Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di
orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot
menelan dan gangguan transportasi makanan dari ronga mulut ke lambung. Disfagia dapat
disertai dengan keluhan lainnya, seperti odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di
dada, rasa mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan
berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi
makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan.1
Berdasarkan penyebabnya, disfagia di bagi atas (1) disfagia mekanik, (2) disfagia
motorik, (3) disfagia oleh gangguan emosi. Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan
lumen esophagus oleh massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan
mukosa esophagus, striktur lumen esophagus, serta akibat penekanan lumen esophagus dari luar,
misalnya oleh pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum,
pembesaran jantung dan elongasi aorta. Disfagia mekanik timbul bia terjadi penyempitan lumen
esophagus . Pada keadaan normal lumen esophagus orang dewasa dapat meregang sampai 4cm.
Keluhan disfagia mulai timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Faring dan Esofagus

2.1.1 Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang
besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus
menyambung ke esofagus setinggi vertebrae servikal ke-6, ke atas, faring berhubungan dengan
rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui
aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada
orang dewasa kurang lebih 14 cm, di bagian ini merupakan bagian faring terpanjang. 1 bagian
faring yang terlebar (kira-kira 5 cm) terdapat setinggi os hyoideum dan bagian yang paling
sempit (kira kira 1,5cm) pada ujung bawahnya, yakni pada peralihan ke esofagus. Dinding
posterior faring bersandar pada fascia prevertebralis fascia cervicalis profunda.4

Dinding faring terutama dibentuk oleh dua lapi otot-otot faring. Lapis otot sirkular
disebelah luar terdiri dari tiga otot konstriktor. Lapisan otot interna yang terutama teratur
longitudinal terdari dari m.palatopharyngeus, m.stylopharyngeus dan m.salphyngophringeus.
Otot-otot ini mengangkat faring dan laring sewaktu menelan dan berbicara.4 dinding faring
dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fascia faringobasiler, pembungkus otot dan
sebagian fascia bukofaringeal.1

Otot-otot faring musculus konstriktor pharynges mengerut di luar kehendak sehingga


kontraksi berlangsung berturut-turut dari ujung superior ke ujung inferior faring. Kegiatan ini
mendorong makanan ke arah esophagus. Muskulus kontriktor faring terdiri dari tiga, yakni
m.constrictor pharyngis superior, m.constrictor pharyngis medius dan m.constrictor pharyngis
inferior. Ketiga musculus konstriktor pharyngis di persarafi oleh plexus pharyngealis (nervus
glossopharyngeus) yang terletak pada dinding lateral pharyng, terutama pada musculus
konstriktor pharyngis medius. Susunan secara bertumpang tindih musculus konstriktor
menyisakan empat celaah pada otot-otot tersebut untuk struktur-struktur yang memasuki
pharyng.4
Superior terhadap m.konstriktor pharyngis superior, yakni celah antara m.konstriktor
pharyngis superior dan cranium, melintas musculus levator veli palatine, tuba auditoria dan arteri
palatine ascendens. Superior terhadap musculus konstriktor pharyngis superior fascia
pharyngobasilaris membaur dengan facia buccopharyngealis dan bersama membrane mukosa
membentuk dinding recessus pharyngeus yang tipis antara musculus konstriktor pharyngeus
superior dan musculus konstriktor pharyngeus medius terdapat celah yang merupakan gerbang
ke mulut dan di lalui oleh musculus stylopharyngeus, nevus glossopharyngeus (nervus cranialis
IX) dan ligamentum stylohyoideum antara muskulus konstriktor pharyngeus medius dan
musculus konstriktor pharyngeus inferior terdapat celah untuk nervus laryngeus recurrens dan
arteri laryngea interna untuk melintasi ke superior ke dalam laring.4

Saraf-saraf laring. Persarafan laring (motoris dan bagian sensoris terbesar) berasal dari
pleksus nervosus pharyngeus. Pleksus ini di bentuk oleh ramus pharengealis nervus vagus
(nervus cranialis X) dan cabang simpatis dari ganglion cervicale superior. Serabut motoris plexus
nervosus pharyngeus berasal dari radix cranialis nervus accesorius (nervus cranialis XI) pars
vaginalis dan dibawa oleh nervus vagus (nervus cranialis X) ke semua otot pharyng dan palatum
molle (vellum palatinum), kecuali musculus stylopharyngeus (dipersarafi oleh nervus cranialis
XI) dan musculus tensor veli palatini (dipersarafi oleh nervus cranialis V)3. Serabut sensoris
plexus nervosus pharyngeus berasal dari nervus glossopharyngeus (nervus cranialis XI). Serabut
ini mempersarafi hampir seluruh mukosa ke tiga bagian pharyng, persarafn sensoris membrane
mukosa nasopharyng terutama terjadi oleh nervus mandibularis (nervus cranialis V)2, sebuah
saraf yang murni sensoris.4

Bagian dalam pharyng. Pharyng dapat dibedakan menjadi tiga bagian.4

a. Nasopharyng, bagian ini di belakang hidung dan di atas palatum molle


(vellum palatinum).
b. Oropharyng, bagian diatas mulut
c. Laryngopharyng bagian di belakang laring.

