Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama timbulnya kematian


pada ibu, disamping infeksi dan preeclampsia. Perdarahan pasca persalinan adalah
perdarahan yang massif yang berasal dari tempat implantasi plasenta atau robekan
pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya, serta merupakan salah satu penyebab
kematian ibu Perdarahan pasca persalinan bila tidak mendapat penanganan
semestinya akan meningkatkan mordibitas dan mortalitas ibu. Perdarahan pasca
persalinan tersebut dapat disebabkan oleh perdarahan dari tempat implastasi plasenta
(hipotonia sampai atonia uteri, sisa plasenta), perdarahan karena robekan (episiotomy
yang melebar, robekan pada perineum, vagina dan serviks, serta rupture uteri), dan
gangguan koagulasi.

Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun


episiotomi. perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan
atas indikasi antara lain: bayi besar, partus prematurus, perineum kaku, persalinan
dengan kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat bantu baik forceps
maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas indikasi yang
tepat, maka menyebabkan peningkatan angka kejadian dan derajat kerusakan pada
daerah perineum.1,2 Ruptur pada daerah perineum merupakan penyebab tersering
kematian ibu yang dihubungkan dengan persalinan pervaginam. Ruptur pada anal
spingter merupakan komplikasi terbesar yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
seorang wanita.8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI

Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. 3 Perineum adalah
lantai pelvis dan struktur yang berhubungan yang menempati pintu bawah panggul;
bagian ini dibatasi disebelah anterior oleh simfisis pubis, di sebelah lateral oleh tuber
ischiadikum, dan di sebelah posterior oleh os. Coccygeus 3. Dalam kepustakaan lain
dinyatakan bahwa secara anatomi, perineum itu berada di sepanjang arcus pubis sampai ke
kokigis, dan dibagi kedalam “the anterior urogenital triangle and the posterior anal
triangle”8. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.
Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama,
karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan
melemahkan otot-otot dan fascia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu
lama.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Perdarahan post partum peny ebab utama 40% kematian ibu


d i I n d o n e s i a . Perlukaan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan setelah
atonia uteri yangterjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Menurut WHO, pada tahun2009 terjadi 2,7 juta kasus
ruptur perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakanakan mencapai 6,3 juta
pada tahun 2005, sering dengan semakin tingginya bidan yangtidak mengetahui
asuhan kebidanan dengan baik. Di Amerika, 26 juta ibu bersalin y a n g
mengalami ruptur perineum, 40% diantaranya mengalami ruptur
p e r i n e u m karena kelalaian bidannya.

M e n u r u t d a t a d i R S Wa h i d i n S u d i r o h u s o d o m a k a s s a r s e l a m a
t a h u n 2003 adalah 128 orang mengalami ruptur perineum yang disebabkan oleh
bidan-bidan di Indonesia sangat minim pengetahuan tentang pemberian
asuhan kebidanan padaibu hamil maupun ibu bersalin.

2.3 ANATOMI PERINEUM


Menurut ahli anatomi, perineum adalah wilayah pelvic outlet diujung
diafragma pelvic (levator ani). Batasannya dibentuk oleh pubic rami di depan
ligament sacro tuberos di belakang. Pelvic outletnya dibagi oleh garis melintang yang
menghubungkan bagian depan ischial tuberosities ke dalam segitiga urogenital dan
sebuah segitiga belakang anal.4

2.3.1 Segitiga urogenital

Otot-otot diwilayah ini dikelompokkan ke dalam kelompok superfisial


(dangkal) dan dalam bergantung pada membran perineal. Bagian
bulbospongiosus, perineal melintang dangkal dan otot ischiocavernosus
terletak dalam bagian terpisah yang superfisial. Otot bulbospongiosus
melingkari vagina dan masuk melalui bagian depan corpora cavernosa
clitoridis. Di bagian belakang, senagian serabutnya mungkin menyatu dengan
otot contralateral superfisial transverse perineal (otot yang melintang
contralateral dipermukaan perineal) juga dengan cincin otot anus (sfingter). 4
Kelenjar bartholini merupakan struktur berbentuk kacang polong dan bagian
duktusnya membuka ke arah introitus vagina di permukaan selaput dara pada
persimpangan duapertiga bagian atas dan sepertiga bagian bawah labia
minora.4

