Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai


sistem retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu.
Disebabkan terutama oleh Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) dan
menular melalui jalur fecal-oral. Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat serta berkaitan erat dengan sanitasi yang buruk
terutama di negara-negara berkembang.[1,2,3]
Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang cenderung
meningkat pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan yang rendah.
Etiologi utama di Indonesia adalah 96% kasus demam tifoid disebabkan oleh
Salmonella enterica subspecies enterica serovar typhi (S. typhi) dan sisanya
disebabkan oleh Salmonella enterica subspecies enterica serovar paratyphi A (S.
Partyphi A). 91 % kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian
meningkat setelah umur 5 tahun. Indonesia merupakan salah satu negara dengan
insidens demam tifoid, pada kelompok umur 5-15 tahun dilaporkan 180,3 per
100,000 penduduk. Penyakit demam tifoid termasuk penyakit menular yang
tercantum dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah.[2,3,4,5]
Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, mulai dari gejala yang ringan
sekali hingga tidak terdiagnosis, dengan gejala yang khas (sindrom demam tifoid),
sampai dengan gejala klinis berat yang disertai komplikasi. Gejala klinis demam
tifoid pada anak cenderung tidak khas. Makin muda umur anak, gejala klinis
demam tifoid makin tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit berlangsung
dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu. Beberapa
gejala klinis demam tifoid antara lain demam terus-menerus, gangguan saluran
pencernaan, gangguan kesadaran, hepatosplenomegali, bradikardia relatif dan
gejala lain.[6]
Salmonella enterica serotipe typhi, sebagai penyebab demam tifoid
merupakan basil Gram negatif. Penyebaran Salmonella ke dalam makanan atau
minuman bisa terjadi akibat pencucian tangan yang kurang bersih setelah buang

1
air besar maupun setelah berkemih. Lalat bisa menyebarkan bakteri secara
langsung dari tinja ke makanan (oro-fecal). Masa inkubasi dalam tubuh penderita
selama 7-14 hari. Selama masa inkubasi tersebut mungkin akan ditemukan gejala
prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak
bersemangat. Kemudian, menyusul gejala klinis seperti demam, gangguan
pencernaan, dan gangguan kesadaran.[4,7]
Tatalaksana demam tifoid pada anak dibagi atas dua bagian besar, yaitu
tatalaksana umum dan bersifat suportif dan tatalaksana khusus berupa pemberian
antibiotik sebagai pengobatan kausal. Tatalaksana demam tifoid juga bukan hanya
tatalaksana yang ditujukan kepada penderita penyakit tersebut, namun juga
ditujukan kepada penderita karier Salmonella typhi. Pencegahan pada anak berupa
pemberian imunisasi tifoid dan profilaksis bagi traveller dari daerah non endemik
ke daerah yang endemik demam tifoid.[8]
Prognosis pasien demam tifoid tergantung pada umur anak, kondisi
kesehatan sebelum sakit, serotipe Salmonella dan komplikasi yang terjadi.
Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah perdarahan usus dan
perforasi, sekitar 5% penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini.
Komplikasi lain yang jarang antara lain, miokarditis, pneumonia, pankreatitis,
infeksi ginjal atau kandung kemih, meningitis, serta timbulnya masalah psikiatri
seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis. Pada Negara maju, angka
kematian adalah <1%, sedangkan di Negara berkembang bisa >10%.[6,9]
Berikut akan dibahas refleksi kasus mengenai pasien dengan demam tifoid
yang dirawat di ruangan perawatan anak Catelia RS Undata Palu

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama Penderita : An. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 31 Juli 2007/ 9 tahun 1 bulan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tombolotutu
Tanggal masuk : Minggu, 21 Agustus 2016 pukul 11.30 Wita
Tempat Pemeriksaan : Ruang Perawatan Catelia RSUD Undata, Palu
Indentitas Orang Tua :
Nama ibu : Ny. S
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Tombolotutu

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Panas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak perempuan usia 9 tahun 1 bulan masuk RS dengan
keluhan panas. Panas dirasakan hilang timbul yang di alami selama 8 hari
yang lalu. Turun dengan obat penurun panas dan kemudian meningkat
lagi. Panas yang dirasakan paling sering meningkat pada sore sampai
malam. Panas tidak disertai menggigil dan kejang (-).
Keluhan disertai dengan sakit perut dan belum bab selama sakit.
Sejak sakit, pasien menjadi kurang nafsu makan dan tampak lemas. Buang
air kecil lancar. Batuk (+), pilek (-), sakit menelan (-), mual (+), muntah
(+), lendir (-), darah (-). Mimisan (-) dan pendarahan gusi (-).

