TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ruptur adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa (Dorland,
1994). Perineum adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya
rata-rata 4 cm. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin
dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau
kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam
tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena
diregangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang dari pada biasa,
kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar
daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan
pembedahan vaginal.
2.2 Epidemiologi
Lebih dari 85% wanita di United Kingdom yang mengalami trauma perineal
sewaktu menjalani persalinan pervaginam. Namun angka prevalensi ini tergantung
dari variasi tempat obstetrik, termasuk angka tindakan episiotom. Di Belanda,
angka episiotomi 8%, sementara di Inggris angka episiotomi mencapai 14%, 50%
di Amerika Serikat, dan 99% di Negara-negara EropaTimur.
2.3 Anatomi
Perineum adalah wilayah pelvic outlet di ujung diafragma pelvis (levator
ani), merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul, terletak antara
vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fasia urogenitalis serta diafragma
pelvis, batasannya dibentuk oleh ramus pubis di depan ligamen sacrotuberos di
belakang. Perbatasan perineum sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Segitiga Urogenital
Di sini terdapat M. bulbokavernosus, M. transversus perinealis
Segitiga Anal
Wilayah ini mencakup otot luar anus dan lubang ischiorectal. Disini
2.3.4
Anorektum
Anorektum
merupakan
bagian
yang
paling
jauh
dari
traktus
gastrointestinalis dan terdiri dari dua bagian yaitu kanal anus dan rektum. Kanal
anus berukuran 3.5 cm dan terletak dibawah persambungan anorektal yang
dibentuk oleh otot puborectalis. Otot cincin anus terdiri dari tiga bagian
(subcutaneus / bawah kulit), superfisial (permukaan), dan bagian profunda
(dalam) dan tidak bisa dipisahkan dari permukaan puborectalis. Cincin otot anus
bagian dalam merupakan lanjutan menebalnya otot halus yang melingkar. Bagian
ini dipisahkan dari bagian luar cincin otot anus oleh otot penyambung yang
membujur rectum.
fasial yang disebut kanalis Alcock. Begitu memasuki kanalis Alcock, N. pudendus
terbagi menjadi 3 bagian / cabang utama, yaitu: N. hemorrhoidalis inferior di
regio anal, N. perinealis terbagi menjadi N. labialis posterior dan N. perinealis
profunda ke bagian anterior dari dasar pelvis dan diafragma urogenital; dan
cabang ketiga adalah N. dorsalis klitoris.
Perdarahan perineum sama dengan perjalanan syaraf yaitu berasal dari A.
pudenda interna yang juga melalui kanalis Alcock dan terbagi menjadi A.
hemorrhoidalis inferior, A. perinealis dan A. dorsalis klitoris.
2.4 Etiologi
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana:
1.
2.
3.
4.
Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum sedikit.
2. Tingkat II:
Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai selaput lendir vagina
juga muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani.
3. Tingkat III:
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otototot sfingter ani. Ruptur perineum tingkat III dibagi menjadi beberapa bagian
seperti:
- Tingkat III a: Robekan < 50 % ketebalan sfingter ani
- Tingkat III b: Robekan > 50% ketebalan sfinter ani
- Tingkat III c: Robekan hingga sfingter ani interna
4. Tingkat IV:
Robekan hingga epitel anus.
2.5.2
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum
rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum, dan kulit sebelah depan perineum.
Episiotomi dilakukan dengan tujuan untuk mencegah robekan berlebihan
pada perineum, membuat tepi luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan
(reparasi), dan mencegah penyulit atau tahanan pada kepala.
banyak
berubah.
Indikasi
untuk
melakukan
episiotomi
untuk
Perineal
Research
Evaluation
Group (BPREG)
dalam
litotomi.
Laserasi
diidentifikasi.
vagina
pada
apeks
harus
Jahit secepat mungkin setelah anak lahir. Hal ini untuk mencegah darah
keluar yang berlebih dan meminimalkan risiko infeksi.
Jahitan tidak harus ketat; hal ini bisa menyebabkan jaringan hipoksia yang
justru bisa menghambat penyembuhan luka.
atau bekuan darah yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka.
Periksa vagina, serviks dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa
laserasi / sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau dua. Jika
laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk
memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan
jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari
tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasikan sfingter ani. Raba tonus
atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi
derajat tiga atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika
reaksi jaringan.
Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan
10
Jelaskan pada ibu apa yang akan dianda lakukan dan bantu ibu merasa
santai.
Ambil 10 ml larutan lidokain 1% ke dalam alat suntik sekali pakai ukuran
10 ml (tabung suntik yang lebih besar boleh digunakan jika diperlukan).
Jika lidokain 1% tidak tersedia, larutkan 1 bagian 2% dengan 1 bagian
normal salin atau air steril yang sudah disuling dengan perbandingan 1:1.
