Anda di halaman 1dari 47

REFERAT

KEGAWAT-
DARURATAN
THORAKS
Nama : Riski Nyamin Payungallo
NIM : N 111 16 040
Pembimbing Klinik : dr. Muh. Ikhlas , Sp.B, M. Kes
BAB I
PENDAHULUAN
 Thoraks adalah daerah pada tubuh manusia
yang berada diantara leher dan perut
(abdomen).
 Trauma thoraks adalah penyebab terbanyak
dari mortalitas.
 Cedera dapat berupa penetrasi atau tanpa
penetrasi (tumpul).
 Penilaian dan penanganan awal dari pasien
dengan trauma thoraks terdiri dari primary
survey, resusitasi dari fungsi vital, secondary
survey
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 PENGERTIAN TRAUMA THORAKS
 luka atau cedera akibat benda tajam atau
tumpul yang mengenai rongga toraks dan
dapat menyebabkan kerusakan baik
dinding toraks maupun isi kavum toraks
yang berlanjut sebagai keadaan gawat
thoraks akut.
ANATOMI
ANATOMI
ANATOMI
ANATOMI
ETIOLOGI

 Pada trauma dada, penyebab cedera harus


tentukan dahulu, kemudian baru ditentukan
macamnya, entah cedera tumpul atau cedera
tajam
 Cedera dada yang memerlukan tindakan
darurat adalah obstruksi jalan napas,
hemotoraks besar, temponade jantung,
pneumotoraks desak, flail chest (dada gail),
pneumothoraks terbuka dan kebocoran udara
trakea-bronkus.
MEKANISME TRAUMA

 Akselerasi: kerusakan yang terjadi merupakan


akibat langsung dari trauma. Gaya perusak
berbanding lurus dengan massa dan percepatan
(akselerasi) sesuai dengan hukum Newton II.

 Deselerasi: kerusakan yang terjadi akibat


mekanisme deselerasi jaringan. Biasanya terjadi
pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti
akibat trauma. Kerusakan yang terjadi oleh karena
pada saat trauma organ-organ dalam keadaan
masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi
akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga
tubuh lainnya atau oleh karena tarikan dari
jaringan pengikat organ tersebut.
MEKANISME TRAUMA

 Torsio dan rotasi: gaya torsio dan rotasi yang


terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya
deselerasi organ-organ dalam yang sebagian
strukturnya memiliki jaringan pengikat/terfiksasi.

 Blast injury: kerusakan jaringan terjadi tanpa


adanya kontak langsung dengan penyebab
trauma, sebagai contoh: ledakan kendaraan
saat terjadi kecelakaan lalu lintas (KLL). Gaya
menrusak diterima oleh tubuh melalui
penghantaran gelombang energy.
Epidemiologi

 Trauma thoraks adalah penyebab terbanyak


dari mortalitas
 Kurang dari 10 % cedera tumpul thoraks dan
hanya 15% sampai 30% dari cedera tajam
thoraks membutuhkan tindakan operatif
 kebanyakan pasien yang mengalami trauma
thoraks bisa ditangani dengan kemampuan
prosedur teknik dari klinisi yang melakukannya
dengan benar
Pemeriksaan

 Anamnesis yang lengkap dan cepat.


Anamnesa termasuk dari pengantar yang
mungkin melihat kejadiannya. Yang
ditanyakan:
 Waktu kejadian
 Tempat kejadian
 Jenis senjata
 Arah masuk dan keluarnya perlukaan
 Bagaimana keadaan penderita selama
dalam perjalanan menuju rumah sakit
Pemeriksaan

 Inspeksi:
 Kalau mungkin penderita bisa duduk, kalau
tidak mungkin dalam posisi tidur. Tentukan
luka masuk dan luka keluar.
 Gerakan dan posisi pada akhir inspirasi
gerakan simetris atau tidak.
 Akhir dari ekspirasi
 Palpasi:
 Diraba ada atau tidaknya krepitasi
 Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral
 Banding fremitus kanan dan kiri
Pemeriksaan

