PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Peristiwa
dalam bidang kebidanan yang dapat menimbulkan perdarahan adalah gangguan pelepasan plasenta,
atonia uteri postpartum dan perlukaan jalan lahir. Perlukaan pada jalan lahir merupakan penyebab
kedua perdarahan setelah atonia uteri (Wiknjosastro, 2007). Perdarahan yang banyak dapat terjadi
karena ruptur perineum yang dialami selama proses melahirkan baik yang normal maupun dengan
Ruptur Perineum merupakan luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan
secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu saat proses persalinan. Bentuk ruptur
biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan (Hamilton, 2002
dalam Ai yeyeh dan Lia Yulinti, 2010). Persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi forsep,
ekstraksi vakum, versi ekstraksi, kristeller (dorongan pada fundus uteri) dan episiotomi dapat
Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus ruptur Perineum pada ibu bersalin.
Angka ini diperkirakan mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan semakin tingginya bidan
yang tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik (Hilmy, 2010).Hasil studi dari Pusat
Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bandung, yang melakukan penelitian dari tahun 2009 –
2010 pada beberapa Propinsi di Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang
mengalami ruptur Perineum akan meninggal dunia dengan persen (21,74 %).
Di Asia ruptur Perineum juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50
% dari kejadian ruptur Perineum didunia terjadi di Asia (Campion, 2009). Prevalensi ibu bersalin
yang mengalami ruptur Perineum di Indonesia pada golongan umur 25 –30 tahun yaitu 24 % sedang
Laserasi perineum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor maternal, faktor janin dan
1
faktor penolong. Faktor maternal meliputi umur ibu, partus presipitatus, mengejan terlalu kuat,
perineum yang rapuh dan oedem, paritas, kesempitan panggul dan Chepalo Pelvic Disproposional
(CPD), kelenturan vagina, varikosa pada pelvis maupun jaringan parut pada perineum dan vagina,
persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, versi ekstraksi dan
embriotomi.
Faktor janin meliputi kepala janin besar, berat bayi lahir, presentasi defleksi, letak sungsang dengan
after coming head, distosia bahu, kelainan kongenital. Faktor penolong meliputi cara memimpin
mengejan, cara berkomunikasi dengan ibu, ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi
kepala, anjuran posisi meneran dan episiotomi. (Ibrahim, 1996; Mochtar, 1998; Winkjosastro,
2006).
Klasifikasi laserasi perineum berdasarkan derajat laserasi yaitu derajat I, derajat II, derajat
III dan derajat IV. Di halaman selanjutnya akan di bahas lebih mendetail bagaimana menjahit
robekan perineum.
2
BAB II
Perineum adalah daerah anatomi di panggul, adalah daerah yang terletak antara vulva dan
anus dengan panjang rata-rata 4 cm. daerah ini terletak di antara paha, dan merupakan bagian
paling rendah dari outlet panggul. Perineum dipisahkan dari rongga panggul superior oleh dasar
panggul. Wilayah ini mengandung struktur yang mendukung sistem urogenital dan
gastrointestinal - dan karena itu memainkan peran penting dalam fungsi seperti berkemih,
Perineum yang lunak dan elastis serta cukup lebar umumnya tidak memberikan
kesukaran dalam kelahiran kepala janin. Perineum yang kaku dan tidak elastis akan
menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan resiko terhadap janin, juga dapat
3
Gambar 2.2. Lokasi dari episiotomi yang dapat dilakukan saat proses persalinan
Perineum adalah lantai pelvis dan struktur sekitarnya yang menempati pintu bawah
panggul, di sebelah anterior dibatasi oleh simfisis pubis, di sebelah lateral oleh tuber
iskiadikum dan di sebalah posterior oleh os koksigeus. Perienum pada pria dibatasi oleh
skrotum dan anus, sedangkan wanita oleh vulva dan anus. Perineum merupakan daerah antara
tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma (m.levator ani, m.
uretrehta).
