PENDAHULUAN
Perlukaan jalan lahir karena persalinan dapat mengenai vulva, vagina dan uterus.
Jenis perlukaan ringan berupa luka lecet, yang berat berupa suatu robekan yang disertai
perdarahan hebat. Pada primigravida yang melahirkan cukup bulan perlukaan jalan lahir
tak bisa dihindarkan. Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir
baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan
perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin
lahir terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara1.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan
pada saat pebukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat
episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau
karena versi ekstraksi.2
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan
perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perinea totalis (sfingter ani terputus),
robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris, uretra,
dan bahkan yang terberat ruptur uteri.1
Oleh karena itu, pada setiap persalinan hendaklah dilakukan inspeksi yang
teliti untuk mencari kemungkinan adanya robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks
dengan memakai spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna
darah yang merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi. Semua sumber perdarahan
yang terbuka harus diklem, diikat, dan luka ditutup dengan jahitan catgut lapis demi
lapis sampai perdarahan berhenti. Teknik penjahitan memerlukan asisten, anestesi
lokal, penerangan lampu yang cukup serta spekulum dan memperhatikan kedalaman
luka.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1. Definisi
2.2.2. Prevalensi
2.2.3 Patofisiologi
Faktor - faktor yang mempengaruhi persalinan yaitu power,
passage, passenger, posisi ibu dan psikologi (Sumarah, 2009).Namun
dalam hal ruptur perineum yang paling sering menjadi penyebab
adalah faktor passage dan passenger.5
a. Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang padat,
dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun
jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut
menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan
dalam proses persalinan. Janin harus behasil menyesuaikan dirinya
terhadap jalan lahir yang relatif kaku 7
b. Passenger (Janin dan Plasenta)
Janin dapat mempengaruhi jalannya kelahiran karena ukuran
dan presentasinya.Dari semua bagian janin, kepala merupakan bagian
yang paling kecil mendapat tekanan. Namun, karena kemampuan
tulang kepala untuk molase satu sama lain, janin dapat masuk melalui
jalan lahir asalkan tidak terlalu besar dan kontraksi uterus cukup kuat,
Passenger atau janin, bergerak sepanjang jalan lahir merupakan
akibat interaksi beberapa factor, yakni ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta juga harus
melewati jalan lahir, maka ia juga dianggap sebagai bagian dari
passenger yang menyertai janin.9
2.2.4 Klasifikasi
Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir,
selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan
perineum :
1) Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah
dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi
lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.
2) Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera
dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan
cara angka delapan.
3) Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika
ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan
catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara
terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari
puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
4) Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding
depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
5) Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan
perineum tingkat I.
2.2.5 Teknik penjahitan
2) Sfingter ditarik secara lateral, tempatkan allys klem pada ujung otot
agar mudah diperbaiki.
3) Sfingter anus diakhiri dengan jahitan kontinyu dengan menggunakan
benang vicryl 2-0.
4) Sfingter ani eksternal terlihat seperti berkas otot skeletal dengan kapsul
fibrous. Allis klem ditempatkan pada setiap ujung spincter anus,
kemudian jahitan dilakukan pada pukul 12,3,6 dan 9 dengan
menggunakan benang polydiaxanone 2-0 (absorbi yang agak lambat)
untuk memungkinkan kedua ujung sfingter membentuk scar secara
bersamaan.
2.2.6 Prognosis
1. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca
persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan
penatalaksanaan yang cermat selama kala satu dan kala empat
persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan
cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta
memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot.
2. Hematoma
Hematoma sering terjadi setelah penggunaan forsep dan
biasanya disertai dengan nyeri atau tekanan pada rektum. Dapat pula
terjadi retensi urin. Pada keadaan yang jarang, jika kehilangan darah
karena hematoma cukup banyak, maka pasien dapat mengalami syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan fisis terlihat pembengkakan perineum
atau vagina yang unilateral dan massa yang dapat dipalpasi pada
pemeriksaan bimanual.
3. Infeksi
Infeksi pada kebanyakan wanita setelah episiotomi atau robekan
akan disertai dengan keluhan nyeri dan sekret yang berbau. Dapat
pula disertai demam. Namun biasanya sulit membedakan antara nyeri
post partum yang normal dengan nyeri akibat infeksi.
4. Inkontinensia feses
Inkontinensia feses terjadi pada 10% wanita yang telah
menjalani perbaikan robekan tingkat III dan IV, walaupun teknik
perbaikannya sudah cukup baik. Inkontinensia dapat terjadi segera
maupun beberapa hari/minggu postpartum. Inkontinensia yang
tertunda biasanya akibat luka yang kembali terbuka atau infeksi
5. Nyeri perineum persisten dan dispareunia.
Normalnya dalam 6 minggu postpartum, nyeri perineum akan
menghilang. Beberapa wanita mengeluhkan nyeri yang persisten.
Nyeri tersebut dapat tajam atau tumpul, yang diperberat oleh kegiatan
dan posisi tertentu. Beberapa wanita mengeluhkan nyeri ketika
bersenggama