Nasopharynx merupakan fungsi respiratorik. Bagian ini terletak diatas palatum molle
(vellum palatinum) dan merupakan lanjutan cavitas nasi ke belakang. Hidung
berhubungan dengan pharyng melalui koana (sepasang lubang antara cavitas nasi dan
nasopharyng). Di dalam membrane mukosa atap dan dinding posterior dinding
nasopharyng terdapat massa jaringan limfoid yakni tonsilla pharyngealis. Massa
jaringan limfoid dalam membrane mukosa pharynx di dekat ostium pharyngeum
tubae auditoriae di kenal sebagai tonsilla tubaria torus tubarius. Posterior terhadap
torus tubarius (pembengkakan) tuba auditorius dan plica salphingopharyngea terdapat
sebuah tonjolan pharyng ke lateral yang mempuyai celah, yakni recessus pharyngeus
yang menonjol ke lateral dan posterior.4
Oropharynx mempunyai fungsi yang berhubungan dengan pencernaan makanan.
Bagian ini adalah sinambungan dengan cavitas oris melalui isthmus faucium. Kearah
superior, oropharynx dibatasi oleh dibatasi oleh palatum molle (vellum palatinum)
kearah inferior radix oleh radix linguae dan ke arah lateral oleh arcus palatoglossus
dan arcus palatopharingeus. Oropharing meluas dari palatum molle ke tepi atas
epiglottis.4 Orofaring termasuk ke dalam cincin jaringan limfoid yang sirkumferensial
di sebut cincin Waldey. Komponen pertama ataau jaringan adenoid telah dibicarakan
berhubungan dengan nasofaring. Bagian cincin yang termasuk dalam cincin Waldeyer
adalah tonsil palatina, tonsil lingua, tonsil faringea (adenois) dan tonsil tuba eustachii.
Laryngopharyng terletak posterior dari laring, dari tepi atas epiglottis sampai tepi
bawah kartilago krikoid dan di sini menyempit dan beralih ke dalam esophagus. Ke
posterior laryngopharyng berhubungan dengan corpora vertebrarum cervicaliorum
IV-VI. Dinding posterior dan dinding lateral laryngopharyng di bentuk oleh
m.constrictor pharyngis inferior dan di sebelah dalam oleh m.palatopharyngeus dan
m.stylopharyngeus. Laryngopharyng berhubungan dengan laring melalui aditus
larynges.4
Proses menelan adalah serangkaian peristiwa yang memindahkan makanan dari
mulut melalui pharynx ke arah gaster. Makanan yang padat dikunyah dan di
campurkan dengan ludah untuk di bentuk menjadi bolus yang lembut sewaktu di
kunyah. Proses menelan ini melalui tiga tahap: a) tahap pertama di atur sesuai dengan
kemauan kita (volunter): bolus di dorong dari mulut ke oropharynx, terutama oleh
gerakan lidah, b) tahap ke dua berlangsung di luar ke mauan kita (involunter) dan
biasanya tepat: dinding pharynx berkontraksi, c) tahap ketiga juga berlangsung di luar
kemauan kita dan memeras bolus dari laryngopharynx ke dalam esofagus, ini
dilakukan oleh m.konstriktor pharyngis inferior.4

2.1.2 Esofagus
Esofagus berawal dari faring dan beralih menjadi gaster. Esofagus
berawal pada bidang median setinggi tepi kartilago krikoid, melintas ke inferior dan
beralih menjadi gaster pada ostium cardiac. Esofagus terletak antara trakea dan
corpora vertebrarum cervicaliorum. Di sebelah kanan esofagus bersentuhan dengan
pleura servikalis di pangkal leher, sedangkan di sebelah kiri antara pleura dan
esophagus terdapat ductus thoracicus di belakang arteri subclavia.

2. 2 Fisiologi Menelan

Fungsi faring yang terutama adalah untuk respirasi, pada waktu menelan resonasi suara
dan untuk artikulasi.1 Menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau
cairan berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan rangkaian gerakan otot yang sangat
terkoordinasi, dimulai pergerakan volunter lidah dan diselesaikan dengan serangkaian refleks
dalam faring dan esophagus. Bagian aferens bagiann ini merupakan serabut-serabut yang
terdapat dalam saraf V,IX, dan X. Pusat menelan atau deglutisi terdapat dalam medulla
oblongata. Dibawah koordinasi saraf ini, implus-implus berjalan keluar dalam rangkaian waktu
yang sempurna melalui saraf kranial V,X dan XII menuju otot-otot lidah, faring, faring dan
esofagus.3
Gambar patofisiologi proses menelan.7
Dalam proses menelan akan terjadi hal hal berikut :
a. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik
b. Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan
c. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi
d. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring
e. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke
arah lambung
f. Usaha membersihkan kembali esophagus
Proses menelan dimulut, faring, laring dan esophagus secara keseluruhan akan terlibat
secara berkesinambungan.1 Walaupun menelan merupakan proses yang kontinu, tetapi
terjadi dalam tiga fase, yaitu fase oral, faringeal dan esophagus. Pada fase oral makanan
yang telah dikunyah oleh mulut disebut bolus, kemudian didorong ke belakang mengenai
dinding posterior faring oleh gerakan volunter lidah. Akibat yang timbul dari peristiwa ini
adalah rangsangan gerakan refleks menelan.3
Prosen menelan dapat dibagi dalam tiga fase : fase oral, fase faringela dan esofagal.