Riwayat Penyakit Sebelumnya:


Tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :

3
Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama di dalam keluarga. Pasien
menyangkal adanya riwayat Demam Tifoid, DBD, Malaria, DM, Asma,
maupun Hipertensi.

Riwayat Sosial-Ekonomi :
Pasien tinggal serumah dengan orang tua. dan berobat menggunakan
BPJS.

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan:


Pasien merupakan anak yang aktif dan memiliki kebiasaan bermain diluar
lingkungan rumah , Pasien suka jajan di pinggir jalan. Serta jarang
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Di rumah pasien tinggal
sejumlah 4 orang dengan ventilasi yang cukup.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Ibu pasien sering memeriksakan diri ke dokter selama masa kehamilan,
Pasien lahir normal, cukup bulan, langsung menangis dengan berat badan
lahir 3000 gram.

Riwayat Kemampuan dan Kepandaian :


Tengkurap dan telentang : 5 bulan
Berbicara : 1 tahun
Berjalan : 1 tahun

Anamnesis Makanan:
Pasien mengkomsumsi ASI eksklusif saat berusia 0-8 bulan. Pasien diberi
MP-ASI sejak usia 8 bulan hingga 1 tahun. Pasien mengkomsumsi susu
formula dari umur 1 tahun sampai 2 tahun. Pasien diberikan makanan
olahan rumah sejak umur 2 tahun sampai sekarang, pasien juga suka
mengkonsumsi snack dan jajan di luar rumah.

Riwayat Imunisasi :
Imunisasi dasar lengkap

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Sakit Sedang

4
Kesadaran : Compos Mentis
Berat Badan : 30 kg
Tinggi Badan : 142 cm
Status Gizi : Gizi Baik
CDC = 84% (Gizi Baik)
Tanda Vital
- Denyut nadi : 108 Kali/menit
- Suhu : 39,2o C
- Respirasi : 40 kali/menit
- Tekanan darah : 100/70 mmHg

Kulit
Warna kulit kuning langsat, turgor kulit kembali cepat (<2 detik), rumple
leed test negatif.

Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Tidak mudah tercabut, berwarna hitam
Mata : Edema palpebral (-/-), Conjungtiva: anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor (+/+)
Telinga : Otorrhea (-/-)
Hidung : Rhinorrhea (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir: sianosis (-)
Lidah : Lidah kotor (+) (putih pada bagian tengah lidah dan
pinggiran eritema)
Tenggorokan : Tonsil T1/T1
Pharynx : Hiperemis (-)
Kelenjar : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
kelenjar tiroid (-)

Paru-paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
bilateral, retraksi intercostal (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) normal kiri dan
kanan, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi : Bronchovesiculer (+/+),
Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

5
Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea
midclavicula sinistra
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas
kanan jantung SIC V linea parasternal dextra, batas
kiri jantung SIC V linea axilla anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni
regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
- Inspeksi : Permukaan kesan datar
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan
meningkat
- Perkusi : Tympani (+).
- Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (-),
Hepatomegali (+) Splenomegali (-),

Genitalia : Tidak ada kelainan (-)


Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat, edema (-)
Punggung : Tidak ada deformitas
Otot-otot : Eutrofi, tonus otot baik
Refleks : Fisiologis (+/+), Patologis (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah Rutin
Jenis Hasil
Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan Pemeriksaan
WBC 13,4 x 103 /uL 4,8 10,0
HGB 12,3 g/dl 12,0 18,0 Normal
HCT 37% 30,0 47,0 Normal
MCV 80 fl 80,0 100 Normal
MCH 28,6 pg 25 34 Normal
MCHC 35,2 g/dl 30 35 Normal
PLT 160 x 103 /uL 150 450 Normal

