Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim
baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Perlukaan jalan lahin terdiri dari :
2. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang
lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar vagina dan rektum,
membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada persatuan garis tengah antara
vagina dan rektum, pada persatuan garis tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor.
Diafragma urogenitalis terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga
antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma urogenital terdiri dari muskulus
perinialis transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna
dan eksterna (Cunningham, 1995).
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara anus dan vagina diperkuat
oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu bulbokavernosus, muskulus perinialis
transversalis superfisial dan sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus
perinialis dan merupakan pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan,
kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi setempat pada
luka episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang paling sering ditemukan pada
genetalia eksterna.
LUKA PERINIUM
Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana
muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999). Luka perinium, dibagi atas 4tingkatan :
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan atau tanpa mengenai kulit
perinium
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi
tidak mengenai spingter ani
Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot spingter ani
3. Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. bibir depan dan bibir
belakang servik dijepit dengan klem fenster kemudian serviks ditariksedidikit untuk
menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan
catgut kromik dimulai dari ujung untuk menghentikan perdarahan.
4. Rupture Uteri
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan
karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar
rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen.
Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak
ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan
yang benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada
fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya rupturauteri.
Resiko infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus ini.
Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para metrium, kadang-
kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga menimbulkan komplikasi serius atau
bahkan kematian. Syok yang terjadi seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar
karena perdarhan heat dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti
ini, sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.
Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya
daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal ) Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral.
a) R. u. Gravidarum
b) R. u. Durante Partum
2.Menurut lokasinya:
a) Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami
operasi seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi
b) Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan
lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya
terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya
c) Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsipal atau
versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap
4.Menurut etiologinya
Bekas miomectomia
ETIOLOGI
1. Robekan perinium
2.Robekan serviks
a. Partus presipitatus
d. Partus lama
3. Ruptur Uteri
4. Panggul sempit
5. Letak lintang
6. Hydrosephalus
1. Robekan Perinium
Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan
menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat,
sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama,
karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin, dan
melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu
lama.
Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa
sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin
melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vaginial.
2. Robekan Serviks
3. Rupture Uteri
1). Ruptura uteri spontan
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.
Pendarahan segera
Plasenta baik
Pucat
Lemah
Menggigil
2. Rupture Uteri
Tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau tenang.
a) .Dramatis
Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak
Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah menurun dan
nafas pendek ( sesak )
Janin dapat tereposisi atau terelokasi secara dramatis dalam abdomen ibu
Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada
gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar
b). Tenang
Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau kontraksi
mungkin tidak dirasakan
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan oleskan larutan anti septik ke vagina
dan serviks
Berikan dukungan dan penguatan emosional. Anastesi tidak dibutuhkan
padasebasian besar robekan serviks. Berikan petidin dan diazepam melalui IV
secara perlahan (jangan mencampur obat tersebut dalam spuit yang sama) atau
gunakan ketamin untuk robekan serviks yang tinggi dan lebar
Minta asisten memberikan tekanan pada fundus dengan lembut untuk membantu
mendorong serviks jadi terlihat
Gunakan retraktor vagina untuk membuka serviks, jika perlu
Pegang serviks dengan forcep cincin atau forcep spons dengan hati–hati. Letakkan
forcep pada kedua sisi robekan dan tarik dalam berbagai arah secara perlahan
untuk melihat seluruh serviks. Mungkin terdapat beberapa robekan.
Tutup robekan serviks dengan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik
atau poliglokolik 0 yang dimulai pada apeks(tepi atas robekan) yang seringkali
menjadi sumber pendarahan.
Jika bagian panjang bibir serviks robek, jahit dengan jahitan jelujur menggunakan
benang catgut kromik atau poliglikolik 0.
Jika apeks sulit diraih dan diikat, pegang pegang apeks dengan forcep arteri atau
forcep cincin. Pertahankan forcep tetap terpasang selama 4 jam. Jangan terus
berupaya mengikat tempat pendarahan karena upaya tersebut dapat mempererat
pendarahan. Selanjutnya :
– Setelah 4 jam, buka forcep sebagian tetapi jangan dikeluarkan.
Terdapat empat derajat robekan yang bisa terjadi saat pelahiran, yaitu :
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dan jaringan ikat
Tingkat II : Robekan mengenai mukosa vagina, jaringan ikat, dan otot dibawahnya
tetapi tidak menenai spingter ani
Tingkat III : robekan mengenai trnseksi lengkap dan otot spingter ani
– Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus menggunakan benang
2-0.
Buka abdomen
– Buat insisi vertikalgaris tengah dibawah umbilikus sampai kerambut pubis
melalui kulit sampai di fasia.
– Pegang tepi fasia dengan forcep dan perpanjang insisi keatas dan kebawah
dengan menggunakan gunting.
– Gunakan jari atau gunting untuk memisahkan otot rektus (otot dinding
abdomen )
– Periksa area rupture pada abdomen dan uterus dan keluarkan bekuan darah.
Jika uterus robek sampai serviks dan vagina, mobilisasi kandung kemih minimal
2cm dibawah robekan.
Jika memungkinkan, buat jahitan sepanjang 2cm diatas bagian bawah robekan
serviks dan pertahankan traksi pada jahitan untuk memperlihatkan bagian-bagian
robekan jika perbaikan dilanjutkan.
Jika rupture uterus menimbulkan hematoma pada ligamentum latum uteri, pasang
klem, potong dan ikat ligamentum teres uteri.
Buka bagian anterior ligamentum atum uteri.
Buat drain hematoma secara manual, bila perlu.
Inspeksi area rupture secara cermat untuk mengetahui adanya cedera pada arteria
uterina atau cabang-cabangnya. Ikat setiap pembuluh darah yang mengalami
pendarahan.
– Pada semua kasus, periksa adanya cedera pada kandung kemih. Jka teridentifikasi
adanya cedera kandung kemih, perbaiki cedera tsb.
– Tutup fasia engan jahitan jelujur menggunakan benang catgut kromik
(poliglikolik) 0.
– Jika terdapat tanda-tanda infeksi, tutup jaringan subcutan dengan kasa dan buat
jahitan longgar menggunakan benang catgut ( poligkolik ) 0. Tutup kulit dengan
penutupan lambat setelah infeksi dibersihkan.
– Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras vertikal
menggunakan benang nelon ( sutra ) 3-0 dan tutup dengan balutan steril