2.2.I Fase Oral


Fase oral terjadi secara sadar. Aktivitas fase oral adalah persiapan untuk melalui proses
menelan. Saliva merupakan stimulus proses menelan. Bila didapat mulut kering (xerostomia),
makan menelan akan lebih sukar. Pada fase persiapan oral yang merupakan fase pertama.
Makanan akan dikunyah dan dimanupulasi menjadi bolus kohesif bercampur dengan saliva dan
dilanjutkan dalam fase transfortasi oral berupa pendorongan bolus yang telah terbentuk ke
belakang (hipofaring). Saat melewati pilar anterior, refleks menelan akan timbul dan makanan
masuk ke faring. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur akan membentuk
bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak ditengah
lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.1
Dampak yang timbul akibat fase oral antara lain.
a. Keluar air liur (drooling=sialorrhea) yang disebabkan gangguan sensoris dan motorik pada
lidah, bibir dan wajah,
b. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat di sebabkan oleh
defisiensi sensori pada rongga mulut dan atau gangguan motorik lidah.
c. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan sensitivitas
gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.
d. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari saraf kranial.
e. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksanggupan memanipulasi bolus.
f. Gangguan mendorong bolus ke faring
g. Aspirsi cairan sebelum proses menelan di mulai yang terjadi karena gangguan motorik
dan fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring sebelum refleks menelan muncul.
h. Rasa ersedak (choking) oleh batuk (coughing) pada saat fase faring.
Kontraksi m.levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah
diperluas, palatum molle terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Passavant’s ridge)
akan tampak pula. Bolus terdorong ke posterior karna lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan
ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m.levator veli palatini. Selanjutnya
terjadi kontraksi m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh
kontraksi m.palatofaring, sehingga bolus berbalik ke rongga mulut.

2.2.2 Fase Faringal


Fase faringal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan
dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring,
m.salfingofaring, m.tirohiod dan m.palatofaring.
Dua keadaan yang penting dalam menjaga keamanan fase faring adalah:
a. Proteksi saluran napas yang adekuat selama proses menelan sehingga makanan tidak masuk
ke jalan napas.
b. Penyelesaian satuseri proses menelan berlangsung cepat sehingga pernapasan dapat segera
dimulai.

Fase faringal dapat dibagi menjadi tiga tahap.


a. Tahap pertama dimulai segere setelah timbul refleks menelan berupa:
1.Kontraksi pilar
2.Elevasi palatum molle
3.Kontraksi otot kontriktor faring superior yang menimbulkan penonjolan pada dinding faring
atas.
Fungsi dari tahap pertama adalah untuk membentuk bolus masuk ke faring dan
mencegah masuknya bolus ke nasofaring atau kembali ke mulut.

b. Fase kedua, terjadi proses fisiologi berupa:


1. Kontraksi otot faring dengan peregangan ke arah atas
2. Penarikan pangkal lidah ke arah depan untuk mempermudah pasase bolus
3. Elevasi laring karena kontraksi otot hyoid tepat dibawah penonjolan pangkal lidah.
4. Adduksi pita suara asli dan palsu
5. Penutupan epiglottis kea rah pita suara.
Fungsi dari tahap ini adalah menarik bolus ke arah faring sehingga dapat menyebar
masuk ke valekula yang terletak di atas epiglottis sebelum di dorong oleh gerakan peristaltic.
Proteksi jalan nafas terutama terjadi pada tiga tempat yang berbeda:
a. Pintu masuk laring (aryepiglotika folds)
b. Pita suara palsu dan pita suara asli
c. Penutup epiglottis
Bolus akan melewati dan mengelilingi epiglotis turun dan masuk ke sfingter krikofaring
dilanjutkan dengan gerakan os hyoid dan elevasi laring ke arah atas dari lekukan tiroid.

c. Tahap ke tiga, bolus akan terdorong melewati sfingter krikofaring dalam keadaan relaksasi
dan masuk ke esofagus.
Proses fisiologi yang terjadi berupa:

1. Peristaltik faring
Peristaltik faring terjadi karena relaksasi otot dinding faring yang terletak di depan bolus, di
lanjutkan dengan kontraksi otot dibelakang bolus, yang akan mendorong bolus dengan gerakan
seperti gelombang.
2. Relaksasi sfingter krikofaring
Sfingter krikofaring selalu dalam keadaan kontraksi untuk mencegah masuknya udara ke
dalam. Bila makanan sudah melewati sfingter krikofaring, fase esophageal dimulai dan otot
faring, vellum. Laring hyoid akan relaksasi, saluran napas terbuka dan dilanjutkan dengan proses
pernapasan.
Dampak ketidaknormalan pada fase faringal adalah choking,coughing dan aspirasi. Hal
ini dapat terjadi bila:
3. Refleks menelan gagal teraktivasi sehingga fase faring tidak berlangsung. Terjadi akibat
gangguan neurologis pada pusat proses menelan di medulla saraf kranial sehingga
terjadi ketidakstabilan saat menelan ludah dan timbul pengeluaran air liur serta
penumpukan secret.
4. Refleks menelan terlambat, sehingga dapat terjadi aspirasi sebelum proses menelan
dimulai
5. Proteksi laring tidak adekuat akibat recurrent laryngeal palsy, efek operasi pada struktur
orofaring, adanya pipa trakeostomi yang membatasi elevasi laring.
6. Silent aspiration yaitu aspirasi yang tidak disadari tanpa gejala batuk yang terjadi karena
hilangnnya/penurunan sensasi secara umum pada daerah tersebut timbul karena kelainan
neurologi serta penyakit vaskuler dan CVA (cerebrovascular accident), multiple
sclerosis, dll.
7. Peristaltik faring yang lemah atau tidak timbul mengakibatkan aspirasi setelah proses
menelan berlangsung
8. Sfingter krikofaring gagal berelaksasi
Palatum molle dan uvula bergerak secara refleks menutup rongg mulut. Pada saat yang
sama, laring terangkat dan menutup glottis, mencegah makanan masuk trakea.3 Aditus
laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring yaitu plika ariepiglotika,
plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m.ariepiglotika dan
m.aritenoid obliges. Bersama ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena
refleks yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke
dalam saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur kearah esofagus, karena
valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus.1

