PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan
dan nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di
negara Asia Tenggara. Meskipun, Millenium Development Goals (MDGs)
menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2015, namun pada tahun 2012 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
mencatat kenaikan AKI yang signifikan yaitu dari 228 menjadi 359
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. 1
Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab
obstetri langsung yaitu perdarahan 28 %, preeklampsi/eklampsi 24 %, infeksi 11
%, sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obstetri 5 % dan lain – lain
11 %.2
Perdarahan postpartum adalah salah satu penyebab paling penting dari
kematian ibu.Kematian maternal di Amerika sekitar 7-10 wanita /100.000
kelahiran hidup. Statistik nasional mendeteksi 8% kematian maternal disebabkan
oleh perdarahan post partum. American college of Obstetricians and
Gynecologists memperkirakan 140.000 kematian maternal pertahun ataupun 1
perempuan meninggal tiap 4 menitnya.2
Berdasarkan SDKI survey terakhir tahun 2007 Angka Kematian Ibu
Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, meskipun demikian angka
tersebut masih tertinggi di Asia.Tiga faktor utama penyebab kematian ibu
melahirkan yakni, pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi.
Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu yaitu 28%.3
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak dari perdarahan post partum
primer yaitu sekitar 90%.Atonia uteri adalah ketidakmampuan miometrium untuk
berkontraksi secara efektif.Otot dari uterus biasanya berkontraksi untuk
menghentikan pendarahan sesaat setelah bayi dan plasenta lahir.Otot bekerja
untuk menutup pembuluh darah yang terbuka, menghentikan aliran darah dan
1
memperbaiki dinding uterus.Atonia uteri menyebabkan uterus dalam kondisi yang
relaksasi dan membuat otot berhenti untuk berkontraksi secara teratur. Pembuluh
darah yang tidak tertutup dapat mengeluarkan aliran darah dalam volume yang
banyak, yang menyebabkan perdarahan yang berat dan hipotensi.4,5
Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat dari : 1) Partus lama, 2)
pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar,
hidramnion atau janin besar, 3) multiparitas, 4) anestesi yang dalam, 5) anestesi
lumbal. Atonia uteri juga dapat timbul karena adanya kesalahan penanganan kala
III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha
melahirkan plasenta, sementara plasenta belum terlepas dari uterus.5.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Uterus terbentuk seperti buah avokad atau buah peer yang sedikit gepeng,
ke arah antefleksi (depan belakang): ukurannya sebesar telur ayam dan
mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang
uterus 7-7,5 cm, lebar sekitar 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25
cm. letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks
ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, demikian pula korpus uteri
ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri).5
Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri.Fundus
uteri adalah bagian uterus proksimal.Korpus uteri merupakan bagian uterus
yang terbesar sebagai tempat janin berkembang, rongga yang terdapat di
korpus uteri disebut kavum uteri (rongga rahim). Serviks uteri terdiri atas
pars vaginalis serviks uteri yang dinamakan porsio, pars supravaginalis
serviks uteri yaitu bagian serviks yang berada diatas vagina.5
Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis terbentuk
sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Pintu saluran serviks
3
sebelah dalam disebut ostium uteri internum, dan pintu di vagina disebut
ostium uteri eksternum. Secara histologi uterus terdiri atas endometrium di
korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri, otot-otot polos, lapisan serosa
yakni peritoneum viserale.5
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan
dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Endometrium
melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid
pada seorang wanita dalam masa reproduksi. Pada masa haid, endometrium
sebagian besar dilepaskan, untuk kemudian tumbuh lagi pada fase
proliferasi dan selanjutnya ke fase sekretorik.5
Lapisan otot-otot polos dibagian dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah
luar berbentuk longitudinal. Diantara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot
oblik, berbentuk anyaman, dan lapisan ini paling penting pada persalinan
oleh karena sesudah plasenta lahir, uterus berkontraksi kuat dan menjepit
pembuluh-pembuluh darah yang terbuka.5
Uterus dalam rongga pelviks disokong oleh jaringan ikat dan ligament
yang menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Adapun ligament
yang memfiksasi uterus adalah :3
1. Ligamentum kardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan, yakni
ligamentum yang ter- penting yang mencegah uterus tidak turun.
Terdiri atas jaringan ikat tebal yang berjalan dari serviks dan
puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan banyak pembuluh darah, anrara lain vena dan arteria
uterina.
2. Ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan, yakni ligamenrum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak. Berjalan dari
serviks bagian belakang kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan
kanan.
3. Ligamentum rotundum kiri dan kanan, yakni ligamentum yang
menahan uterus dalam antefleksi. Berjalan dari sudut fundus uteri
kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan
4
kadang-kadang terasa sakit di daerah inguinal waktu berdiri cepat,
karena uterus berkontraksi kuat dan ligamentum rotundum menjadi
kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada
persalinan pun teraba kencang dan terasa sakit bila dipegang.
4. Ligamentum latum kiri dan kanan, yakni ligamenrum yang
meliputi tuba. Berjalan dari uterus ke arah lateral. Tidak banyak
mengandung jaringan ikat. Sebenarnya ligamentum ini adalah
bagian peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba
dan terbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal ligamentum ini
ditemukan in- dung telur (ovarium sinistrum et dekstrum). Untuk
menfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak banyak ardnya.
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum kiri dan kanan, yakni
ligamentum yang menahan tuba Falloppii. Berjalan dari arah
infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat
saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika.
Isthmus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, yang
diliputi oleh peritoneum viserale. Di tempat inilah dinding uterus dibuka
saat seksio sesarea transperitonealis profunda. Dinding belakang uterus
seluruhnya diliputi oleh peritoneum viserale yang membentuk suatu rongga
yang disebut kavum Douglasi yang menonjol jika ada cairan (darah atau
asites) atau ada tumor di daerah tersebut.5
5
ramus ascendens arteri uterine disebelah lateral, kanan dan kiri uterus.
Bersama-sama dengan arteri-arteri tersebut diatas terdapat vena-vena yang
kembali melalui pleksus vena ke vena hipogastrika.5
Gambar 2 :
Vaskularisasi Uterus5
2.2 DEFINISI
6
peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan
mekanisme ini.7
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah uterus tidak berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri saat plasenta telah lahir.
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi
dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara
fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang
berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat
perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika miometrium tidak dapat
berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lunak
pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III
persalinan.8
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian
yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan
postpartum, lapisan tengah miometrium tersusun sebagai anyaman dan
ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah
lengkungan sehingga setiap dua buah serabut kira-kira membentuk angka
delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti diatas, jika otot
berkontraksi akan menjempit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium
untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum.
Kekuatan kontraksi dari miometrium yang efektif sangat penting untuk
menghentikan kehilangan darah setelah persalinan. Kompresi yang dihasilkan
dari vaskular uterus adalah untuk mengganggu aliran darah 800 ml / menit
pada bantalan plasenta (placentabed).9
2.3 EPIDEMIOLOGI
Atonia uteri merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum.
Sekurang-kurangnya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh
atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum akibat atonia uteri
7
harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko
terjadinya atonia uteri. Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-
kondisi yang berisiko tersebut, maka penting bagi penolong untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya atoni uteri postpartum. Meskipun
demikian, sekitar 20% atoni uteri postpartum dapat terjadi pada ibu tanpa
faktor resiko tersebut.10
8
mekanisme fisiologis pelepasan plasenta dan dapat menyebabkan
pemisahan sebagian plasenta yang mengakibatkan perdarahan.
2.5 PATOFISIOLOGI11,12,13
Pada awal persalinan estrogen akan meningkat dalam darah, hal ini
menyebabkan uterus menjadi lebih mudah terangsang, meningkatnya jumlah
taut-celah antar sel-sel miometrium, dan pembentukan prostaglandin lebih
banyak lagi, yang kemudian menyebabkan kontraksi uterus.
Jumlah reseptor oksitosin di miometrium dan desidua (endometrium
kehamilan) meningkat lebih dari 100 kali selama kehamilan dan mencapai
puncaknya selama awal persalinan. Estrogen meningkatkan jumlah reseptor
oksitosin, dan peregangan uterus pada akhir kehamilan juga dapat
meningkatkan pembentukan reseptor tersebut. Pada awal kehamilan
konsentrasi oksitosin dalam plasma ibu tidak lebih tinggi dari kadar
prapersalinan yaitu sekitar 25pg/mL. Peningkatan mencolok reseptor
oksitosin dapat menyebabkan uterus berespon terhadap konsentrasi oksitosin
plasma yang normal. Begitu persalinan dimulai, kontraksi uterus
menyebabkan dilatasi serviks, dilatasi ini selanjutnya menimbulkan sinyal
pada saraf aferen yang dipancarkan ke nukleus supraoptik dan paraventrikel
meningkatkan sekresi oksitosin. Kadar oksitosin plasma meningkat dan lebih
banyak oksitosin tersedia untuk bekerja pada uterus. Dengan demikian, terjadi
umpan balik positif yang membantu persalinan dan berakhir setelah hasil
konsepsi dikeluarkan. Oksitosin meningkatkan uterus dengan dua cara:1)
bekerja langsung pada sel otot polos uterus untuk membuatnya berkontraksi,
dan 2) merangsang pembentukan prostaglandin di desidua.
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana. Setelah persalinan, kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan.
9
Gambar 3 : kontraksi miometrium uteri menutup pembuluh setelah persalinan
10
Gambar 4. Gejala Klinis Atonia Uteri
11
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama bila timbul perdarahan banyak
dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa
disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat.
Nadi dan pernafasan menjadi cepat, dan tekanan darah menurun.15
Diagnosis perdarahan pasca persalinan :15
1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari: Sisa plasenta atau
selaput ketuban, Robekan rahim, Plasenta suksenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises
yang pecah
5. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot
Observation Test), dll
2.8 PENATALAKSANAAN16,17,18,19
12
b. Assess (vital parameter, blood loss) and Resuscitate
13
kehamilan abdominal. Bila retensio plasenta/sisa plasenta terjadi
setelah persalinan pervaginam, dapat digunakan tamponade uterus
sementara menunggu kesiapan operasi/laparotomi.
14
darah, bahkan juga diperlukan pemberian fresh frozen plasma (FFP)
untuk menggantikan faktor pembekuan yang turut hilang.
Direkomendasikan pemberian 1 liter FFP (15 mL/kg) setiap 6 unit
darah. Pertahankan trombosit di atas 50.000, bila perlu diberikan
transfusi trombosit. Kriopresipitat direkomendasikan bila terjadi DIC
yang ditandai dengan kadar fibrinogen <1 gr/dl (10 gr/L) .
15
dilakukan tamponade test dengan menggunakan Tube Sengstaken
yang mempunyai nilai prediksi positif 87% untuk menilai
keberhasilan penanganan PPS. Bila pemasangan tube tersebut mampu
menghentikan perdarahan berarti pasien tidak memerlukan tindakan
bedah lebih lanjut. Akan tetapi, bila setelah pemasangan tube,
perdarahan masih tetap masif, maka pasien harus menjalani tindakan
bedah. Pemasangan tamponade uterus dengan menggunakan baloon
relatif mudah dilaksanakan dan hanya memerlukan waktu beberapa
menit. Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan dan mencegah
koagulopati karena perdarahan masif serta kebutuhan tindakan bedah.
Hal ini perlu dilakukan pada pasien yang tidak membaik dengan terapi
medis. Pemasangan tamponade uterus dapat menggunakan Bakri SOS
baloon dan tampon balon kondom kateter. Biasanya dimasukkan 300-
400 cc cairan untuk mencapai tekanan yang cukup adekuat sehingga
perdarahan berhenti. Balon tamponade Bakri dilengkapi alat untuk
membaca tekanan intrauterin sehingga dapat diupayakan mencapai
tekanan mendekati tekanan sistolik untuk menghentikan perdarahan.
Segera libatkan tambahan tenaga dokter spesialis kebidanan dan
hematologis sambil menyiapkan ruang ICU.
16
h. Apply compression sutures – B-Lynch/ modified (pembedahan
konservatif)
17
Sumber gambar : PNPK Persatuan Obstetrik Ginekologi Indonesia 2016
18
dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem
dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable
dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka
interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan
sebelum dan sesudah ligasi. Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka
yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien. Teknik B-Lynch. Teknik B-Lynch
dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997,
sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum
akibat atonia uteri.
3. Histerektomi.
19
selaput ketuban dan gumpalan dalam kavum uteri akan dapat meng-
darah. halangi kontraksi uterus secara baik.
3. Mulai lakukan kompresi bimanual Sebagian besar atonia uteri akan teratasi
interna. Jika uterus berkontraksi dengan tindakan ini. Jika kompresi
keluarkan tangan setelah 1- 2 bimanual tidak berhasil setelah 5 menit,
menit. Jika uterus tetap tidak diperlukan tindakan lain.
berkontraksi teruskan KBI hingga
5 menit.
4. Minta keluarga untuk melakukan Bila penolong hanya seorang diri,
kompresi bimanual eksterna. keluarga dapat meneruskan proses
kompresi bimanual secara eksternal
selama anda melakukan langkah
selanjutnya.
5. Berikan metil ergometrin 0,2 mg Metil ergometrin yang diberikan secara
intramuskular/ intravena intramuskular akan mulai bekerja dalam
5-7 menit dan menyebabkan kontraksi
uterus. Pemberian intravena bila sudah
terpasang infus sebelumnya.
6. Berikan infus cairan larutan Anda telah memberikan oksitosin pada
ringger laktat dan oksitosin 20 waktu penatalaksanaan aktif kala tiga
unit dalam 500cc RL dan metergin intramuskuler. Oksitosin
intravena akan bekerja segera untuk
menyebabkan uterus berkontraksi.
Ringger laktat akan membantu
memulihkan volume cairan yang hilang
selama atoni. Jika uterus wanita belum
berkontraksi selama 6 langkah pertama,
sangat mungkin bahwa ia mengalami
perdarahan postpartum dan memer-
lukan penggantian darah yang hilang
secara cepat.
7. Mulai lagi kompresi bimanual Jika atoni tidak teratasi setelah 7
20
interna atau pasang tampon langkah pertama, mungkin ibu
uterovagina. mengalami masalah serius lainnya.
Tampon uterovagina dapat dilakukan
apabila penolong telah terlatih.
Rujuk segera ke rumah sakit.
8. Buat persiapan untuk merujuk Atoni bukan merupakan hal yang
segera sederhana dan memerlukan perawatan
gawat darurat di fasilitas dimana dapat
di fasilitas dimana dapat dilaksanakan
bedah dan pemberian darah.
9. Teruskan cairan intravena hingga Berikan infus 500cc cairan pertama
ibu mencapai tempat rujukan dalam waktu 10 menit. Kemudian ibu
memerlukan cairan tambahan, setidak-
tidaknya 500cc/jam pada jam pertama,
dan 500cc/jam pada jam-jam
berikutnya. Jika tidak menpunyai cukup
persediaan cairan intravena, berikan
cairan 500 cc yang ketiga tersebut
secara perlahan, hingga cukup untuk
sampai di tempat rujukan. Berikan ibu
minum untuk tambahan rehidrasi.
10. Lakukan laparotomi : Pertimbangan antara lain paritas,
pertimbangan antara tindakan kondisi ibu, jumlah perdarahan.
mempertahankan uterus dengan
ligasi arteri uterin/ hipogastrika
dengan histerektomi.(3)
21
cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan
monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan
crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus
yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera
setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik).
a. Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks
mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
b. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan
lubang serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah
kosong.Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan
tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
22
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala
empat. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.
3. Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya
reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi
dan meningkatkan frekuensi, tetapi pada dosis tinggi dapat menyebabkan
tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan
aktif diberikan lewat infus RL, sebanyak 20 IU, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IM). Efek samping
pemberian oksitosin sangat sedikit, biasa ditemukan nausea dan vomitus.
Jika oksitosin tidak mampu untuk menghasilkan tonus uterus yang
adekuat maka terapi lini kedua harus diberikan. Pilihan terapi lini kedua
bergantung pada efek samping dan kontraindikasi agen uterotonik
tersebut. Methylergonovine (Methergine) adalah agen uteretonik yang
efektif namun memiliki kegunaan terbatas karena dapat memperberat
hipertensi pasien yang memang memiliki riwayat hipertensi sebelumya.
(10)
23
sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai
untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus,
diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan
kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral,
sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat,
dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini
menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan
disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan
dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus
penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten
yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 8%-96%.
Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri
maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk
mengatasi perdarahan masif.
Agen uterotonik terakhir adalah misoprostol (cytotec) yang
merupakan analog Prostaglandin E1 sintetik. Misoprostol dapat
mencegah maupun menangani perdarahan postpartum. Tidak seperti
formula prostaglandin lainnya, misoprostol sangat efekif dan tidak
memiliki kontraindikasi terhadap penggunaannya. Beberapa efek
samping yang dapat ditimbulakan misoprostol adalah takikardi dan
demam.
Jika atonia uteri disebabkan oleh terapi tokolitik seperti magnesium
sulfat dan nifedipin, yang mencegah masuknya kalsium kedalam sel,
maka kalsium glukanoat dapat diberikan sebagai terapi adjuvan. Dosis 1
gram (1ampul) kalsium glukanoat dapat meningkatkan tonus uterus dan
mengurangi perdarahan akibat atonia uteri.
Tabel 1. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya (DepKes RI 2007)
JENIS DAN OKSITOSIN ERGOMETRI MISOPROSTO
24
CARA N L
IV : 20 IU dalam 1
Oral atau rektal
liter larutan garam IM atau IV
Dosis dan cara 400 mcg dapat
fisiologis dengan (lambat) : 0,2
pemberiannya diulang sampai
tetesan cepat IM : 10 mg
1200 mcg
IU
IV : 20 IU dalam 1
Ulangi 0,2 mg 400 mcg 2 – 4
liter larutan garam
Dosis lanjutan IM setelah 15 jam setelah dosis
fisiologis dengan
menit awal
tetesan 40 tetes/menit
Dosis Tidak lebih dari 3
Total 1 atau 5 Total 1200 mcg
Maksimal per liter larutan dengan
mg dosis atau 3 dosis
hari oksitosi
Preeclampsia,
Pemberian IV secara Nyeri, kontraksi,
Kontraindikasi vitium cordis,
cepat atau bolus asma
hipertensi
25
penelitiannya disebutkan angka keberhasilannya 100%, kondom
dilepas 24-48 jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang
berat. Cara ini kemudian disebut metode Sayeba. Cara pemasangannya
adalah secara aseptic kondom yang telah diikatkan pada kateter
dimasukkan ke dalam cavum uteri. Kondom diiisi dengan cairan garam
fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai kebutuhan. Dilakukan observasi
perdarahan dan pengisisan kondom dihentikan ketika perdarahan
sudah berkurang. Untuk menjaga kondom agar tetap di cavum uteri,
dipasang tampon kasa gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut
tampon kassa akan basah dan darah keluar dari introitus vagina.
Kontraktilitas uterus dijaga dengan pemberian drip oksitosin sampai
dengan 6 jam kemudian. Diberikan kateter lepas 24-48 jam kemudian,
pada kasus dengan perdarahan berat kondom dapat dipertahankan lebih
lama
5. Operatif
a. Ligasi Arteri Uterina
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina
yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah
rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan
segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum
atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri
dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial
vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular
ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi,
hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang
asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-
3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah
diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah
rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan
bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3- cm dibawah ligasi vasa
26
uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri
uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang
menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu
dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
b. Ligasi Arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum
lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter
ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal
bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang
arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan
dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka
interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus
dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat
menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter
harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
27
Gambar 9 : Tempat Ligasi A. Iliaka Interna
c. Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternatif untuk
mengatasi perdarahan postpartum dan sejak itu banyak publikasi tentang
kesuksesan penerapan teknik ini telah muncul di berbagai jurnal.
Modifikasi asli teknik ini muncul seperti jahitan Square Cho (Cho,
2000) dan Teknik modifikasi Hayman's B-Lynch
Sejak diperkenalkannya teknik jahitan B-Lynch pada tahun 1997,
telah ada 10 pelaporan dan lebih dari 46 kasus. Publikasi asli B-
Lynch melaporkan 5 kasus yang berhasil , 4 dengan perdarahan
postpartum primer (2 kasus setelah persalinan spontan pervaginam, 1
kasus elektif dan 1 kasus setelah operasi emergensi Sectio Caesaria),
yang kelima adalah kasus perdarahan postpartum sekunder 11. Metode
Operasi berhasil pada semua kasus tanpa komplikasi, dan 4 dari 5 pasien
dapat hamil kembali. Dua. Pemeriksaan uterus pada bekas seksio sesarea
tidak menunjukkan kelainan.
Dalam review yang dilakukan Christopher B Lynch, dinyatakan
bahwa teknik B-lynch untuk perdarahan postpartum seharusnya menjadi
pilihan bagi setiap gynecologist. Wohlmith,dkk mempublikasikan hasil
28
dari penelitian teknik B-lynch dengan tingkat kesuksesan mencapai 91
%. Sedangkan Sukses kumulatif didunia mencapai 98%.
Di Indonesia khususnya di Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya
diperkenalkan teknik kompresi uterus yang simple dan cepat yang diberi
nama metode modifikasi Surabaya. Penjahitan uterus modifikasi
Surabaya dengan menggunakan 3 jahitan vertical uterus yang memakai
catgut krom no. 2 dan jarum bundar. Oleh Agus Sulistiyono dkk tahun
2010 diperoleh kesimpulan bahwa teknik kompresi uterus modifikasi
Surabaya lebih efektif, sederhana dan mudah untuk dilakukan, waktu
pengerjaan yang dibutuhkan juga lebih cepat. Dari 8 kasus yang
dikerjakan menggunakan metode ini angka keberhasilan mencapai 100
% yang dimana pada akhirnya 2 dari 8 kasus tersebut pasien meninggal
dunia dikarenakan penyakit yang mendasarinya sejak awal masuk rumah
sakit.13
29
Gambar 9 : Teknik B-Lynch pada penanganan Atonia Uteri
d. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan
jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan
operatif. Insidensi mencapai 7-4 per 10.000 kelahiran, dan lebih
banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan persalinan
pervaginam.
30
Masase fundu uteri segera
setelah plasenta lahir
(maksimal 15 detik)
Tidak
Uterus kontraksi ? Ya
Evaluasi rutin
Tidak
Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput ketuban
Kompresi bimanual interna (KBI) : maks. 5 menit
Uterus kontraksi ? Ya
Pertahankan KBI selama 1-2 menit
Keluarkan tangan secara hati-hati
Lakukan pengawasan kala IV
Tidak
Tidak
Ya
Uterus kontraksi ? Pengawasan kala IV
Tidak
Perdarahan
Histerektomi
31
2.7 KOMPLIKASI
2.8 PROGNOSIS
Bergantung pada jumlah darah yang hilang (sesuai dengan rasio berat
badan pasien), komplikasi yang terjadi, dan keberhasilan terapi.10
2.9 PENCEGAHAN
Antenatal care yang baik dan mencegah terjadinya anemia dalam
kehamilan merupakan hal yang paling penting. Karena pada persalinan nanti,
kehilangan darah dalam jumlah normal dapat membahayakan ibu yang
menderita anemia.21
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan
obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi
jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya
yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi
uterus seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk
mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian
oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit
IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.21
32
BAB III
KESIMPULAN
2. Perdarahan post partum adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui
jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III
3. Atonia uteri ialah lemahnya tonus atau lemahnya kontraksi rahim, yang
interna, histerektomi.
33
9. Prognosis pasien pada atonia uteri bergantung pda jumlah darah yang
34
DAFTAR PUSTKA
35
14. De Cherney AH. Nathan L. Third Trimester Bleeding in Current Obstetrics
and Gynecologic Diagnosis and Treatment. McGraw Hill Companies, 2015
15. Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana. Jakarta: EGC, 2014
16. Paily, V.P. Initial Interventionts to Combat Haemorrhage during Cesarean
Section and Internal Iliac Artery Ligation.A Comprehensive Textbook of
Postpartum Hemorrhage an Essential Clinical Reference for Effective
Management 2nd Ed. Chapter 538Pelatihan Pelayanan Obstetri Emergensi
Dasar. Atonia Uteri. Bagian Obstetri dan Ginekologi.
17. Albert E.Reece, John C.Hobbins. Clinical Obstetrics the Fetus & Mother.
Blackwell Publishing. 2017
18. Williams Obstetric. 22nd Ed. 2015
19. Keith Edmonds. Dewhurst’s Texbook of Obstetrics & Gynaecology. 7th
edition. Blackwell Publishing. 2017
20. Febrianto H.N. Perdarahan Pasca Persalinan. Fakultas Kedokteran.
Universitas Sriwijaya. 2017.
21. JNPKR, Asuhan Persalinan Normal. Departemen Kesehatan RI. Jakarta:
2014.
36