Tusukkan jarum ke ujung atau pojok laserasi atau sayatan lalu tarik jarum
sepanjang tepi luka (ke arah bawah ke arah mukosa dan kulit perineum).
Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum
tidak berada di dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke dalam tabung
suntik, jangan masukkan lidokain dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan
posisi jarum dan suntikkan kembali. Alasan: ibu bisa mengalami kejang
dan kematian bisa terjadi jika lidokain disuntikkan ke dalam pembuluh
darah
Suntikan anesthesia sejajar dengan permukaan luka pada saat jarum suntik
ditarik perlahan-lahan. Tarik jarum hingga sampai ke bawah tempat
11
menjahit luka.
2.8 Teknik Episiotomi dan Penjahitan
Tujuan menjahit laserari atau episiotomi adalah untuk menyatukan
kembali jaringan dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan
haemostasis). Ingat bahwa setiap kali jarum masuk ke dalam jaringan tubuh,
jaringan akan terluka dan menjadi tempat yang potensial untuk timbulnya infeksi.
Oleh sebab itu pada saat menjahit laserasi atau episiotomi gunakan benang yang
cukup panjang dan gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan
pendekatan dan haemostasis. Keuntungan teknik penjahitan jelujur:
1. Mudah dipelajari, hanya perlu satu jenis penjahitan dan satu atau dua
jenis simpul
2. Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan
3. Menggunakan lebih sedikit jahitan.
a) Penjahitn laserasi pada perineum
1. Cuci tangan dengan cara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi
atau tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.
2. Pastikan bahwa perlatan dan bahan-bahan yang digunakan sudah steril.
3. Setelah memberikan anestesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut
sudah dianatesi, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk
secara jelas menentukan batas-batas luka. Nilai kedalaman luka dan
lapisan jaringan mana yang terluka. Dekatkan tepi laserasi untuk
menentukan bagaimana cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.
12
menggunakan
jahitan
jelujur
untuk
menutup
lapisan
subkutikuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapis kedua. Periksa lubang
bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm atau kurang. Luka ini akan
menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan luka.
9. Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus
keluar dari belakang cincin hymen.
10. Ikat benang dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung
benang dan sisakan sekitar 1,5 cm. Jika ujung benang dipotong terlalu
pendek, simpul akan longgar dan laserasi akan membuka.
11. Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak
ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalamnya.
13
12. Dengan lembut masukkan jari yang paling kecil ke anus. Raba apakah ada
jahitan pada rectum. Jika ada jahitan yang teraba, ulangi pemeriksaan
rectum 6 minggu pasca persalinan. Jika penyembuhan belum sempurna
(misalkan jika ada fistula rektovaginal atau ibu melaporkan inkontinesia
alvi atau feses), ibu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
13. Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi
tinggkat tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang aman.
Gambar 5. Episiotomi mediolateralis.
14
15
dimulai dari bagian terbawah introitus vagina menuju anus, tetapi sampai
tidak memotong pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan.
Bila kurang lebar disambung ke lateral (episiotomi mediolateralis).
Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri
dan kanan dirapatkan dengan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit
dengan beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit dengan empat
atau lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputius-putus
(interupted suture) atau secara jelujur (continuous suture). Benang yang
dipakai untuk menjahit otot, fasia dan selaput lendir adalah catgut
chromic, sedang untuk kulit perineum dipakai benang sutera.
2. Episiotomi mediolateralis
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina
menuju kearah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke
arah kanan atau pun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang
melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.
Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama
dengan tekhnik menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan
sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan luka selesai hasilnya harus
simetris
3. Episiotomi lateralis
Pada tekhnik ini insisi dilakukan kearah lateral mulai dari kira-kira
pada jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam.
Tekhnik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak
menimbulkan komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar kearah dimana
terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan
perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan
rasa nyeri yang mengganggu penderita.
2.9 Perawatan Luka Perineum
16
17
Perineum
Menurut Suwiyoga (2004) akibat perawatan perineum yang tidak benar
dapat mengakibatkan kondisi perineum yang terkena lokhea menjadi lembab
sehingga sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan
timbulnya infeksi pada perineum. Infeksi tidak hanya menghambat proses
penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel
penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang
maupun kedalaman luka. Pada kenyataan fase-fase penyembuhan akan tergantung
pada beberapa faktor termasuk ukuran dan tempat luka, kondisi fisiologi umum
pasien, dan cara perawatan luka perineum yang tepat (Morison, 2003).
BAB 2
PRESENTASI KASUS
Nama
: Mimi Marlina
Usia
: 27 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
No. Rekam Medis : 44 48 44
Agama
: Islam
Suku
: Minangkabau
Alamat
: Labuang Canduang Kabupaten Agam
KELUHAN UTAMA
Nyeri pinggang menjalar ke ari ari sejak 8 jam yang lalu sebelum masuk
rumah sakit
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
18
Nyeri perut menjalar ke ari ari sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit
-
bidan.
