Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ATONIA UTERI

DI SUSUN OLEH

NAMA : LILY AULIA M


NIM : B.22. 06. 166
KELAS : MAJENE

UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO


TAHUN 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan postpartum merupakan perdarahan yang lebih dari 500 cc
terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah
persalinan abdominal. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan
untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah
perdarahan disebut sebagai perdarahan yang lebih dari normal yang telah
menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah,
limbung, berkeringat dingin, menggigil, dan masih banyak lainnya.
Perdarahan postpartum memiliki banyak sekali faktor penyebabnya, salah
satunya yaitu atonia uteri.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan postpartum dini
(50%) dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi
postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan
mekanisme ini. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh
kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembulu darah
yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak mampu
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (Apri, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Atonia Uteri ?
2. Apa penyebab terjadinya Atonia Uteri ?
3. Bagaimana resiko kejadian pada kasus Atonia Uteri ?
4. Apa anatomi fisiologi pada atonia Uteri ?
5. Bagimana perjalanan penyakit pada atonia uteri ?
6. Apa saja tanda dan gejala pada pasien yang mengalami atonia uteri ?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada atonia uteri ?
8. Bagaimana pencegahan pada kasus atonia uteri ?
9. Bagaimana Asuhan Kebidanan pada atonia uteri ?
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Atonia Uteri


1.1.1 Pengertian Atonia Uteri

Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus


dalam berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan Atonia
uteri juga didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera
setelah plasenta lahir. Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-
80%) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa
aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800
ml/menit, sehingga kita bisa bayangkan ketika uterus itu tidak
berkontraksi selama beberapa menit saja maka maka akan menyebabkan
kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah
manusia hanya berkisar 5-6 liter saja. Atonia uteri ( relaksasi otot uterus)
adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan
Persalinan Normal, Depkes Jakarta : 2002)
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Atonia Uteri
adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan
bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya
plasenta menjadi tidak terkendali. Atonia Uteri adalah keadaan lemahnya
tonus,kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup
perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan
plasenta lahir. (Apri, 2009)
Berdasarkan data di atas dapat kami simpulkan bahwa Atonia Uteri
adalah suatu keadaan dimana miometrium tidak berkontraksi dalam
kurun waktu 15 menit setelah kelahiran plasenta hingga menyebabkan
perdarahan terus menerus karena uterus tidak mampu menutup
perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta.
1.1.2 Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penjunjang) seperti :
1. Overdistensio uterys seperti: gemeli makrosomia, polihidroamnion
atau paritas tinggi.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4. Partus lama/partus terlantar
5. Malnutrisi
6. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta misalnya
plasenta belum terlepas dari dinding uterus.
1.1.3 Faktor Resiko
1. Riwayat uterus yang mengalami overdistensi, missal pada
polihidramnion, kehamilan ganda.
2. Kelahiran yang terlalu cepat
3. Paritas tinggi
4. Korioamnionitis
5. Induksi atau stimulasi persalinan
6. Kehamilan lewat waktu
7. Partus lama
8. Penggunaan uterus relaxants (Magnesium sulfat)
9. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia )
10. Perdarahan antepartum (Plasenta previa atau Solutio plasenta)
11. Riwayat perdarahan postpartum
12. Obesitas
13. Umur > 35 tahun;
14. Tindakan operasi dengan anestesi terlalu dalam.
15. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
(augmentasi).