V. RESUME

6
Pasien anak perempuan usia 9 tahun 1 bulan masuk RS dengan
keluhan panas. Panas dirasakan hilang timbul yang di alami selama 8 hari
yang lalu. Turun dengan obat penurun panas dan kemudian meningkat lagi.
Panas yang dirasakan paling sering meningkat pada sore sampai malam.
Panas tidak disertai menggigil dan kejang. Pasien mengeluh adanya batuk
yang dialami sejak 8 hari dan menyangkal adanya flu, sesak, nyeri
menyelan, mimisan, perdarahan gusi. Keluhan disertai dengan sakit perut
dan belum bab selama sakit. Sejak sakit, pasien menjadi kurang nafsu
makan dan tampak lemas Pada pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah:
100/70 mmHg, suhu: 39,2C, denyut nadi: 108 x/menit, dan respirasi: 40
x/menit. Pemeriksaan pada kepala menunjukkan adanya lidah kotor dengan
pinggiran eritema dan pada pemeriksaan abdomen tidak di dapatkan nyeri
tekan abdomen, Hasil pemeriksaan penunjang untuk darah rutin
menunjukkan adanya leukositosis sebesar 13,4 x 103/uL.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Susp. Demam Tifoid.

VII. DIAGNOSIS BANDING


- Malaria

VIII. TERAPI
a. Medikamentosa
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Puyer batuk 3x1
- PCT Syr 120 mg/5 ml 3 x 2 cth
b. Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Menjaga nutrisi cairan oral dan parenteral
- Menjagah higenitas personal
- Hindari Makanan yang berserat

IX. ANJURAN
- Tes Serologi Widal

7
X. FOLLOW UP

Hari I (22 Agustus 2016)


S : Demam (+) hari ke-9, mual (-), muntah (-), batuk (+), pilek (-),
sakit perut (-), sakit kepala (-), belum BAB selama sakit dan
BAK biasa.
O : - tanda-tanda vital :
TD : 100/70 mmHg, R: 40 x/menit, N 108 x/menit, T : 39,2 OC
Serologi Widal
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Salmonela Typhi O 1/320
Salmonela Typhi H 1/160
Salmonela Paratyphi AH 1/80
Salmonela Paratyphi BH 1/80

A : Demam Tyfoid
P :
a. Medikamentosa
- IVFD RL 30 tetes/menit
- Chloramfenicol 4x500 mg
- PCT 4 x 3/4 tab
- Inj. Dexametason 5mg/8jam/iv
- Puyer Batuk 3x1 tab
b. Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Menjaga nutrisi cairan oral dan parenteral
- Menjaga higenitas personal
- Hindari Makanan yang berserat

Hari II (23 Agustus 2016)


S : Demam (-) hari ke-10, mual (-), muntah (-), batuk (+), pilek (-),

sakit perut (-), sakit kepala (-), BAB dan BAK biasa.

8
O : - tanda-tanda vital :
TD : 110/80 mmHg, R: 25 x/menit, N 88 x/menit, S : 37,2 OC
A : Demam Tyfoid
P :
a. Medikamentosa
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Chloramfenicol 4 x 500 mg
- PCT 4 x (kalau panas)
- Puyer Batuk 3x1
b. Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Menjaga nutrisi cairan oral dan parenteral
- Menjagah higenitas personal
- Hindari Makanan yang berserat

DISKUSI

Diagnosis demam tifoid pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Keluhan utama adalah badan
panas sudah sejak 8 hari yang lalu. Panas makin hari makin tinggi dan hilang
timbul, panas meningkat terutama pada sore atau malam hari. Anak mengeluh
sakit perut dan belum bab selama sakit. Pada kasus ini, pada pemeriksaan fisik di

9
dapatkan lidah kotor dengan pinggiran eritema, disertai dengan sakit perut yang
merupakan gejala dari demam tifoid. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin
didapatkan leukositosis sebesar 13,4 x 103/uL yang menandakan adanya infeksi
bakterial dan pada pemeriksaan tes widal (+) yang menandakan pasien ini
terinfeksi salmonella typhi.9