Pada wanita, otot perineal profunda melintang antara bagian depan dan
belakang fasia membran perineal yang membentuk diafragma urogenital
berbentuk tipis dan sukar untuk digambarkan, karena itu kehadirannya tidak
diakui oleh sebagian ahli. Dibagian yang sama terletak juga otot cincin
external uretra.4

2.3.2 Segitiga anal

Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorectal.4

2.3.3 Badan perineal

Bagian perineal merupakan wilayah fibromuskular (berotot serabut)


antara vagina dan kanal anus. Pada dataran saggita berbentuk segitiga. Pada
sudut segitiganya terdapat ruang rectovaginal dan dasarnya dibentuk oleh kulit
perineal antara bagian belakang fouchette vulva dan anus. Dalam bagian
perineal terdapat lapisan otot fiber bulbospongiosus, dataran perineal
melintang dan otot cincin anus bagian luar. 4 Diatas bagian ini terdapat otot
dubur membujur dan serat tengah otot pubo rectalis, karena itu sandaran
panggul dan juga sebagian hiatus urogenitalis antara otot levator ani
bergantung pada keseluruhan badan perineal. Bagi ahli kesehatan ibu dan
anak, istilah perineum merujuk sebagian besar pada wilayah fibromuskular
antara vagina dan kanal anus.4

2.4 Anatomi anorektum

Anorektum merupakan bagian yang paling jauh dari traktus gastrointestinalis


dan terdiri dari dua bagian yaitu kanal anus dan rektum. Kanal anus berukuran 3,5 cm
dan terletak dibawah persambungan anorektal yang dibentuk oleh otot puborectalis.
Otot cincin anus terdiri dari tiga bagian ( subcutaneus / bawah kulit ), superfisial
(permukaan) dan bagian profunda (dalam) dan tidak bisa dipisahkan dari permukaan
puborectalis. Cincin otot anus bagian dalam merupakan lanjutan menebalnya otot
halus yang melingkar. Bagian ini dipisahkan dari bagian luar cincin otot anus oleh
otot penyambung yang membujur rektum4.

2.5 FAKTOR RISIKO RUPTURE PERINEUM

Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana8,9:

1. Penggunaan forceps

2. Berat bayi lebih dari 4 kg

3. CPD persisten

4. Primiparitas

5. Induksi

6. Anastesi epidural
7. Kala 2 memanjang lebih dari 1 jam

8. Distosia bahu

9. Etnik asian

10. Episiotomy mediana

Persalinan seringkali menyebabkan perlukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan
lahir tersebut terjadi pada : Dasar panggul/perineum, vulva dan vagina, servik uteri,
uterus sedangkan ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh : Perineum kaku,
kepala janin terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum,
paritas.1

2.6 TANDA RUPTUR PERINEUM

1. Kulit perineum mulai meregang dan tegang

2. Ketika darah yang mengalir lewat liang vagina, ini sering mengindikasi
terjadinya robekan mukosa vagina.

3. Kulit perineum tampak pucat dan mengkilap.

4. Kulit perineum pada garis tengah mulai robek.

5. Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
uterus baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari jalan
lahir.

2.7 KLASIFIKASI RUPTUR PERINEUM

1. Ruptur Perineum Spontan

Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa


dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat
persalinan dan biasanya tidak teratur.2,5
2. Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)

Luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau


perobekan pada perineum: Episiotomi adalah torehan yang dibuat pada
perineum untuk memperbesar saluran keluar vagina.2,5

2.8 RUPTURE PERINEUM SPONTAN

Luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan
tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya
tidak teratur.

Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4 tingkatan :

1. Derajat I :Robekan hanya pada kulit perineum.

2. Derajat II :Robekan pada perineum dan otot perineum namun tidak


mengenai spingter ani.