Perineum sendiri merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak di bawah
a. Superior: Dasar panggul yang terdiri dari Musculus Levator dan Musculus Coccygeus.
b. Lateral: tulang dan ligament yang membentuk pintu bawah pinggul (exitus
4
Gambar 2.3. Struktur anatomi otot pada daerah perineum
Robekan jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina, selaput dara, serviks,
portio, septum rektovaginalis akibat dari tekanan benda tumpul. Robekan jalan lahir selalu
memberikan perdarahan dalam jumlah bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari
jalan lahir selalu di evaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi,
sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks dan robekan uterus, perdarahan
dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang bersifat arteri
atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat
5
dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan speculum setelah sumber perdarahan
diketahui dengan pasti perdarahan dihentikan segera dengan menggunakan ligase atau
Banyak wanita mengalami robekan jalan lahir atau robekan perineum pada saat
melahirkan anak pertama. Pada sekitar separuh dari kasus-kasus tersebut, robekan ini amat
luas. Dan laserasi ini harus diperbaiki dengan cermat. Laserasi spontan pada vagina atau
perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika
bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan
perasat manual yang tepat dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya
laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5-6 cm membuka
vulva (Crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat
melewati introitus dan perineum mengurangi kemungkinan terjadinya robekan, bimbing ibu
untuk meneran dan beristirahat atau bernapas dengan cepat pada waktunya.
Wanita yang setelah melahirkan mengalami robekan pada vagina bagian dalam dengan
jahitan atau kerusakan perineum (daerah diantara vulva dan anus, yang terdiri dari kulit dan
otot.
6
Gambar 2.5. Otot yang terkena pada saat terjadi ruptur perineum
b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir, perdarahan ini terus menerus setelah massase
atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi perdarahan tidak berkurang. Dalam hal
apapun, robekan jalan lahir harus dapat diminimalkan karena tak jarang perdarahan terjadi
karena robekan dan ini menimbulkan akibat yang fatal seperti terjadinya syok (Rukiyah,2012).
c. Bila perdarahan berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan adanya retensi
7
plasenta maupun sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir (Taufan 2012).
Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan
adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan
jalan lahir (Taufan Nungroho,2012). Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah
perdarahan, darah segar yang mengalir setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan
plasenta normal. Gejala yang sering terjadi antara lain pucat, lemah, pasien dalam keadaan
menggigil.
Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada saat jalan lahir. Berbeda dengan
episiotomy, robekan ini bersifatnya traumatik karena perineum tidak kuat menahan regangan
pada saat janin lewat(Siswosudarmo, Ova Emilia, 2008). Perineum meregang pada saat
persalinan kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah
Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun iatrogenik
(episiotomi) Perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus dilakukan atas
indikasi antara lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang kelainan letak, persalinan
dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak
dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas, maka
menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih
8
berat. Sedangkan luka perineum itu sendiri akan mempunyai dampak tersendiri bagi ibu yaitu
gangguan ketidaknyamanan.
Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, namun dapat juga bilateral. Perlukaan
pada diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani, yang terjadi pada waktu persalinan
normal ataupun persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada
vagina, sehingga tidak kelihatan dari luar. Perlukaan demikian dapat melemahkan dasar
Banyak wanita mengalami robekan perineum pada saat melahirkan anak pertama. Pada
sekitar separuh dari kasus- kasus tersebut, robekan ini amat luas, laserasi harus diperbaiki
dengan cermat.
Robekan perineum ini di bagi menjadi empat, yaitu robekan derajat 1,2,3, dan 4.
9
2.6.1. Robekan derajat pertama
Robekan derajat pertama melitupi mukosa vagina, fourchetten dan kulit perineum
tepat dibawahnya (Oxorn, 2010). Robekan perineum yang melebihi derajat satu di jahit.
Hal ini dapat dilakukan sebelum plasaenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan
plasenta harus dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai
pembersihan luka dengan cairan anti septik dan luas robekan ditentukan dengan
Laserasi derajat dua merupakan luka robekan yang paling dalam. Luka ini
terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Acapkali
musculus perineus transverses turut terobek dan robekan dapat turun tapi tidak
mencapai spinter recti. Biasanya robekan meluas keatas disepanjang mukosa vagina dan
jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkan luka laserasi yang berbentuk segitiga
ganda dengan dasar pada fourchette, salah satu apexpada vagina dan apex lainnya
didekat rectum (Oxorn,2010). Pada robekan perineum derajat dua, setelah diberi
anastesi lokal otot-otot difragma urogenetalis dihubungkan digaris tengah jahitan dan
kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan
jaringan.
perineus dan spinter recti. Pada robekan partialis derajat ketiga yang robek hanyalah
spinter recti; pada robekan yang total, spinter recti terpotong dan laserasi meluas hingga
dinding anterior rectum dengan jarak yang bervariasi. Sebagaian penulis lebih senang
robekan perineum derajat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-mula dinding depan
10
rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal ditutup, dan muskulus sfingter ani
eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya dilakukan penutupan robekan seperti pada
robekan perineum derajat kedua. Untuk mendapatkan hasil yang baik pada robekan
(Sumarah,2009).
