kesulitan
BAK dan BAB sejak 1 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu SMRS. Pasien
sebelumnya dirawat di RS Swasra lalu dirujuk ke RSAM

Pasien bekerja sebagai petani yang setiap hari mengangkat beban berat. R/
hipertensi (+) R/ DM (-) R/ Trauma (+).
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum tampak sakit berat. Pada
pemeriksaan fisik umum, tanda rangsang meningeal, dan saraf kranialis dalam batas
normal. Kesadaran pasien kompos mentis, Tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 84
o
x/menit, RR 20 x/menit, Suhu 36,8 C. Pada pemeriksaan motorik, kekuatan otot
memberikan kesan paraplegia inferior, reflek fisiologis ekstremitas inferior menurun,
dan sensibilitas ekstremitas inferior didapatkan hipestesia inferior.

E. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah lengkap
Hb : 12,5 g/dL
Leukosit : 8.700 /ul
Eritrosit : 4,1 juta/ul
Trombosit : 436.000 /ul
Hematokrit : 34 %
Hitung jenis:
Basofil :0
Eosinofil :3
Batang :1
Segmen : 62
Limfosit : 28
Monosit :6
LED : 42 mm/jam

Kimia Darah

Natrium : 139 mmol/L


Kalium : 3,9 mmol/L
Kalsium : 10,2 mg/dL
Chlorida : 107 mmol/L

Radiologi :
Rontgen:
Kesan: gambaran fraktur kompresi L-III dengan tanda destruksi corpus sampai pedikel e.c susp metastase

MRI:
Kesimpulan :
Fraktur kompresi berat pada vertebrae lumbal 3 dengan bone marrow edma disertai abses paravertebrae
setinggi lumbal 3.
Sugestis abses epidural setinggi corpus vertebrae lumbal 3 yang meluas ke canalis spinalis dan medulla
spinalis serta menyebabkan stenosis canalis spinalis
Sugestis spondylitis TB
Lumbalisasi Os Sacral 1
Protured disc pada intervetebralis lumbal 5- lumbal 6 disertai herniasi nucleus pulposus kearah posterior
difus yang menekan saccus thecalis anterior dan radiks spinalis bilateral
Multiple Disc Bulging pada intervetrebalis lumbal 3-3 dan lumbal 4-5 dengan peregangan ligamentum
anulare yang masih baik
Levoskoliosis lumbalis

F. Diagnosis
Klinis : Nyeri radikuler + paraplegi inferior + hipestesia inferior + gangguan
miksi dan konstipasi
Topis : Medula spinalis, Vertebre Lumbosacral
Etiologis : myeloradikulopati e.c Fraktur kompresi lumbal 3

G. Diagnosis Banding
Myeloradikulopati ec spondylitis TB

H. Penatalaksanaan
Umum
1. Tirah baring
2. Edukasi pasien

Medikamentosa
1. IVFD RL gtt xx/mnt
2. I. Metylpredsinolon 2x 125 mg
3. I. Ranitidine 2x1 amp
4. Vitamin B Komples 2x1 tablet
5. PCT 500 mg + Ibuprofen 200mg 3x1

Non-Medikamentosa
Konsul bedah untuk tindakan operatif
Rehabilitasi
Latihan : fisioterapi

I. Prognosa
- Quo ad vitam = Dubia ad bonam
- Quo ad functionam = Dubia ad malam
- Quo ad sanationam = Dubia ad malam

FOLLOW UP :
HARI/
CATATAN TINDAKAN
TGL
03/07/2017
S/ Nyeri pinggang bawah yang menjalar ke kedua
tungkai dan rasa tebal pada kedua tungkai Th/
- IVFD RL gtt xx/ mnt
- Ranitidine
50mg/12jam
O/Status present
- Metylpredsinolon
KU : tampak sakit sedang
125mg/12 jam
Kes : compos mentis - Vitamin B Komples
TD :140/90 mmHg 2x1 tablet
- PCT 500 mg +
Nadi :84 x/menit
Ibuprofen 200mg 3x1
RR :20x/menit
T :36,5oC Konsul Sp.OT

rencana dekompresi
Reflek Fisiologis :
MRI lumbal
Bisep (+/+) Patella (/)
kontrol rawat jalan
Trispe (+/+) Achiles (/)

Pemeriksaan N. Kranial I-XII : dalam


batas normal

Reflek Patologis :
- Kernig sign (+/+)
- Lasseque sign (+/+)

Extremitas :
Superior ka/ki
Inferior ka/ki

Gerak : (aktif/aktif) (aktif/aktif)


(pasif/pasif) (pasif/pasif)

Kekuatan otot : 5/5 5/5


0/0 0/0
Sensorik (+/+ ) / (-/-)

A/ Nyeri radikuler + Paraplegi Inferior +


hipestesia inferior + retensi urin

04/07/2017
S/ Nyeri pinggang bawah yang menjalar ke kedua
tungkai dan rasa tebal pada kedua tungkai Th/
- IVFD RL gtt xx/ mnt
- Ranitidine
50mg/12jam
O/Status present
- Metylpredsinolon
KU : tampak sakit sedang
3x8mg
Kes : compos mentis - Vitamin B Komples
TD :120/80 mmHg 2x1 tablet
Nadi :84 x/menit
MRI : Fraktur kompresi berat pada
RR :18x/menit
vertebrae lumbal 3
T :36,6oC
dengan bone marrow
edma disertai abses
Reflek Fisiologis :
paravertebrae setinggi
Bisep (+/+) Patella (/)
lumbal 3.
Trispe (+/+) Achiles (/) Sugestis abses epidural setinggi
corpus vertebrae lumbal 3
Pemeriksaan N. Kranial I-XII : dalam yang meluas ke canalis
batas normal spinalis dan medulla
spinalis serta
Reflek Patologis :
menyebabkan stenosis
- Kernig sign (+/+)
- Lasseque sign (+/+) canalis spinalis
Sugestis spondylitis TB
Lumbalisasi Os Sacral 1
Extremitas : Protured disc pada intervetebralis
Superior ka/ki Inferior ka/ki
lumbal 5- lumbal 6
Gerak : (aktif/aktif) (aktif/aktif) disertai herniasi nucleus
(pasif/pasif) (pasif/pasif) pulposus kearah posterior
difus yang menekan
Kekuatan otot : 5/5 5/5
0/0 0/0 saccus thecalis anterior
Sensorik (+/+ ) / (-/-) dan radiks spinalis
bilateral
A/ Nyeri radikuler + Paraplegi Inferior +
Multiple Disc Bulging pada
ipestesia inferior + retensi urin
ec. Fraktur kompresi lumbal 3 intervetrebalis lumbal 3-3
dan lumbal 4-5 dengan
peregangan ligamentum
anulare yang masih baik
Levoskoliosis lumbalis

Pasien dipulangkan untuk rawat


jalan
BAB II
ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosis sudah tepat ?