3. Derajat III :Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai


mengenai otot-otot sfingter ani.2,5,8,9

Derajat III A :Robekan < 50 % ketebalan sfingter ani 6

Derajat III B. :Robekan > 50% ketebalan sfinter ani 6

Derajat III C. :Robekan pada spingter ani eksterna et interna 6

4. Derajat IV :Robekan pada perineum yang mengenai eksterna dan interna


spingter ani dan epithelium ani.
Tingkat Laserasi Perineum

2.9 Teknik menjahit robekan perineum

1. Derajat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan hanya


dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur
(continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure
of eight)5.

Laserasi derajat 1

2. Derajat II : Laserasi derajat II melibatkan fascia dan otot (muskulus perinei


transversalis) dari badan perineum tapi tidak mengenai sfinkter
anus. Robekan ini biasanya melebar ke atas pada salah satu atau
kedua sisi vagina, membentu luka segitiga yang ireguler. Sebelum
dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II atau III, jika
dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka
pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu.
Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem
terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata,
baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot dijahit
dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan
catgut secara interuptus atau kontinu. Penjahitan selaput lendir
vagina dimulai dari puncak robekan. Terakhir kulit perineum dijahit
dengan benang secara interuptus.
Laserasi Derajat II

3. Derajat III : Laserasi derajat III meluas melewati kulit, membran mukosa,
dan badan perineum, dan melibatkan sfinkter anus. Sama seperti
teknik menjadi pada laserasi derajat 2, namun otot-otot levator ani
dijahit terlebih dahulu dengan jahitan interuptus.

Laserasi Derajat III

4. Derajat IV : Laserasi derajat IV meluas sampai mukosa rektum sampai ke lumen


rektum. Robekan di daerah uretra dengan perdarahan hebat bisa
menyertai laserasi tipe ini. Teknik menjahit : Mula-mula dinding
depan rektum yang robek dijahit. Kemudian fasia perirektal dan
fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga
bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh
karena robekan dikelm dengan klem Pean lurus, kemudian dijahit
dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit
robekan perineum tingkat II.
Laserasi Derajat IV

2.10 RUPTURE PERINEUM YANG DISENGAJA ( EPISIOTOMI )

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan


terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. 5 Di
masa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang tujuannya adalah
untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga
mudah dilakukan penjahitan , mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan
infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup.
Tetapi sebaliknya, hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak boleh
dilakukan karena ada indikasi tertentu untuk melakukan episiotomi (misalnya,
persalinan dengan ekstraksi cunam, distosia bahu, rigiditas perineum, dsb). Para
penolong persalinan harus cermat membaca kata rutin pada episiotomi karena hal
itulah yang tidak dianjurkan, bukan episiotominya.7

A. Episiotomi rutin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan :

1. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan berisiko hematoma

2. Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi
rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomi.

3. Meningkatnya nyeri pascapersalinan di daerah perineum

4. Meningkatnya resiko infeksi.7\

B. Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun
pihak janin.5
1. Indikasi janin.

a. Sewaktu melahirkan janin premature. Tujuannya untuk mencegah


terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.

b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan


cunam, ekstraksi vakum, dan janin besar.5

2. Indikasi ibu

Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga


ditakuti akan terjadi robekan perineum, misal pada primipara, persalinan
sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar. 5Namun
indikasi sekarang yang digunakan untuk melakukan episiotomi telah banyak
berubah. Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran
bayi bila didapatkan :

Tujuan menjahit laserari atau episiotomi adalah untuk menyatukan


kembali jaringan tubuh (mendekatkan) dan mencegah kehilangan darah yang
tidak perlu (memastikan haemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk
kedalam jaringan tubuh, jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang
potensial untuk timbulnya infeksi. Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi
atau episiotomi gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan sesedikit
mungkin jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan dan haemostasis.7

2.11 TEKNIK PENJAHITAN

A. Episiotomi medialis,

Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina
sampai batas atas otot-otot sfingter ani.
a. Perineum digunting mulai dari ujung paling bawah introitus vagina menuju
anus melalui kulit, selaput lender vagina, fasia dan otot perineum.
b. Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.
c. Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan.
d. Selaput lendir vagina dan kulit perineum dijahit dengan benang sutera.

Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi antara lain dengan larutan
procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan xylocaine 1%-2%. Setelh
pemberian anestesi dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting yang tajam
dimulai dari bagian terbwah introitus vagina menuju anus, tetapi sampai tidak
memotong pinggir atas sfingter ani, jingga kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar
disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).

Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri dan
kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan beberapa
jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit dengan empat atau lima jahitan. Jahitan
dapat dilakukan secara terputius-putus (interupted suture) atau secara jelujur
(continuous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia dan selaput
lendir adalah catgut chromic, sedang untuk kulit perineum dipakai benang sutera.

B. Episiotomi mediolateralis

1. Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina
menuju kearah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan
kearah kanan atau pun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang
melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.
2. Tekhnik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan
tekhnik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemikian
rupa sehingga setelah penjahitan luka selesai hasilnya harus simetris.

C. Episiotomi lateralis

1. Pada tekhnik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada
jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam.

2. Tekhnik ini sekarang tidsak dilakukan lagi oleh karena banyak


menimbulkan komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar kearah dimana
terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan
perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan
rasa nyeri yang mengganggu penderita.

2.12 Penatalaksanaan

Tujuan perbaikan perineum bukan hanya untuk merapatkan bagian yang robek
secara ketat tetapi memposisikan kembali ke posisi anatomi. Tabel beberapa material
jahitan dan teknik untuk perbaikan robekan perineum sebagai berikut :
A. Mempersiapkan penjahitan

1). Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada ditepi
tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta
anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam
posisi litotomi.

2). Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu.

3). Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perineum


dapat dilihat dengan jelas.

4). Gunakan teknik aseptic pada memeriksa robekan atau episiotomi,


memberikan anestesi local dan menjahit luka.

5). Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.

6). Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.

7). Dengan teknik aseptic, persiapkan peralatan dan bahan-bahan


disinfektan tingkat tinggi untuk penjahitan
8). Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan
mudah dilihat dan penjahitan bisa dilakukan tanpa kesulitan.

9). Gunakan kain atau kassa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk
menyeka vulva, vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan
darah atau bekuan darah yang ada sambil menilai dalam dan luasnya
luka.

10). Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa
laserasi/ sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika
laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk
memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat.
Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati
dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasikan
sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka,
ibu mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan harus dirujuk segera.
Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi serviks.

11). Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau
steril yang baru setelah melakukan rectum.

12). Berikan anestesi lokal.

13). Siapkan jarum dan benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0.
Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama, dan paling sedikit
menimbulkan reaksi jaringan.

14). Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit
dan jepit jarum tersebut.7

B. Memberikan Anestesi Lokal

Berikan anestesi kepada setiap ibu yang memerlukan penjahitan


laserasi atau episiotomi. Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan
anestesi lokal merupakan asuhan sayang ibu. Jika ibu dilakukan episiotomi
dengan anestesi lokal, lakukan pengujian pada luka untuk mengetahui bahwa
bahan anestesi masih bekerja. Sentuh luka dengan jarum yang tajam atau cubit
dengan forcep/cunam. Jika ibu merasa tidak nyaman, ulangi pemberian
anestesi lokal.

Gunakan tabung suntik steril sekali pakai dengan jarum ukuran 22


panjang 4 cm. Jarum yang lebih panjang atau tabung suntik yang lebih besar
bisa digunakan, tapi jarum harus berukuran 22 atau lebih kecil tergantung
pada tempat yang memerlukan anesthesia. Obat standar untuk anesthesia lokal
adalah 1% lidokain tanpa epinefrin (silokain). Jika lidokain 1% tidak tersedia,
gunakan lidokan 2% yang dilarutkan dengan air steril atau normal salin
dengan perbandingan 1:1.