2.2.3 Fase Esofageal


Fase esophageal adalah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung.
Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus
makanan pada akhir fase faringal, maka terjadi relaksasi m.krikofaring, sehingga introitus
esofagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus.1 Setelah relaksasi singkat ini,
gelombang peristatik primer yang mulai dari faring dihantarkan ke otot krikofaring,
menyebabkan otot ini berkontraksi. Gelombang peristaltik terus berjalan sepanjang esofagus,
mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian distal. Adanya bolus mereleksasikan otot
sfingter distal ini sejenak sehingga memungkinkan bolus masuk lambung. Gelombang peristaltik
primer bergerak dengan kecepatan 2-4cm/detik, sehingga makanan yang tertelan mencapai
lambung dalam waktu 5-15 detik. Mulai setinggi arcus aorta, timbul gelombang peristaltik
sekunder bila gelombang primer gagal mengosongkan esophagus. Timbulnya gelombang ini di
pacu oleh peregangan esofagus oleh sisa partikel-partikel makanan. Gelombang peristaltik
primer penting untuj jalannya maknan dan cairan melalui bagian atas esofagus, tetapi kurang
penting untuk jalannya makanan dan cairan melalui bagian atas esofagus, tetapi kurang penting
pada bagian esofagus bagian bawah. Posisi berdiri tegak dan gaya gravitasi adalah faktor-faktor
penting yang mempermudah transport dalam esofagus bagian bawah, tetapi adanya gerakan
peristaltic memungkinkan seseorang untuk minum air sambil berdiri berbalik dengan kepala
dibawah atau ketika berada diluar angkasa dengan gravitasi nol.3
Sewaktu menelan terjadi perubahan tekanan dalam esofagus yang mencerminkan fungs
motoriknya. Dalam keadaan istirahat, tekanan esofagus sedikit berada di bawah tekanan
atmosfer, tekanan ini mencerminkan tekanan intra torak. Daerah sfingter esofagus bagian atas
dan bawah merupakan daerah bertekanan tinggi. Daerah tekanan ini berfungsi untuk mencegah
aspirasi dan refluks isi lambung. Tekanan menurun bila masing-masing sfingter relaksasi
sewaktu menelan dan kemudian meningkat bila gelombang peristaltic melewatinya.3
Ada bukti-bukti menyatkan bahwa rangkaian gerakan kompleks yang menyebabkan
terjadinya proses menelan mungkin terganggu bila ada sejumlah proses patologis. Proses ini
dapat mengganggu transfor makanan maupun mencegah refluks lambung.3
2.3 Disfagia
2.3.1 Definisi
Disfagia di artikan sebagai perasaan “melekat” atau obstruksi pada tempat lewatnya
melalui mulut, faring dan esophagus. Gejala ini harus di bedakan dengan gejala lain yang
berhubungan dengan menelan. Afagia adalah obstruksi total esophagus yang biasanya di
sebabkan oleh bolus makanan yang terperangkap dan merepukan keadaan emergensi.
Kesulitan memulai gerakan menelan terjadi pada kelainan fase volunter menelan. Namun
demikian, setelah di mulai gerakan menelan ini dapat di selesaikan secara normal. Odinofagia
berarti gerakan menelan yang nyeri. Seringkali disfagia dan odinofagia terjadi bersamaan.
Globus faringeus merupakan perasaan adanya suatu gumpalan yang terperangkap dalam
tenggorokan. Arah makanan yang keliru sehingga terjadi regurgitasi nasal dan aspirasi makanan
kedalam laring serta paru sewaktu menelan, merupakan ciri khas disfagia orofaring.3