Diagnosis ditegakkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang. Pada anamnesis didapatkan keluhan kedua tungkai tidak dapat digerakan, nyeri
pada pinggang bawah yang menjalar ke tungkai kanan dan kiri serta rasa baal pada kedua
tungkai dan BAK tidak lancar. Keluhan timbul secara perlahan dalam 3 bulan terakhir dan
dirasakan semakin memberat dalam 1 bulan terakhir. Keluhan pada tungkai diawali adanya
rasa nyeri dan rasa baal serta kelemahan yang bermula dari tungkai sebelah kiri lalu
berpindah ke tungkai kanan. Rasa nyeri berupa nyeri tajam dan bersifat menjalar serta
diperberat oleh adanya aktifitas seperti berdiri terlalu lama atau duduk terlalu lama. Keluhan
nyeri tersebut juga disertai dengan adanya rasa kesemutan dan baal pada kedua tungkai.
Berdasarkan pengakuan pasien kelainan tersebut dirasakan hilang timbul. Pasien juga pernah
terjatuh terduduk yang dapat menyebabkan trauma pada pinggang. Selama ini pasien hanya
dipijat oleh tukang pijat untuk meredakan keluhan tersebut. Rasa nyeri dan kesemutan
merupakan khas lesi pada medulla spinalis.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien, secara umum tampak sakit berat,
pasien sadar, orientasi baik, tanda vital baik. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan
umum tampak sakit berat. Pada pemeriksaan fisik umum, tanda rangsang meningeal, dan
saraf kranialis dalam batas normal. Kesadaran pasien kompos mentis, Tekanan darah 130/80
o
mmHg, Nadi 84 x/menit, RR 20 x/menit Suhu 36,8 C. Pada pemeriksaan motorik,
kekuatan otot memberikan kesan paraplegia inferior, reflek fisiologis ekstremitas inferior
menurun, dan sensibilitas ekstremitas inferior didapatkan hipestesia setinggi L1.
Berdasarkan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa adanya gangguan pada sistem saraf
yang menginervasi bagian pinggang sampai dengan ekstremitas inferior yaitu sistem saraf
cabang dari vertebrae lumbalis.
Radikulopati sering ditandai oleh satu atau lebih dari gejala berikut:6
1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal dan diperhebat
oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan. Refleks tendon pada
daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau bahkan menghilang.

Pada pemeriksaan penunjang yaitu berdasarkan rontgen vertebrae yang pertama didapatkan kesan
gambaran fraktur kompresi L-III dengan tanda destruksi corpus sampai pedikel e.c susp
metastase. Untuk diagnosis pasti trauma medula spinalis harus dilakukan pemeriksaan MRI
sesuai dengan advice dari dokter spesialis orthopedi. Pada hasil MRI didapatkan Fraktur
kompresi berat pada vertebrae lumbal 3 dengan bone marrow edma disertai abses paravertebrae
setinggi lumbal 3. Sugestif abses epidural setinggi corpus vertebrae lumbal 3 yang meluas ke
canalis spinalis dan medulla spinalis serta menyebabkan stenosis canalis spinalis. Sugestif
spondylitis TB. Lumbalisasi Os Sacral 1. Protured disc pada intervetebralis lumbal 5 - lumbal 6
disertai herniasi nucleus pulposus kearah posterior difus yang menekan saccus thecalis anterior
dan radiks spinalis bilateral. Multiple Disc Bulging pada intervetrebalis lumbal 3-3 dan lumbal
4-5 dengan peregangan ligamentum anulare yang masih baik. Levoskoliosis lumbalis.

2. Apakah penatalaksaan pada kasus ini sudah tepat?

Penatalaksanaan bagi pasien ini yaitu terapi non-medikamentosa dan medikamentosa. Secara non-
medikamentosa pasien disarankan untuk tirah baring yang bertujuan untuk mengurangi
timbulnya nyeri pinggang yang dipengaruhi aktifitas. Secara medikametosa, pasien diberikan
beberapa obat-obatan yang bersifat analgesik/pengurang rasa sakit dan vitamin. Terapi
medikamentosa yang diberikan untuk pasien ini yaitu berupa golongan steroid metylprednisolon
injeksi 125mg/ 12 jam dan ranitidine 2x1amp serta diberikan vitamin B kompleks 2x1 tablet
sebagai vitamin untuk saraf.

Pada pasien ini diberikan obat metylprednisolon dengan dosis injeksi 125mg/ 12 jam. Steroid
berfungsi menstabilkan membran, menghambat oksidasi lipid, mensupresi edema vasogenik
dengan memperbaiki sawar darah medula spinalis, menghambat pelepasan endorfin dari
hipofisis, dan menghambat respons radang. Penggunaannya dimulai tahun 1960 sebagai antiinfl
amasi dan antiedema. Metilprednisolon menjadi pilihan dibanding steroid lain karena kadar
antioksidannya, dapat menembus membrane sel saraf lebih cepat, lebih efektif menetralkan
faktor komplemen yang beredar, inhibisi peroksidasi lipid, prevensi iskemia pascatrauma,
inhibisi degradasi neurofi lamen, menetralkan penumpukan ion kalsium, serta inhibisi
prostaglandin dan tromboksan. Studi NASCIS I (The National Acute Spinal Cord Injury Study)
menyarankan dosis tinggi sebesar 30 mg/kgBB sebagai pencegahan peroksidasi lipid, diberikan
sesegera mungkin setelah trauma karena distribusi metilprednisolon akan terhalang oleh
kerusakan pembuluh darah medula spinalis pada mekanisme kerusakan sekunder. Penelitian
NASCIS II membandingkan metilprednisolon dosis 30 mg/kgBB bolus IV selama 15 menit
dilanjutkan dengan 5,4mg/kgBB/jam secara infus selama 23 jam berikutnya dengan nalokson
(antireseptor opioid) 5,4 mg/kgBB bolus IV, dilanjutkan dengan 4 mg/kgBB/ jam secara infus
selama 23 jam. Hasilnya, metilprednisolon lebih baik dan dapat digunakan sampai jeda 8 jam
pascatrauma. Pada NASCIS III, metilprednisolon dosi yang sama diberikan secara infus sampai
48 jam ternyata memberikan keluaran lebih baik dibanding pemberian 24 jam. Selain itu, dicoba
pula tirilazad mesilat (TM), yakni inhibitor peroksidasi lipid nonglukokortikoid, dan ternyata
tidak lebih baik disbanding metilprednisolon. Terapi ini masih kontroversial; studi terbaru
mengatakan belum ada studi kelas 1 dan 2 yang mendasari terapi ini, serta ditemukan efek
samping berupa perdarahan lambung, infeksi, sepsis.