1. Jelaskan pada ibu apa yang akan anda lakukan dan bantu ibu merasa santai.

2. Hisap 10 ml larutan lidokain 1% kedalam alat suntik sekali pakai ukuran 10


ml (tabung suntik yang lebih besar boleh digunakan jika diperlukan). Jika
lidokain 1% tidak tersedia, larutkan 1 bagian 2% dengan 1 bagian normal
salin atau air steril yang sudah disuling.

3. Tempelkan jarum ukuran 22 sepanjang 4 cm ke tabung suntik tersebut.

4. Tusukkan jarum ke ujung atau pojok laserasi atau sayatan lalu tarik jarum
sepanjang tepi luka (ke arah bawah ke arah mukosa dan kulit perineum).

5. Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum


tidak berada di dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke dalam tabung
suntik, jangan masukkan lidokain dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan
posisi jarum dan suntikkan kembali.
Alasan: ibu bisa mengalami kejang dan kematian bisa terjadi jika lidokain
disuntikkan ke dalam pembuluh darah

6. Suntikan anesthesia sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik
ditarik perlahan-lahan.

7. Tarik jarum hingga sampai ke bawah tempat dimana jarum tersebut


disuntikkan.

8. Arahkan lagi jarum ke daerah di atas tengah luka dan ulangi langkah ke-4,
dan sekali lagi ulangi langkah ke-4 sehingga tiga garis di satu sisi luka
mendapatkan anestesi lokal. Ulangi proses proses ini di sisi lain dari luka
tersebut. Setiap sisi luka akan memerlukan kurang lebih 5 ml lidokain 1%
untuk mendapatkan anestesi yang cukup.

9. Tunggu selama 2 menit dan biarkan anestesi tersebut bekerja dan kemudian
uji daerah yang dianastesi dengan cara dicubit dengan forcep atau disentuh
dengan jarum yang tajam. Jika ibu merakan jarum atau cubitan tersebut,
tunggu 2 menit lagi dan kemudian uji kembali sebelum menjahit luka. 7

C. Penjahitan Laserasi Pada Perineum

Penjahitan robekan derajat I dan II :

1. Gunakan anestesi lokal dengan lidokain.

2. Jahit mukosa vagina dengan jahitan jelujur menggunakan benang 2-0.


Mulai jahit sekitar 1 cm di atas apeks robekan vagina. Lanjutkan jahitan
sampai lubang vagina. Satukan tepi robekan vagina. Masukkan jarum ke
bawah lubang vagina dan keluarkan melalui robekan perineum kemudian
ikat benang.

3. Jahit otot perineum dengna jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.


Jika robekan dalam, beri lapisan jahitan kedua untuk menutup robekan.
4. Jahit kulit dengan jahitan putus-putus (atau subkutikular) menggunakan
benang 2-0 yang dimulai pada lubang vagina.

5. Jika robekan dalam, lakukan pemeriksaan rektum. Pastikan bahwa tidak


terdapat jahitan di dalam rektum.

Penjahitan robekan perineum derajat I dan II

Penjahitan robekan perineum derajat III dan IV 11 :

1. Jahit robekan di ruang operasi.

2. Gunakan blok pudendal, ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat


dilakukan menggunakan anestesi lokal dengan lignokain dan petidin serta
diazepam melalui iv secara perlahan jika semua tepi robekan dapat
dilihat, tetapi hal tersebut jarang sekali.

3. Jahit rektum dengan jahitan putus-putus menggunakan benang 3-0 atau


4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan mukosa. Tutup lapisan otot
dengan menyatukan lapisan fasia menggunakan jahitan putus-putus.
Oleskan larutan antiseptik ke area yang dijahit dengan sering.
4. Jika sfingter robek, pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis
(sfingter beretraksi jika robek). Selubung fasia di sekitar sfingter kuat dan
tidak robek jika ditarik dengan klem. Jahit sfingter dengan dua atau tiga
jahitan putus-putus menggunakan benang 2-0.

5. Oleskan kembali larutan antiseptik ke area yang dijahit.

6. Periksa anus dengan dari yang memakai sarung tangan untuk memastikan
penjahitan rektum dan sfingter dilakukan dengan benar. Selanjutnya, ganti
sarung tangan yang bersih, steril, atau yang didesinfeksi tingkat tinggi.

7. Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit, seperti pada ruptur tingkat I
dan II.

Penjahitan robekan perineum derajat III dan IV

D. Perawatan Post Operatif

Mayoritas pasien yang menjalani perbaikan robekan mengalami rasa


tidak nyaman yang meningkat dalam minggu pertama setelah persalinan.
Dalam 5 sampai 7 hari postpartum, jahitan yang terletak di dalam jaringan
akan mulai diabsorbsi, jahitan yang terletak di bagian luar dan terekspos
dengan udara mungkin akan lebih lama terabsorbsi. Ketika benang jahit telah
diabsorbsi, pasien mungkin dapat merasakan potongan benang jahit ketika
menyeka daerah perineum. Hal ini adalah normal. Dalam 6 minggu post
partum, jika robekan sembuh secara normal, pemeriksaan fisis pada perineum
akan normal. Bekas luka mungkin tidak begitu jelas. Biasanya tidak terdapat
nyeri pada saat ini dan pasien dapat melanjukan aktifitas seksualnya.12

Penanganan post operatif pada pasien yang telah menjalani perbaikan


robekan adalah:
1. Kontrol nyeri pada hari-hari setelah persalinan biasanya dengan pemberian
acetaminophen atau ibuprofen, meskipun kadang-kadang pasien dapat
membutuhkan analgesic narkotik (seperti kodein). Tetapi narkotik dapat
menyebabkan konstipasi dengan feses yang keras, sehingga dapat
merusak luka jahitan robekan derajat III dan IV.

2. Menjaga hygiene perineum. Pasien yang memiliki hygiene perineum yang


baik akan sembuh dan bebas dari nyeri lebih cepat. Rekomendasi standar
untuk hygiene perineum adalah membasuh daerah perineum dengan air
hangat menggunakan botol semprot oleh karena air hangat akan
membantu mengurangi nyeri .12

3. Menghindari trauma pada perineum, terutama pada robekan tingkat III dan
IV. Yaitu dengan menghindari terjadinya konstipasi dan diare, karena
konstipasi dapat menyebabkan trauma rectal akibat peregangan, dan feces
encer pada diare dapat memasuki luka dan menyebabkan infeksi. Insiden
konstipasi dan diare dapat dikurangi dengan menggunakan pelunak feses
dan diet rendah-residu yang dapat membentuk feses lunak yang tidak
besar. Pasien sebaiknya tidak menggunakan laksansia atau suppositoria
karena dapat menimbulkan diare.12

Edukasi pada pasien juga perlu diberikan, dapat berupa : 12

1. Bersihkan luka setelah BAB/BAK

2. Hindari penggunakan kertas toilet, parfum, atau bubuk pada daerah genital

3. Istirahatkan daerah pelvik dengan tidak melakukan hubungan seksual,


memasukkan tampon, dsb.

4. Periksakan jika nyeri meningkat atau menetap lebih dari 1 minggu.

5. Periksakan jika terjadi perdarahan yang berlebihan.


6. Khusus untuk robekan derajat III dan IV, hindari konstipasi, narkotik, serta
mengkonsumsi diet rendah serat, rendah residu, serta pelunak feses.

2.13 Komplikasi Post Operatif

Komplikasi jangka pendek dan jangka panjang dapat terjadi setelah perbaikan
luka pada episiotomi atau robekan perineum. Komplikasi jangka pendek yang paling
utama adalah hematoma dan infeksi, sedangkan komplikasi jangka panjang adalah
inkontinensia feses dan nyeri perineum persisten. 12

1. Hematoma sering terjadi setelah penggunaan forsep dan biasanya disertai


dengan nyeri atau tekanan pada rektum. Dapat pula terjadi retensi urin.
Pada keadaan yang jarang, jika kehilangan darah karena hematoma cukup
banyak, maka pasien dapat mengalami syok hipovolemik. Pada
pemeriksaan fisis terlihat pembengkakan perineum atau vagina yang
unilateral dan massa yang dapat dipalpasi pada pemeriksaan bimanual. 12

