Tujuan Melindungi pasien terhadap akibat segera dari trauma pembedahan (rasa takut, sakit, aktifitas saraf simpatis, ketegangan otot) Menghilangkan kecemasan Mendapatkan sedasi Mendapatkan analgesia Mendapatkan amnesia Mendapatkan efek antisialogoque Pada keadaan tertentu juga : • Menaikkan pH cairan lambung • Mengurangi volume cairan lambung • Mencegah terjadinya reaksi alergi Premedikasi tidak diberikan secara rutin, tapi berdasarkan pada keadaan psikis & fisiologis pasien yg ditetapkan setelah kunjungan prabedah.
Pemilihan obat premedikasi selalu memperhitungkan :
Umur pasien Berat badan Status fisik Derajat kecemasan Riwayat hospitalisasi sebelumnya (terutama pada anak) Riwayat reaksi terhadap obat premedikasi sebelumnya (bila sebelumnya pernah dianestesi) Riwayat penggunaan obat tertentu yang kemungkinan berpengaruh terhadap jalannya anestesi (MAO inhibitor, kortikosteroid, antibiotika tertentu) Perkiraan lamanya operasi Macam operasi (elektif, darurat, rawat inap atau jalan) Rencana obat anestesi yan akan digunakan Obat-obat Premedikasi Golongan Nama Obat Dosis Dewasa mg Rute Benzodiazepine Diazepam 5-20 Oral Flurazepam 15-30 Oral Lorazepam 2-4 Oral, IM Midazolam 2-5 IM, IV Triazolam 0,125-0,250 Oral Transquilizer Droperidol 0,626-2,5 IM, IV Antihistamin Difenhidramin 25-75 Oral, IM, IV Hidroksizin 50-100 IM Opioid Fentanil 0,05-0,2 IM, IV Hidromorfon 1-2 IM, IV Morfin 5-15 IM, IV Meperidine 50-100 IM, IV Antikolinergik Atropin 0,2-0,6 IM, IV Glikopirolat 0,2-0,6 IM, IV Skopolamin/hyosin 0,2-0,4 IM, IV Gastrokinetik Metoklopramid 10-20 Oral, IM, IV Benzodiazepine Efek : ansiolisis, sedasi dan amnesia. Efek tergantung respon individual masing-masing pasien. Diazepam bekerja pada reseptor otak yg spesifik, menghasilkan efek antiansietas yg selektif pada dosis yg tidak menimbulkan sedasi berlebihan, depresi napas, mual dan muntah. Sekarang lebih sering dipilih Temazepam (10-30 mg) karena durasi lebih pendek. Lorazepam (1-5 mg) efek amnesia lebih besar. Diazepam dapat menyebabkan sedasi yang berkepanjangan pada individu tertentu serta rasa sakit pada penyuntikan IM. Midazolam tidak menimbulkan rasa sakit pada penyuntikan tetapi perlu pengawasan ketat karena kemungkinan terjadi depresi napas. Untuk menghilangkan efek sedasi berlebihan dapat diberikan phisostigmin atau spesifik antagonis golongan ini yaitu flumazenil. Narkotik / Opioid Keuntungan : memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra & pascabedah, memudahkan melakukan pemberian napas buatan, dapat diantagonis dengan naloxon. Dapat menyebabkan sedasi tetapi tidak sebagai ansiolitik yang baik. Dapat menyebabkan euforia Dapat menyebabkan vasodilatasi perifer sehingga terjadi hipotensi ortostatik. Efek menjadi berat pada pasien dengan hipovolemia. Efek samping : Depresi ventilasi & Delayed resumption dari spontan ventilasi pada akhir anestesi dimana digunakan pelumpuh otot. Mual & muntah karena stimulasi pada chemoreceptor trigger zone pada medula. Kombinasikan dengan anti emetik Morfin dapat menyebabkan spasme sfingter oddi yang dapat menyebabkan rasa nyeri pada kuadran atas kanan pada pasien yang dilakukan pembedahan traktus biliaris. Butirofenon Droperidol lebih populer dibandingkan haloperidol karena mempunyai efek neuroleptik, aksi alpha-blocking dan antiemetik. Tetapi dpt menyebabkan