2.3.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya disfagia dibagi atas: disfagia mekanik, disfagia motorik, dan
disfagia oleh gangguan emosional. Disfagia mekanik di sebabkan adanya sumbatan lumen
esofagus oleh massa tumor dan benda asing.1
Table 1. penyebab dari Disfagia2
Disfagia Mekanik Luminal Diakibatkan oleh: Bolus yang besar, Benda
asing
Penyempitan instrinsik a. Keadaan inflamasi yang
menyebabkan pembengkakan seperti
Stomatitis, Faringitis,epiglottis,
esofangitis
b. Selaput dan cincin dapat dijumpai
pda Faring (sindrom pulmer,Vinson),
Esophagus (congenital, inflamasi),
Cincin mukosa esophagus distal
c. Striktur benigna seperti ditimbulkan
oleh bahan kaustik dan pil,
inflamasi, Iskemia pasca operasi,
Congenital
d. Tumor-tumor maligna, Karsinoma
primer, Karsinoma metastasik,
Tumor-tumor benigna, Leiomioma,
Lipoma, Angioma, Polip fibroid
inflamatorik, Papiloma epite.
Kompresi ekstrinsik Spondylitis servikalis, osteofit vertebrae,
Abses dan masa retrofiring, Tumor
pancreas, Hematoma dan Fibrosis
Kesulitan dalam memulai Seperti lesi oral dan paralisis lidah,
refleks menelan Anasthesia orofaring, Penurunan produksi
saliva, Lesi pada pusat menelan
Disfagia Motorik Kelainan pada otot lurik a. Kelemahan otot (Paralisis bulbar,
Neuromuskuler, Kelainan otot)
b. Kontraksi dengan awitan stimultan
atau gangguan inhibisi deglutisi
(Faring dan esophagus, Sfingter
esophagus bagian atas)
Kelainan pada otot polos a. Paralisis otot esophagus yang
esophagus menyebabkan kontraksi yang lemah
b. Kontraksi dengan awitan simultan
atau gangguan inhibisi deglutis
c. Sfingter esophagus bagian bawah.

2.3.3 Patofisiologi
Transfortasi normal bolus makanan yang ditelan lewat lintasan gerakan menelan
tergantung pada:
a. Ukuran makanan bolus yang ditelan
b. Diameter lumen lintasan untuk gerakan menelan
c. Kontraksi peristaltic, dan
d. Inhibisi deglutisi, termasuk relaksasi normal sfingter esophagus bagian atas dan bawah
pada saat menelan.
Disfagia yang disebabkan oleh makanan yang berukuran besar atau oleh penyempitan
lumen disebut disfagia mekanis

Disfagia Mekanis

Disfagia mekanis dapat di sebabkan oleh bolus makanan yang sangat besar, penyempitan
intrinsic atau kompresi ekstrinsik lumen lintasan untuk gerakan menelan. Pada orang dewasa,
lumen esofagus dapat mengembangkan hingga mencapai diameter 4cm karena elastisitas dinding
esophagus tersebut. Kalau esofagus

tidak mampu berdilatasi hingga melebihi diameter 2,5cm, gejala disfagia dapat terjadi tetapi
keadaan ini selalu terdapat kalau diameter esofagus tidak bias mengembang hingga di atas 1,3
cm. Lesi yang melingkar lebih sering menimbulkan gejala disfagia dari pada lesi yang mengenai
sebagia dari lingkaran dinding esofagus saja, mengingat segmen yang tidak terkena tetap
mempertahankan kemampuan yang untuk mengadakaan distensi. Penyebab yang sering
ditemukan adalah karsinoma, lesi peptic serta striktur benigna lainnya dan cincin pada esophagus
bagian bawah.

2.3.4 Diagnosis

Disfagia merupakan satu dari gejala utama penyakit esofagus, dan penyebab untuk
gejala-gejala ini dapat beraneka ragam macam. Semua pasien disfagia harus menjalani
pemeriksaan yang cermat sampai penyebab yang spesifik di ditentukan.2

a. Anamnesis

Untuk menegakan diagnosa diperlukan anamnesa yang cermat untuk menentukan


diagnose kelainan atau penyakit yang menyebabkan timbulnya disfagia. Riwayat medis dapat
memberikan diagnosis perkiraan pada lebih dari 80 persen pasien. Penjelasan mengenai jenis
makanan yang menyebabkan disfagia merupakan informasi yang berguna. Jenis makanan yang
menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi kelainan yang terjadi.2 pada disfagia
mekanik mula-mula kesulitan menelan hanya terjadi pada saat menelan makanan yang padat.
Bolus makanan tersebut kadang perlu di dorong dengan air dan pada sumbatan yang lebih, cairan
pun akan sulit di telan. Bila sumbatan ini terjadi progresif dalam beberapa bulan, maka harus di
curigai adanya proses keganasan di esofagus.1

Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan gembaran yang lebih jelas
untuk diagnosis. Disfagia yang hilang dalam beberapa hari dapat di sebabkan oleh peradangan.
Disfagi yang terjadi dalam beberapa bulan dengan penurunan berat bdan yang cepat dicurigai
adanya keganasan di esofagus. Bila disfagia ini berlangsung bertahun-tahun untuk makanan
padat perlu dipikirkan adanya kelainan yang bersifat jinak atau di esofagusu bagian distal (lowel
esophageal muscular ring ).1

Keterangan mengenai lokasi disfagia yang diberikan pasien sangat membantu untuk
menentukan letak obstruksi esophagus, lesi tersebut pada atau di bawah lokasi yang di rasakan
pasien.2