Riwayat hamil tua: mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
Riwayat menstruasi: menarche usia 12 tahun, siklus haid teratur, lamanya
7 hari, 2 3x ganti pembalut/hari, nyeri tidak ada
RIWAYAT PERNIKAHAN
-
RIWAYAT KEHAMILAN/PERSALINAN/ABORTUS
-
G1P0A0H0
RIWAYAT KONTRASEPSI
-
: sakit sedang
Kesadaran
: komposmentis kooperatif
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
19
Nadi
: 88 x/menit
Nafas
: 23 x/menit
Suhu
: 36,5oC
Status Lokalis
Kepala
: normocefalus
Leher
: JVP 5 2 cmH2O
Thoraks
Abdomen
: status obstetrikus
Genitalia
: status obstetrikus
Ekstremitas
Status Obstetrikus
Abdomen
Inspeksi
: striae positif
Linea mediana hiperpigmentasi positif
Perut tampak membuncit sesuai dengan usia kehamilan
Palpasi
: Leopold 1
: TFU 34 cm
Teraba massa nodular bisa digoyangkan
Leopold 2
Auskultasi
Leopold 3
Leopold 4
: divergen
His
: DJJ
Genitalia
Inspeksi
Palpasi
20
HASIL LABORATORIUM
Hb
: 11,3 gr/dL
: 33,7%
DIAGNOSA KERJA
G1P0A0H0 parturient aterm kala I fase aktif
Tindakan
Kontrol vital sign, tanda-tanda vital, DJJ, dan His
FOLLOW UP
-
21
O/
47cm, A/S 7/8, plasenta lahir spontan lengkap, tampak ruptur sepanjang
perineum kurang lebih 3 cm tidak mengenai sfingter ani
A/
P1A0H1 post partum pervaginam dengan vakum ekstrasi a.i kala II
memanjang + ruptur perineum derajat 2
P/
Repair ruptur perineum
Kala IV
5 Juni 2016 pukul 07.00 WIB
S/
Demam tidak ada, ASI sedikit, PPV (+) berkurang
O/
status generalis dalam batas normal
Mata :
konjungtiva anemis -/Abdomen :
FUT teraba 2 jari dibawah pusat
Kontraksi (+) baik
Genitalia :
v/u tenang, PPV (+)
A/
G1P0A0H0 parturient aterm kala II + nifas hari I
P/
Amoksisilin 3 x 500mg
SF 1 x 1
Vit C 3 x 1
mobilisasi, ASI on demand
6 Juni 2016 pukul 07.00 WIB
S/
Demam tidak ada, ASI sedikit, PPV tidak ada
O/
status generalis dalam batas normal
Mata :
konjungtiva anemis -/Abdomen :
FUT teraba 2 jari dibawah pusat
Kontraksi (+) baik
Genitalia :
v/u tenang, PPV (+)
A/
G1P0A0H0 parturient aterm kala II + nifas hari II
P/
Amoksisilin 3 x 500mg
SF 1 x 1
Vit C 3 x 1
mobilisasi, ASI on demand, acc pulang
DAFTAR PUSTAKA
2. Wagner M. Pursuing the birth machine: the search for appropriate technology.
Camperdown: ACE Graphics, 1994, pp 165-74.
3. Statistical Bulletin. NHS Maternity Services. London: Department ofHealth,
2003.
4. Bonica, John J. Principles and Practice of Obstetric Analgesia and Anesthesia, FA
Davis Co. Philadelphia, 2nd ed, 1995;501-513
5. Sultan AH. Obstetric perineal injury and anal incontinence. Clinical Risk.
1999;5:193-6.
6. Faltin DL, Boulvain M, Floris LA, Irion O. Diagnosis of anal sphincter tears to
prevent fecal incontinence: a randomized controlled trial. Obstet Gynecol.
2005;106(1):6-13.
7. Metcalfe A, Tohill S, Williams A, Haldon V, Brown L, Henry L. A pragmatic tool
for the measurement of perineal tears. Br J Midwifery. 2002; 10(7):412-7.
8. Wood T. Not suturing is safe. Pract Midwife. 1999; 2(7):15.
9. Head M. Dropping stitches. Nursing Times 1993; 89(33):64-5.
10. Clement S, Reed B. To stitch or not to stitch? A long-term follow-up study of
women with unsutured perineal tears. Pract Midwife. 1999; 2(4):20-8.
11. Lundquist M, Olsson A, Nissen E, Norman M. Is it necessary to suture all
lacerations after a vaginal delivery? Birth 2000; 27(2):79-85.
12. Pretorius GP. Episiotomi. Br Med J 1982; 284:1322.
13. Morison, Moya J. 2003. Manajemen Luka. Jakarta : EGC
14. Suci, Indah. 2008. Hubungan Perawatan Luka Perineum dan Tingkat Kesembuhan
Luka Perineum Pada Ibu Nifas Hari Ke-7 di Wilayah Kerja Puskesmas
Lamongan. KTI. Lamongan
23