1.1.4 Anatomi Fisiologi

1. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat- berdinding tebal- muskular-
pipih- cekung dan tampak seperti bola lampu/buah peer terbalik yang
terletak di pelvis minor di antara kandung kemih dan rectum. Uterus
normal memiliki bentuk simetris- nyeri bila ditekan, licin dan teraba
padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu fundus uteri yaitu bagian
corpus uteri yang terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus
uteri merupakan bagian utama yang mengelilingi kavum uteri dan
berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang berbentuk silinder. Dinding
belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup peritoneum
sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih.
Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa
ligamentum, jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung
dari usia wanita, pada anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm,
nullipara 6-8 cm dan multipara 8-9 cm. Dinding uterus terdiri dari
tiga lapisan yaitu peritoneum- miometrium/lapisan otot dan
endometrium.
a. Peritoneum
Meliputi dinding rahim bagian luar, menutupi bagian luar uterus,
merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan pembuluh
darah limfe dan urat saraf, meliputi tuba dan mencapai dinding
abdomen.
1) Lapisan otot
a) Lapisan luar : seperti “Kap” melengkung dari fundus uteri
menuju ligamentum
b) Lapisan dalam : berasal dari osteum tuba uteri sampai
osteum uteri internum
c) Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut
membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim.
Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan
vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk angka dan
sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit
rapat dengan demikian perdarahan dapat terhenti.
2) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan
jaringan ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara
osteum uteri internum anatomikum yang merupakan batas dan
kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri
histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum
uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut istmus. Istmus
uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan meregang
saat persalinan.
3) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh
tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga,
tonus otot-otot dasar panggul- ligamentum yang menyangga
uterus adalah ligamentum latum, ligamentum rotundum (teres
uteri) ligamentum infindibulo pelvikum (suspensorium ovarii)
ligamentum kardinale machenrod, ligamentum sacro uterinum
dan ligamentum uterinum.
a) Ligamentum latum
Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus
meluas sampai ke dinding panggul, ruang antara kedua
lipatan berisi jaringan ikat longgar dan mengandung
pembuluh darah limfe dan ureter, ligamentum latum
seolah-olah tergantung pada tuba fallopi, terdiri dari otot
polos dan jaringan ikat, fungsi ligamentum latum yakni
untuk menahan uterus dalam posisi antefleksi
b) Ligamentum infundibulo pelvikum
Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju
dinding panggul, menggantung uterus ke dinding panggul,
antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum
ovarii proprium
c) Ligamentum kardinale machenrod
Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju
panggul, menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke
kiri, tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus
d) Ligamentum sacro uterinum
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale
machenrod menuju os sacrum
e) Ligamentum vesika uterinum
Dari uterus menuju ke kandung kemih, merupakan
jaringan ikat yang agak longgar sehingga dapat mengikuti
perkembangan uterus saat hamil dan persalinan
b. Miometrium
Tersusun atas lapisan-lapisan serabut otot polos yang
membentang ketiga arah (longitudinal, trasversa, dan oblik) dan
saling menjalin dengan jaringan ikat yang elastis dan pembuluh
darah sepanjang dinding uterus dan menyatu dengan lapisan
dalam endometrium yang padat.

Pengaturan skematik arah serabut otot


Miometrium terutama tebal di fundus, semakin menipis kearah
istmus, dan paling tipis di serviks. Serabut longitudinal
membentuk lapisan luar miometrium, paling banyak ditemukan di
fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk mendorong bayi
pada persalinan.
Lapisan miometrium tengah yang tebal, serabut otot yang saling
menjalin membentuk pola angka delapan yang mengelilingi
pembuluh darah besar. Kontraksi lapisan tengah memicu kerja
hemostatis.
Miometrium bekerja sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Struktur miometrium yang memberi kekuatan dan elastisitas
merupakan contoh adaptasi terhadap fungsi uterus :
1) Untuk menjadi lebih tipis, tertarik ke atas, membuka serviks,
dan mendorong janin ke luar uterus, fundus harus berkontraksi
dengan dorongan paling besar.
2) Kontraksi serabut-serabut otot polos yang saling menjalin dan
mengelilingi pembuluh darah ini mengontrol kehilangan darah
setelah aborsi atau persalinan. Karena kemampuannya untuk
menutup (ligasi) pembuluh darah yang diantara serabut
tersebut, serabut otot polos uterus disebut sebagai serabut
hidup.
c. Endometrium
Ialah suatu lapisan membran mukosa yang mengandung
banyak pembuluh darah dan terdiri dari 3 lapisan : 1) lapisan
permukaan padat; 2) lapisan tengah jaringan ikat yang berongga,
lapisan 1 dan 2 dikenal dengan lapisan fungsional; 3) lapisan
dalam padat yang menghubungkan endometrium dengan
miometrium yang dikenal dengan lapisan basal.
2. Pembuluh darah uterus
Arteri uterina asenden yang menuju corpus uteri sepanjang dinding
lateral dan memberikan cabangnya menuju uterus dan di dasar
endometrium membentuk arteri spinalis uteri. Pada bagian atas ada
arteri ovarika untuk memberikan darah pada tuba fallopi dan ovarium
melalui ramus tubarius dan ramus ovarika.
3. Susunan saraf uterus
Kontraksi otot rahim bersifat otonom dan dikendalikan oleh saraf
simpatis dan parasimpatis melalui ganglion servikalis fronkenhouser
yang terletak pada pertemuan ligamentum sakro uterinum.
1.1.5 Patofisiologi

Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk perdarahan setelah


melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi
serabut-serabut miometrium yang yang mengelilingi pembuluh darah
memvaskularisasikan daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi
(Cuningham,2005)
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan
bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan
perdarahan postpartum, lapisan tengah miometrium tersusun sebagai
anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut
mempunyai dua buah lengkungan sehingga setiap dua buah serabut kira-
kira membentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan
otot seperti diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah.
Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan
pembuluh darah pada uterus tetap fsodilatasi sehingga terjadinya
perdarahan postpartum (Cuningham, 2005).
Hal-hal yang menyebabkan atonia uteri dalah :
1. Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungsi instrinsik
uterus
2. Partus lama : Kelemahan akibat partus lama bukan hanya rahim
yang lemah, cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan,
tetapi juga ibu yang keletihan kurang bertahan terhadap kehilangan
darah.
1.1.6 Pathway

ATONIA UTERI 1. Atonia uteri


2. Retensio plasenta
3. Sisa plasenta
4. Laserasi jalan lahir
Gangguan retraksi kontraksi 5. Kelainan darah
otot uterus placcid

Sinus-sinus maternalis tetap terbuka


Penutupan pembuluh darah
terhambat

Perdarahan banyak pervagina

Darah keluar banyak Berkurangnya volume Perdarahan terus-


intravaskuler menerus Ancaman
kematian ibu

Eritrosit keluar, HB Transport O2


Respon
Volume sekuncup Psikologik
Mukosa pucat Fungsi organ Cairan tubuh
konjungtiva anemis terganggu
lemah, pandangan Curah jantung Gelisah, Cemas
berkunang-kunang Kekurangan
volume
Depresi sum-sum Suplai darah ke Ansietas
cairan
tulang jaringan
Resiko anemia
Kelemahan
Pembentukan leukosit tubuh TD, nadi cepat dan kecil, akral
dingin pucat CPR memanjang
Resiko infeksi
Deficit
perawatan Resiko tinggi syok
diri hipovolemik

1.1.7 Tanda dan Gejala


1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus Atonia uteri sangat banyak dan
darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar
disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak
lagi sebagai anti pemebeku darah
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting atau khas atonia yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalan cavum uteri dan
menggumpal.
4. Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas
dingin, gelisah, mual dan lain-lain.
1.1.8 Penatalaksanaan
Menurut Ai Yeyeh dan Lia (2010), menejemen atonia uteri meliputi :
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penanganan
awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat,
monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, monitoring
saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu
dilakukan untuk persiapan tranfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus
yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera
lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka
lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum/vagina dan serviks mengalami
laserasi dan jahit atau rujuk segera.
3. Jika uterus tidak berkontraksi
Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang
servik, pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, lakukan
kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit. Jika uterus
berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan
perlahan-lahan dan pantau kala IV dengan ketat. Jika uterus tidak
berkontraksi maka anjurkan keluarga untuk memulai melakukan
kompresi bimanual eksterna, keluarkan tangan perlahan-lahan,
berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi),
pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500
ml RL + 20 oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin,
ulangi KBI jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama
selama kala IV. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.
4. Pemberian uterotonika
Oksitosin merrupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis.obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang
efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan
dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin
menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekuensi tetapi pada dosis
tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau
IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus ringer laktat 20 IU
perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU
intramiometrikal 9IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat
sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu
intoksikasi cairan jarang ditemukan.
5. Operatif (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen
bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang
besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina,
masuk ke miometrium ke luar bagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa
uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium,
untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometriom. Jahitan
kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika
terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan
vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina
bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus
mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah
rahim dan cabang arteri uterina menuju ke servik, jika perdarahan
masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral
ligasi vasa ovarian.
6. Histerektomi (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan
jika terjadi perdarahan post partum masif yang membutuhkan
tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan
lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan
vaginal.
7. Kompresi bimanual (boleh dilakukan oleh bidan yang sudah
berpengalaman)
Menurut Ai Yeyeh, Lia (2010) kompresi uterus bimanual dapat
ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia
sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan
perdarahan secara sempurna. Bila uterus refrakter oksitosin, dan
perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual, maka
histerektomi merupakan tindakan terakhir.
Peralatan yang digunakan meliputi sarung tangan steril dan
keadaan sangat gawat lakukan dengan tangan telanjang dengan
tangan yang telah dicuci. Tekniknya yaitu basuh genetalia eksterna
dengan lakukan desinfektan dalam kedaruratan tidak diperlukan.
Eksplorasi dengan tangan kiri sisipkan tinju dalam vornik anterior
vagina, tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus
uteri dan menangkap dari belakang atas, tamgan dalam menekan
uterus keatas terhadap tangan luar, itu tidak hanya menekan uterus
tetapi juga meregangkan pembuluh aferen sehingga menyempitkan
lumennya.
Alasan dilakukan KBI adalah atonia uteri seringkali bisa diatasi
dengan KBI. Jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan
tindakan-tindakan lain seperti :
a. Berikan 0,2 ergometrin secara IM atau misoprostrol 600-
1000 mcg dan jangan berikan ergometrin pada ibu dengan
hipertensi karena ergometrin bisa menaikkan tekanan darah.
b. Gunakan jarum dengan ukuran besar (16 atau 18). Pasang
infus dan berikan 500 cc larutan RL yang mengandung 20
IU oksitosin.
c. Pakai sarung tangan steril atau DTT dan ulangi KBI.
d. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit seger
rujuk ibu karena ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu
memebutuhkan tindakan gawat darurat difasilitas kesehatan
rujukan mampu melakukan operasi dan transfusi darah.
e. Teruskan tindakan KBI dan infus cairan hingga ibu tiba di
tempat rujukan.
f. Infus 500 ml perjam pertama dihabiskan dalam waktu 10
menit dan berikan tambahan 500 ml per jam hingga tiba
ditempat rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan
mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125
cc / jam.
g. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan cairan 500 ml (botol
ke 2) cairan infus dengan tetesan sedang dan ditambah
dengan cairan secara oral untuk rehidarasi.
Berikut prosedur kompresi bimanual internal dan kompresi bimanual
eksternal.
1. Kompresi bimanual internal.
a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan
lembut masukkan secara obstetric (menyetukan kelima ujung jari)
melalui introitus kedalam vagina ibu
b. Periksa vagina dan serviks, jika ada selaput ketuban atau bekuan
darah pada cavum uteri, mungkin hal ini menyebabkan uterus
tidak dapat berkontraksi secara penuh
c. Kepalkan tangan dan tempatkan pada forniks anterior, tekan
dinding anterior uterus kearah tangan luar yang menahan dan
mendorong dinding posterior uterus kearah depan sehingga uterus
ditekan dari arah depan dan belakang.
d. Tekan kuat uterus diantara kedua tangan. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka
(bekas imflantasi plasenta) didinding uterus dan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi.
e. Evaluasi keberhasilan

Gambar: Kompresi Bimanual Interna


2. Kompresi bimanua eksternal
a. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan
corpus uteri dan diatas shimphisis pubis.
b. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan didnding
belakang corpus uteri, sejajar dengan dinding depan corpus uteri.
Usahakan untuk mencakup atau memegang bagian belakang
uterus seluas mungkin
c. Lakukan kompresi uterus dengan saling mendekatkan tangan
depan dan belakang agar pembuluh darah didalam anyaman
miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit
pembuluh darah uterus dan membantu uterus berkontraksi.

Gambar : Kompresi Bimanual Eksterna

Penatalaksanaan Antonia Uteri


Masase fundus uteri, segera setelah plasenta lahir
( maksimal 15 detik)

Uterus kontraksi ya Evaluasi rutin

Tidak

 Evaluasi / bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban


 Pastikan kandung kemih kosong
 Kompresi Bimanual Interna (KBI)
 Pertahankan KBI
Uterus kontraksi ya selama 1-2 menit
 Keluarkan tangan
secara hati-hati
Tidak  Lakukan pengawasan
kala IV

 Ajarkan keluarga melakukan Kompresi Bimanual Eksterna (KBE)


 Keluarkan tangan (KBE) secara hati-hati
 Suntikkan Methly ergonometrin 0,2 mg IM
 Pasang infuse RL + 20 in oksitosin guyur
 Lakukan lagi KBI

Uterus kontraksi ya Pengawasan kala IV


a

Tidak

 Rujuk ke RS segera
 Dampingi ibu ke tempat rujukan
 Lanjutkan pemberian infuse + 20 IU oksitosin minimal 500 cc/ jam
sampai habis 1,5 liter. Selanjutkan 125 cc/jam hingga mencapai tempat
rujukan. Berikan minum untuk rehidrasi.
 Selama perjalanan dapat dilakukan Kompresi Aorta Abdominalis

1.1.9 Pencegahan
Atonia uteri dapat dicegah dengan Manajemen Aktif Kala III, yaitu :
1. Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bahu bayi lahir;
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali;
3. Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap
berkontraksi.

1.2 Asuhan Kebidanan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses kebidanan. Pengkajian
yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tindakan
dan evaluasi dari tindakan yang dilaksanakan. Pengkajian dilakukan secara
sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang
diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap klien post meliputi :
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,
alamat, medikal record dan lain- lain.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan
kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi
sisa plasenta.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Keluahan yang dirasakan saat ini yaitu : kehilangan darah
dalam jumlah banyak (<500ml), nadi lemah, pucat, lokea
berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah
rendah, ekstremitas dingin dan mual.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat kesehatan keluarga yang pernah atau sedang
menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia,
penyakit keturunan hemofilia dan penyakit menular.
3) Riwayat obstetrik
a) Riwayat menstruasi meliputi : menarche, lamanya siklus,
banyaknya, baunya, keluhan waktu haid, HPHT.
b) Riwayat perkawinan meliputi : usia kawin, kawin yang
keberapa, usia mulai hamil.
c) Riwayat hamil, persalinan, dan nifas yang lalu
 Riwayat hamil meliputi : waktu hamil muda , hamil tua,
apakah ada abortus, retensi plasenta.
 Riwayat persalinan meliputi : tua kehamilan, cara
persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan
dalam pesalinan anak lahir atau mati, berat badan anak
waktu lahir, panjang waktu lahir.
 Riwayat nifas meliputi : keadaan lochea, apakah ada
pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat
nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi.
d) Riwayat kehamilan sekarang
 Hamil muda, keluhan selama hamil muda.
 Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat
badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan
tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.
4) Riwayat antenatal care meliputi :dimana tempat pelayanan, berapa
kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat.
Pola aktifitas sehari-hari :
a) Makan dan minum, meliputi komposis makanan, frekuensi,
baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan
dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup
kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan,
sayur-sayuran dan buah-buahan.
b) Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna
konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi. BAB
harus ada 3-4 hari post partumsedangkan miksi hendaklah
secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995).
c) Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena
perubahan peran dan melaporkan keluhan yang berlebihan.
d) Personal hygiene meliputi : pola atau frekuensi mandi,
menggosok gigi, keramas, naik sebelum dan selama dirawat
serta perawatan balutan atau duk.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Mulut : bibir pucat
b) Payudara : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi,
simetris
c) Abdomen : terdapat pembesaran abdomen
d) Genetalia : terdapat pendarahan pervaginam
e) Ekstremitas : dingin
2) Palpasi
a) Abdomen : uterus teraba lembek. TFU lebih kecil daripada UK,
nyeri tekan, perut teraba tegang, messa pada adnexa.
b) Genetalia : nyeri goyang ponsio, kavum douglas menonjol
3) Auskultasi
Abdomen : bising usus (+), DJJ(-)
4) Perkusi
Ekstremitas :reflek patella +/+
c. Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil :
1) Rambut dan kulit
a) Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, puting susu dan
linea nigra
b) Striac atau tanda guratan bisa terjadi didaerah abdomen dan
paha
c) Laju pertumbuhan rambut berkembang.
2) Mata : pucat, anemis
3) Hidung
4) Gigi dan mulut
5) Leher
6) Buah dada/ payudara
a) Peningkatan pigmentasi areola puting susu
b) Bertumbuhnya ukuran dan noduler
7) Jantung dan paru
a) Volume draah meningkat
b) Penurunan frekuensi nadi
c) Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembuluh
darah pulmonal
d) Terjadi hiperventilasi selama kehamilan
e) Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas
f) Diafragma meninggi
g) Perubahan pernafasan abdomen menjadi pernafasan dada
8) Abdomen
a) Menentukan letak janin
b) Menentukan tinggi fundus uteri
9) Vagina
a) Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan (
tanda chandwick)
b) Hipertropi epithelium
10) System musculoskeletal
a) Persendian tulang pinggul yang mngendur
b) Gaya berjalan yang canggung
c) Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan
diastasis rectal
d. Pemeriksaan khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda
komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini
meliputi :
1) Nyeri / ketidaknyamanan nyeri tekan uterus (fragmen- fragmen
plasenta tertahan). Ketidaknyamanan vagina/ pelvis, sakit
punggung (hematoma)
2) Sistem vaskuler
a) Perdarahan di observasitiap 2 jam selama 8 jam pertama,
kemudian tiap 8 jam berikutnya
b) Tensi diawasi tiap 8 jam
c) Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan
merah
d) Haemoroid di observasi tiap 8 jam terhadap besar dan
kekenyalan
e) Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/ sun anemis, defek
koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura
3) Sistem reproduksi
a) Utreus diobservasi tiap 30 menit selama 4 hari post partum,
kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri
dan posisinya serta konsistensinya.
b) Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna,
banyak dan bau
c) Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda
infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas.
d) Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e) Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f) Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan
fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)
4) Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi
lancar atau tidak, spontan dan lain-lain.
5) Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
6) Integritas Ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.

2. Implementasi
Setelah rencana tindakan kebidanan tersusun, selanjutnya rencana
tindakan tersebut dilaksanakan sesuai dengan situasi yang nyata untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan tindakan,
Bidan dapat langsung melaksanakan kepada orang lain yang dipercaya
dibawah pengawasan orang yang masih seprofesi dengan Bidan.
(Nursalam, 2001:63)
3. Evaluasi
a. Tidak terjadi perdarahan
b. Rasa nyeri yang dirasakan klien dapat teratasi
c. Tidak terjadi shock hipovolemik dan tidak ada ansietas
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Atonia uteri adalah dimana terjadinya kegagalan otot rahim yang
menyebabkan pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka
sehingga menimbulkan perdarahan.
2. Faktor penyebab terjadinya atonia uteri salah satunya :
a. Overdistensio uterys seperti: gemeli makrosomia,polihidroamnion atau
paritas tinggi.
b. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
c. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
d. Partus lama/partus terlantar
e. Malnutrisi
Sehingga dengan banyaknya penyebab ini diharapkan dapat
diminamilisir
3. Tanda dan gejala atonia uteri antara lain: perdarahan pervaginam,
konsistensi rahim lunak, fundus uteri naik dan terdapat tanda-tanda syok.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan postpartum dini,
kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan.

Anda mungkin juga menyukai