Ranitidin merupakan antihistamin paenghambat reseptor Histamin H2 yang berperan dalam efek
histamine terhadap sekresi cairan lambung. Berdasarkan dari mekanisme kerja kedua obat
tersebut kita akan melihat profil dari masing-masing obat tersebut. Ranitidine menghambat
reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung
srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh
fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun
tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat
rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin dan ranitidine mengurangi volume dan kadar
ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan
pepsinogen menjadi pepsin menurun.
Bioavailabilitas ranitidine yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien
penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7 -3 jam pada orang dewasa, dan memanjang pada
orang tua dan pasien gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati masa paruh ranitidine juga
memanjang meskipun tidak sebesar pada ginjal.Padaginjal normal, volume distribusi 1,7 L/kg
sedangkan klirens kreatinin 25-35 ml/menit. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1-3 jam setelah
penggunaan ranitidine 150 mg secara oral, dan terikat protein plasma hanya 15 %. Ranitidine
mengalami metabolism lintas pertama di hati dalam jumlah yang cukup besar setelah pemberian
oral. Ranitidine dan matabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.
Sekitar 70% dari ranitidine yang diberikan IV dan 30 % yang diberikan secara oral diekskresi
dalam urin dalam bentuk asal. Ranitidin dapat juga menghambat absorbsi diazepam dan
mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%. Sebaiknya obat yang dapat berinteraksi dengan
ranitidin diberi selang waktu minimal 1 jam. Ranitidin dapat menyebabkan gangguan SSP ringan
, karena lebih sukar melewati sawar darah otak dibanding simetidin. Akan tetapi manfaat terapi
pemeliharaan dalam pencegahan tukak lambung belum diketahui secarajelas. Efek
penghambatannya selama 24 jam, Cimetidin 1000 mg/hari menyebabkan penurunan kira-kira
50% dan Ranitidin 300 mg/hari menyebabkan penurunan 70% sekresi asam lambung; sedangkan
terhadap sekresi malam hari, masing-masing menyebabkan penghambatan 70% dan 90%.

Vitamin B kompleks dikenal sebagai vitamin neurotropik, yang artinya berfungsi untuk melindungi sel-
sel saraf. Kekurangan vitamin-vitamin tersebut menyebabkan gejala seperti, pegal-pegal atau
tegang pada otot, atau badan terasa kaku. Pada kekakuan otot, pasien merasa badan sangat berat
sehingga diperlukan tenaga lebih untuk bergerak. Vitamin B kompleks dapat digunakan untuk
mengurangi gejala di atas. Setiap 1 tablet suplemen mengandung vitamin B1 sebanyak 100 mg
(miligram), vitamin B6 sebanyak 200 mg, dan vitamin B12 200 mcg (mikrogram). Dosis
konsumsi yang dianjurkan yaitu 1 tablet sehari (Murray, 2000). Pada pasien di berikan 2 tablet
sehari.
3. Bagaimana prognosis dari pasien ini?
Prognosis ad vitam pada kasus ini bonam, karena keadaan pasien pada saat datang
yang masih dalam keadaan umum yang baik Prognosis ad fungsionam adalah dubia ad
malam dikarenakan keterbatasan os pada kasus ini berupa paraplegia, hipertesia inferior
dan gangguan miksi serta defekasi. Hal ini dapat mengakibatkan pasien tidak dapat
beraktivitas dan dapat terjadi komplikasi akibat disfungsi neurologis, seperti pneumonia,
ulcus decubitus, sepsis, GGK, dll. Pemulihan fungsi neurologis dapat bervariasi. Penelitian
Muslumanoglu dkk, terhadap 55 pasien cedera medulla spinalis traumatic 37 pasien dengan
lesi inkomplet selama 12 bulan menunjukkan bahwa pasien dengan cedera medulla spinalis
inkomplit akan mendapatkan perbaikan motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna
dalam 12 bulan pertama. Prognosis sanationam adalah dubia ad malam dikarenakan
penyakit mieloradikulopati lumbaris memiliki banyak faktor penyebab seperti kompresi,
inflamasi, ataupun proses degeneratif. Seiring dengan pertambahan usia pasien, hal tersebut
bukan akan meningkatkan derajat kesehatan pasien, tetapi akan semakin meningkatkan
fator resiko penyakit ini.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Gambar 1. Anatomi vertebra

Kolumna vertebralis dibentuk oleh serangkaian 33 vertebra berupa 7 servikal, 12 thorakal, 5 lumbal,
Sakral, dan 4 coccygeus.
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari
badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.
Arcus vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh
penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus
spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika
tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum
tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah
yang disebut foramen intervertebrale.9

Gambar 2. Lumbar vertebrae

Gambar 3. Anatomi lumbal

3.2.1 Persarafan
Fungsi Otot Saraf
Nervus Femoralis
Fleksi dan endorotasi pinggul, L1 L3
Fleksi dan endorotasi tungkai L2 L3
M. iliopsoas
bawah, L2 L4
M. sartorius
Ekstensi tungkai bawah pada
M. quadriseps femoris
tungkai lutut

Nervus Obturatorius
Aduksi Paha M. pektineus L2 L3
M. aduktor longus L2 L3
M. aduktor brevis L2 L4
M. aduktor magnus L3 L4
M. grasilis L2 L4
Aduksi dan Eksorotasi Paha M. obturator eksternus L3 L4
Nervus Glutealis Superior
Abduksi dan endorotasi paha M. gluteus dan L4 S1
Fleksi tungkai atas pada minimus L4 L5
pinggul: abduksi dan M. tensor fasia lata L5 S1
endorotasi M. piriformis
Eksorotasi paha dan abduksi
Nervus Glutealis Superior
Ekstensi paha dan pinggul, M. gluteus maksimus L4 S2
eksorotasi paha M. obturator internus L5 S1
Mm. Gemeli
M. quadratus L4 S1
Nervus Skiatikus
Fleksi tungkai bawah M. biseps femoris L4 S2
M. semitendinosus L4 S1
M. semimembranosus L4 S1
Nervus Peronealis Profunda
Dorsofleksi dan supinasi kaki M. tibialis anterior L4 L5
Ekstensi kaki dan jari-jari kaki M. ekstensor digitorum L4 S1
Ekstensi jari kaki II V longus
Ekstensi ibu jari kaki M. ekstensor digitorum
Ekstensi ibu jari kaki brevis
M. ekstensor halusis longus
M. ekstensor halusis brevis
Plexus Lumbalis
Dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis L 1 4, seringkali juga turut
dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis thoracalis XII. Plexus ini berada pada
dinding dorsal cavum abdominis, ditutupi oleh m.psoas major.
Dari plexus ini dipercabangkan:
1. n. iliohypogastricus
2. n. ilioinguinalis
3. n. genitofemoralis
4. n. cutaneus femoris lateralis
5. n. obturatorius
6. n. femoralis

Percabangan-percabangan tersebut tadi mempersarafi dinding cavum abdominis


di bagian caudal, regio femoris bagian anterior dan regio cruralis di bagian medial.