 Perkusi:
 Adanya sonor, timpanis atau hipersonor
 Adanya pekak, dan batas antara yang pekak
dan sonor seperti garis lurus atau garis miring
 Auskultasi:
 Bandingkan bising napas kanan dan kiri
 Bising napas melemah atau tidak
 Bising napas hilang atau tidak
 Batas antara bising napas melemah atau
menghilang dengan normal
 Bising napas abnormal dan sebutkan bila.
Pemeriksaan
 Pemeriksaan lainnya seperti;
 pemeriksaan tekanan darah,
 jika perlu pemasangan infus (jika diperlukan di dua
tempat),
 pemeriksaan kesadaran,
 pemeriksaan sirkulasi perifer,
 jika keadaan gawat lakukan pungsi, dan
 jika perlu lakukan intubasi napas bantuan.
 Jika keadaan gawat darurat lakukan massage
jantung, kalau perlu trakeotomi, massage jantung
internal.
 Jika keadaan stabil dapat diminta pemeriksaan
radiologik (foto thoraks). Bila keadaan
memungkinkan sebaiknya juga dilakukan foto PA.
OBSTRUKSI AIRWAY

 Sumbatan jalan napas adalah masalah yang


dihadapi oleh semua tenaga medis pada
pasien yang mengalami penyakit sekitar
thoraks.
 Sumbatan jalan nafas atau airways obstruction
terbagi menjadi 2, yaitu total dan parsial. 1.
Sumbatan jalan nafas total, yaitu nafas tidak
ada, gambaran pasien tersedak 2. sumbatan
jalan nafas parsial, yaitu nafas masih ada, bunyi
nafas terhambat
OBSTRUKSI AIRWAY

 Tanda dan gejala berkembang ketika


sumbatan mempengaruhi aliran udara yang
menyebakan peningkatan kerja dari
pernapasan dan mengubah interaksi
kardiopulmonari
 o Sesak, mengeluh sesak (pasien sadar)
 Takipnea
 Retraksi (suprasternal, infrasternal, antar iga)
 Pernafasan berbunyi
 gurgling (bunyi kumur-kumur)
 Wheezing mengindikasikan adanya penyempitan
lubang udara, tetapi lokasinya tidak selalu
merupakan bagian dari obstruksi udara.
 Stridor menandakan adanya sumbatan berat pada
laring atau trakea
OBSTRUKSI AIRWAY

 Penegakan diagnostik biasanya dapat


dilakukan menggunakan radiografi
 Banyak terapi yang dapat dilakukan antara
lain pembebasan jalan napas (bronkoplasti),
elektrokauteri, argon plasma koagulasi (APC),
terapi laser, terapi fotodinamik, krioterapi,
eksternal beam terapi dan brakiterapi, airay
stents serta reseksi bedah.
PNEUMOTHORAKS

 Pneumothoraks timbul bila udara memasuki


kavitas pleuralis potensial serta memisahkan
pleuralis visceral dan parietalis.

 Pneumotoraks dapat dikategorikan sebagain


primer, sekunder, iatrogenic atau trauma
berdasarkan etiologi
PNEUMOTHORAKS

 Primary spontaneous pneumothoraks terjadi


lebih sering pada laki-laki muda, tinggi, kurus
dengan tanpa predisposisi penyakit paru atau
riwayat trauma toraks, walaupun rupture dari
bleb pada jaringan yang bertanggung jawab
pada banyak kasus (lihat gambar).
Bagaimanapun, kebiasaan merokok
merupakan resiko terbesar terjadinya
pneumothoraks lebih
PNEUMOTHORAKS
PNEUMOTHORAKS

 Secondary pneumothoraks terjadi ketika


adanya abnormalitas pada dasar paru. Banyak
predisposisi yang menyebabkan terjadinya
pneumothoraks sekunder, walaupun penyakit
paru obstruksi merupakan penyebab paling
banyak

 Pneumothoraks iatrogenic sering disebabkan


karena pemasangan canul melalui vena
utama (subklavia lebih sering dibanding vena
jugular), pleural tap atau biopsy, biopsi
transbronkial, fine needle aspiration biopsy
(FNAB) dan kadang biasanya disebabkan
karena akupuntur.
PNEUMOTHORAKS

