Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah mioma uteri.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis mendapat dari berbagai pihak.


Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak yang telah membantu sehingga pembuatan makalah ini
dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari rqsa sempurna,
maka dari itu penulis mengharap kritik dan saran demi perbaikan agar menjadi
lebih baik lagi. Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Akhir kata, sekian dan terimakasih.
BAB I

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan

ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma,

fibriomioma atau fibroid (Prawirohardjo Sarwono,2009). Salah satu masalah

kesehatan pada kaum wanita yang insidensinya terus meningkat adalah mioma

uteri. Mioma uteri menempati urutan kedua setelah kanker serviks

berdasarkan jumlah angka kejadian penyakit.

Penelitian Marino (2004) di Italia melaporkan 73 kasus mioma uteri dari

341 wanita terjadi pada usia 30-60 tahun dengan prevalensi 21,4%. Penelitian

Boynton (2005) di Amerika melaporkan 7.466 kasus mioma uteri dari 827.348

wanita usia 25-42 tahun dengan prevalensi 0,9%. Penelitian Pradhan (2006) di

Nepal melaporkan 137 kasus mioma uteri dari 1.712 kasus ginekologi dengan

prevalensi 8%. Penelitian Okizei O (2006) di Nigeria (Departement of

Gynecology, University of Nigeria Teaching Hospital Enugu) melaporkan

mioma uteri 190 diantara 1.938 kasus ginekologi dengan prevalensi 9.8%.

Penelitian Rani Akhil Bhat (2006) di India (Departement of Obstetric and

Gynecology, Kasturba Medical College and Hospital) terdapat 150 kasus

mioma uteri, dan 77 kasus terjadi pada wanita umur 40-49 tahun dengan
prevalensi 51%, dan 45 kasus terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun

dengan prevalensi 30%.

Derajat kesehatan salah satunya didukung dengan kaum wanita

yang memperhatikan kesehatan reproduksi karena hal tersebut berdampak

pada berbagai aspek kehidupan. Penyebab pasti mioma uteri belum

diketahui secara pasti, diduga merupakan penyakit multifaktor karena

memiliki banyak faktor dan resikonya meningkat seiiring dengan

bertambahnya usia.

Berdasarkan multifaktor tersebut, kewaspadaan wanita terhadap

resiko mioma uteri sangat dibutuhkan. Dalam hal ini peran perawat

berpengaruh dalam menjawab kebutuhan klien dengan mioma uteri. Yaitu

memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan mioma

uteri serta menjalankan fungsi perannya sebagai health educator.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami dan menyusun Asuhan Keperawatan

Mioma Uteri

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui Anatomi Uterus pada Wanita


2. Memahami Definisi dari Mioma Uteri

3. Memahami Klasifikasi dari Mioma Uteri

4. Memahami Etiologi dari Mioma Uteri

5. Memahami Klasifikasi dari Mioma Uteri

6. Memahami Patofisiologi dari Mioma Uteri

7. Memahami Pathway dari Mioma Uteri

8. Memahami Pemeriksaan Penunjang dari Mioma Uteri

9. Memahami Komplikasi dari Mioma Uteri

10. Memahami Penatalaksanaan dari Mioma Uteri

11. Memahami Pencegahan dari Mioma Uteri

12. Memahami dan Menyusun Asuhan Keperawatan Mioma Uteri


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Uterus

Uterus (rahim) merupakan organ yang tebal, berotot, berbentuk

buah pir, yang sedikit gepeng kearah muka belakang, terletak di dalam

pelvis antara rektum di belakang dan kandung kemih di depan. Ukuran

uterus sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas

otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm lebar di atas 5,25 cm,

tebal 1,25 cm. Berat uterus normal lebih kurang 57 gram. Pada masa

kehamilan uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama dibawah

pengaruh estrogen dan progesterone yang kadarnya meningkat.

Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertropi otot polos


uterus, disamping itu serabutserabut kolagen yang ada menjadi

higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat

mengikuti pertumbuhan janin. Setelah Menopause, uterus wanita nullipara

maupun multipara, mengalami atrofi dan kembali ke ukuran pada masa

predolesen

2.1.1 Pembagian Uterus


1) Fundus Uteri (dasar rahim) : bagian uterus yang proksimal

yang terletak antara kedua pangkal saluran telur.