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endothelial atau endocardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel
fagosit mononuclear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Peyers patch.
Beberapa terminology lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan
demam enteric. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama
dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini disebabkan oleh
Salmonella enteriditis, sedangkan demam enteric disebabkan oleh spesies
Salmonella enteriditis.6

Etiologi dari demam typhoid yaitu bakteri Salmonella typhii, family


Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak
membentuk spora, tidak berkapsul, fakultatif anaerob dan termasuk bakteri gram
negatif. Salmonella memiliki: Antigen O (somatic), yaitu komponen dinding sel
dari lipopolisakarida yang stabil pada panas, antigen H (flagellum), yaitu protein
yang labil terhadap panas dan antigen Vi yaitu polisakarida kapsul. Mempunyai
makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari
dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh
plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik.1,2,3

Cara penularan Salmonella typhi pada umumnya melalui makanan atau


minuman yang terkontaminasi. Untuk menimbulkan infeksi diperlukan inokulum
sebanyak 105 - 109 kuman Salmonella typhi. Setelah masuk secara fekal-oral lalu
masuk ke sistem pencernaan. Kuman lalu melewati lambung dan melekat pada
jonjot ileum lalu menembus epitel usus dan melewati plak peyer. Kuman diangkut

10
ke kelenjar getah bening usus dan di situ memperbanyak diri di dalam sel
mononukleus, kemudian sel monosit yang mengandung kuman melalui saluran
kelenjar limfe mesenterik, dan selanjutnya duktus limfatik kuman mencapai aliran
darah dan terjadilah bakteremia pertama yang berlangsung singkat. Kuman
mengikuti peredaran darah dan mencapai jaringan retikuloendotelial di berbagai
organ, yaitu hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, ginjal, paru, susunan
saraf, dan lain-lain. Di dinding kandung empedu kuman berkembang dalam
jumlah yang sangat banyak, kemudian bersama empedu disalurkan ke usus.3,9

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti


organisme, yaitu: (1) penempelan dan invasi sel-sel M Peyers patch, (2) bakteri
bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyers patch, nodus limfatikus
mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial, (3)
bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, dan (4) produksi enterotoksin yang
meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya
elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.6

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-
rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala
klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat
sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonella,
status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya. Manifestasi
klinis untuk demam typhoid yaitu demam pada awal penyakit, anoreksia, myalgia,
sakit kepala, sakit perut, mula-mula terjadi diare dengan tinja seperti sup kacang,
kemudian konstipasi mulai menonjol. Mual dan muntah dapat timbul di minggu
ke 2 atau ke 3. Diorientasi, letargi, delirium dan stupor. Lidah kotor serta
hepatosplenomegaly dan distensi abdomen dan disertai nyeri yang difus.3

Salah satu pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan pada demam


tifoid adalah uji widal, yaitu pemeriksaan serologi terhadap antigen O, H, dan Vi
dari Salmonella. Salmonela mempunyai antigen O (somatik), adalah komponen
dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas, dan antigen H (flageum)

11
adalah protein yang labil terhadap panas. Selain itu terdapat antigen Vi yaitu
polisakarida kapsul. Nilai normal dari uji widal adalah 1/40.1,9

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yakni:1


1. Pemeriksaan Darah Rutin
a. Gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada
permulaan sakit.
b. Mungkin terdapat pula anemia dan trombositopenia ringan.
Pada kasus ini, pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis sebesar
13,4 x 103/uL yang menandakan adanya infeksi bakterial. Hal ini dikarenakan
bakteri Salmonella typhi kemungkinan sudah mencapai aliran sistemik, maka
terjadi respon imunologis peningkatan sel darah putih sebagai respons
terhadap infeksi bakteri. Sementara kadar hemoglobin 12,3 g/dl, hasil ini
normal, tidak terjadi anemia. Adapun kadar trombosit 160 x 103 /uL hasil ini
normal, tidak terjadi trombositopenia.