Gejala yang menyertai memberikan petunjuk diagnosis yang penting. Regurgitas nasal
daan aspirasi trakeobronkial pada saat menelan merupakan ciri utama paralisis faring atau fistula
trakeoesofageal. Aspirasi trakea bronkial yang tidak berhubungan dengan gerakan menelan dapat
terjadi sekunder akibat akalasia, atau refluks gastroesofagus. Penurunan berat badan yang tidak
sebanding dengan disfagia sangat sugestif kearah karsinoma. Kalau suara yang parau mendahului
disfagia, lesi primer biasanya terletak di daerah faring. Suara parau yang terjadi setelah disfagiaa
mungkin menunjukan lesi yang mengenai nervus laringeus rekuren karena perluasan karsinoma
esogafus di luar dinding esophagus. Kadang-kadang suara parau dapat disebabkan oleh laryngitis
yang timbul sekunder akibat refluk gastroesofagus. Kaitan antara gejala laring dengan disfagia
juga terjadi pada berbagai kelainan neuromuscular. Gejala cegukan (hiccup) menunjukan lesi
pada bagian distal esofagus. Wheezing unilateral dengan disfagia mengungkapkan massa
mediastinal yang mengenai esophagus dan bronkus yang besar. Nyeri dada dan disfagia terjadi
pada spasme esophagus yang difus dan pada kelainan dan kelainan motoric yang ada
hubungannya. Nyeri dada yang menyerupai spasme esophagus juga terdapat pada afagia akibat
bolus makanan yang besar. Riwayat rasa terbakar di uluhati (heartburn) yang lama dan refluks
yang mendahului disfagia menunjukan striktur peptic. Demikian pula, riwayat intubasi
nasogastrik yang lama, menelan bahan-bahan kaustik, menelan pil tanpa air, terapi radiasi
sebelumnnya ataupun penyakit mukokutaneus yang menyertai, dapat memberikan informasi
mengenai penyebab striktur esofagus. Jika terdapat odinofagia, harus di curigai kemungkinan
adanya esofagitis candida atau herpes. Pada pasien penyakit AIDS atau status imunodefisiensi
lainnya, esofagitis yang disebabkan oleh infeksi oportunis seperti Candids, virus herpes
simpleks, sitomegalovirus dan tumor seperti sarcoma Kaposi dan limfoma harus di curigai.

b. Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan fisis merupakan tindakan yang penting pada keadaan disfagia motorik
akibat penyakit-penyakit otot skelet, neurologi dan orofaring. Tanda paralisis bulbar atau
pseudobulbar termasuk disatria, disfonia, ptosis, atrofi lidah adan gerakan rahang yang hiperaktif
selain bukti adanya penyakit neuromuscular yang menyeluruh, harus di cari dengan seksama.
Leher pasien harus diperiksa untuk menentukan kemungkinan tiromegali atau abnormalitas
spinal. Inspeksi mulut dan faring secara cermat harus mengungkapkan lesi yang mengganggu
lintasan makanan dari mulut atau esofagus akibat rasa nyeri atau obstruksi. Perubahan pada kulit
atau ekstremitas bias menunjukan diagnosis scleroderma atau penyakit kolagen-vaskular lainnya
atau penyakit mukokutaneus seperti pemfigoid atau epidermolisis bulosa yang mengenai
esophagus. Penyakit metastatic ke limfonodus dan hati mungkin sangat jelas. Komplikasi paru
pneumonia aspirasi akut atau kronik dapat terjadi.2

Pemeriksaan daerah leher dilakukan untuk melihat dan meraba adanya massa tumor atau
pembesaran kelenjar limfa yang dapat menekan esofagus. Daerah rongga mulut perlu diteliti,
apakah ada tanda-tanda peradangan orofaring dan tonsil selain adanya massa tumor yang dapat
mengganggu proses menelan.

c. Pemeriksaan penunjang
Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring
adalah:5
1. Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS)

Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS) adalah pemeriksaan
yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi. Pemeriksaan ini
menggambarkan struktur dan fisiologi menelan rongga mulut, faring, laring dan esofagus bagian
atas. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan bolus kecil dengan berbagai konsistensi yang
dicampur dengan barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi menelan dengan memberikan
bermacam bentuk makanan pada berbagai posisi kepala dan melakukan beberapa manuver untuk
mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi optimal dalam proses menelan.5

2. Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES)

Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan nasofaringoskop serat optik


lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi makanan dari jenis makanan cair sampai padat
dan dinilai kemampuan pasien dalam proses menelan.5

Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia esofageal adalah:

1. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan penunjang foto polos esophagus dan yang memakai zat kontras, dapat
membantu menegakkan diagnosis kelainan esophagus. Pemeriksaan ini tidak invasif. Dengan
pemeriksaan fluoroskopi, dapat dilihat kelenturan dinding esophagus, adanya gangguan
peristaltic, penekanan lumen esophagus dari luar, isi lumen esophagus dan kadang-kadang
kelainan mukosa esophagus.

Pemeriksaan kontras ganda dapat memperlihatkan karsinoma stadium dini. Untuk


memperlihatkan adanya gangguan motilitas esophagus dibuat cine-film atau video tapenya.
Tomogram dan CT scan dapat mngevaluasi bentuk esophagus dan jaringan di sekitarnya. MRI
dapat membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan disfagia motorik.