2) Korpus Uteri : Bagian uterus yang membesar pada

kehamilan. Korpus uteri mempunyai fungsi utama sebagai

tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada

korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim.

3) Serviks Uteri : Ujung serviks yang menuju puncak vagina

disebut porsio,hubungan antara kavum uteri dan kanalis

servikalis disebut ostium uteri yaitu bagian serviks yang

ada di atas vagina.

2.1.2 Pembagian Dinding Uterus


1) Endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks

uteri. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-

kelenjar, dan jaringan dengan banyak pembuluh-pembuluh

darah yang berlekuk-lekuk. Dalam masa haid endometrium

untuk sebagian besar dilepaskan, untuk kemudian tumbuh

menebal dalam masa reproduksi pada kehamilan dan


pembuluh darah bertambah banyak yang diperlukan untuk

memberi makanan pada janin.

2) Miometrium (lapisan otot polos) di sebelah dalam

berbentuk sirkuler, dan disebelah luar berbentuk

longitudinal. Diantara kedua lapisan ini terdapat lapisan

otot oblik, berbentuk anyaman. Lapisan otot polos yang

paling penting pada persalinan oleh karena sesudah

plasenta lahir berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-

pembuluh darah yang ada di tempat itu dan yang terbuka.

3) Lapisan serosa (peritoneum viseral) terdiri dari lima

igamentum yang menfiksasi dan menguatkan uterus yaitu:

a. Ligamentum kardinale kiri dan kanan yakni

ligamentum yang terpenting, mencegah supaya

uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal,

dan berjalan dari serviks dan puncak vagina kea rah

lateral dinding pelvis. Didalamnya ditemukan

banyak pembuluh darah, antara lain vena dan

arteria uterine.

b. Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan yakni

ligamentum yang menahan uterus supaya tidak

banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian

belakang kiri dan kanan kearah sarkum kiri dan

kanan. Ligamentum rotundum kiri dan kanan yakni

ligamentum yang menahan uterus agar tetap dalam


keadaan antofleksi, berjalan dari sudut fundus uteri

kiri dan kanan, ke daerah inguinal waktu berdiri

cepat karena uterus berkontraksi kuat.

c. Ligamentum latum kiri dan kanan yakni

ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus

kearah sisi, tidak banyak mengandung jaringan

ikat.

d. Ligamentum infundibulo pelvikum yakni

ligamentum yang menahan tuba fallopi, berjalan

dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di

dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran-

saluran limfe, arteria dan vena ovarika.

2.2 Definisi Mioma Uteri

Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan

ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma,

fibriomioma atau fibroid (Prawirohardjo Sarwono,2009).


Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan

jaringan ikat yang menumnpang, sehingga dalam kepustakaan  dikenal

dengan istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid (Mansjoer, 2007).

Myoma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari otot rahim

(miometrium) atau jaringan ikat yang tumbuh pada dinding atau di dalam

rahim. (Lina Mardiana, 2007)

2.3 Klasifikasi

Berdasarkan letaknya mioma uteri dibagi atas:

1)      Mioma sub mukosum

Mioma yang berada di bawah lapisan mukosa

uterus/endometrium dan tumbuh kearah kavun uteri. Hal ini

menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan besar kavum uteri.

Bila tumor ini tumbuh dan bertangkai, maka tumor dapat keluar

dan masuk ke dalam vagina yang disebut mioma geburt.

Mioma submukosum walaupun hanya kecil selalu

memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit


dihentikan, sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.

Mioma uteri dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian

dilahirkan melalui serviks (mioma geburt).

2)      Mioma intramural

Berada diantara serabut miometrium. Disebut juga sebagai

mioma intraepitalial, biasanya multiple. Apabila masih kecil, tidak

merubah bentuk uterus, tapi bila besar akan menyebabkan uterus

berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya.

Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali

rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah

bawah.

3)      Mioma subserosum

Lokasi tumor di sub serosa korpus uteri. Dapat hanya

sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang

dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan kearah

lateral dapat berada di dalam ligamentum latum, dan disebut

sebagai mioma intraligamen. Mioma yang cukup besar akan

mengisi rongga peritoneum sebagai suatu massa. Perlekatan

dengan ementum di sekitarnya menyebabkan sisten peredaran

darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai

semakin mengecil dan terputus, sehingga mioma terlepas dari

uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum.