reakso dose-dependent & efek ekstrapiramidal. Efek masa kerja yang panjang & dapat menyebabkan lambat bangun terutama pada pasien tua. Efek antiemetiknya sangat kuat dan bekerja secara sentral di pusat muntah di medulla. Ideal pada pasien dengan resiko tinggi misalnya pada operasi mata, riwayat sering muntah & obesitas. Droperidol pada pasien tertentu menimbulkan efek dysporia (pasien takut mati). Mempunyai efek blokade terhadap dopaminergik pada pasien normal. Efek alpha adrenergik antagonis akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer sehingga dapat digunakan pada pasien hipertermia sebelum diberi kompres basah. Tapi harus hati-hati terjadinya relatif hipovolemia. Hindari penggunaan pada pasien dengan riwayat alergi / rhinitis vasimotorika. Phenothiazines • Manfaat sebagai obat premedikasi :aksi antiemetik sentral, sedasi, ansiolisis, antagonis H2-reseptor, antagonis alpha- adrenergik, antikolinergik & potensiasi dengan opioid analgesia • Kekurangan : efek ekstrapiramidal, sinergisme dgn opioid yg dpt menyebabkan pasien terlambat bangun pasa anestesi dan efek hipotensi dgn agen anestesi inhalasi. • Pasca operasi (terutama pada anak yg mendapat trimeprrazine) dapat kelihatan pucat dgn mild takikardia & hipotensi seperti menandakan terjadi hipovolemia. Obat Antikolinergik Atropin & hyosin adalah amin tersier yang dpt menembus sawar otak, sedangkan glikopirolat adalah amin kuartener tidak menembus sawar otak & tdk diabsorpsi di GIT. Penyerapan atropin pada GIT tergantung isi lambung, pH & motilitas. Secara klinis, efek antikolinergik digunakan untuk mendapat : Efek antisialogoque. Glikopirolat & hyosin lebih paten dibanding atropin. Efek sedasi & amnesik. Hyosin yg dikombinasikan dgn morfin menghailkan efek sedasi kuat & efek amnesik. Pencegahan refleks bradikardia. Digunakan sebagai profilaksis dan pengobatan bradikardia. Efek samping : Toksisitas dari SSP. Central anticholinergic syndrome diakibatkan oleh stimulasi pada CNS. Gejala : restlesness, agitasi, somnolen, & pada kasus berat dpt terjadi kejang atau koma. Efek ini ditangani dgn pemberian phisostigmin 1-2 mg IV yg dikombinasikan dgn glikopirolatutk mencegah efek muskarinik dari phisostigmin. Penurunan tonus sfingter esofagus bawah. Takikardia. Hindari pada pemberian pada pasien dgn riwayat jantung (obstruktif kardiomiopati, stenosis valvular, atau IHD) atau jika direncanakan teknik hipotensi kendali. Midriasis & cycloplegia yang menyebabkan gangguan penglihatan. Pireksia. Dengan menekan sekresi keringat, antikolinergik diduga dapat menaikkan suhu tubuh. Sebaiknya dihindari pada pasien dgn demam teutama anak-anak. Excessive drying. Efek antisialogoque kadang tidak nyaman bagi pasien. Meningkatkan dead-space fisiologis. Atropin & hyosin akan meningkatan dead-space fisiologis antara 20-25% tetapi dikompensasi dgn peningkatan ventilasi. Β-blockers Penggunaan selama periode perioperatif akan membatasi respon hemodinamik pada stimulasi nosiseptif seperti intubasi endotrakhea & pembedahan serta menghambat respon stres neuroendokrin. Penggunaannya memberikan hasil lebih baik pada penderita dgn resiko penyakit arteri koroner. Hati-hati pada pasien dgn keterbatasan fungsi ventrikel kiri. Klonidin & Deksmedetomidin Golongan α2-agonis yg potensi sbg obat anestesi dgn menurunkan aktivasi noradrenergik sentral. Dekmedetomidin lebih spesifik utk reseptor α2 mempunyai efek yg lebih besar sbg premedikasi. Mengurangi kebutuhan agen inhalasi & propofol, meskipun dapat terjadi lambat bangun. Diduga berperan dalam melemahkan respon simpatoadrenal pada saat induksi anestesi. Antasida Pemberian antasida 15-30 menit pra induksi hampir 100% menaikkan pH asam lambung di atas 2,5. Aspirasi cairan asam lambung dgn pH rendah dapat menimbulkan Acid Aspiration Syndrome (Mendelson’s syndrome) pada wanita hamil. Yang dianjurkan adalah preparat Mg-trisilikat H2 Reseptor Antagonis Melawan kemampuan histamin dalam meningkatkan sekresi cairan lambung yg mengandung ion H tinggi Pemberian Cimetidin 300 mg oral 1-1,5 jam pra induksi dapat menaikkan pH cairan lambung di atas 2,5 pada lebih dari 80% pasien. Bisa pula diberikan secara IV 2 jam sebelum induksi. INDUKSI Proses pemberian anestetik dari keadaan sadar atau sedasi sampai pada stadium operasi (“surgical stage”) Persiapan sebelum induksi : SOAP protokol S = Suction O = Oxygen A = Airway P = Pharmacology Suction : sangat diperlukan jika jalan napas tersumbat oleh sekresi air liur, muntahan, atau darah yang menyulitkan identifikasi glottis saat melakukan laringoskopi. Suction mutlak disiapkan sebelum induksi untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia. Anestetis harus mengetahui cara mengontrol posisi meja operasi misalnya membuat posisi trndelenburg sehingga jika dibutuhkan posisi “head-down” dgn mudah dilakukan. Oxygen : mutlak tersedia, jangan pernah melakukan induksi tanpa mengecek adanya oksigen yang tersedia. Sirkuit mesin anestesi harus dicek apakah berfungsi baik dalam mengalirkan oksigen secukupnya. Untuk mencegah tertukarnya oksigen dgn N2O, maka pipa oksigen dipakai warna hijau dan pipa N2O warna biru. Airway : untuk mengelolah jalan napas dengan baik terutama setelah induksi diperlukan peralatan yakni face mask, oral airway (Guedel), nasal airway, bite blocks,tounge blade (yang cocok dgn pasien) harus disiapkan sebelumnya. Pharmacology : mempersiapkan obat-obatan yang diperlukan untuk induksi serta obat-obat yang diperlukan untuk keadaan darurat misalnya atropin, ephedrin, adrenalin, aminofilin, dll Macam induksi • Rapid Induction (Induksi Cepat) Stadium operasi dicapai dalam waktu singkat dari beberapa detik sampai menit. Dapat dicapai dengan pemberian : 1. Pentotal : merupakan “ultra short acting barbiturate” yg memberi efek dalam beberapa detik. Efek dicapai dalam maksimal 30 detik. Menimbulkan sedasi, hipnosis, dan depresi napas & sirkulasi yang gejalanya tergantung dari dosis & kecepatan pemberian. Efek analgesia hampir tidak ada & yang menonjol adalah kesadaran menurun secara progresif. Dosis induksi 4-7 mg/kgBB (200-300 mg utk dewasa) 2. Ketamin : merupakan “ rapid acting non barbiturate general anesthesia”. Termasuk golongan phenyl cyclohexylamine. Juga merupakan golongan “anesthesia dissociative” dgn sifat khas : katalepsi (penderita tidur dgn mata terbuka0, sedasi ringan, amnesia, dan analgesia kuat. Dosis 1-2 mg/kgBB IV menyebabkan hilangnya kesadaran dalam 2-30 detik. Dosis induksi : IV = 1-2 mg/kgBB, IM = 5-10 mg/kgBB. Pemeliharaan 0,5 mg/kgBB. • Slow Induction (Induksi Lambat) Pemberian obat inhalasi atau IV secara perlahan-lahan. Stadium pembedahan dicapai dalam waktu cukup lama.