2. Uji Serologi Widal


a. Yaitu suatu metode serologik ysng memeriksa antibodi aglutinasi terhadap
antigen somatik (O), flagela (H) yang banyak dipakai untuk membuat
diagnosis demam tifoid.
b. Angka titer O aglutinin >1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination
menunjukan nilai ramal postif 96%.
c. Artinya apabila hasil test postif, 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan
tetapi bila negatif tidak menyingkirkan.
Pada kasus ini, pemeriksaan serologi widal didapatkan kenaikan titer
yaitu 1/320 pada titer O Salmonella typhi, 1/160 pada titer H Salmonella typhi,
Hal ini menandakan bahwa pasien terinfeksi bakteri Salmonella typhi atau
terkena penyakit demam tifoid.

3. Polymerase Chain Reaction (PCR)


a. Pemeriksaan untuk mendeteksi antibodi Salmonella typhi dalam serum,
antigen terhadap Salmonella typhi dalam darah, serum, urin, feses dan
DNA.
b. Hasilnya dapat diperoleh hanya dalam beberapa jam.

12
c. Metode ini spesifik dan lebih sensitif dibandingkan biakan darah.
Pada kasus ini, pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) ini tidak
dilakukan.

Penanganan pada kasus demam tifoid berupa pemberian chloramfenicol


yang merupakan baku emas (gold standar) pada penanganan demam tifoid. Dosis
yang diberikan adalah 50 mg/kgBB/hari per os, 75 mg/kgBB/hari secara
intravena, dalam 3 kali pemberian. Chloramphenicol cepat mensterilkan darah dan
pada umumnya dalam 7 hari suhu menjadi normal, dan pemberian diteruskan
selama 14 hari atau sampai 5-7 hari bebas panas.1,9

Pada kasus ini diberikan sediaan chloramphenicol tablet 4x500 mg,


dimana untuk anak pada kasus ini dengan BB 30 kg. Selain itu diberikan
pengobatan simtomatik yaitu paracetamol dengan dosis 10 15 mg/kgBB/hari
diberikan sebanyak 3-4 kali sehari. Untuk anak pada kasus ini Diberikan sediaan
paracetamol tablet 30-50mg/kg/bb, dimana untuk anak ini diberikan 3 x tab per
hari bila demam. Untuk anak pada kasus ini diberikan puyer batuk 3x1 untuk
mengurangi gejala penyerta.1,9

Adapun terapi non medikamentosa yang dapat diberikan pada kasus


demam tifoid yaitu :9
1. Penderita yang dirawat harus tirah baring.
2. Menjaga nutrisi cairan oral dan parenteral
3. Menjaga higinitas personal
4. Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya yang
rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet
untuk penderita tifoid, diklasifikasikan atas ; diet cair, bubur lunak, tim dan
nasi biasa.
Pada kasus ini, diberikan pemberian perawatan inap dengan tirah baring
dan menjaga nutrisi cairan oral maupun parentereal. Dengan pemberian diet
makanan biasa untuk menjaga nutrisi yang optimal pada anak ini.

13
Pencegahan yang dapat diberikan untuk mencegah terjadinya demam
tifoid yaitu:9
1. Penyuluhan tentang kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan.
2. Vaksin demam tifoid yaitu berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan
komponen Vi dari Salmonella typhi.
3. Vaksin ini diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari,
memberi daya perlindungan satu tahun.
4. Vaksin ini diberikan pada anak yang berusia diatas 2 tahun.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada minggu ketiga demam tifoid,
yaitu:9
a. Komplikasi di dalam usus
1) Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika di lakukan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat
disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau selain itu dan terjadi pada
bagian distal ileum.Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
disertai ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak
hati menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto
Rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding
abdomen tegang (defense muscular) dan nyeri pada tekanan. 9
b. Komplikasi di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder,
yaitu bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan
makanan yang kurang dan perpirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.9

14
Adapun pada kasus ini, anak tidak disertai komplikasi, baik komplikasi di
dalam usus maupun di luar usus.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena tidak di dapatkan
komplikasi yang berat. Dengan pengobatan yang tepat dan teratur, pasien dapat
kembali beraktivitas seperti semula.9