Mioma jenis ini dikenal sebagai mioma jenis parasitik


Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol

ke permukaan uterus dan diliputi serosa. Mioma subserosum dapat

tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma

intra ligamenter. Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel

pada jaringan lain setelah lepas dari uterus, misalnya ke

ligamentum atau omentum dan kemudian bebas disebut

wondering / parasitic fibroid. (Sarwono, 2005).

2.4 Etiologi

Walaupun mioma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang

pasti, namun dari hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa

mioma uteri terjadi terjadi tergantung pada sel-sel imatur yang terdapat

pada “cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh

hormon estrogen. Namun demikian, beberapa faktor yang dapat menjadi

faktor pendukung terjadinya mioma adalah wanita usia 35-45 tahun, hamil

pada usia muda, genetik, zat-zat karsinogenik, sedangkan yang menjadi

pencetus dari terjadinya mioma uteri adalah adanya sel yang imatur.

Teori Mayer dan Snoo, rangsangan “sell nest” oleh estrogen, faktor:

1) Tak pernah dijumpai sebelum menstruasi

2) Atropi setelah menopause

3) Cepat membesar saat hamil

4) Sebagian besar masa reproduktif (Bagus, 2002).


Faktor-faktor penyebab mioma uteri  belum diketahui, namun ada 2 teori

yang berpendapat :

1. Teori stimulasi

Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi, mengingat

bahwa:

1) Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil

2) Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche

3) Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause

4) Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan

mioma uteri.

Penyebab dari mioma pada rahim masih belum diketahui.

Beberapa penelitian mengatakan bahwa masing-masing mioma muncul

dari 1 sel neoplasma soliter (satu sel ganas) yang berada diantara otot

polos miometrium (otot polos di dalam rahim). Selain itu didapatkan

juga adanya faktor keturunan sebagai penyebab mioma uteri.

Pertumbuhan dari leiomioma berkaitan dengan adanya hormone

estrogen. Tumor ini menunjukkan pertumbuhan maksimal selama

masa reproduksi, ketika pengeluaran estrogen maksimal. Mioma uteri

memiliki kecenderungan untuk membesar ketika hamil dan mengecil

ketika menopause berkaitan dengan produksi dari hormon estrogen.

Apabila pertumbuhan mioma semakin membesar setelah menopause

maka pertumbuhan mioma ke arah keganasan harus dipikirkan.

Pertumbuhan mioma tidak membesar dengan pemakaian pil


kontrasepsi kombinasi karena preparat progestin pada pil kombinasi

memiliki efek anti estrogen pada pertumbuhannya. Perubahan yang

harus diawasi pada leiomioma adalah perubahan ke arah keganasan.

yang berkisar sebesar 0,04%.

2. Teori Cellnest atau genitoblas

Terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur yang

terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus

menerus oleh estrogen. (Prawirohardjo, 2002).

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang

diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :

1.   Umur :

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,

ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor

ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.

2.   Paritas :

Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif

infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas

menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang

menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling

mempengaruhi.

3.   Faktor ras dan genetik :

Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka

kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor
ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita

mioma.

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala klinik mioma uteri adalah:


1) Perdarahan tidak normal

Merupakan gejala yang paling umum dijumpai. Gangguan

perdarahan yang terjadi umumnya adalah: menoragia, dan metrorargia.

Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini antara lain

adalah: pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia

endometrium, permukaan endometrium yang lebih luas dari pada

biasa, atrofi endometrium, dan gangguan kontraksi otot rahim karena

adanya sarang mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak

dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. Akibat

perdarahan penderita dapat mengeluh anemis karena kekurangan

darah, pusing, cepat lelah, dan mudah terjadi infeksi

a. Hipermenorea perdarahan banyak saat menstruasi

b. Meluasnya permukaan endometrium dalam proses

menstruasi

c. Gangguan kontraksi otot rahim

d. Perdarahan berkepanjangan

Akibat perdarahan penderita dapat mengeluh anemis

karena kekurangan darah, pusing, cepat lelah dan

mudah terjadi infeksi.

