Anda di halaman 1dari 7

RESUME

KEGAWATDARURATAN THORAKS

Pengertian luka atau cedera akibat benda tajam atau tumpul yang mengenai
rongga toraks dan dapat menyebabkan kerusakan baik dinding
toraks maupun isi kavum toraks yang berlanjut sebagai keadaan
gawat thoraks akut.
Anatomi Secara umum, thoraks merupakan bagian teratas batang tubuh
yang terdiri dari kavitas thoraks dan dinding thoraks yang
membatasinya.
Etiologi Cedera thoraks dapat disebabkan karena trauma tumpul dan
trauma tajam. Cedera dada yang memerlukan tindakan darurat
adalah obstruksi jalan napas, hemotoraks besar, temponade
jantung, pneumotoraks desak, flail chest (dada gail),
pneumothoraks terbuka dan kebocoran udara trakea-bronkus.
Epidemiologi Trauma thoraks adalah penyebab terbanyak dari mortalitas.
Banyak pasien dengan tauma thoraks meninggal setelah tiba di
rumah sakit, bagaimanapun jumlah kematian ini dapat dicegah
engan diagnosis dan penatalaksanaan lebih dini.
Mekanisme Ada empat mekanisme trauma meliputi akselerasi, deselerasi,
trauma torsio dan rotasi serta blast injury.
Pemeriksaan Pemeriksaan awal terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
lengkap yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pemeriksaan lainnya adalah tanda vital dan pemeriksaan
radiologis.
Kegawatdaruratan A. Obstruksi Aiway
Thoraks Sumbatan jalan nafas atau airways obstruction terbagi
menjadi 2, yaitu total dan parsial. Sumbatan jalan nafas total,
yaitu nafas tidak ada, gambaran pasien tersedak dan sumbatan
jalan nafas parsial, yaitu nafas masih ada, bunyi nafas terhambat.
Penanganan awal untuk kasus ini adalah dengan memeriksa
jalan nafas dengan cara look, listen and feel. Posisikan kepala
pasien head tilt, chinlift and jaw trust maneuver. Jika detemukan
sumbatan total yang dikenalkan dengan istilah tersedak
(chocking) dapat dilakukan tindakan Abdominal thust
(maneuver hemlich), Back blow dan Chest thrust
Pada kasus sumbatan parsial seperti karena cairan dapat
dilakukan suction, dan bila karena lidah dapat dengan
memposisikan kepala pasien dengan benar, pemasangan
orophringeal tube atau nasopharyngeal tube.
Pilihan tindakan lain yang dapat dilakukan pada kasus
sumbatan jalan nafas antara lain pemasangan endotrakeal tube,
tindakan trakeostomi, dan krikotitoidotomi (pada pasien yang
mengalami trauma atau p-embengkakan bagian wajah atau
orofaringeal yang massif).
B. Pneumothoraks
Pneumothoraks timbul bila udara memasuki kavitas
pleuralis potensial serta memisahkan pleuralis visceral dan
parietalis. Pneumotoraks dapat dikategorikan sebagain primer,
sekunder, iatrogenic atau trauma berdasarkan etiologi. Dan ada
juga literature yang membagi menjadi open pneumotoraks, close
pneumothoraks dan tension penumothoraks.
Primary spontaneous pneumothoraks terjadi lebih sering
pada laki-laki muda, tinggi, kurus dengan tanpa predisposisi
penyakit paru atau riwayat trauma toraks, walaupun rupture dari
bula pada dasar subpleura kecil yang bertanggung jawab pada
banyak kasus.
Secondary pneumothoraks terjadi ketika adanya
abnormalitas pada dasar paru.
Pneumothoraks iatrogenic sering disebabkan karena
pemasangan canul melalui vena utama (subklavia lebih sering
dibanding vena jugular), pleural tap atau biopsy, biopsi
transbronkial, fine needle aspiration biopsy (FNAB) dan kadang
biasanya disebabkan karena akupuntur.
Tension pneumothoraks bisa terjadi karena banyak
penyebab dan diartikan sebagai semua bentuk dari
pneumothoraks yang menyebabkan mediastinal shift dan kolaps
kardiovaskular. Tension pneumothoraks membutuhkan
penanganan segera dengan needle decompression dan mungkin
harus dilakukan secepatnya dengan cara memasukkan jarum
yang berukuran panjang melalui spasium interkosta dua pada
linea midclavicula
Penanganan awal untuk pneumothoraks terbuka adalah
menyelesaikan dengan segera menutup defek dengan balutan
oklusif yang steril. Penutupan luka harus cukup besar agar dapat
menutupi semua sisi luka dan kemudian fiksasi di ketiga sisi
menggunakan plester
C. Flail chest dan kontusio paru
Flail chest terjadi ketika segmen pada dinding dada tidak
memiliki kontinuitas dengan tulang lainnya pada tulang iga.
Kondisi ini merupakan hasil dari trauma dengan fraktur multipel,
dua atau lebih fraktur tulang iga yang berdekatan pada dua atau
lebih tempat.
Penatalaksanaan awal pada kasus flail chest termasuk
ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan cairan resusitasi.
Tidak adanya hipotensi sistemik, pemberian larutan kristaloid
secara intravena harus dilakukan hati-hati dan terkontrol untuk
mencegah overload volume, dimana dapat mempengaruhi
kondisi pernapasan pasien. Terapi defenitif yang dilakukan
termasuk mengawasi ventilasi yang adekuat, pemberian cairan
dan penambahan analgsik untuk meningkatkan ventilasi.
Kemudian dilakukan fiksasi eksternal menggunakan perban
elastic.
D. Hemothoraks
Hemothoraks adalah adanya penumpukan darah dalam
kavitas intrapleura. Etiologi dari hemotoraks dibagi menjadi
penyebab trauma dan non trauma. Penyebab hemotoraks karenan
trauma yaitu karena trauma tumpul atau tusuk. Penyebab
hemotoraks non trauma terjadi karena perkembangan suatu
penyakit adau kelainan seperti neoplasma, sequester paru,
rupture adhesi pleura pada kasus pneumothoraks, infrak
pulmonal, tuberculosis, infeksi pulmonal (contoh demam
berdarah dengue), fistula arteovenosus pulmoal dan anomaly
abdomen dan patologis.
E. Temponade Jantung
Tamponade jantung terdapat pada 20% penderita dengan
trauma thoraks yang berat, trauma tajam yang mengenai jantung
akan menyebabkan tamponade jantung dengan gejala trias Beck
yaitu distensi vena leher, hipotensi dan menurunnya suara
jantung.
Keluhan dan gejala:
1. Trauma tajam di daerah pericardium atau yang menembus
jantung.
2. Gelisah
3. Pucat, keringat dingin
4. Mungkin terdapat peninggian tekanan vena jugularis
5. Pekak jantung melebar
6. Bunyin jantung tidak melemah
7. Bisa terdapat tanda-tanda “paradoxical pulse pressure”
8. Gambaran EKG terdapat “low voltage” seluruh “lead”
9. Perikardiosintesis keluar darah.
Bila dicurigai temponade atau memang ada temponade
harus dilakukan torakotomi eksplorasi segera.
1. Pasien masuk dengan tanda-tanda syok dan luka tembus
2. Jahitan kedap udara dengan memperhatikan sterilisasi
3. Infus atau transfuse dan kalau perlu dua infus dengan jarum
besar.
4. Sementara diperiksa adanya tanda-tanda temponade.
5. Bila dicurigai temponade atau dapat dibuktikan adanya
temponade pasien dikirim ke kamar bedah untuk torakotomi
eksplorasi segera.
F. Ruptur Trakeobronkial
Ruptur trakea dan bronkus utama (rupture
trakeobronkial) dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun
trauma tumpul dimana angka kematian akibat penyulit ini adalah
50%. Kemungkinan kejadian ruptur bronkus utama meningkat
pada trauma tumpul thoraks yang disertai dengan fraktur iga 1
sampai 3, lokasi tersering adalah pada daerah karina dan
percabangan bronkus. Pneumothoraks, pneumomediatinum,
emfisema subkutan dan hemoptisis, sesak nafas,dan sianosis
dapat merupakan gejala dari ruptur ini.
Kebanyakan pasien dengan trauma ini meninggal segera.
Walaupun ada yang bisa diantara sampai ke rumah sakit
memiliki tingkat mortalitas yang tinggi. Jika sudah diketahui
bahwa ini adalah trauma trakeobrankial, knsultasi bedah
diperlukan segera. Ekspansi inkomplit dari paru setelah
pemasangan chest tube dapat dicurigai sebagai trauma
trakeobronkial. Pemasangan chest tube lebih dari satu kadang
diperlukan untuk mengatasi kebocoran udara yang signifikan.
Bronkoskopi dapat menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan Primary survey dari pasien dengan cedera thoraks diawali
Primary survey dengan jalan napas (airway), diikuti pernapasan (breathing) dan
kemudian sirkulasi (circulation). Penyebab utama harus
ditangani jika telah diidentifikasi.
Pemeriksaan Secondary survey hanya dilakukan ketika ABC dari pasien
Secondary survey sudah stabil. Jika pada fase ini terjadi masalah, dapat kembali
dilakukan primary survey. Dokumentasi diperlukan pada semua
prosedur yang dilakukan.
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap
yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang.
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai
stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok
telah mulai membaik.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE ( Alergi ,
Medikasi/obat-obatan, Pertinent medical history , Last meal ,
Events ) yang bisa didapat dari pasien dan keluarga.
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya
adalah pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi
suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat
badan, dan skala nyeri.

Anda mungkin juga menyukai