2. Pemeriksaan Esofagoskopi

Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi lumen esophagus dan
keadaan mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop yang kaku (rigid esophagoscope) dam
esofagoskop yang lentur (flexible fiberoptic esophagoscope). Karena pemeriksaan ini bersifat
invasif maka perlu persiapan yang baik. Dapat dilakukan anestesi local atau umum. Untuk
menghindari komplikasi yang mungkin timbul perlu diperhatikan indikasi dan kontraindikasi
tindakan. Persiapan pasien operator, peralatan dan ruangan pemeriksaan perlu dilakukan. Risiko
dari tindakan, seperti perdarahan dan perforasi pasca biopsi harus dipertimbangkan.1
3. Pemeriksaan manometrik

Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motoric esofagus. Dengan


mengukur tekanan lumen esofagus dan tekanan sfingter esophagus dapat di nilai gerakan
peristaltic secara kualitatif dan kuantitatif.1

4. Pemeriksaan Barium meal


Pemeriksaan barium meal dengan sineradiografi, esofagogastroskopi dengan biopsy
serta sitology eksfoliatif dan pemeriksaan motilitas esophagus merupakan prosedur
diagnostik yang utama. Pengobatan disfagis tergantung penyebabnya.
Pemeriksaan barium meal yang telah dimodifikasi adalah suatu prosedur
videofluoroskopik atau sineradiografik yang memungkin visualisasi proses menelan
yang kemudian di rekam dalam pita atau film untuk penelitian lebih lanjut. Prosedur
ini melibatkan pemberian medium kontras dengan berbagai tekstur (cair, pasta dan
padat) dan visualisasi proses menelan. Klinis dapat mengubah posisi pasien dengan
teknik khusus guna mempermudah penelanan selama pemeriksaan. Informasi yang di
dapat dari pemeriksaan barium meal yang dimodifikasi ini, terutama ada tidaknya
aspirasi adalah penting dalam menentukan sikap menyangkut pemberian makanan
peroral dan prosedur terapi.5

2.3.5 Komplikasi

Disfagia menyebabkan penurunan pemasukan kkal atau maknana yang mengandung


protein sehingga harus diperhatikan apakah pasien mengalami kekurangan kalori protein (KKP)

Penderita disfagia akan mengalami kesulitan menelan makanan sehingga suplai nutrisi
yang dibutuhkan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan cairan berkurang.
Dampak lanjut akan mengalami defisiensi zat gizi dan tubuh mengalami gangguan metabolism.