2)      Penekanan rahim yang membesar


Penekanan rahim karena pembesaran mioma uteri dapat terjadi:

a. Terasa berat di abdomen bagian bawah

b. Sukar miksi atau defekasi

c. Terasa nyeri karena tertekannya urat syaraf

Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri.

Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuria, pada

uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat

menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat

menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan

pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan

nyeri panggul.

3)      Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan

Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling

mempengaruhi:

a. Kehamilan dapat mengalami keguguran

b. Persalinan prematurus

c. Gangguan saat proses persalinan

d. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan

infertilitas

e. Kala ke tiga terjadi gangguan pelepasan plasenta dan

perdarahan
2.6 Patofisiologi

Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyakdibanding

miometrium normal. Teori “Cell Nest” atau teori “Genitoblat”

membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor

fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot

polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul.

Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga

berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifat

degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut

letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramuskular dan

subserosum.

Ammature muscle cell nest dalam miometrium akan berproliferasi

hal tersebut diakibatkan oleh rangsangan hormon estrogen. ukuran myoma

sangat bervariasi. sangat sering ditemukan pada bagian body uterus

(corporeal) tapi dapat juga terjadi pada servik. Tumot subcutan dapat

tumbuh diatas pembuluh darah endometrium dan menyebabkan

perdarahan. Bila tumbuh dengan sangat besar tumor ini dapat

menyebabkan penghambat terhadap uterus dan menyebabkan perubahan

rongga uterus. Pada beberapa keadaan tumor subcutan berkembang

menjadi bertangkai dan menonjol melalui vagina atau cervik yang dapat

menyebabkan terjadi infeksi atau ulserasi. Tumor fibroid sangat jarang

bersifat ganas, infertile mungkin terjadi akibat dari myoma yang

mengobstruksi atau menyebabkan kelainan bentuk uterus atau tuba falofii.

Myoma pada badan uterus dapat menyebabkan aborsi secara spontan, dan
hal ini menyebabkan kecilnya pembukaan cervik yang membuat bayi lahir

sulit.

2.7 Pathway

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada kasus


Mioma Uteri adalah :
1.      Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit

turun/meningkat, Eritrosit turun.

2.      USG (Ultrasonografi) : terlihat massa pada daerah uterus.

3.      Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa,

konsistensi dan ukurannya.

4.      Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma

tersebut.

5.      Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat

menghambat tindakan operasi.

6.      ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat

mempengaruhi tindakan operasi.

7.     Ultrasonografi

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam

menetapkan adanya Mioma Uteri. Ultrasonografi transvaginal

terutama bermanfaat pada uterus yng kecil. Uterus atau massa yang

paling besar paling baik diobservasi melalui ultrasonografi

transabdominal. Mioma Uteri secara khas menghasilkan gambaran

ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun

pembesaran uterus. Adanya klasifikasi ditandai oleh fokus-fokus

hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai

adanya daerah yang hipoekoik.

8.     Histeroskopi

Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya Mioma Uteri submukosa,


jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat

diangkat.

9.      MRI (Magnetic Resonance Imaging)

MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi

mioma, tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai

massa gelap terbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium yang

normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat

dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat

menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat

disimpulkan.

2.9 Komplikasi
1. Perdarahan sampai terjadi anemia

2. Torsi ( putaran tungkai mioma ) dari :

1) Mioma uteri, subsemsa

2) Mioma uteri subumatosa

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul

gangguans irkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian

terjadilah syndrome abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan

gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu

keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum.

Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang

diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi

pada mioma yang menyebabkan perdarahan berupa metroragia disertai


leukore dan gangguan-gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus

sendiri

3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi

4. Pengaruh timbale balik mioms dan kehamilan

1) Pengaruh mioma terhadap kehamilan

2) Infeksi

3) Abortus

4) Persalinan premature dan kelaianan letak

5) Infeksia uteria

6) Gangguan jalan persalinan

7) Retensi plasenta

5.Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri bertangkai

2.10 Penatalaksaaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu :

1.      Penatalaksanaan koservatif sebagai berikut :

a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap

3-6 bulan

b. anemia, Hb < 89 % tranfusi PRC

c. Pemberian zat besi

d. Penggunaan agonis GnRH lenprotid asetat 3,75 mg 1M

pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak 3 kali.

Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan


menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi

genedropin dan menciptakan keadaan hipohistrogonik yang

serupa yang ditekankan pada periode postmenopause efek

maksimum dalam mengurangi ukuran tumor diobservasi

dalam 12 minggu. Terapi GnRH . Ini dapat pula diberikan

sebelum pembedahan, karena memberikan beberapa

keuntungan , mengurangi kehilangan  darah selama

pembedahan, dan dapat mengurangi kebutuhan akan

transfuse darah, namun obat ini menimbulkan kehilangan

masa tulang meningkat dan osteoporosis pada waktu

tersebut.

2.      Penatalaksanaan operatif bila

a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu

b. Pertumbuhan tumor ceppat

c. Mioma subserosa, bertangkai, dan torsi

d. Bila dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya

e. Hipermenoria pada mioma submukosa

f. Penekanan pada organ sekitarnya

3. Radioterapi.

a. Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi

(bad risk patient).

b. Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan.

c. Bukan mioma jenis submukosa

d. Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rectum.


e. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat

menyebabkan menopause.

4. Operasi

a. Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa

pengangkatan rahim/uterus (Rayburn, 2001). Miomektomi

lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara

umum. Miomektomi dilakukan pada wanita yang masih

menginginkan keturunan. Syaratnya harus dilakukan kuretase

dulu, untuk menghilangkan kemungkinan keganasan.

KERUGIAN:

a) Melemahkan dinding uterus, sehingga dapat menyebabkan

rupture uteri pada waktu hamil.

b) Menyebabkan perlekatan.

c) Residif.

b. Histerektomi/ Pengangkatan Rahim

Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk

mengangkat rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri

ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri (Prawirohardjo,

2001).

Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak

menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki

mioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala.


Histrektomi dilakukan pada mioma yang ukurannya besar dan

multipel. Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan satu atau

kedua ovarium, maksudnya adalah untuk menjaga agar tidak

terjadi menopause sebelum waktunya dan menjaga gangguan

coronair atau arteriosklerosis umum. Sebaiknya dilakukan

histerektomi total, kecuali bila keadaan tidak mengijinkan bisa

dilakukan histerektomi supravaginal. Untuk menjaga

kemungkinan keganasan pada cervix, sebaiknya dilakukan pap

smear pada waktu tertentu.

Ada dua cara histerektomi, yaitu :

1)      Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar

terutama mioma intraligamenter, torsi dan akan

dilakukan ooforektomi

2)      Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil

(ukuran < uterus gravid 12 minggu) atau disertai dengan

kelainan di vagina misalnya rektokel, sistokel atau

enterokel (Callahan, 2005).

Kriteria menurut American College of Obstetricians

Gynecologists (ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai

berikut :

1)      Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau

yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.


2)      Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan

yang banyak dan bergumpal-gumpal atau berulang-

ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat

kehilangan darah akut atau kronis.

3)      Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri

meliputi nyeri hebat dan akut, rasa tertekan punggung

bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan

penekanan pada vesika urinaria mengakibatkan

frekuensi miksi yang sering (Chelmow, 2005).

5. Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil

Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring,

analgesia dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif

selalu lebih disukai apabila janin imatur. Seksio sesarea merupakan

indikasi untuk kelahiran apabila mioma uteri menimbulkan kelainan letak

janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik.

2.11 Pencegahan

1. Pencegahan Primordial

Pencegahan ini dilakukan pada perempuan yang belum menarche

atau sebelum terdapat resiko mioma uteri. Upaya yang dapat dilakukan

yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayuran

dan buah.

2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan awal pencegahan sebelum

seseorang menderita mioma. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan

dengan penyuluhan mengenai faktor-faktor resiko mioma terutama pada

kelompok yang beresiko yaitu wanita pada masa reproduktif. Selain itu

tindakan pengawasan pemberian hormone estrogen dan progesteron

dengan memilih pil KB kombinasi (mengandung estrogen dan

progesteron), pil kombinasi mengandung estrogen lebih rendah dibanding

pil sekuensil, oleh karena pertumbuhan mioma uteri berhubungan dengan

kadar estrogen .