Gambar 4. Plexux Lumbalis

1. N.iliohypogastricus
Saraf ini berpusat pada medulla spinalis segmen thoracalis XII L 1, berjalan
di sebelah ventral m.quadratus lumborum, menembusi aponeurosis m.transversus
abdominis di bagian posterior di sebelah cranialis crista iliaca. Ketika berada di
antara m.transversus abdominis dan m.obliquus internus abdominis saraf ini
mempercabangkan ramus cutaneus lateralis dan ramus cutaneus anterior.
Selanjutnya ramus cutaneus anterior berjalan menembusi m.obliquus internus
abdominis, menembusi aponeurosis m.obliquus externus abdominis kurang lebih 2
cm di sebelah cranial anulus inguinalis superficialis, melayani kulit pada regio
pubica.
Saraf ini memberi cabang motoris untuk m.obliquus internus abdominis dan
m.transversus abdominis.

2. N. ilioinguinalis
Nervus ini berpusat pada medulla spinalis L 1, berada di sebelah ventral dari
m.quadratus lumborum, berjalan sejajar dengan n.iliohypogasticus (di sebelah
caudalnya), menembusi aponeurosis m.transversus abdomins, berada di antara
m.transversus abdominis dan m.obliquus internus abdominis, menembusi otot ini
dan berada di antara m.obliquus internus abdominis dan m.obliquus externus
abdominis. Selanjutnya mengikuti funiculus spermaticus berjalan di dalam canalis
inguinalis, dan melayani kulit pada regio femoris di bagian proximal dan medial,
radix penis serta scrotum bagian ventral sebagai rami scrotales anteriores pada pria
dan pada wanita mempersarafi mons pubis dan labium majus sebagai rami labiales
anteriores.
Saraf ini mempercabangkan serabut motoris untuk m.obliquus internus abdominis
dan m.transversus abdominis. N.ilioinguinalis kadang-kadang bersatu dengan
n.iliohypogastricus.

3. N. genitofemoralis
Berpusat pada medulla spinalis L 1 2, berjalan ke caudal, menembusi
m.psoas major setinggi vertebra lumbalis 3 atau 4, ditutupi oleh fascia transversa
abdominis dan peritoneum, dan di sebelah ventral dari m.psoas major saraf ini
bercabang dua menjadi ramus genitalis (n. spermaticus externus) dan ramus
femoralis (n. lumboinguinalis).
N. spermaticus externus berjalan ke distal, di sebelah medial dari nervus
lumboinguinalis, masuk ke dalam anulus inguinalis internus, berjalan melalui
canalis inguinalis dan berada di bagian dorsal funiculus spermaticus (pada wanita
mengikuti ligamentum teres uteri). Saraf ini mempersarafi m. cremaster dan kulit
scrotum.
N. lumboinguinalis berjalan ke distal dan berada di sebelah ventral m. psoas major,
berada di sebelah lateral n. spermaticus externus, berjalan bersama-sama dengan a.
iliaca externa melewati tepi caudal ligamentum inguinale, selanjutnya berada di
sebelah lateral a. femoralis dan sebagian menembusi fascia cribriformis (pada fossa
ovalis) dan sebagian lagi menembusi fascial lata, mempersarafi kulit regio femoralis
cranio-anterior.

4. Ramus cutaneus femoris lateralis.


Berasal dari medulla spinalis L 2-3, menampakkan diri pada tepi lateral
m.psoas major, yaitu kira-kira pada bagian tengah otot tersebut, menyilang m.iliacus
secara oblique menuju ke spina iliaca anterior superior, lalu berjalan melalui tepi
caudal ligamentum inguinale, menembusi fascia lata di bagian proximal m.sartoris,
melayani kulit regio femoris di bagian antero-lateral sampai setinggi patella. Selain
itu terdapat juga cabang-cabang (r.posterior) yang mempersarafi regio femoris di
bagian latero-posterior, yaitu mulai dari trochanter major.
5. N.obturatorius
Dibentuk oleh nervus spinalis L 2 - 4, bersifat motoris untuk mm.adductores.
Menampakkan diri pada tepi medial m.psoas major, menyilang di sebelah dorsal
vasa iliaca, berada di sebelah lateral vasa hypogastrica dan ureter, mengikuti dinding
lateral pelvis minor menuju ke foramen obturatorium. Selanjutnya berjalan melalui
canalis obturatorius dan tiba pada daerah mm.adductores; saraf ini
mempercabangkan ramus superficialis n.obturatorius (= ramus anterior) yang berada
di sebelah ventral m.adductor brevis dan mempersarafi m.adductor longus,
m.gracialis, m.adductor brevis serta kulit di daerah femoris medialis (= n.cutaneus
femoris medialis) dan cabang lainnya adalah r.profundus n.obturatorius (=
r.posterior) yang terletak di sebelah dorsal m.adductor brevis, mempersarafi
m.obturator externus dan m.adductor magnus.
6. N. femoralis
Merupakan cabang yang terbesar dari plexus lumbalis, dibentuk oleh nervus
spinalis L 2 - 4, menampakkan diri pada tepi lateral bagian distal m.psoas major,
berjalan di antara m.psoas major dan m.iliacus, ditutupi oleh fascia iliaca, berada di
bagian caudal dari ligamentum inguinale, di sebelah lateral arteria femoralis yaitu
melalui lacuna musculorum, dan memberi cabang-cabang motoris untuk m.iliacus,
m.pectineus dan m.sartorius.
Cabang yang lain adalah rami cutanei femoris anteriores yang menembusi
fascia lata di sebelah ventral m.sartorius dan mempersarafi kulit di bagian ventral
regio femoris sampai setinggi patella.
Cabang yang ketiga disebut n.saphenus yang merupakan cabang yang terbesar
dan terpanjang dari n.femoralis, mempersarafi regio crunalis di bagian medial,
berjalan di sebelah profunda m.sartorius, menyilang di sebelah anterior arteria
femoralis, tiba di sebelah medial dari a.femoralis, berjalan di dalam canalis
adductorius, lalu menembusi membrana vasto adductoria dan terletak di antara
m.sartorius dan m.adductor magnus, menembusi fascia lata di antara tendo
m.sartorius dan m.gracialis, berjalan ke caudal bersama-sama dengan vena saphena
magna sampai di 1/3 bagian distal crus.