KESIMPULAN

1. Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang disebabkan


oleh infeksi sistemik Salmonella typhi.
2. Prevalensi 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun,
meningkat setelah umur 5 tahun.
3. Etiologi demam tifoid 96% disebabkan oleh S. typhi dan sisanya disebabkan
oleh S. paratyphi.
4. Patogenesis demam tifoid, dimulai saat bakteri masuk melalui
makanan/minuman, setelah melewati lambung bakteri mencapai ileum dan

15
setelah menembus dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid usus
halus (plaque Peyeri). Bakteri ikut aliran limfe mesenterial ke dalam
sirkulasi darah (bakteremia primer) mencapai jaringan RES (hepar, lien,
sumsum tulang-untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakteremia
sekunder, bakteri mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ lain
(intra dan ekstra intestinal). Masa inkubasi 10-14 hari.
5. Diagnosis demam tifoid:
Anamnesis:
- Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus-menerus tinggi.
- Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri
kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung.
- Pada demam tifoid berat, dapat dijumpai penurunan kesadaran,
kejang, dan ikterus.
Pemeriksaan Fisik:
- Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan
komplikasi. Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak
mempunyai lidah tifoid yaitu bagian tengah kotor dan bagian pinggir
hiperemis, meteorismus, hepatomegaly lebih sering dijumpai dari
pada splenomegali. Terkadang terdengar ronkhi pada pemeriksaan
paru.

Pemeriksaan Penunjang:
- Darah tepi perifer:
Anemia supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus.
Leukopenia, jarang <3000/uL
Limfositosis relatif
Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
- Pemeriksaan serologi:
Serologi Widal: kenaikan titer S. typhi titer O 1:200 atau
kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesens.
Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot)
- Pemeriksan biakan Salmonella:
Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan
penyakit.

16
Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4
- Pemeriksan radiologik:
Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia
Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal
seperti perforasi usus atau perdarahan saluran cerna.
Pada perforasi usus tampak: distribusi udara tak merata, air fluid
level, bayangan radiolusen di daerah hepar, udara bebas pada
abdomen.
6. Tatalaksana:
- Antibiotik
Chloramphenicol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari,
oral/IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari.
Amoxicillin 100 mg/kgBB/hari, oral/IV, selama 10 hari.
Cotrimoxasole 6mg/kgBB/hari, oral, selama 10 hari.
Ceftriaxone 80mg/kgBB/hari, IV/IM, sekali sehari, selama 5
hari
Cefixime 10mg/kgBB/hari, oral, dibagi dalam 2 dosis, selama
10 hari
- Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan
kesadaran.
Dexamethasone 1-3mg/kgBB/hari, IV, dibagi dalam 3 dosis hingga
kesadaran membaik.
- Bedah: tindakan bedah diperlukan pada penyulit perforasi usus.
- Suportif: demam tifoid ringan dapat dirawat di rumah, tirah baring,
isolasi memadai, kebutuhan cairan dan kalori dicukupi.
7. Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada atau tidaknya komplikasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1 Sidabutar S, Satari HI. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak:
Kloramfenikol atau Seftriakson?. Sari Pediatri. 2010; 11 (6): 434-439.
2 Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi Dan Penyakit Tropis. Edisi 1. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Hal 367-75.
3 Rampengan TH. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. Hal 46-62.
4 Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2004. Hal 91-4.
5 Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: 2007. Hal. 1186-1190.
6 Bambang WT. Kajian Faktor Pengaruh Terhadap Penyakit Demam Tifoid
pada Balita Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2009; 12 (4).
7 Syamsul A. Hubungan Tingkat Demam dengan Hasil Pemeriksaan
Hematologi pada Penderita Demam Tifoid. Lecturer of Histology
Departement Medical Faculty Lambung Mangkurat University.

18
8 Hadinegoro SR, Kadim M, Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG. Update
Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders. Jakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2012.
9 Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam. Jakarta:
Sagung Seto; 2011.

19

Anda mungkin juga menyukai