2. Infeksi pada kebanyakan wanita setelah episiotomi atau robekan akan


disertai dengan keluhan nyeri dan sekret yang berbau. Dapat pula disertai
demam. Namun biasanya sulit membedakan antara nyeri post partum yang
normal dengan nyeri akibat infeksi. 12

3. Inkontinensia feses terjadi pada 10% wanita yang telah menjalani perbaikan
robekan tingkat III dan IV, walaupun teknik perbaikannya sudah cukup
baik. Inkontinensia dapat terjadi segera maupun beberapa hari/minggu
postpartum. Inkontinensia yang tertunda biasanya akibat luka yang kembali
terbuka atau infeksi. 12

4. Nyeri perineum persisten dan dispareunia. Normalnya dalam 6 minggu


postpartum, nyeri perineum akan menghilang. Beberapa wanita
mengeluhkan nyeri yang persisten. Nyeri tersebut dapat tajam atau tumpul,
yang diperberat oleh kegiatan dan posisi tertentu. Beberapa wanita
mengeluhkan nyeri ketika bersenggama. 12
2.14. Pencegahan

A. Asupan nutrisi yang bergizi terutama nutrisi untuk kulit, karena kulit
yang sehat dapat dengan mudah meregang semaksimal mungkin yang
diperlukan. 12

B. Masase di area perineum (area antara vagina dan anus) selama masa
hamil terutama 6 minggu akhir kehamilan dapat membantu dan
meningkatkan elastisitas kulit. 13

C. Lakukan latihan Kegel atau latihan yang memperkuat otot-otot


panggul Senam Kegel dapat mencegah ruptur perineum karena
menguatkan otot pubococcygeus sehingga lebih tahan terhadap
regangan. Pertama kenali otot dasar panggul yang benar (yang akan
dilatih) yaitu otot pubococcyygeus. Dapat dilakukan dengan menahan
urin saat berkemih dan melepaskannya lagi (Stop and Go). Atau
dengan cara memasukkan jari ke liang vagina lalu lakukan gerakan
menahan pipis, jika jari terasa terjepit maka itulah otot yang akan
digerakkan/dilatih. Setelah mengetahui otot mana yang akan
digerakkan, maka gerakkan otot tersebut selama 3 - 10 detik lalu
lemaskan. Lakukan berulang-ulang 10-20 kali atau kalau kuat bisa
sampai terasa capek. Lakukan minimal 3 kali sehari. Dapat dilakukan
dimana saja saat sedang duduk di kantor, di mobil, di bus, saat
menunggu diruang tunggu praktek dan lain-lain. Bernafaslah secara
normal dan usahakan tidak menggerakkan kaki, bokong dan otot perut
selama melakukan senam ini.14

D. Pada saat persalinan, mengedan dilakukan secara perlahan dan


terkontrol, sesuaikan dengan irama napas. Hal ini membantu
menyesuaikan dorongan bayi dari dalam dengan kesiapan jalan lahir
untuk membuka lebih luas.2,15

E. Kompres hangat dapat meningkatkan aliran darah dan mampu


melunakkan jaringan perineum serta perineum yang ditopang selama
proses persalinan dapat membantu kulit perineum meregang dengan
maksimal.15

F. Penggunaan oksitosin secara hati-hati. Penggunaan oksitosin yang


berlebihan dapat mempercepat kala 2 sehingga tidak memberikan
waktu bagi perineum untuk meregang secara maksimal.15

G. Kurangi persalinan pervaginan operatif seperti penggunaan forsep.15

H. Sokong/topang perineum Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm),


letakkan kain yang bersih dan kering yang dilipat 1/3 nya di bawah
bokong ibu. Lindungi perineum dengan satu tangan (dibawah kain
bersih dan kering), ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari
tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala
bayi. Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi
secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan
(robekan) pada vagina dan perineum.15