3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan untuk orang yang telah terkena mioma

uteri, tindakan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya komplikasi.

Pencegahan yang dilakukan adalah dengan melakukan diagnosa dini dan

pengobatan yang tepat.

4. Pencegahan Tertier

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan setelah penderita

melakukan pengobatan. Umumnya pada tahap pencegahan ini adalah

berupa rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencegah

timbulnya komplikasi. Pada dasarnya hingga saat ini belum diketahui

penyebab tunggal yang menyebabkan mioma uteri, namun merupakan

gabungan beberapa faktor atau multifaktor. Tindakan yang dilakukan

adalah dengan meningkatkan kualitas hidup dan mempertahankannya.

Penderita pasca operasi harus mendapat asupan gizi yang cukup dalam

masa pemulihannya.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MIOMA UTERI


(KASUS)

3.1 PENGKAJIAN

A. Identitas Klien

Nama                          : Ny. R

Umur                          : 39 tahun

Jenis kelamin              : Wanita

Suku/bangsa               : Indonesia

Status perkawinan      :Cerai

Pendidikan                 :  Tidak sekolah

Pekerjaan                    : Petani

Alamat                       : Boja,Kendal

Tanggal masuk           : 12 februari 2016

No.reg                                    :-

Diagnosa keperawatan: Miom uteri

Penanggung jawab

Nama                                      : Tn. S

Umur                                      : 25 tahun

Hubungan dengan pasien       : Anak

Suku/bangsa                           : Indonesia

Agama                                    : Islam
Pendidikan                             : Smp

Pekerjaan                                : Wiraswasta

B. Riwayat kesehatan

a.   Keluhan utama : Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah

b.   Riwayat kesehatan sekarang : Pasien datang dari IGD dengan keluhan nyeri

perut bagian bawah, sakit saat BAK, gejala itu ada sejak kurang lebih 3 hari

yang lalu, kemudian keluarga membawa ke RSUD Ungaran untuk mendapat

perawatan lebih lanjut. 

c.   Riwayat kesehatan yang lalu : Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga

yang menderita sakit dengan pasien dan tidak mempunyai penyakit lain,

seperti HT, DM.

d.  Riwayat Reproduksi : Pasien mengatakan pada saat menstrusi merasa sakit,

haid 7 hari siklus haid 28 hari.

e. Riwayat obstetric

No Tahun Umur Riwayat Jenis Penyakit Jenis BB PJ

kehamilan penolon kelamin

1 25 9 bln 5 Dukun Laki- 3k 4cm

hari desa laki g

f. Riwayat keluarga berencana


Pasien mengatakan mengikuti KB spirait sejak 9 tahun yang lalu.

C. Pengkajian pola fungsional

1.       Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Sebelum    : pasien mengatakan selalu menjaga kesehatan dan

menganggap kesehatan adalah hal yng utama

Selama       : pasien mengatakan kesehatan adalah hal yang paling berharga

2.      Pola Nutrisi dan metabolic

Sebelum    : pasien mengatakan makan 3x sehari dengan komposisi nasi,

sayur dan lunak, serta bminum air putih

Selama       : pasien mengatakan tidak mengalami masalah dengan pola

nafsu makan dan selalu menghabiskan porsi makanan yang disediakan

oleh rumah sakit

3.      Pola eliminasi

Sebelum    : pasien mengatakan BAB 1 kali dengan karakteristik lunak,

kuning, bau khas dan BAK 4-5 x sehari, kuning, bau khas

Selama       : pasien mengatakan BAB 1 kali dengan karakteristik lunak,

kuning, bau khas dan BAK merasa sakit saat mengeluarkan urin kemudian

dipasang DC volume rata-rata 800 cc perhari

4.      Pola aktivitas dan latihan

Sebelum    : pasien mengatakan beraktifitas seperti bekerja dan lain-lain

tanpa bantuan dengan orang lain

Selama       : pasien mengatakan setelah dirawat dari RS semua kegiatan di

bantu oleh keluarga


5.      Pola persepsi dan kognitif

Sebelum    : pasien mengatakan tidak ada gangguan dengan indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, dan peraba.