 Tension pneumothoraks bisa terjadi karena


banyak penyebab dan diartikan sebagai
semua bentuk dari pneumothoraks yang
menyebabkan mediastinal shift dan kolaps
kardiovaskular
PNEUMOTHORAKS
 Simple pneumothoraks
 Simple pneumothoraks yaitu pneumothoraks
yang tidak disertai peningkatan tekanan intra
thoraks yang progresif. Disebabkan masuknya
udara pada ruang potensial antara pleura
visceral dan parietal. Adanya udara dalam
rongga pleura akan menyebabkan kolapsnya
jaringan paru
 Open pneumothoraks
 Timbul karena trauma tajam, ada hubungan
dengan rongga pleura sehingga paru menjadi
kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada
dinding dada yang menghisap pada setiap
inspirasi ( sucking chest wound ).
PNEUMOTHORAKS

 Sangat mudah untuk mendiagnosis pneumothoraks


termasuk memikirkan kemungkinan diagnosis
berdasarkan riwayat dan dan penemuan
pemeiksaan fisik

 Paling sering pasien menglami nyeri pleuritik dan


sesak.

 Tanda lainnya yang muncul termasuk penurunan


bunyi nafas, penurunan ekspansi paru ipsilateral
dan didapatkan perkusi hipersonor

 Pergeseran trakea dari arah normal, takikardi,


takipneu dan hipotensi terjadi pada tension
pneumothoraks
FLAIL CHEST DAN
KONTUSIO PARU

 Flailchest terjadi ketika segmen pada dinding


dada tidak memiliki kontinuitas dengan tulang
lainnya pada tulang iga (lihat gambar). Kondisi
ini merupakan hasil dari trauma dengan fraktur
multipel, dua atau lebih fraktur tulang iga yang
berdekatan pada dua atau lebih tempat
FLAIL CHEST DAN
KONTUSIO PARU

 Penatalaksanaan awal pada kasus flail chest


termasuk ventilasi yang adekuat, pemberian
oksigen dan cairan resusitasi
 Terapi defenitif yang dilakukan termasuk
mengawasi ventilasi yang adekuat, pemberian
cairan dan penambahan analgesik untuk
meningkatkan ventilasi
HEMOTHORAKS

 Etiologi
dari hemotoraks dibagi menjadi
penyebab trauma dan non trauma

 Penyebab hemotoraks karenan trauma yaitu


karena trauma tumpul atau tusuk.

 Penyebab hemotoraks non trauma terjadi


karena perkembangan suatu penyakit adau
kelainan seperti neoplasma, sequester paru,
rupture adhesi pleura pada kasus
pneumothoraks, infrak pulmonal, tuberculosis,
infeksi pulmonal (contoh demam berdarah
dengue), fistula arteovenosus pulmoal dan
anomaly abdomen dan patologis
HEMOTHORAKS
HEMOTHORAKS

 Pada penderita hematothoraks keluhannya


dapat berupa nyeri dan sesak napas yang
mungkin sifatnya progresif.

Besarnya Penanganan
Ukuran Bayangan foto Pemeriksaan fisik
rontgen

Kecil 0-15% Perkusi pekak sampai Gerakan aktif (fisioterapi)


iga IX

Sedang 15-35% Perkusi pekak sampai Aspirasi dan transfusi


iga VI

Besar >35% Perkusi pekak sampai Penyalir sekat air di ruang


kranial iga IV antariga, transfuse
HEMOTHORAKS

 Pada pasien hemothoraks steril, darah bisa


direabsorbsi dengan terapi konservatif.