Teknik menyokong perineum

2.15. Prognosis

Mayoritas pasien dengan episiotomi atau robekan akan sembuh dengan sangat
baik, dengan menghilangnya nyeri 6 minggu setelah persalinan dan bekas luka yang
minimal. Namun dapat terjadi inkontinensia feses dalam jangka pendek maupun
jangka panjang pada 10 % pasien dengan ruptur perineum tingkat IV, walaupun sudah
dilakukan penanganan dengan baik. Jika tidak ada komplikasi, tidak dibutuhkan
perawatan dan monitoring dalam jangka waktu lama. 12
BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab utama timbulnya kematian


pada ibu, contohnya dikarenakan adanya ruptur pada perineum. Ruptur pada daerah
perineum merupakan penyebab tersering kematian ibu yang dihubungkan dengan
persalinan pervaginam Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan
tak jarang juga pada persalinan berikutnya. Ruptur perineum dibagi menjadi ruptur
yang spontan dan ruptur yang disengaja. Ruptur perineum yang spontan ini
contohnya adalah dikarenakan adanya berat badan janin yang lebih dari 4 kg, kala 2
memanjang lebih dari 1 jam, induksi dan lain lain. Sedangkan ruptur perineum yang
disengaja yaitu dengan melakukan episiotomy, dimana untuk mempermudah jalan
lahir, namun hal ini juga dapat mengakibatkan ruptur perineum sampai ke derajat 3
atau 4 ( terutama dengan dilakukannya episiotomy mediana ).

Terapi yang dilakukan yaitu dengan dilakukan penjahitan tergantung dari


derajat kerusakan perineum tersebut. Teknik terbaik yang saat ini dianjurkan adalah
dengan menggunakan teknik overlapping, dimana dengan dilakukannya teknik ini
dapat mengurangi angka komplikasi inkontenensia ani, terutama pada kasus ruptur
perineum derajat 3 dan 4. Prognosa untuk ruptur perineum ini dapat dikatakan baik,
bila penjahitan dilakukan dengan benar dan tindakan aseptik serta antiseptic
dilakukan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifudin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo.edisi 4. Jakarta .
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008

2. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta.Yayasan Bina Sarwono


Prawirohardjo. 2005

3. Kamus kedokteran Dorlan. Jakarta . EGC. 1994

4. Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6.


Jakarta. EGC. 2000

5. Wiknjosastro , Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta.


Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo.2007

6. Cunningham FG et al. William Obstetrics. 22nd . New York. McGraw-


Hill.2005

7. DEPKES RI. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. 2008

8. Queensland maternity and Neonatal Clinical Guidelines Program. Perineal


Care. Queensland. 2012

9. Royal College of Obstetricians and Gynecologist, March 2007

10. Thakar Ranee, MD, MRCOG, Sultan Abdul H., MD, FRCOG. Surgical
Techniques. OBS Management. 2008

11. Yulianti D, S,Kep. Penjahitan Vagina dan perineum. Editor: Pamilih, NS.
Dalam: Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2006. hlm.316-326

12. Peyton VB. Episiotomy and Obstetric Laceration. In: 20 Common


Problems,Surgical Problems and Procedure in Primary Care. Editor:
Lynge DC, Weist B McGraw-Hill Book Co,Singapore :2001.p. 421-440
13. Kalichman, Leonid PT . Perineal Massage to Prevent Perineal Trauma in
Childbirth [online]. Department of Physical Therapy, Steyer School of
Health Professions, Sackler Faculty of Medicine, Tel Aviv University, Ramat
Aviv, Israel : Agustus 2008 [cited May 27th 2009 ] ; avaliable from
http://www.ima.org.il/imaj/ar08july-12.pdf

14. Kusmarjadi, Didi, dr.,SpOG. Senam Kegel untuk Orang Hamil [online].
Onley Community Health Center, Onancock VA : Agustus 2008 [cited May
27th 2009 ] ; avaliable from http://www.ima.org.il/imaj/ar08july-12.pdf

15. JNPK-KR/POGI, JHPIEGO. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal: Buku


Acuan. Ed. 3 (Revisi). Jaringan Nasional Pelatihan Klinik. Jakarta: 2007.
hlm.85-88.

Anda mungkin juga menyukai