PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. 3 Perineum adalah
lantai pelvis dan struktur yang berhubungan yang menempati pintu bawah panggul;
bagian ini dibatasi disebelah anterior oleh simfisis pubis, di sebelah lateral oleh tuber
ischiadikum, dan di sebelah posterior oleh os. Coccygeus 3. Dalam kepustakaan lain
dinyatakan bahwa secara anatomi, perineum itu berada di sepanjang arcus pubis sampai ke
kokigis, dan dibagi kedalam “the anterior urogenital triangle and the posterior anal
triangle”8. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.
Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama,
karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan
melemahkan otot-otot dan fascia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu
lama.
2.2 EPIDEMIOLOGI
M e n u r u t d a t a d i R S Wa h i d i n S u d i r o h u s o d o m a k a s s a r s e l a m a
t a h u n 2003 adalah 128 orang mengalami ruptur perineum yang disebabkan oleh
bidan-bidan di Indonesia sangat minim pengetahuan tentang pemberian
asuhan kebidanan padaibu hamil maupun ibu bersalin.
Pada wanita, otot perineal profunda melintang antara bagian depan dan
belakang fasia membran perineal yang membentuk diafragma urogenital
berbentuk tipis dan sukar untuk digambarkan, karena itu kehadirannya tidak
diakui oleh sebagian ahli. Dibagian yang sama terletak juga otot cincin
external uretra.4
1. Penggunaan forceps
3. CPD persisten
4. Primiparitas
5. Induksi
6. Anastesi epidural
7. Kala 2 memanjang lebih dari 1 jam
8. Distosia bahu
9. Etnik asian
Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan
lahir tersebut terjadi pada : Dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik uteri,
uterus sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh : Perineum kaku,
kepala janin terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum,
paritas.1
2. Ketika darah yang mengalir lewat liang vagina, ini sering mengindikasi
terjadinya robekan mukosa vagina.
5. Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
uterus baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari jalan
lahir.
Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan
tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya
tidak teratur.
Laserasi derajat 1
3. Derajat III : Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa,
dan badan perineum, dan melibatkan sfinkter anus. Sama seperti
teknik menjadi pada laserasi derajat 2, namun otot-otot levator ani
dijahit terlebih dahulu dengan jahitan interuptus.
2. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi
rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomi.
B. Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun
pihak janin.5
1. Indikasi janin.
2. Indikasi ibu
A. Episiotomi medialis,
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina
sampai batas atas otot-otot sfingter ani.
a. Perineum digunting mulai dari ujung paling bawah introitus vagina menuju
anus melalui kulit, selaput lender vagina, fasia dan otot perineum.
b. Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.
c. Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.
d. Selaput lendir vagina dan kulit perineum dijahit dengan benang sutera.
Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan larutan
procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan xylocaine 1%-2%. Setelh
pemberian anestesi dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting yang tajam
dimulai dari bagian terbwah introitus vagina menuju anus, tetapi sampai tidak
memotong pinggir atas sfingter ani, jingga kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar
disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).
Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri dan
kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan beberapa
jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan
dapat dilakukan secara terputius-putus (interupted suture) atau secara jelujur
(continuous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia dan selaput
lendir adalah catgut chromic, sedang untuk kulit perineum dipakai benang sutera.
B. Episiotomi mediolateralis
1. Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina
menuju kearah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan
kearah kanan atau pun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang
melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.
2. Tekhnik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan
tekhnik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian
rupa sehingga setelah penjahitan luka selesai hasilnya harus simetris.
C. Episiotomi lateralis
1. Pada tekhnik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada
jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam.
2.12 Penatalaksanaan
Tujuan perbaikan perineum bukan hanya untuk merapatkan bagian yang robek
secara ketat tetapi memposisikan kembali ke posisi anatomi. Tabel beberapa material
jahitan dan teknik untuk perbaikan robekan perineum sebagai berikut :
A. Mempersiapkan penjahitan
1). Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada ditepi
tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta
anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam
posisi litotomi.
5). Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
9). Gunakan kain atau kassa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk
menyeka vulva, vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan
darah atau bekuan darah yang ada sambil menilai dalam dan luasnya
luka.
10). Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa
laserasi/ sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika
laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk
memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat.
Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati
dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasikan
sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka,
ibu mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan harus dirujuk segera.
Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi serviks.
11). Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril yang baru setelah melakukan rectum.
13). Siapkan jarum dan benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0.
Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama, dan paling sedikit
menimbulkan reaksi jaringan.
14). Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit
dan jepit jarum tersebut.7
1. Jelaskan pada ibu apa yang akan anda lakukan dan bantu ibu merasa santai.
4. Tusukkan jarum ke ujung atau pojok laserasi atau sayatan lalu tarik jarum
sepanjang tepi luka (ke arah bawah ke arah mukosa dan kulit perineum).
6. Suntikan anesthesia sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik
ditarik perlahan-lahan.
8. Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah ke-4,
dan sekali lagi ulangi langkah ke-4 sehingga tiga garis di satu sisi luka
mendapatkan anestesi lokal. Ulangi proses proses ini di sisi lain dari luka
tersebut. Setiap sisi luka akan memerlukan kurang lebih 5 ml lidokain 1%
untuk mendapatkan anestesi yang cukup.
9. Tunggu selama 2 menit dan biarkan anestesi tersebut bekerja dan kemudian
uji daerah yang dianastesi dengan cara dicubit dengan forcep atau disentuh
dengan jarum yang tajam. Jika ibu merakan jarum atau cubitan tersebut,
tunggu 2 menit lagi dan kemudian uji kembali sebelum menjahit luka. 7
6. Periksa anus dengan dari yang memakai sarung tangan untuk memastikan
penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti
sarung tangan yang bersih, steril, atau yang didesinfeksi tingkat tinggi.
7. Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit, seperti pada ruptur tingkat I
dan II.
3. Menghindari trauma pada perineum, terutama pada robekan tingkat III dan
IV. Yaitu dengan menghindari terjadinya konstipasi dan diare, karena
konstipasi dapat menyebabkan trauma rectal akibat peregangan, dan feces
encer pada diare dapat memasuki luka dan menyebabkan infeksi. Insiden
konstipasi dan diare dapat dikurangi dengan menggunakan pelunak feses
dan diet rendah-residu yang dapat membentuk feses lunak yang tidak
besar. Pasien sebaiknya tidak menggunakan laksansia atau suppositoria
karena dapat menimbulkan diare.12
2. Hindari penggunakan kertas toilet, parfum, atau bubuk pada daerah genital
Komplikasi jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi setelah perbaikan
luka pada episiotomi atau robekan perineum. Komplikasi jangka pendek yang paling
utama adalah hematoma dan infeksi, sedangkan komplikasi jangka panjang adalah
inkontinensia feses dan nyeri perineum persisten. 12
3. Inkontinensia feses terjadi pada 10% wanita yang telah menjalani perbaikan
robekan tingkat III dan IV, walaupun teknik perbaikannya sudah cukup
baik. Inkontinensia dapat terjadi segera maupun beberapa hari/minggu
postpartum. Inkontinensia yang tertunda biasanya akibat luka yang kembali
terbuka atau infeksi. 12
A. Asupan nutrisi yang bergizi terutama nutrisi untuk kulit, karena kulit
yang sehat dapat dengan mudah meregang semaksimal mungkin yang
diperlukan. 12
B. Masase di area perineum (area antara vagina dan anus) selama masa
hamil terutama 6 minggu akhir kehamilan dapat membantu dan
meningkatkan elastisitas kulit. 13
2.15. Prognosis
Mayoritas pasien dengan episiotomi atau robekan akan sembuh dengan sangat
baik, dengan menghilangnya nyeri 6 minggu setelah persalinan dan bekas luka yang
minimal. Namun dapat terjadi inkontinensia feses dalam jangka pendek maupun
jangka panjang pada 10 % pasien dengan ruptur perineum tingkat IV, walaupun sudah
dilakukan penanganan dengan baik. Jika tidak ada komplikasi, tidak dibutuhkan
perawatan dan monitoring dalam jangka waktu lama. 12
BAB III
KESIMPULAN
10. Thakar Ranee, MD, MRCOG, Sultan Abdul H., MD, FRCOG. Surgical
Techniques. OBS Management. 2008
11. Yulianti D, S,Kep. Penjahitan Vagina dan perineum. Editor: Pamilih, NS.
Dalam: Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2006. hlm.316-326
14. Kusmarjadi, Didi, dr.,SpOG. Senam Kegel untuk Orang Hamil [online].
Onley Community Health Center, Onancock VA : Agustus 2008 [cited May
27th 2009 ] ; avaliable from http://www.ima.org.il/imaj/ar08july-12.pdf