 Tetapijika hemothoraks terinfeksi atau disertai


udara, maka kesempatan reabsorbsi berkurang
dan torakostomi pipa bisa diperlukan

 Komplikasi yang kadang-kadang mengikuti


hemothoraks adalah fibrothoraks, yang
merupakan hasil defibrinasi darah intrapleura
dan distribusi fibrin di atas permukaan pleura,
menyebabkan penyakit paru restrriktif yang
kemudian bisa memerlukan dekortikasi bedah
TEMPONADE JANTUNG

 Temponade jantung dapat menyebabkan


keadaan pasien yang cepat memburuk dan
kematian mendadak

 trias Beck yaitu distensi vena leher, hipotensi dan


menurunnya suara jantung

 Bila luka tembus didaerah mediastinum/daerah


jantung harus dicurigai temponade sampai dapat
dibuktikan tidak ada temponade

 Beratnya temponade tidak tergantung pada


jumlah darah yang ada, mungkin sedikit saja darah
di dalam pericardium sudah dapat menimbulkan
temponade
TEMPONADE JANTUNG
TEMPONADE JANTUNG

 Keluhan dan gejala:


 Trauma tajam di daerah pericardium atau yang
menembus jantung.
 Gelisah
 Pucat, keringat dingin
 Mungkin terdapat peninggian tekanan vena
jugularis
 Pekak jantung melebar
 Bunyin jantung tidak melemah
 Bisa terdapat tanda-tanda “paradoxical pulse
pressure”
 Gambaran EKG terdapat “low voltage” seluruh
“lead”
 Perikardiosintesis keluar darah.
TEMPONADE JANTUNG

 Biladicurigai temponade atau memang ada


temponade harus dilakukan torakotomi
eksplorasi segera.
 Pasien masuk dengan tanda-tanda syok dan luka
tembus
 Jahitan kedap udara dengan memperhatikan
sterilisasi
 Infus atau transfuse dan kalau perlu dua infus
dengan jarum besar.
 Sementara diperiksa adanya tanda-tanda
temponade.
 Bila dicurigai temponade atau dapat dibuktikan
adanya temponade pasien dikirim ke kamar
bedah untuk torakotomi eksplorasi segera.
RUPTURE
TRAKEOBRONKIAL

 Ruptur trakea dan bronkus utama (rupture


trakeobronkial) dapat disebabkan oleh trauma
tajam maupun trauma tumpul dimana angka
kematian akibat penyulit ini adalah 50%

 Kemungkinan kejadian ruptur bronkus utama


meningkat pada trauma tumpul thoraks yang
disertai dengan fraktur iga 1 sampai 3, lokasi
tersering adalah pada daerah karina dan
percabangan bronkus.

 Pneumothoraks, pneumomediatinum, emfisema


subkutan dan hemoptisis, sesak nafas,dan sianosis
dapat merupakan gejala dari ruptur ini.
RUPTURE
TRAKEOBRONKIAL
Pemeriksaan Primary
Survey

 Primary survey dari pasien dengan cedera thoraks


diawali dengan jalan napas (airway), diikuti
pernapasan (breathing) dan kemudian sirkulasi
(circulation). Penyebab utama harus ditangani jika
telah diidentifikasi.
 Airway
 Patensi jalan napas dan pertukaran udara
harus dinilai dengan mendengar pergerakan
udara melalui hidung pasien, mulut dan paru-
paru pasien.; melakukan inspeksi orofaring
apakah terdapat sumbatan jalan napas
karena benda asing; dan melakukan observasi
pada retraksi otot interkosta dan
supraclavicular
Pemeriksaan Primary
Survey

 Breathing
 Leher dan dada pasien harus tampak jelas agar
mempermudah untuk menilai pernapasan dan
vena dileher. Ini mungkin dibutuhkan untuk
melepaskan segera penopang leher pada pasien
trauma tumpul. Pada kasus ini imobilisasi cervical
harus tetap dipertahankan dengan memegang
kepala pasien saat penopang leher dilepas.
Pergerakan dan kualitas pernapasan dapat
dinilai dengan inspeksi, palpasi dan auskultasi.
Pemeriksaan Primary
Survey

 Circulation
 Denyut pasien harus dinilai untuk kualitas,
kecepatan dan keteraturan. Pada pasien
dengan hipovolemia, denyut nadi radial dan
dorsal pedis mungkin tidak teraba dikarenakan
penipisan volume. Tekanan darah dan denyut
nadi dihitung dan sikulasi perifer dinilai dengan
insperksi dan palpasi kulit untuk warna dan suhu.
Distensi vena leher harus dinilai, bagaimanapun,
tetap diingat bahwa vena dileher tidak akan
mengalami distensi pada asin dengan
hipovolemia seiring dengan temponade jantung,
tension pneumothoraks dan atau cedera pada
trauma diafragma.
Pemeriksaan Secondary
Survey