Robekan yang terjadi dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum, otot spinkter ani externa, dinding rectum anterior (Sumarah, 2009). Semua
robekan derajat ketiga dan keempat harus diperbaiki diruang bedah dengan anastesi
regional atau umum secara adekuat untuk mencapai relaksasi sfingter. Ada argument
yang baik bahwa robekan derajat ketiga dan keempat, khususnya jika rumit, hanya
boleh diperbaiki oleh profesional berpengalaman seperti ahli bedah kolorektum, dan
kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostatis. Pada rata- rata kasus,
beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum sudah
memadai. Jika perdarahannya banyak dilakukan penjahitan angka 8. Jahitan ini kurang
disimpul secara longgar paling baik bagi kulit karena jahitan ini kurang menimbulkan
Robekan perineum harus dijahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum placenta lahir,
tetapi apabila ada kemungkinan placenta harus dikeluarkan secara manual, lebih baik
tindakan itu ditunda sampai menunggu plasenta lahir. Dengan penderita berbaring
secara lithotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan antiseptik dan luas robekan
11
Ruptur perineum disebabkan oleh faktor yang mencakup paritas, jarak kelahiran, berat
badan lahir, dan riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi cuman, ekstraksi vakum dan
episiotomi.
2.7.1. Paritas
Persalinan adalah anak yang dilahirkan seorang ibu. Jumlah anak yang dilahirkan
kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang berparitas
(Prawirohardjo, 2009).
a. Primipara adalah seorang wanita yang melahirkan bayi hidup untuk pertama kalinya.
b. Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viable beberapa kali (sampai 5
kali).
c. Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih, hidup
Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
terjadi pada persalinan berikutnya (Soepardiman,2009). Pada ibu dengan paritas satu atau
ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk mengalamirobekan perineum daripada
ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini dikarenakan karena jalan lahir yang pernah
dilalui oleh kepala bayi sehingga otot – otat perineum belum meregang.
Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan
kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun tergolong resiko tinggi
karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun
merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan
keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan terdahulu mengalami robekan
12
perineumderajat tiga dan empat, sehingga proses pemulihanbelum sempurna dan robekan
perineum dapat terjadi (Depkes dalam Rosdiana, 2013). Menurut pendapat ambarwati
jarak kehamilan sebaiknya lebih dari 2 tahun. Jarak kahamilan yang terlalu dekat
menyebabkan ibu punya kembali kondisi sebelumnya (Ambarawati dalam Rifida, 2012).
Partus presipitatus adalah persalinan yang terlalu cepat yakni kurang dari 3 jam.
Sehingga sering petugas belum siap untuk menolong persalinan dan ibu mengejan kuat
dan tidak terkotrol, kepala janin terjadi defleksi terlalu cepat. Keadaan ini memperbesar
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu
cepat dan tidak terkendali. Partus presipitatus dapat menyebabkan terjadinya ruptur
(Saifuddin, 2008).
Partus lama adalah bila persalinan berlangsung lebih dari 24 jam pada
primigravida dan 18 jam bagi multigravida (Oxorn,2010). Parus lama dapat menimbulkan
bahaya baik bagi ibu maupun janin, beratnya cidera makin meningkat dengan semakin
lamanya proses persalinan seperti meningkatnya insiden atonia uteri, laserasi, dan
Menurut Winkjosastro berat badan lahir pada janin yang berat badannya melebihi
4000 gram akan menimbulkan kesukaran persalinan, apabila dijumpai pada kepala yang
besar atau kepala yang lebih keras dapat menyebabkan ruptur perineum (Kutipan Gea,
2013).
13
a. Bayi besar adalah bayi dengan berat lebih dari 4000 gram
b. Bayi berat lahir cukup yaitu bayi dengan lahir lebih dari 2500 – 4000 gram.
c. Bayi berat lahir dengan adalah bayi dengan berat lahir dibawah 2500 gram.
Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineum apabila berat
badan janin diatas 3500 gram, karena resiko trauma partus melalui vagina seperti distosia
bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan berat janin tergantung pada
pemeriksaan klinik atau ultrasonografi dokter atau bidan. Pada masa kehamilan,
f) Primipara;
g) Letak sungsang;
h) Pada obstetri dan embriotomi: ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dan embriotomi
(Mochtar,2005)
Robekan perineum berkaitan dengan kelahiran primipara, kala dua persalinan yang
lama, arcus pubis yang sempit, posisi kepala yang kurang fleksi dan oksipital posterior,
14
presipitasi persalinan,bayi besar (lebih dari 4000 g), distosia bahu, kelahiran pervaginam
dengan bantuan misalnya forceps tetapi lebih sedikit dengan ventiouse (David,2008).
minum vitamin prenatal, makan diet seimbang, berolahraga secara teratur, dan menjaga
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat bayi dilahirkan,
terutama saat kelahiran kepala dan bahu. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi
dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Janin bekerjasama dengan ibu selama
persalinan dan gunakan manuver tangan yang tepat untuk mengendalikan kelahiran bayi
serta membantu mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama ini dibutuhkan terutama saat
kepala bayi dengan diameter 5-6 cm telah membuka vulva (crowning). Kelahiran kepala
yang terkendali dan perlahan memberikan waktu pada jaringan vagina dan perineum
Saat kepala mendorong vulva dengan diameter 5-6 cm bimbing ibu untuk meneran dan
berhenti untuk beristirahat atau bernapas dengan cepat. Menggunakan pelumas saat tiba
saatnya untuk mendorong menjaga perineum Anda hangat, seperti dengan handuk
15
hangat, untuk meningkatkan aliran darah dan melembutkan otot-otot dasar panggul.
Menurut buku acuan persalinan normal, kerja sama dengan ibu dan penggunaan perasat
manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, seluruh tubuh bayi untuk mencegah
diantaranya adalah:
a. Saat kepala membuka vulva (5-6 cm) penolong meletakkan kain bersih dan kering yang
dilipat sepertiga dibawah bokong ibu dan menyiapkan kain atau handuk bersih diatas
b. Melindungi perineum dengan satu tangan dengan kain yang bersih dan kering, ibu jari
pada salah satu perineum dan empat jari tangan pada sisi yang lain dibelakang kepala
bayi.
c. Menahan kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap
d. Melindungi perineum dan mengendalikan lahirnya kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi
secara bertahap dengan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada
Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi dengan hati-hati dapat
2.9. Episiotomi
16
1) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong (sebab paling
sering).
berlebihan.
6) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga
2) Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan occipitoposterior.
Jenis episiotomi ditentukan berdasarkan tempat dan arah insisi antara lain :
Paling sering dilakukan. Episiotomi ini efektif, mudah diperbaiki, dan biasanya
nyeri yang timbul lebih ringan. Kadang-kadang dapat terjadi perluasan melalui sfingter
rectum (laserasi derajat ketiga) atau bahkan ke kanal ani (laserasi derajat keempat).
Dilakukan pada persalinan dengan tindakan jika ada kemungkinan terjadi perluasan
kearah posterior. Meskipun dengan demikian robekan derajat empat dapat dihindari,
17
tetapi robekan derajat tiga dapat terjadi. Selain itu, Jika dibandingkan dengan episiotomi
medial, kehilangan darah akan lebih banyak dan perbaikan lebih sulit serta lebih nyeri.
2.10. Laserasi
Robekan pada perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya, namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan
jalan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.
(1) Tingkat 1 : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
(2) Tingkat 2 : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinel transversalis,
(3) Tingkat 3 : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfringter ani.
(4) Tingkat 4 : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfringter ani dan mukosa
rectum
18
Gambar 2.8. Derajat ruptur perineum
psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan sehat. Perineum
adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus. Jadi
paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran plasenta
sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil.
uterus
4) Untuk mencegah infeksi seperti diuraikan diatas bahwa saat persalinan vulva
merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman. Bila daerah vulva dan perineum
19
tidak bersih, mudah terjadi infeksi pada jahitan perineum saluran vagina dan uterus.
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada
kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut,
untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi
kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus,
untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya
keseluruhan.
Mempersiapkan penjahitan :
a. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat tidur meja.
c. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehinnga perineum padat dilihat jelas.
g. Dengan menggunakan aseptik, persiapkan peralatan dan bahan – bahan disinfeksi tingkat
20
tinggi untuk penjahitan.
h. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan
i. Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva, vagina dan
perineum ibu dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang ada sambil menilai
j. Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi/ sayatan
perineum hanya merupakan derajat satu atau lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak
terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam
anus dengan hati –hati dan angkat jari tersebut perlahan –lahan untuk mengidentifikasi
sfinter ani. Raba tonus atau ketegangan sfinger. Jika sfingter terluka, ibu mengalami
laserasi derajat tiga atau empat dan harus segera dirujuk. Ibu juga dirujuk jika mengalami
laserasi serviks.
k. Ganti sarung tangan sengan sarungtangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril yang baru
m. Siapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan
benang kronik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan lama dan paling
sedikit menimbulkan reaksi jaringan.Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut
Menurut Nugroho (2012) ada beberapa langka untuk menangani ruptur perineum.
b. Identifikasi apakah terdapat laserasi serviks, jika harus direpair terlebih dahulu.
21
c. Masukkan tampon atau kassa kepuncak vagina untuk menahan perdarahan dari dalam
d. Masukkan jari ke II dan III dalam vagina dan regangkan untuk dinding vagina untuk
e. Jahitan dimulai 1 cm prosimal puncak luka, luka dinding vagina dijahit kearah distal hingga
merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostatis. Pada rata-rata
kasus beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum sudah
memadai. Jika perdarahannya banyak dapat digunakan jahitan angka-8, jahitan karena
jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih menyenagkan bagi pasiennya.
lapis demi lapis: a) Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan
untuk merapatkan tepi mukosa vagina dan submukosanya; b) Otot-otot yang dalam corpus
perineum dijahit menjadi satu dengan terputus; c) Jahitan subcutis bersambung atau jahitan
a. Dinding anterior rectum diperbaiki dengan jahitan memakai chromic catgut halus 3-0
atau 4-0 yang menyatu dengan jarum. Mulai pada apex, jahitan terputus dilakukan pada
22
rectovaginalis. Digunakan jahitan menurus atau jahitan terputus.
c. Pinggir robekan spincter recti (yang telah mengerut) diidentifikasi dijepit dengan forceps
allis dan dirapatkan dengan jahitan terputus atau jahitan berbentuk angka- 8 sebanyak
dua buah.
d. Mukosa vagina kemudian diperbaiki seperti pada episotomi garis tengah, dengan jahitan
menerus atauterputus.
f. Kedua tepi kulit dijahit menjadi satu dengan jahitan subculus menerus atau jahitan
total, kecuali dinding rectum masih utuh dan perbaikan dimulai dengan menerapkan
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah dengan memberikan
uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat ini tidak boleh diberikan sebelum bayi lahir.
Manfaat dari pemberian obat ini adalah untuk mengurangi terjadinya perdarahan pada kala III
dan mempercepat lahirnya plasenta. Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan
berguna untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan, menjaga kebersihan, mencegah infeksi dan
perawatan vulva. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: a) Mencegah kontaminasi dengan
rectum; b) Menangani dengan lembut jaringan luka; c) Menbersihkan darah yang menjadi
2.14. Komplikasi
Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera diatasi, yaitu:
23
a. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu
satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penataksanaan yang cermat selama kala satu
dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara
b. Fistula
Fistula dapat terjadi tanda diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina
menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing
akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung kencing atau rektum
yang lama antara janin dan panggul,sehingga terjadi iskemia (Depkes, 2006)
c. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya
penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri pada
perineum dan vulva berwarna biru dan merah. Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi
dalam vulva perineum dan fosa iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa
juga dengan varikositas vulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri.
Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan banyak darah
yang hilang. Dalamwaktu yang singkat, adanya pembengkakan biru yang tegang pada
d. Infeksi
Infeksi pada masanifas adalah peradangan di sekitar alat genitalia pada kala nifas.
Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga
menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkat suhu tubuh melebihi 38., tanpa
menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus
diperhatikan, diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada traktus genetalis untuk mencari
24
laserasi, robekan atau luka episiotomi (Liwellyin, 2001).
Robekan jalan lahir selalu meyebabkan perdarahan yang berasal dari perineum,
vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptur uteri). Penanganan yang dapat dilakukan
dalamhal ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sumber dan jumlah perdarahan.
Jenis robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan sampai dengan robekan yang
terjadi pada seluruh perineum yaitu mulai dari derajat satu sampai dengan derajat empat.
Ruptur perineum dapat diketahui dari tanda dan gejala yang muncul serta penyebab
terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala terjadinya rupture perineum, maka
Kaitan yang ditemukan dalam penulisan ini adalah penyebab terjadinya ruptur
perineum, hal-hal yang dapat dilakukan serta tanda dan gejala yang terlihat serta upaya
1) Persiapan :
a) Lepas semua pembalut dan cebok dari arah depan ke belakang.
b) Washlap dibasahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan washlap yang sudah
ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka jahitan. Jangan takut dengan rasa
25
nyeri, bila tidak dibersihkan dengan benar maka darah kotor akan menempel pada
c) Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa luka benar-
d) Setelah luka bersih boleh berendam dalam air hangat dengan menggunakan tempat
rendam khusus. Atau bila tidak bisa melakukan perendaman dengan air hangat
e) Kenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman serta celana dalam yang bersih
dari bahan katun. Jangan mengenakan celana dalam yang bisa menimbulkan
reaksi alergi.
f) Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih luka jahitan
g) Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan cepat sembuh.
Makanan berprotein ini bisa diperoleh dari telur, ikan, ayam dan daging, tahu,
tempe. Jangan pantang makanan, ibu boleh makan semua makanan kecuali bila
h) Luka tidak perlu dikompres obat antiseptik cair tanpa seizin dokter atau bidan.
Luka jahitan rata-rata akan kering dan baik dalam waktu kurang dari satu minggu.
Bila keluar darah kotor bau busuk dari jalan lahir, ibu panas, dan luka jahitan bengkak
Jangan cemas, rasa nyeri ini akibat terputusnya jaringan syaraf dan jaringan otot,
namun semakin sering di gerakkan maka nyeri akan berkurang. Bila ibu hanya
26
berbaring terus menerus dan takut bergerak karena nyeri akan menghambat proses
Pada proses penyembuhan luka tubuh secara alami akan memproduksi zat – zat
penyembuhan luka kadang terjadi sedikit pembengkakan dan kemerahan. Asalkan luka
bersih ibu tak perlu cemas. Bengkak dan merah ini bersifat sementara.
Beberapa keluarga masih ada yang menganjurkan untuk mengurangi minum air
putih agar jahitan cepat kering. Hal ini sama sekali tidak dibenarkan. Justru ibu harus
minum yang banyak, minimal 8 gelas sehari untuk memperlancar buang air kecil,
mengganti cairan tubuh yang hilang dan memperlancar proses pengeluaran ASI.
27
Daftar Pustaka
Ambarwati, F.R.,Nasution, N. (2012). Buku pintar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Yogyakarta:
Cakrawala Ilmu.
Chalik, T.M.A. (2009). Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan, Dalam: Ilmu
Hamilton. 2002. Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Ibrahim, C S., 1996. Perawatan Kebidanan Jilid II. Jakarta: Bhatara Niaga Medika.
Mochtar, R. 2012. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi: Jilid I. Jakarta: EGC.
Oxorn, H. Forte., William, R. 1996. Ilmu Kebidanan: Fisiologi dan Patologi Persalinan. Jakarta:
Yayasan Essentia Medika
Oxorn, Harry, Et Al. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan. Yogyakarta; Yayasan
Essentia Medica
28
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan, Jakarta ; Bina Pustaka.
Rosdiana, 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ruptur perineum pada ibu bersalin
normal di PONED Darul Imarah Aceh Besar. Karya Tulis Ilmiah, STIKES U’Budiyah Banda
Aceh, Aceh.
Rukiyah, Ai Yeyeh & Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta:
Trans Info Media
Saifuddin. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: EGC.
Siswosudarmo, Risanto & Emilia, Ova. 2008. Obstetri Fisiologi. Yogyakarta: Pustaka Cendikia
Press: 224.
Sumarah, Widyastuti & Wiyati. 2009. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan pada Ibu
Bersalin). Jakarta: Fitramaya.
Sylviati M, 2008. Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi. In: Sholeh Kosim, dkk.
Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 11-30
Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayaan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2007.
29