2.3.6 Penatalaksanaan

Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis dysphagia. Pertama dokter dan
speech-language pathologists yang menguji dan menangani gangguan menelan menggunakan
berbagai pengujian yang memungkinkan untuk melihat bergagai fungsi menelan. salah satu
pengujian disebut dengan, laryngoscopy serat optik, yang memungkinkan dokter untuk melihat
kedalam tenggorokan. Pemeriksaan lain, termasuk video fluoroscopy, yang mengambil video
rekaman pasien dalam menelan dan ultrasound, yang menghasikan gambaran organ dalam tubuh,
dapat secara bebas nyeri memperlihakab tahapan-tahapan dalam menelan.
Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-obatan dapat diberikan. Jika
dengan mengobati penyebab dysphagia tidak membantu, dokter mungkin akan mengirim pasien
kepada ahli patologi hologist yang terlatih dalam mengatasi dan mengobati masalah gangguan
menelan.
Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial atau untuk
meninkatkan koordinasi. Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan menelan dengan
cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus makan denan posisi kepala menengok ke
salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Meniapkan makanan sedemikian rupa atau
menghindari makanan tertentu dapat menolong orang lain. Sebagai contoh, mereka yang tidak
dapat menelan minuman mungkin memerlukan pengental khusus untukminumannya. Orang lain
mungkin garus menghindari makanan atau minuman yang panan ataupun dingin.
Untuk beberapa orang, namun demikian, mengkonsumsi makanan dan minuman lewat
mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus menggunakan metode lain untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi. Biasanya ini memerlukan suatu system pemberian makanan, seperti suatu
selang makanan (NGT), yang memotong bagian menelan yang tidak mampu bekerja normal
a. Berbagai pengobatan telah diajukan unutk pengobatan disfagia orofaringeal pada dewasa.
Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia telah digambarkan. Pendekatan langsung
biasnya melibatkan makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus makanan.
b. Modifikasi diet : Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum disfagia.
Suatu diet makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada
fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah makanan padat.
c. Jika fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah menjadi makanan lunak atau semi-
padat sampai konsistensi normal.
d. Suplai Nutrisi
e. Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan malnutrisi
f. Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi. Bahan-bahan
pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika
asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.
g. Hidrasi : Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi pasien
sangat penting dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi
h. Pembedahan
- Pembedahan gastrostomy
Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan laparotomy dengan
anestesi umum ataupun lokal.
- Cricofaringeal myotomy
Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan unutk mengurangi
tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan mengincisi komponen otot utama
dari PES. Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti dari
CPM
1. Terapi nutrisi dan makanan.
Perubahan diet, yaitu dengan memberikan makanan yang lebih lembut. Selama masih
memungkinkan, pemberian makanan oral sangat dianjurkan. Pasien harus dimonitor
untuk mendapatkan cairan dan nutrisi yang cukup untuk mencegah malnutrisi dan
dehidrasi. Apabila makanan tidak dapat diberikan secaraa oral dapat digunakan
bantuan dengan pemasangan dari NGT.
2. Terapi pembedahan
Terapi pembedahan biasanya bertujuan untuk mengurangi disfagia akibat sfesifik
contohnya pada cricopharyngeal myotomy, dengan tingkatan keberhasilan sekitar
60%.
3. Terapi rehabilitative
Tujuan adalah untuk keamanan proses menelan (misalnya mencegah aspirasi) dan
mengurangi residu maknan di rongga mulut dan faring).
4. Compensatory Treatment Procedures
Teknik terapi ini dirancang untuk melancarkan aliran bolus melewati rongga mulut
dan faring. Terdiri atas :
a. Postur (chin tuck, head back, head rotation)
b. Peningkatan input sensoris (bolus dengan rasa yang berbeda, suhu dan tekstur
yang berbeda)
c. Modifikasi volume bolus dan kecepatan makan (volume kecil dan kecepatan yang
perlahan)
d. Modifikasi viskositas/tekstur makanan (konsisten cair atau lunak)
e. Intraoral prosthetics (palatal lift, obturator dan augmentation)1,2
5. Latihan gerak, resistensi dan control
Latihan gerak memperbaiki gerakan rahang, bibir, lidah dan dasar lidah,
konstriktor faringeal, laring dan hyoid. Latihan ini berguna terutama memperbaiki
oropharyngeal swallow efficiency (OPSE) untuk pasien dengan pengobatan kanker
rongga mulut, pasien Parkinson, multiple sclerosis dan amytrophic lateral sclerosis
Latihan kekuatan melibatkan teknik resistensi aktif dan targetnya biasanya adalah
otot-otot lidah, bibir, rahang dan suprahyoid. Kekuatan lidah biasa berkurang pada
orang lanjut usia, pasien stroke, traumatic brain injury (TBI), amytrophic lateral
sclerosis (ALS), Parkinson dan kanker rongga mulut yang diradioterapi
Latihan kontrol lidah memperbaiki control bolus pada saat mengunyah. Latihan
Shaker adalah latihan untuk memperbaiki pembukaan upper esophageal sphincter
(UES) saat menelan.
6. Maneuver
Maneuver dirancang untuk mengubah fisiologi menelan, khususnya fase faringeal
dengan menjadikan fase faringeal dibawah control volunter.
A. Supraglotis swallow dirancang untuk meningkatkan penutupan jalan nafas
sebelum dan selama menelan pada level glottis. Pasien diinstruksikan untuk
menahan nafas, menelan dan batuk
B. Super Supraglotis swallow untuk meningkatkan penutupan jalan nafas sebelum
dan selama menelan pada level laryngeal, vestibulum dan glottis. Pasien
diinstruksikan untuk menahan nafas dalam agar arytenoid sampai ke dasar
epiglottis sehingga laryngeal vestibulum tertutup, menelan lalu batuk
C. The effortful swallow dirancang untuk meningkatkan gerakan dasar lidah
posterior selama menelan dan memperbaiki bersihan bolus yang melewati dasar
lidah. Maneuver ini berguna pada pasien dengan penurunan gerak dasar lidah
posterior, residu pada dasar lidah, valekula, dan dinding faringel atas. Pasien
diinstruksikan menghancurkan makanan dengan lidah dan otot tenggorokan
selama menelan yang akan meningkatkan pembersihan bolus melewati dasar lidah
dan melalui faring atas. Maneuver ini sering dikombinasikan dengan postur chin
tuck.
D. The Mendelsohn maneuver dirancang untuk meningkatkan perpanjangan elevasi
laring dengan anterior selama menelan, dengan demikian meningkatkan luas dan
durasi pembukaan cricofaringeal selama menelan. Maneuver ini juga dapat
meningkatkan koordinasi faringeal selama fase faringeal. Pasien diinstruksikan
menelan seperti biasa dan saat setengah menelan (saat laring terangkat) tahan
selama 2 detik kemudian relaksasi.
E. The tongue-hold maneuver (Masako maneuver) dirancang untuk
meningkatkan gerakan dinding faring posterior. Gerakan dinding faring posterior
lebih besar sehingga terdapat kontak dengan dasar lidah selama menelan. Teknik
ini digunakan pada pasien dengan penurunan kontak dasar lidah dengan dinding
faring dan penurunan pembersihan bolus melewati dasar lidah.
BAB III

ALGORITMA DISFAGIA MEKANIK

Anamnesis:

 Sulit menelan
 Jenis maknan
(padat,lunak, cair )
 Disfonia
 Cegukan

Pemeriksaan fisik :

 Palpasi leher
 Laringoskopi
 Pemeriksaan
neurologis

Pemeriksaan penunjang:

 Laboratorium
 VFSS
 FESS
 Radiologi
 Esofagoskopi
 Manometrik
 Barium Meal

DISFAGIA MEKANIK DISFAGIA NEUROGENIK

Penatalaksanaan

 Maneuver ( Supraglotis swallow, Super Supraglotis swallow, The effortful swallow, The
Mendelshon maneuver, The tongue-hold maneuver (Masako Maneuver )
 Latihan gerak, Resistensi dan control
 Terapi nutrisi dan makanan
 Terapi pembedahan
 Terapi rehabilitatif
 Compensatory Treatment Procedures

Anda mungkin juga menyukai