 Secondary survey hanya dilakukan ketika ABC


dari pasien sudah stabil. Jika pada fase ini
terjadi masalah, dapat kembali dilakukan
primary survey. Dokumentasi diperlukan pada
semua prosedur yang dilakukan
 Survey sekunder merupakan pemeriksaan
secara lengkap yang dilakukan secara head to
toe, dari depan hingga belakang
 Secondary survey hanya dilakukan setelah
kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak
mengalami syok atau tanda-tanda syok telah
mulai membaik.
Pemeriksaan Secondary
Survey
 Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang
bisa didapat dari pasien dan keluarga :
 A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-
obatan, plester, makanan)
 M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang
diminum seperti sedang menjalani pengobatan
hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
 P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien
seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya apa,
berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
Pemeriksaan Secondary
Survey

L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja


dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum
kejadian, selain itu juga periode menstruasi
termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan
sebab cedera (kejadian yang menyebabkan
adanya keluhan utama) Setelah dilakukan
anamnesis, maka langkah berikutnya adalah
pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital
meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi
oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala
nyeri.
Pemeriksaan Secondary
Survey

 Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah


berikutnya adalah pemeriksaan tanda-tanda
vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi,
frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan
darah, berat badan, dan skala nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
 Labora JR, Kristanto EG, Siwu JS. Pola Cedera Toraks
Pada Kecelakaan Lalu Lintas Yang Menyebabkan
Kematian di Bagian Forensik dan Medikolegal RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Periode Januari 2013- januari
2014. Jurnal Biomedik (JBM) Volume 7, Nomor 1, Maret
2015, hlm 42-43.
 American collage of Surgeons. 2012. Advanced
Trauma Life Support: ATLS, Atudent Couse Manual
Ninth Edition. American College of Surgeon, Saint Clair
Street Chicago. Page 95-107.
 Faiz O, Moffat D. 2007. Anatomy At A Glance.
Blackwell Science. Osney Mead, Oxford. Hal. 6-28
 Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH,
Rudiman R. 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi III. Penerbit
buku kedokteran EGC. Jakarta. Hal. 501; 505-506.
 Staff pengajar bagian ilmu bedah UI.2012. Kumpulan
Kuliah Ilmu Bedah. FK UI, Jakarta. Hal.198-199.
 Ernst A, Feller-Kopman D, Becker HD, Mehta AC. State of the Art:
Central Airway Obstruction. Pulmonary and critical day division.
Am J Repair Crit Care Med. Vol 169. PP 1278-1297, 2004. Diakses
pada tanggal 27 oktober 2017 dari www.atsjournals.org.
 Sabiston, David C. 2010. Sabiston, Buku Ajar Bedah Bagian 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hal. 666-667
 Currie GP, Alluri R, Christie GL, Legge JS. Review: Pneumothorax:
An Update. Department of Respiratory Medicine, Aberdeen
Royal Infirmary, Foresterhill, Aberdeen, Accepted21February2007.
Diakses pada 27 oktober 2017 dari www.postgradmedj.com
 Mahoozi HR, Volmerig J, Hecker E. Modern Management of
Trauma Hemothorax. Journal Trauma and Treatment. Volume 5.
Page 1-4. Department of Thoracic Surgery, Evangelisches
Krankenhaus, Herne, Germany. Diakses pada tanggal 27 oktober
2017.
 Zlotnik A, Gruenbaum SE, Gruenbaum BF, Dubilet Michael,
Cherniavsky E. Iatrogenic tracheobronchial rupture: A case
report and review of the literature. IJCRI – International Journal of
Case Reports and Images, Vol. 2, No. 3, March 2011 hal. 12-15.
Diakses pada tanggal 27 oktober 2017 dari
www.ijcasereportsandimages.com
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai