Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui

jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Sebagian besar

perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri.

Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan

adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak

berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah

yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5 - 6 liter

saja.1,2,3

Dalam persalinan, sukar untuk menentukan jumlah darah akurat karena

tercampur dengan air ketuban dan terserap pada pakaian atau kain alas (1).. Darah

tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada

spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang

juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan

kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah,

dan akan berakibat fatal pada ibu yang menderita anemia.3

Perdarahan postpartum ini merupakan penyebab utama kematian maternal.

Semua wanita yang usia kehamilannya lebih dari 20 minggu beresiko untuk

mengalami perdarahan postpartum. Meskipun angka kematian maternal akibat

perdarahan postpartum telah berkurang drastis di negara-negara maju, jumlahnya

1
masih tetap tinggi di negara lainnya terutama negara berkembang termasuk di

Indonesia.2

Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan pada kehamilan, setiap tahunnya

paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian

besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan dan

kebanyakan terjadi pada wanita dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35

tahun serta wanita dengan jarak persalinan yang berdekatan yaitu kurang dari 2

tahun.

Perdarahan pascapersalinan dibagi menjadi perdarahan pascapersalinan primer

dan sekunder.

1. Perdarahan pascapersalinan primer (Early Postpartum Haemorrhage, atau

perdarahan pascapersalinan segera). Perdarahan pascapersalinan primer terjadi

dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir. Penyebab utama Perdarahan

pascapersalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan

robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

2. Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage, atau

perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan lambat, atau PPP kasep).

Pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam setelah persalinan. Penyebab

utama Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa

plasenta.1,2,3

2
BAB II

ATONIA UTERI

2.1. DEFINISI

Atonia Uteri adalah keadaan lemahnya atau gagalnya tonus/kontraksi otot

rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari

tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. 2,6

Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-

serat miometrium. Kontraksi-kontraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-

pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta terhenti. Kegagalan

mekanisme akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan atonia uteri. (1,2,3)

3
Gambar 1 : Perdarahan akibat Atonia Uteri

2.2. ANATOMI UTERUS2

Uterus terbentuk seperti buah avokad/ pir sedikit gepeng, ke arah antefleksi

(depan belakang). Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.

Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus 7-7,5 cm, lebar sekitar

5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan

fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks kedepan dan membentuk sudut dengan

vagina, demikian pula korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks

uteri).

4
Gambar 2 : Anatomi Uteri

Uterus terdiri dari fundus, korpus, dan serviks uteri. Fundus adalah bagian

proksimal uterus. Korpus merupakan bagian terbesar sebagai tempat janin

berkembang, rongganya disebut kavum uteri. Serviks uteri terdiri atas, pars vaginalis

serviks uteri yang dinamakan porsio dan pars supravaginalis serviks uteri yaitu

bagian serviks yang berada diatas vagina.

Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis berbentuk sebagai

saluran dengan panjang 2,5 cm. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium

uteri internum dan pintu divagina disebut ostium uteri eksternum.

Secara histologik uterus terdiri atas (dari dalam ke luar), endometrium dikorpus

uteri dan endoserviks di serviks uteri, myometrium (otot- otot polos), dan lapisan

serosa, yakni peritoneum viserale.

5
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar- kelenjar dan jaringan dengan

banyak pembuluh darah yang berlekuk-lekuk. Endometrium melapisi seluruh kavum

uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid pada seorang wanita dalam masa

reproduksi. Pada masa haid, endometrium sebagian besar dilepaskan, untuk

kemudian tumbuh lagi pada fase proliferasi dan selanjutnya ke fase sekretorik.

Lapisan otot- otot polos dibagian dalam berbentuk sirkuler, dan dibagian luar

berbentuk logitudinal. Diantara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik,

berbentuk anyaman, dan lapisan ini paling penting pada persalinan oleh karena

sesudah plasenta lahir, uterus berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh- pembuluh

darah yang terbuka.

Uterus dalam rongga pelviks disokong oleh jaringan ikat dan ligamen yang

menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Adapun Ligamen yang memfiksasi

uterus adalah :

1. Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt), yakni ligamentum

yang terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat

tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelviks.

2. Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yakni ligamntum yang

menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian

belakang, kiri, kanan, kearah os sacrum kiri dan kanan.

3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang menahan

uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke

daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang- kadang terasa sakit di

daerah ligamentum rotundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada

daerah inguinal.

6
4. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi

tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat.

5. Ligamentum infundibulo pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba

falloppii berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis.

Isthmus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, yang diliputi oleh

peritoneum viserale. Di tempat inilah dinding uterus dibuka saat seksio sesarea

transperitonealis profunda. Dinding belakang uterus seluruhnya diliputi oleh

peritoneum viserale yang membentuk suatu rongga yang disebut kavum Douglasi

yang menonjol jika ada cairan (darah atau asites) atau ada tumor di daerah tersebut.

Vaskularisasi uterus yang lain ialah arteri ovarika sinistra et dekstra.

Vaskularisasi ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum

infundibulo-pelvikum mengikuti tuba Falloppii, beranastomosis dengan ramus

ascendens arteri uterine disebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama

dengan arteri-arteri tersebut diatas terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus

vena ke vena hipogastrika.

Gambar 3 : Vaskularisasi Uterus.

7
2.3. EPIDEMIOLOGI

Atonia uteri merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum. Sekurang-

kurangnya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri.

Upaya penanganan perdarahan postpartum akibat atonia uteri harus dimulai dengan

mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya atonia uteri. Jika

seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko tersebut, maka

penting bagi penolong untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atoni uteri

postpartum. Meskipun demikian, sekitar 20% atoni uteri postpartum dapat terjadi

pada ibu tanpa faktor resiko tersebut.3

2.4. FAKTOR PREDISPOSISI

Beberapa kondisi yang berisiko terjadinya atonia uteri :

1. Peregangan uterus yang berlebihan karena kehamilan kembar (gemelli),

polihidramnion, atau anak yang terlalu besar (makrosomi) mengakibatkan uterus

tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.

2. Kelelahan uterus akibat persalinan lama, persalinan buatan, induksi atau

augmentasi persalinan, mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera

setelah plasenta lahir.

3. Kehamilan grande-multipara mengakibatkan uterus berulang kali teregang,

sehingga menurunkan kemampuan berkontraksi uterus segera setelah plasenta

lahir.

4. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemia, atau menderita penyakit

menahun.

8
5. Mioma uteri mengganggu kontraksi rahim disebabkan mioma yang paling sering

menjadi penyebab perdarahan postpartum adalah mioma intramural, dimana

mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus

berkontraksi.

6. Infeksi intrauterine (korioamnionitis), Korioamnionitis adalah infeksi dari

korion saat intrapartum yang potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga

menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.

7. Ada riwayat pernah mengalami atonia uteri sebelumnya.

2.5. PATOFISIOLOGI7

Pada awal persalinan estrogen akan meningkat dalam darah, hal ini

menyebabkan uterus menjadi lebih mudah terangsang, meningkatnya jumlah taut-

celah antar sel-sel miometrium, dan pembentukan prostaglandin lebih banyak lagi,

yang kemudian menyebabkan kontraksi uterus.

Jumlah reseptor oksitosin di miometrium dan desidua (endometrium

kehamilan) meningkat lebih dari 100 kali selama kehamilan dan mencapai

puncaknya selama awal persalinan. Estrogen meningkatkan jumlah reseptor

oksitosin, dan peregangan uterus pada akhir kehamilan juga dapat meningkatkan

pembentukan reseptor tersebut. Pada awal kehamilan konsentrasi oksitosin dalam

plasma ibu tidak lebih tinggi dari kadar prapersalinan yaitu sekitar 25pg/mL.

Peningkatan mencolok reseptor oksitosin dapat menyebabkan uterus berespon

terhadap konsentrasi oksitosin plasma yang normal. Begitu persalinan dimulai,

kontraksi uterus menyebabkan dilatasi serviks, dilatasi ini selanjutnya menimbulkan

sinyal pada saraf aferen yang dipancarkan ke nukleus supraoptik dan paraventrikel

meningkatkan sekresi oksitosin. Kadar oksitosin plasma meningkat dan lebih banyak

9
oksitosin tersedia untuk bekerja pada uterus. Dengan demikian, terjadi umpan balik

positif yang membantu persalinan dan berakhir setelah hasil konsepsi dikeluarkan.

Oksitosin meningkatkan uterus dengan dua cara:1) bekerja langsung pada sel otot

polos uterus untuk membuatnya berkontraksi, dan 2) merangsang pembentukan

prostaglandin di desidua.

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk

meningkatkan sirkulasi ke sana. Setelah persalinan, kontraksi uterus merupakan

mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.

Gambar 3 : kontraksi miometrium uteri menutup pembuluh setelah persalinan

Adanya peregangan yang berlebih atau berkurangnya kerja reseptor oksitosin di

miometrium pasca persalinan menyebabkan kontraksi uterus menurun atau disebut

hipotonia uteri yang jika tidak tertangani akan jatuh menjadi atonia uteri. Atonia uteri

terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis

dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh

darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila

serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.(5-8)

10
2.6. GAMBARAN KLINIS2

Atonia uteri ditandai dengan adanya perdarahan masif pervaginam yang

diakibatkan kurangnya tonus miometrium tanpa disertai akibat lainnya. (9) Pada

palpasi uterus ditemukan fundus uterus lembek atau mengembang tanpa adanya

kontraksi.

Tanda dan gejala atonia uteri adalah:

1) Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak

merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini

terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku

darah.

2) Konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia

dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

3) Fundus uteri naik

Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan

menggumpal

11
4) Terdapat tanda-tanda syok

Hipotensi, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan

lain-lain.

12
2.7. PENATALAKSANAAN8

Banyaknya darah yang keluar mempengaruhi keadaan pasien. Pasien bisa

masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai menjadi syok hipovolemik

berat. Perdarahan yang lebih dari 1000 cc atau 1500 cc (20-25% volume darah) akan

menimbulkan gangguan vascular hingga terjadi syok hemoragik sehingga transfuse

darah diperlukan segera. Tindakan pertama yang dilakukan tergantung pada keadaan

klinisnya. Pada umumnya dilakukan secara simultan.

No. Langkah Keterangan


1. Lakukan masase fundus uteri Massase merangsang kontraksi uterus.
segera setelah plasenta dilahirkan Sambil melakukan masase sekaligus
selama 15 detik. dapat dilakukan penilaian kontraksi
uterus.
2. Bersihkan kavum uteri dari Selaput ketuban atau gumpalan darah
selaput ketuban dan gumpalan dalam kavum uteri akan dapat meng-
darah. halangi kontraksi uterus secara baik.
3. Mulai lakukan kompresi bimanual Sebagian besar atonia uteri akan teratasi
interna. Jika uterus berkontraksi dengan tindakan ini. Jika kompresi
keluarkan tangan setelah 1- 2 bimanual tidak berhasil setelah 5 menit,
menit. Jika uterus tetap tidak diperlukan tindakan lain.
berkontraksi teruskan KBI hingga
5 menit.
4. Minta keluarga untuk melakukan Bila penolong hanya seorang diri,
kompresi bimanual eksterna. keluarga dapat meneruskan proses
kompresi bimanual secara eksternal
selama anda melakukan langkah
selanjutnya.
5. Berikan metil ergometrin 0,2 mg Metil ergometrin yang diberikan secara
intramuskular/ intravena intramuskular akan mulai bekerja
dalam 5-7 menit dan menyebabkan
kontraksi uterus. Pemberian intravena
bila sudah terpasang infus sebelumnya.
6. Berikan infus cairan larutan Anda telah memberikan oksitosin pada

13
ringger laktat dan oksitosin 20 waktu penatalaksanaan aktif kala tiga
unit dalam 500cc RL dan metergin intramuskuler. Oksitosin
intravena akan bekerja segera untuk
menyebabkan uterus berkontraksi.
Ringger laktat akan membantu
memulihkan volume cairan yang hilang
selama atoni. Jika uterus wanita belum
berkontraksi selama 6 langkah pertama,
sangat mungkin bahwa ia mengalami
perdarahan postpartum dan memer-
lukan penggantian darah yang hilang
secara cepat.
7. Mulai lagi kompresi bimanual Jika atoni tidak teratasi setelah 7
interna atau pasang tampon langkah pertama, mungkin ibu
uterovagina. mengalami masalah serius lainnya.
Tampon uterovagina dapat dilakukan
apabila penolong telah terlatih.
Rujuk segera ke rumah sakit.
8. Buat persiapan untuk merujuk Atoni bukan merupakan hal yang
segera sederhana dan memerlukan perawatan
gawat darurat di fasilitas dimana dapat
di fasilitas dimana dapat dilaksanakan
bedah dan pemberian darah.
9. Teruskan cairan intravena hingga Berikan infus 500cc cairan pertama
ibu mencapai tempat rujukan dalam waktu 10 menit. Kemudian ibu
memerlukan cairan tambahan, setidak-
tidaknya 500cc/jam pada jam pertama,
dan 500cc/jam pada jam-jam
berikutnya. Jika tidak menpunyai cukup
persediaan cairan intravena, berikan
cairan 500 cc yang ketiga tersebut
secara perlahan, hingga cukup untuk
sampai di tempat rujukan. Berikan ibu
minum untuk tambahan rehidrasi.

14
10. Lakukan laparotomi : Pertimbangan antara lain paritas,
pertimbangan antara tindakan kondisi ibu, jumlah perdarahan.
mempertahankan uterus dengan
ligasi arteri uterin/ hipogastrika
dengan histerektomi.(3)

2.7.1. Manajemen Atonia Uteri

1. Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penanganan

awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan intravena

cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring

saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu

dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

2. Masase dan kompresi bimanual

Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus

yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah

lahirnya plasenta (maksimal 15 detik).

a. Jika uterus berkontraksi

Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,

periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan

jahit atau rujuk segera.

b. Jika uterus tidak berkontraksi maka :

Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang

serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong.Lakukan

kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

15
Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan

tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.

Gambar 2 :

Kompresi

Bimanual Interna

Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk

mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan

perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan

jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18

dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml

pertama secepat mungkin; Ulangi KBI.

Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat.

Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.

3. Uterotonika

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus

posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya

meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya

16
reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan

meningkatkan frekuensi, tetapi pada dosis tinggi dapat menyebabkan tetani.

Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif

diberikan lewat infus RL, sebanyak 20 IU, jika sirkulasi kolaps bisa

diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IM). Efek samping pemberian

oksitosin sangat sedikit, biasa ditemukan nausea dan vomitus. Jika oksitosin

tidak mampu untuk menghasilkan tonus uterus yang adekuat maka terapi

lini kedua harus diberikan. Pilihan terapi lini kedua bergantung pada efek

samping dan kontraindikasi agen uterotonik tersebut. Methylergonovine

(Methergine) adalah agen uteretonik yang efektif namun memiliki kegunaan

terbatas karena dapat memperberat hipertensi pasien yang memang

memiliki riwayat hipertensi sebelumya. (10)

Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat

menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan

secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum

1,25 mg, dapat juga diberikan langsung jika diperlukan (IM) atau IV bolus

0,125 mg. Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan

hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak

boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.

Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog

15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara

intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous,

intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM 0,25 mg,

yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis

17
maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai

untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 g =

1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif

tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin

seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan

bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus,

bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga

kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan,

berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan

basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi

oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien

dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi

hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang

ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari

beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif

untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan

atonia uteri dengan angka kesuksesan 8%-96%. Perdarahan

pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri

maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini

untuk mengatasi perdarahan masif.

Agen uterotonik terakhir adalah misoprostol (cytotec) yang

merupakan analog Prostaglandin E1 sintetik. Misoprostol dapat mencegah

maupun menangani perdarahan postpartum. Tidak seperti formula

prostaglandin lainnya, misoprostol sangat efekif dan tidak memiliki

18
kontraindikasi terhadap penggunaannya. Beberapa efek samping yang

dapat ditimbulakan misoprostol adalah takikardi dan demam. (10)

Jika atonia uteri disebabkan oleh terapi tokolitik seperti magnesium

sulfat dan nifedipin, yang mencegah masuknya kalsium kedalam sel, maka

kalsium glukanoat dapat diberikan sebagai terapi adjuvan. Dosis 1 gram

(1ampul) kalsium glukanoat dapat meningkatkan tonus uterus dan

mengurangi perdarahan akibat atonia uteri. (10)

Tabel 1. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya (DepKes RI 2007)


JENIS DAN
OKSITOSIN ERGOMETRIN MISOPROSTOL
CARA
IV : 20 IU dalam 1
Oral atau rektal
liter larutan garam IM atau IV
Dosis dan cara 400 mcg dapat
fisiologis dengan (lambat) : 0,2
pemberiannya diulang sampai
tetesan cepat IM : 10 mg
1200 mcg
IU
IV : 20 IU dalam 1
Ulangi 0,2 mg 400 mcg 2 4
liter larutan garam
Dosis lanjutan IM setelah 15 jam setelah dosis
fisiologis dengan
menit awal
tetesan 40 tetes/menit
Dosis Tidak lebih dari 3
Total 1 atau 5 Total 1200 mcg
Maksimal per liter larutan dengan
mg dosis atau 3 dosis
hari oksitosi
Preeclampsia,
Pemberian IV secara Nyeri, kontraksi,
Kontraindikasi vitium cordis,
cepat atau bolus asma
hipertensi

4. Pemasangan tampon (packing) kassa uterovaginal

19
Tamponade uterus sangatlah aman, sederhana, dan efektif untuk

mengontrol perdarahan post partum dengan menggunakan tampon pada

permukaan uterus yang perdarahan. Meskipun tampon ini mempunyai

banyak variasi teknik, beberapa prinsip dasar harus diikuti. Letakkan kain

kasa diantara plastik bag steril ataupun sarung tangan yang dapat

memindahkan tampon. Balutan kain kasa seharusnya diletakkan diatas

fundus untuk mencegah adanya spasi yang tertinggal yang dapat

menyebabkan adanya akumulasi dari darah.12


Alternative dari pemberian tampon selain kassa, juga dipakai beberapa

cara yaitu dengan menggunakan: Sengstaken-blakemore tube, Rusch

urologic hydrostatic balloon catheter (folley catheter) atau SOS Bakri

temponade balloon catheter.


Pada tahun 2003, Sayeba Akhter, dkk, mengaukan alternative baru

dengan pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari

penelitiannya disebutkan angka keberhasilannya 100%, kondom dilepas

24-48 jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat. Cara ini

kemudian disebut metode Sayeba. Cara pemasangannya adalah secara

aseptic kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan ke dalam

cavum uteri. Kondom diiisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-

500 cc sesuai kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan pengisisan

kondom dihentikan ketika perdarahan sudah berkurang. Untuk menjaga

kondom agar tetap di cavum uteri, dipasang tampon kasa gulung di

vagina. Bila perdarahan berlanjut tampon kassa akan basah dan darah

keluar dari introitus vagina. Kontraktilitas uterus dijaga dengan pemberian

drip oksitosin sampai dengan 6 jam kemudian. Diberikan kateter lepas 24-

20
48 jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan berat kondom dapat

dipertahankan lebih lama 10

5. Operatif

a. Ligasi Arteri Uterina

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka

keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina

yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah

rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan

segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum

atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan

vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa

uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum

latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi, hindari rusaknya vasa

uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium,

untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan

kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi

perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika

urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian

bawah, 3- cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus

mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah

rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan

masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi

vasa ovarian. (11)

21
b. Ligasi Arteri Iliaka Interna

Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk

melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral

paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik

ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio

iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan

dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi

bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.

Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan

sebelum dan sesudah ligasi.

Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat

menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus

mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien. (11)

Gambar 3: Anatomi Arteri Iliaka Interna

22
Gambar 4 : Tempat Ligasi A. Iliaka Interna

c. Teknik B-Lynch

Teknik B-Lynch dikenal juga dengan brace suture, ditemukan oleh

Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternatif untuk

mengatasi perdarahan postpartum dan sejak itu banyak publikasi tentang

kesuksesan penerapan teknik ini telah muncul di berbagai jurnal.

Modifikasi asli teknik ini muncul seperti jahitan Square Cho (Cho,

2000) dan Teknik modifikasi Hayman's B-Lynch .11

Sejak diperkenalkannya teknik jahitan B-Lynch pada tahun 1997, telah

ada 10 pelaporan dan lebih dari 46 kasus. Publikasi asli B-

Lynch melaporkan 5 kasus yang berhasil , 4 dengan perdarahan postpartum

primer (2 kasus setelah persalinan spontan pervaginam, 1 kasus elektif dan

1 kasus setelah operasi emergensi Sectio Caesaria), yang kelima adalah

23
kasus perdarahan postpartum sekunder 11. Metode Operasi berhasil pada

semua kasus tanpa komplikasi, dan 4 dari 5 pasien dapat hamil kembali.

Dua. Pemeriksaan uterus pada bekas seksio sesarea tidak

menunjukkan kelainan.

Dalam review yang dilakukan Christopher B Lynch, dinyatakan bahwa

teknik B-lynch untuk perdarahan postpartum seharusnya menjadi pilihan

bagi setiap gynecologist. Wohlmith,dkk mempublikasikan hasil dari

penelitian teknik B-lynch dengan tingkat kesuksesan mencapai 91 %.

Sedangkan Sukses kumulatif didunia mencapai 98%.11

Di Indonesia khususnya di Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya

diperkenalkan teknik kompresi uterus yang simple dan cepat yang diberi

nama metode modifikasi Surabaya. Penjahitan uterus modifikasi Surabaya

dengan menggunakan 3 jahitan vertical uterus yang memakai catgut krom

no. 2 dan jarum bundar. Oleh Agus Sulistiyono dkk tahun 2010 diperoleh

kesimpulan bahwa teknik kompresi uterus modifikasi Surabaya lebih

efektif, sederhana dan mudah untuk dilakukan, waktu pengerjaan yang

dibutuhkan juga lebih cepat. Dari 8 kasus yang dikerjakan menggunakan

metode ini angka keberhasilan mencapai 100 % yang dimana pada akhirnya

2 dari 8 kasus tersebut pasien meninggal dunia dikarenakan penyakit yang

mendasarinya sejak awal masuk rumah sakit.13

Gambar 4 : Ilustrasi modifikasi surabaya


24
Gambar 5 : Teknik B-Lynch pada penanganan Atonia Uteri

d. Histerektomi

Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan

jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan

operatif. Insidensi mencapai 7-4 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak

terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan persalinan pervaginam.


(11)

25
Masase fundu uteri segera setelah plasenta lahir (maksimal 15 detik)

Tidak
Uterus kontraksi ? Ya
Evaluasi rutin

Tidak
Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput ketuban
Kompresi bimanual interna (KBI) : maks. 5 menit

Uterus kontraksi ? Ya
Pertahankan KBI selama 1-2 menit
Keluarkan tangan secara hati-hati
Lakukan pengawasan kala IV
Tidak

Ajarkan keluarga melakukan KBI


Keluarkan tangan secara hati-hati
Suntikkan Methylergometrin 0,2 mg IM
Pasang IVFD RL + 20 IU oxytocin, guyur
Lakukan kembali KBI

Tidak
Ya
Uterus kontraksi ? Pengawasan kala IV

Tidak

Rujuk, siapkan laparatomi


Lanjutkan pemberian infuse + 20 IU oksitosin minimal 500 cc/jamhingga mencapai tempat rujukan
Selama perjalanan dapat dilakukan kompresi aorta abdominalis atau KBI

Ligasi arteriuterina dan atau hipogastrika


B-Lynch method

Perdarahan

Histerektomi

26
2.8.PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada jumlah darah yang hilang (sesuai dengan rasio

berat badan pasien), komplikasi yang terjadi, dan keberhasilan terapi.(3)

2.9. PENCEGAHAN

Untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum ialah manajemen aktif kala

III. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cochrane yang membandingkan pasien

yang mendapat oksitosin profilaktik saat kala III dengan pasien yang tidak mendapat

oksitosin ternyata terjadi penurunan rata-rata jumlah darah yang hilang, perdarahan

postpartum, dan kebutuhan akan oksitosin tambahan dibandingkan dengan yang tidak

mendapatkan oksitosin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian

oksitosin sebelum pengeluaran plasenta dapat mengurangi jumlah darah yang hilang

dan juga jumlah tranfusi postpartum yang dibutuhkan. Beberapa penelitian lain justru

menunjukkan tidak ada pangaruh mengenai waktu pemberian oksitosin.(10)

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan

postpartum dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.

Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,

anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Kegunaan utama oksitosin sebagai

pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan

tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling

bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan

pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5

unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.Analog sintetik

oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk

27
mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat

long-acting dan onset kerjanya cepat. Penelitian di Canada membandingkan antara

pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan

operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.

28
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah :

1. Perdarahan post partum merupakan penyebab utama kematian maternal


2. Perdarahan post partum adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui

jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III
3. Atonia uteri ialah lemahnya tonus atau lemahnya kontraksi rahim, yang

menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan dari tempat

implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir


4. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini
5. Faktor predisposisi yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi

normal seperti pada polihidroamnion, kehamilan kembar, makrosomia,

persalinan lama, persalinan terlalu cepat, persalinan dengan induksi atau

akselerasi oksitosin, infeksi intrapartum.


6. Kontrksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan

setelah melahirkan
7. Atonia uteri ditandai dengan adanya perdarahan massif pervaginam yang

diakibatkan kurangnya tonus miometrium tanpa disertai akibat lainnya


8. Terdapat berbagai Jenis tindakan operatif untuk menangani atonia uteri

seperti laparatomi, teknik B-Lynch dan modifikasinya, ligasi arteri iliaka

interna, histerektomi.
9. Prognosis pasien pada atonia uteri bergantung pda jumlah darah yang hilang

(disesuaikan dengan rasio berat badan pasien), komplikasi yang terjadi, dan

keberhasilan terapi.

3.2. SARAN

1. Kepada Pasien (Ibu hamil)

29
Ibu hamil disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter ahli kebidanan,

terutama ibu yang memiliki faktor-faktor predisposisi atau berisiko

terjadinya atonia uteri sebagai upaya penanganan sedini mungkin sehingga

komplikasi lanjut yang menyebabkan kematian dapat dicegah akibat

perdarahan postpartum atonia uteri. Jika seorang wanita memiliki salah satu

dari kondisi-kondisi yang berisiko tersebut, maka penting bagi penolong

untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atoni uteri postpartum.

Meskipun demikian, sekitar 20% atoni uteri postpartum dapat terjadi pada

ibu tanpa faktor resiko tersebut.

2. Kepada penolong ( dokter, bidan, dukun )

Mencegah terjadinya perdarahan postpartum yakni manajemen aktif kala III

yaitu, suntikan oksitosin 10 IU/IM,1-2 menit setelah bayi lahir dan

pengecekan TFU, masase uterus, dan penegangan tali pusat terkendali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar R. Sinopsis Obstetri: Obstetri fisiologi, obstetri patologi. Edisi 2.

Jakarta: ECG. 1998

2. Rachimhadhi T. Anatomi Alat Reproduksi. In : Ilmu Kebidanan. Edisi

Keempat. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2010.

30
3. Karkata K. Made. Perdahan Pascapersalinan. In: Ilmu Kebidanan. Edisi

Keempat. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2010.

4. Martin L Pernoll. Obstetric & Gynecology. Tenth Edition. US: McGraw-Hill.

2001

5. Joan Pitkin, Alison B.Peattie.Obstetrics and Gynaecology An Ilustrated Colour

Text. UK: Elsievier Science. 2003

6. Brandon J. The John Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics 2nd

Edition. 2002

7. Guyton C.Arthur, Hall E.John. Buku Ajar fisiologi Kedokteran. Jakarta: ECG.

2007

8. Pelatihan Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar. Atonia Uteri. Bagian Obstetri

dan Ginekologi.

9. Muchtar A, Syarif A. Oksitosik, In Buku Ajar Farmakologi Edisi kelima.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2008

10. Albert E.Reece, John C.Hobbins. Clinical Obstetrics the Fetus & Mother.

Blackwell Publishing. 2007

11. Williams Obstetric. 22nd Ed. 2005

12. Keith Edmonds. Dewhursts Texbook of Obstetrics & Gynaecology. 7th

edition. Blackwell Publishing. 2007

31

Anda mungkin juga menyukai