Plexus Sacralis
Dibentuk oleh ramus anterior nervus spinalis L 4 S 3 (S 4) dan berada di sebelah
ventral m.piriformis, dipisahkan dari vasa iliaca interna serta ureter oleh suatu lembaran
fascia (= fascia pelvis parietalis). Biasanya a.glutea superior berjalan di antara n.spinalis
L 5 dan S 1; a.glutea membentuk plexus lumbalis dan juga turut membentuk plexus
sacralis). Plexus sacralis melayani struktur pada pelvis, regio glutea dan extremitas
inferior.

Dari plexus sacralis dipercabangkan:


1. n. gluteus superior
2. n. gluteus inferior
3. n. cutaneus femoris posterior
4. nn. clunium inferiores mediales
5. N. Ischiadicus
6. rr. musculares
Gambar 5. Plexus Sacralis

1. N. gluteus superior
Dibentuk oleh n.spinalis Lumbalis 4 Sacral 1, berjalan melalui foramen
suprapiriformis, di sebelah cranialis m.piriformis bersama-sama dengan vasa glutea
superior. Bersifat motoris untuk m.gluteus medius, m.gluteus minimus dan m.tensor
fascia latae.

2. N. gluteus inferior
Dibentuk oleh n.spinalis L 5 S 2, meninggalkan pelvis melalui foramen
infrapiriformis di sebelah caudalis m.piriformis, berjalan di sebelah profunda
m.gluteus maximus, dan memberi innervasi untuk otot tersebut.
3. N. cutaneus femoris posterior
Dibentuk oleh n.spinalis Sacralis 1 3, berjalan melalui foramen infrapiriformis
bersama-sama dengan vasa glutea inferior, berada di sebelah medial dari
n.ischiadicus, ditutupi oleh m.gluteus maximus, meninggalkan otot tersebut pada tepi
caudalnya, lalu berjalan descendens pada bagian superficial caput longum m.biceps
femoris, berada di sebelah profunda fascia lata, dan mencapai regio poplitea.
Selanjutnya menampakkan diri bersama-sama dengan vena saphena parva. Saraf ini
bersifat sensibel untuk kulit perineum, bagian posterior regio femoris dan regio
cruralis. Dari saraf ini dipercabangkan : q nn.clunium inferiores laterals q
rr.perineales, yang dipercabangkan pada tepi caudal m.gluteus maximus, berjalan ke
arah medial menyilang origo otot-otot hamstring menuju ke perineum, dan
mempersarafi kulit pada regio femoris bagian medio-cranial serta kulit genitalia
externa.

4. N. Ischiadicus
Saraf ini adalah saraf yang terbesar dalam tubuh manusia yang mempersarafi
kulit regio cruralis dan pedis serta otot-otot di bagian dorsal regio femoris, seluruh
otot pada crus dan pedis, serta seluruh persendian pada extremitas inferior. Berasal
dari medulla spinalis L 4 S 3, berjalan melalui foramen infra piriformis, berada di
sebelah lateral n.cutaneus femoris posterior, berjalan descendens di sebelah dorsal
m.rotator triceps, di sebelah dorsal m.quadratus femoris, di sebelah ventral caput
longum m.biceps femoris, selanjutnya berada di antara m.biceps femoris dan
m.semimembranosus, masuk ke dalam fossa poplitea. Lalu saraf ini bercabang dua
menjadi N.Tibialis dan N.Peronaeus Communis. Rami musculares dipercabangkan
untuk mempersarafi m.biceps femoris caput longum. semitendinosus,
m.semimembranosus dan m.adductor magnus. Rami musculares ini
dipercabangkan dari sisi medial n.ischiadicus sehingga bagian di sebelah medial
n.ischiadicus disebut danger side dan bagian di sebelah lateral disebut safety side.

5. Rami musculares
Cabang-cabang ini berjalan melalui foramen infra piriformis, mempersarafi
m.piriformis, mm.gemelli superior et inferior, m.obturator internus, m.quadratus
femoris. Sebenarnya plexus sacralis adalah bagian dari plexus lumbosacralis, yang
dibentuk oleh rr.anteriores .spinalis segmental lumbal, sacral dan coccygeus.

Gambar 6. Pola dermatom

Pola dermatom berguna untuk mengingat bahwa:


- selangkangan, lumbal ke-1
- sisi medial lutut, lumbal ke-3
- jari kaki besar, lumbal ke-5
- jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1
- belakang paha, sakrum ke-2
- area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5

2.2 Mielopati
2.2.1 Definisi
Mielopati mengacu pada defisit neurologis yang berhubungan dengan
kerusakan pada sumsum tulang belakang. Mielopati dapat terjadi sebagai akibat dari
proses ekstradural, intradural, atau intramedulla. Secara umum, mielopati secara
klinis dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan ada tidaknya trauma yang
signifikan, dan ada atau tidak adanya rasa sakit.

2.2.2 Tingkatan Mielopati


Tingkatan Mielopati berdasarkan Nurick
System Nurick myelopathy grade dari 0-5, dengan 5 menjadi yang paling
berat. Perubahan karakteristik terjadi pada masing- masing tingkatan sebagai berikut:
- Grade 0: signs and symptoms of root involvement but without evidence of
spinal cord disease.
- Grade 1: signs of spinal cord disease but no difficulty in walking.
- Grade 2: slight difficulty in walking but does not prevent full-time
employment.
- Grade 3: severe difficulty in walking that requires assistance and prevents
full-time employment and avocation.
- Grade 4: ability to walk only with assistance or with the aid of a frame.
- Grade 5: chairbound or bedridden.

Myelopati Dengan Skala klasifikasi Frankel


- Grade A: complete motor and sensory involvement
- Grade B: complete motor involvement, some sensory sparing including sacral
sparing.
- Grade C: functionally useless motor sparing.
- Grade D: functional motor sparing.
- Grade E: no neurologic involvement

2.2.3 Klasifikasi
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.

Tabel 1. Tabulasi perbandingan klinik lesi komplet dan inkomplet.


eristik omplet komplet
k di bawah lesi g (+)
tik (nyeri, suhu) di bawah lesi g (+)
eptik(joint position, vibrasi)di bawah lesi g (+)

l sparing positif
tebra fraktur, luksasi, atau
normal
(Ramon, 1997, data 55 pasien
agi (54%), Kompresi a (62%), Kontusi
cedera medula spinalis; (25%), Kontusi (26%), normal
plet, 27 inkomplet) (11%) (15%)

2.2.4 Patofisiologi
Kadar air dari diskus intervertebralis dan anulus fibrosus mengalami
penurunan secara progresif seiring dengan usia lanjut. Secara bersamaan, terjadi
perubahan degeneratif pada diskus. Ruang intervertebralis menyempit dan dapat
menghilang, dan anulus fibrosus menjorok ke kanalis spinalis. Osteofit pada pinggiran
korpus vertebra, berkumpul di anulus protrusi, dan dapat mengubahnya menjadi
sebuah tonjolan tulang. Tonjolan ini dapat memanjang secara lateral ke foramen
intervertebralis. Semua perubahan ini mempersempit kanalis spinalis, sebuah proses
yang dapat diperburuk oleh fibrosis dan hipertrofi dari ligamentum flavum.
S
pondilosis dapat membentuk indentasi yang dalam (misalnya, terlihat pada
otopsi) pada permukaan ventral sumsum tulang belakang. Pada beberapa
tingkat lesi, ada degenerasi substansia grisea, kadang-kadang dengan nekrosis dan
kavitasi. Di atas kompresiterjadi degenerasi kolumna posterior; di bawah kompresi,
saluran kortikospinalis mengalami demyelinisasi.
Penulangan pada ligamentum longitudinal posterior adalah varian dari
spondilosis servikal yang juga dapat menyebabkan myelopati progresif. Kondisi ini
dapat bersifat fokal atau difus dan merupakan yang paling umum pada orang
dari warisan Asia. Salah satu teori patogenesis menyatakan bahwa medulla spinalis
rusak karena efek tegangan tarik yang disebarkan dari dura, melalui ligamen dentale.

2.2.5 Patofisiologi
K
adar air dari diskus intervertebralis dan anulus fibrosus mengalami
penurunan secara progresif seiring dengan usia lanjut. Secara bersamaan, terjadi
perubahan degeneratif pada diskus. Ruang intervertebralis menyempit dan dapat
menghilang, dan anulus fibrosus menjorok ke kanalis spinalis. Osteofit pada pinggiran
korpus vertebra, berkumpul di anulus protrusi, dan dapat mengubahnya menjadi
sebuah tonjolan tulang. Tonjolan ini dapat memanjang secara lateral ke foramen
intervertebralis. Semua perubahan ini mempersempit kanalis spinalis, sebuah proses
yang dapat diperburuk oleh fibrosis dan hipertrofi dari ligamentum flavum.
Spondilosis dapat membentuk indentasi yang dalam (misalnya, terlihat pada
otopsi) pada permukaan ventral sumsum tulang belakang.Pada beberapa
tingkat lesi, ada degenerasi substansia grisea, kadang-kadang dengan nekrosis dan
kavitasi. Di atas kompresiterjadi degenerasi kolumna posterior; di bawah kompresi,
saluran kortikospinalis mengalami demyelinisasi.
Klasifikasi Sicard dan Forstier membagi mielopati menjadi dua yaitu
komprehensif dan non komprehensif berdasarkan hubungannyua dengan obstruksi
ruang subarachnoid. Etiologi mielopati dapat dilasifikasikan pada tabe berikut:

Tabel 2. Etiologi komprehensif dan non komprehensif.


Mielopati komprehensif Mielopati non komprehensif
Degeneratif Myelitis transversal infeksius:
- Virus: zoster, Eipstein Barr, herpex
simplex, sitomegalovirus, adenovirus,
enterovirus, Coxsackie B, herpes
virus tipe 6, HIV dan AIDS, HTLV
I and II
- Bakteri: staphylococcus aureus,
streptococcus, mycobacterium
- Spirosit: sifilis
- Jamur: Cryptococcus, aspergillus
Ensefalitis akut:
- Penyakit demyelinisasi
- Sklerosis multipel
- Neuromyelitis optic
- Penyakit Eale
Vaskuler:
- Trombosis arteri spinalis
- Vaskulitis sistem saraf pusat
Trauma: Substansi toksik
- Lesi tulang - Arsenik, triortokresil fosfat, nitrit
- Herniasi diskus oksida, metotreksat
- Perdarahan epidural - Radiasi
- Luka bakar listrik
Infeksi (abses) Degeneratif:
- Sklerosis lateral primer
- Paraparesis spastik familial
- Atasia spinoserebellar
- Neurodegenerasi
- Ataksia Friedrich
Tumor: Metabolik:
- Extradural: benigna dan maligna - Defisiensi vitamin B12
- Untradural: intra dan ekstra - Defisiensi vitamin E
medular - Penyakit hati dan ginjal kronik
- Defisiensi heksosamidase
Malformasi arteri vena Paraneoplastik
Syringomyelia

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan laboratorium darah
- Pemeriksaan radiologis.
Dianjurkan melakukan pemeriksaan posisi standar (anteroposterior, lateral) untuk
vertebra servikal, dan posisi ap dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal
- Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis, pemeriksaan
lanjutan dengan CT SCAN dan mri sangat dianjurkan. Magnetic resonance imaging
merupakan alat diagnostik yang w paling baik untuk mendeteksi lesi di medula
spinalis akibat cedera/trauma

2.2.7 Mielopati Komprehensif


Penyakit kompresif sumsum tulang belakang dibagi menjadi akut dan kronis,
termasuk perubahan degeneratif, trauma, infiltrasi tumor, malformasi vaskular, infeksi
dengan pembentukan abses, dan syringomyelia. Pasien dengan temuan klinis
mielopatikompresif yang menunjukkan hipersensitifitas fusiform sumsum tulang
belakang yang luas (lebih dari tiga segmen tulang belakang) di T2, sering keliru
dianggap sebagai neuritis optik, atau diklasifikasikan sebagai penyakit
idiopatik.Hal ini menyebabkan tertundanya pengobatan bedah karena penyebab lain
seperti stenosis kanalis spinalis tidak dipertimbangkan. Penyakit mielopati
kompresif adalah penyebab utama mielopati pada pasien usia tua. Perlangsungan
penyakit ini biasanya kronis.
Pembedahan memperbaiki atau menstabilkan kondisi pasien dengan mielopati
kompresif, sejalan dengan hipotesis edema sumsum tulang belakang atau iskemia
reversibel dalam kompresi. Temuan ini mendukung argumen bahwa temuan klinis
dan pencitraan dapat membedakan pasien yang akan mendapatkan manfaat dari
dekompresi bedah. Pasien dengan intensitas sinyal di T2 lebih besar prognosisnya
lebih buruk.

2.2.8 Mielopati Komprehensif Degeneratif


Mielopati degeneratif kompresif dapat diklasifikasikan menurut situs
kompresi, sebagai berikut:
- Anterior (tonjolan diskus atau osteofit posterior)
- Anterolateral (sendi Luschka)
- Lateral (sendi facet)
- Posterior (ligamentum flavum)

2.2.9 Mieolopati Kompresif Post Traumatik


Mielopati pasca-trauma terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki,
khususnya yang berumur antara 16 dan 30 tahun. Kecelakaan lalu lintas adalah
penyebab paling umum, dengan angka kejadian sekitar 50%, diikuti dengan kekerasan
(senjata api atau luka tusuk), jatuh dari ketinggian, dan cedera olahraga (menyelam,
sepakbola dan berkuda). Segmen yang paling mobile lebih sering terkena, khususnya
C5-C7 dan T10-L2. Secara klinis, akan bersifat lebih dominan quadriplegia dalam
30-40% kasus, dan paraplegia terjadi pada 6-10%.
Pencitraan MRI sangat penting dalam menilai sumsum tulang belakang trauma
karena menunjukkan lokasi, perluasan dan keparahan dengan sangat jelas, menilai
beratnya edema dan perdarahan intramedulla.Beberapa studi telah menunjukkan
bahwa perdarahan memperlambat pemulihan motorik. Lebih jauh lagi, kebocoran
CSF, infeksi, kista dan syingomyelia dapat terjadi.

2.2.10 Mielopati Kompresif Akibat Abses


Abses epidural jarang terjadi tetapi merupakan indikasi bedah darurat
karena dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa hari dan diagnosis dini sulit,
sehingga penatalaksanaantertunda. Insiden kelainan ini 0,2-2 kasus untuk setiap
10.000 rawat inap. Mengenai terutama laki-laki, dengan tidak ada rentang usia
tertentu. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggiyaitu antara 18% dan 31%.
Faktor risiko yang sama dengan yang untuk spondilodisitis, termasuk diabetes
mellitus, penggunaan obat intravena, gagal ginjal kronis, penyalahgunaan alkohol, dan
defisiensi kekebalan tubuh. Trauma lumbar juga telah ditemukanpada sepertiga
pasien, sebagai penyebab epidural abses.Virus HIV belum terbukti menjadi
penyebab kejadian meningkat.
Biasanya muncul sebagai nyeri lumbal subakut, demam (mungkin tidak
ditemukan pada fase subakut dan tahap kronis), peningkatan nyeri lokal, radikulopati
progresif atau mielopati.Fase iritasi radikuler diikuti oleh defisit neurologis
(kelemahan otot, sensasi abnormal dan inkontinensia) dengan kelumpuhan pada 34%
kasus, dan bahkan kematian. Setiap segmen dari sumsum tulang belakang mungkin
akan terpengaruh, tetapi yang paling sering adalah segmen toraks dan lumbar.

2.2.11 Mielopati non kompresif


Setelah kompresi dikesampingkan sebagai etiologi mielopati, riwayat klinis
dianalisis secara mendalam dan hati-hati. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari
proses inflamasi yang menyebabkan. Diagnosis mielopati inflamasi
membutuhkan bukti peradangan sumsum tulang belakang.Pada saat ini, MRI dan
analisis CSF adalah pemeriksaaan yang tersedia untuk menentukan adanya
peradangan.Pada CSF ditemukan peningkatan gadolinium sumsum tulang
belakang, pleositosis dalam CSF atau Indeks imunoglobulin G di CSF tinggi, dengan
perjalanan waktu mulai antara empat jam dan empat minggu. Jika tidak ada temuan
ini pada saat timbulnya gejala, maka dibutuhkan pemeriksaan MRI.

2.2.12 Mielitis Transversa


Mielitis transversa akut adalah gangguan tulang belakang yang ditandai
dengan gangguan motorik bilateral, kelainan sensorik dan otonom karena melibatkan
traktus spinotalamikus dan piramidal, kolom posterior dan funiculusanterior.Sekitar
sepertiga pasien sembuh dengan gejala sisa ringan atau tidak ada gejala sisa, sepertiga
sembuh dengan cacatringan, namun sepertiga lainnya mengalami cacat serius.Orang
dewasa setengah baya yang yang paling sering terkena.Sebuah publikasi
mengusulan kriteria diagnosis untuk mielopati transversal yaitu: disfungsi saraf
tulang belakang bilateral selama periode empat minggu dengan gangguan sensorik
yang jelas dan tidak ada riwayat penyakit, di mana kompresi telah
dikesampingkan.
Pada tahun 2002, Transverse Myelitis Consortium Working
Groupmengusulkan kriteria CSF dan MRI untuk diagnosis mielitis transversa, yaitu:
- Disfungsi motorik, sensorik, atau otonom spinal yang bersifat bilateral
- Gejala dan gangguan sensorik bilateral
- Bukti peradangan tulang belakang pada MRI atau CSF
- Gejala dengan durasi berkisar antara beberapa jam sampai 21 hari
- Tidak ada kompresi ekstra aksial
Beberapa kelainan lain yang termasuk mielopati non kompresif antara lain ensefalomyelitis
diseminata akut, mielopati akibat penyakit demyelinisasi, neuromyalitis optica atau
sindrom Devic, myelopati akibat penyakit sistemik, dan post radiasi atau luka bakar
listrik.

2.2.13 Algoritma

Gambar 7. Algoritma penatalaksanaan mielopati.

2.3 Radikulopati
2.3.1 Definisi
Radikulopati lumbal sering juga disebut Skiatika. Radikulopati adalah suatu
keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses
patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan
bersifat dermatomal.1 Radikulopati lumbal merupakan bentuk radikulopati pada daerah
lumbal yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Pada
radikulopati lumbal, keluhan nyeri punggung bawah (low back pain) sering
didapatkan.7

2.3.2 Epidemiologi
Melalui survei epidemiologi menunjukkan insiden radikulopati setiap tahunnya
mencapai 83 per 100.000 orang. Individu dengan radikulopati berusia antara 13 sampai
91 tahun, dimana pria (18,2%) lebih sering terkena dibanding wanita (13,6%). Sekitar
80% penduduk di negara industri pekerja yang mengangkat beban berat & duduk dalam
jangka waktu lama. Sekitar 20% terjadi pada orang tua.

2.3.3 Etiologi
Terdapat faktor-faktor penyebab terjadinya radikulopati lumbal, yaitu disebabkan
oleh iritasi atau kompresif radiks saraf daerah lumbal. Proses Kompresif merupakan
kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah:
- Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
- Fraktur kompresif
- Skoliosis
- Spondilosis
- Spondilolistesis dan Spondilolisis
- Stenosis Spinal

2.3.4 Patofisiologi
Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
- Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih sering
terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk menahan
bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya lebih besar
dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti
pada masa remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau
ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke posterior,
medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus fibrosus.
- Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks. Protusi
diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan riwayat trauma
sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit.
Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi
penebalan dari ligamentum flavum.
- Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra
lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk trefoil
axial shape. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis
kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.
- Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan
degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

2.3.5 Karakteristik
Radikulopati sering ditandai oleh satu atau lebih dari gejala berikut:
- Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal dan diperhebat
oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
- Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
- Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
- Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan. Refleks tendon pada
daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau bahkan menghilang.
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks
posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang
lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan
iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya ke
perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih rigid
daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen
torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.
Pada Radikulopati Lumbal terdapat nyeri punggung bawah disertai nyeri pada
kaki, tapi nyeri pada kaki lebih menjadi pertanda daripada nyeri punggung bawah.
Berikut gejala umum yang biasa muncul:
- Nyeri punggung bawah.
- Sakit terus-menerus pada satu sisi pantat atau kaki, tapi jarang kedua sisi kanan dan
kiri
- Nyeri yang berasal dari pinggang atau pantat dan berlanjut di sepanjang jalur saraf
siatik di bagian belakang paha dan ke tungkai bawah dan kaki
- Nyeri yang biasanya digambarkan sebagai tajam.
- Beberapa pengalaman sensasi mati rasa atau kelemahan, atau tusukan-tusukan bawah
kaki
- Sakit parah yang dapat membuat sulit untuk berdiri atau duduk, nyeri yang terasa
lebih baik ketika pasien berbaring.

Gambar 9. Penjalaran Nyeri radikulopati lumbal

2.3.6 Manifestasi Klinis


Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut:
- Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal. Nyeri bersifat
tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
- Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
- Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang
distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
- Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
- Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau
bahkan menghilang.
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks
posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang
lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan
iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya ke
perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih rigid
daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen
torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.

Manifestasi klinis radikulopati pada daerah lumbal antara lain:


- Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha, hingga ke betis, dan
kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava maneuvers (seperti : batuk, bersin, atau
mengedan saat defekasi).
- Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang
duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita akan menjaga lututnya dalam
keadaan fleksi dan menumpukan berat badannya pada bokong yang berlawanan.
Ketika akan berdiri, penderita menopang dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan
satu tangan di punggung, menekuk tungkai yang terkena (Minors sign). Nyeri
mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman dengan
berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, dan bahu disangga dengan
bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak
berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
- Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot punggung.
Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai
kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang sakit, dan panggul
akan miring, sehingga sendi coxae akan terangkat. Bisa saja tubuh penderita akan
bungkuk ke depan dan ke arah yang sakit untuk menghindari stretching pada saraf
yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat, penderita akan menghindari ekstensi
sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada jari kaki (karena dorsifleksi kaki
menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk nyeri). Penderita
bungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi sendi lutut disebut
Neris sign.
- Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan tampak
lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan bukti
keterlibatan radiks S1.
- Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang n.iskiadikus.
- Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang terjadi.
- Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya terletak di posterolateral dan
mengakibatkan gejala yang unilateral. Namun bila letak hernia agak besar dan sentral,
dapat menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan
berkemih dan buang air besar.

2.3.7 Diagnosa
Pemeriksaan Fisik
1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)
Pemeriksaan dilakukan dengan cara:
- Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
- Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi) pada
persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi.
- Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).
- Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan stretching
nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).
- Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum timbul
rasa sakit dan tahanan.
- Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum
tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada
radikulopati lumbal).
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragards Sign, Sicards Sign, dan Spurlings Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasegue
disertai dengan dorsofleksi kaki (Bragards Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari
kaki (Sicards Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah
tibial menjadi meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragards sign
dan Sicards sign disebut Spurlings sign.
Gambar 10. Lasegues Sign (SLRs Test)

a) Bragards sign b) Spurlings sign


Gambar 11. Tes lasseque dan modifikasinya

3. Tes Lasegue Silang atau OConell Test


Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat.
Tes positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut
yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).

4. Nerve Pressure Sign


Pemeriksaan dilakukan dengan cara:
- Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)
kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.
- Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa poplitea
hingga pasien mengeluh adanya nyeri.
- Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau
sepanjang nervus iskiadikus.

5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit.
Tekanan harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya.
Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff,
dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat
mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial
atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri radikular pada pasien dengan space
occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada pasien ruptur diskus
intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang
bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.

Gambar 12. Naffziger test

2.3.8 Pemeriksaan Penunjang


Radiografi atau Foto Polos Roentgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
structural.

MRI dan CT-Scan


- MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla spinalis
dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan
degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan
dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran
hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan
prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan
structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.
- CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik,
dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun
demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih
kurang bila dibandingkan dengan MRI.
-
Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen
osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan
penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes
preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.

Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)


NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf
tunggal.Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks
saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka
pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.

Laboratorium
- Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid, fosfatase
alkali/asam, dan kalsium.
- Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

2.3.9 Penatalaksanaan9
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut:
Imobilisasi
Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
Pemijatan
Traksi (tergantung kasus)
Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
Terapi psikologis
Latihan kondisi otot
Rehabilitasi vokasional
Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
NSAIDs
Analgesik
Antikonvulsan
DAFTAR PUSTAKA

Adams and Victors. 2007. Principle of Neurology 8th Edition


Hartanto.huriawati. dkk. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi ke 29. Jakarta: EGC
Katzung, BG. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 10. Jakarta: EGC
Klezl, T. Bone and Joint Focus on Cervical Myelopathy. 2012. British Editorial Society
of Bone and Joint Surgery.
Kopruszinski, CM., Reis, RC., Chicorro, JG. (2012). B vitamins relieve neuropathic pain
behaviors induced by infraorbital nerve constriction in rats. Elsevier
Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar edisi 2.
Jakarta: EGC.
Richard S. Snell. 2006. Anatomi Klinik. 6th Edition
Roeland, L. Cervical Spondilotic myelopathy dalam Merritts Neurology 11th edition. 2007.
Philadelphia: Lippimcott Williams & Wilkins.
Sanchez. A. Diagnostic Approach to Myelopathies. 2011. Medellin: Universidad CES.
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Gramedia
Seidenwurm, D. Myelopathy. Department. 2006. Department of Quality & Safety,
American College of Radiology.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan


Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara
2. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [ 4 Februari 2017].
3. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults. [serial online].
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/
webcontent/003088-pdf. [4 Februari 2017].
4. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of Intradural
Intramedullary Neoplasms. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [4 Februar7 2014].
5. Clarke MJ, Mendel E, and Vrionis FD . Primary Spine Tumors: Diagnosis and
Treatment. [serial online]. http://www.medscape.com/viewarticle/826306_9 [ 4 Februari
2017]

Anda mungkin juga menyukai