Selama       : pasien mengatakan tidak ada gangguan dengan indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, dan peraba.

6.      Pola tidur dan istirahat

Sebelum    : pasien mengatakan tidur 8-9 jam perhari dengan nyenyak

Selama       : pasien mengatakan pasien tidur 6-7 jam perhari dan sering

terbangun pada malam hari

7.      Pola persepsi diri dan kognitif

Body  image         : klien tidak malu dengan keadaannya yang sekarang

Identitas               : klien sebagai tulang punggung

Peran                    : klien berperan sebagai ibu rumah tangga dan mengalami

perubahan karena sakit yang dialami

Ideal diri              : klien berharap agar cepat sembuh dan kembali beraktifitas

seperti sedia kala

Harga diri            : klien tidak merasa rendah diri ataupun minder dengan

keadaan sekarang

8.      Pola hubungan social

Sebelum                : pasien mengatakan tidak ada masalah dengan orang

lain dan mampu beradaptasi dengan lingkungan

Selama                   : pasien masih mampu berinteraksi dengan perawat

dokter maupun keluarga dan orang lain.

9.      Pola seksual dan Reproduksi


Pasien sudah tidak bisa melakukan hubungan seksual karena sudah tahu bercerai

dengan suaminya.

10.  Pola mekanisme koping

Pasien adalah orang yang tegar dalam mengatasi masalahnya dengan dirundingan

bersama anggota keluarga

11.  Pola nilai dan kepercayaan ( Agama )

Klien menganut agama islam dan klien selalu menjalankan ibadah sholat dan

berdoa dirumah tapi selama sakit klien hanya bisa berdoa saja.

D.     Pemeriksaan fisik

a. Keadaan         : compos mentis

b. TD                  : 110/70 mmhg

c. N                    : 88X/menit

d. RR                  : 20xmenit

e. S                     : 36 C

f. BB                  : 44 kg

g. TB                  : 156 cm

h. Lila                 : 24 cm

i. Kepala            : Masosepal

j. Mata               : konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik

k. Hidung           : bersih, tidak terdapat sosius dan polip

l. Telinga          : tidak ada peradangan, tidak ada nyeri tekan dan tidak

menggunakan alat bantu, tidak ada mastoiditis

m. Mulut               : mukosa lembab, mulut bersih, gigi caries


n. Leher              : tidak ada pembesaran tiroid dan limfa

o. Dada

Paru-paru  :is : simetris

a) Pal : tidak ada nyeri tekan, vocal premitus sama

b) Per : sonor

c) Aus : vesikuler

Jantung      : IS : simetris

a) Pal : tidak ada nyeri tekan

b) Per : rekak

c) Aus : regular

p. Abdomen  : Is : simetris datar

a) Pal : perut odema, terdapat nyeri tekan

b) Aus  : suara bising usus 18x / menit ( 5-24x/menit )

c) Per  : tympani

d) P : nyeri saat bergerak dan BAK

e) Q : seperti ditusuk jarum

f) R : dan perut bagian bawah sampai vagina

g) S : skala 6

h) T : Kurang lebih 10 cm

q. Genetalia : bersih, tidak ada luka, terpasang DC

r. Ekstremitas : tidak ada odema terpasang selang infuse NaCL pada tangan

kanan

s. Crt                         : < 3 detik


t. Turgor       : normal

u. Kulit          : bersih, tidak sianosis

E.       Data Penunjang

1.      Pemeriksaan USG : terdapat daging seperti gumpalan darah

2.      Program terapi

        NaCL        : 12 tpm

   WB

3.      Laboratorium ( 12 februari 2015 )

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL SATUAN

Hb 3,7 11,5-16,0 g/dl


Leukosit 4,4 4,0-11 10^3/ul
Trombosit 383 150-440 10^3/ul
Hematokrit 13,4 35,0-49,0 %
Eritrosit 2,18 3,8-5,2 10^6/ul
Granula 69,9 50-70 %
Limfosit 29,7 20-40 %
Monosit 5,4 2-8 %
MCV 61,6 82-91 Fl
MCH 16,9 27-31 Pg
MCHC 27,6 32-56 g/dl
RDW 21,5 11,6-19,8 %
GOL B - -
GDS 100 70-140 g/dl
Hbs Ag - - -
3.2 ANALISA DATA

NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM

1. Ds : Pasien merasa Perjalanan penyakit Nyeri


nyeri saat bergerak dan ( mioma uteri )
saat BAK Penekanan pada
P : Nyeri saat BAK dan syaraf
bergerak
Q : Sperti ditusuk
jarum
R  : Perut bawah
sampai vagina
S : Skala 6
T : Krg lbh 10 m
Do :
TD : 110/70   mmHg
        N : 88x/menit
        RR : 20x/menit
        S : 36
- Pasien lemas

-Sering memegang
perutnya

2.
DS : pasien
Penekanan daerah Gangguan Eliminasi
mengatakan sering
uterus Urin
kencing sedikit dan
merasa sakit

DO :-  pasien saat


berkemih merasa
kesakitan
-sering berkemih

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO TGL DIAGNOSA TTD

1. 14 feb 2016 Nyeri b/d perjalanan penyakit ( mioma uteri )

2. 14 feb 2016 Resiko gangguan eliminasi urin b/d akibat penekanan


uretra

3.4 INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DP TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL TTD


KH

1. DX Setelah dilakukan 1.Kaji karakteristik 1.Untuk memeriksa


1 tindakan nyeri ( PQRST ) jenis skala
keperawatan 3x24 2.Sebagai salah satu
2.Kaji faktor yang
jam dasar askep
mempengaruhi
-Nyeri berkurang 3.Aktifitas sesuai
3.Berikan posisi kesenangan akan
KH :
yang nyaman mengurangi nyeri
-TD dalam batas 5.Untuk mengurangi
4.Ajarkan relaksasi
normal ( 100/70- nyeri
5.kolaborasi
140/90 ) pemberian
analgetik
-Skala nyeri ( 3-4 )

1.Latih kandung

2. Dx kemih 1.Meningkatkan fungsi


Setelah dilakukan
2 tindakan kandung kemih
2.Managemen
keperewatan 2.Mempertahakan pola
eliminasi/urine
selama 3x24jam eliminasi
3.Pantau eliminasi 3.Mengetahui masukan
kutimensia urine
urine dan keluaran
dengan KH :
4.Memenuhi kebtuhan
4.Ajarkan pasien
-Mempertahankan ciran dan melatih
untuk minum 200
pola berkemih refleksi kandung kemih
ml pada saat makan
-Eliminasi urine dan awal pulang
tidak terganggu

3.5 IMPLEMENTASI

Lakukan tindakan sesuai dengan apa yang harus dilakukan pada saat itu
dan catat apa pun yang telah dilakukan pada klien.

3.6 EVALUASI

Evaluasi tidakan yang telah diberikan. Jika keadaan klien mulai membaik,
hentikan tindakan. Sebaliknya, jika keadaan klien memburuk, intervensi harus
mengalami perubahan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami menyusun Asuhan

Keperawatan Mioma Uteri meliputi :

1. Definisi dari Mioma Uteri :

Mioma Uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan

ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga dengan leiomioma,

fibriomioma atau fibroid (Prawirohardjo Sarwono,2009).

2. Klasifikasi dari Mioma Uteri :

1)      Mioma sub mukosum

2)      Mioma intramural

3)      Mioma subserosum

3. Etiologi dari Mioma Uteri :

Beberapa faktor yang dapat menjadi faktor pendukung terjadinya mioma

adalah wanita usia 35-45 tahun, hamil pada usia muda, genetik, zat-zat

karsinogenik, sedangkan yang menjadi pencetus dari terjadinya mioma uteri

adalah adanya sel yang imatur.


Teori Mayer dan Snoo, rangsangan “sell nest” oleh estrogen, faktor:

1) Tak pernah dijumpai sebelum menstruasi

2) Atropi setelah menopause

3) Cepat membesar saat hamil

4) Sebagian besar masa reproduktif (Bagus, 2002)

Faktor-faktor penyebab mioma uteri  belum diketahui, namun ada 2 teori

yang berpendapat :

1. Teori stimulasi

Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi, mengingat

bahwa:

1. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil

2. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche

3. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause

4. Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma

uteri.

2. Teori Cellnest atau genitoblas

Terjadinya mioma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur yang

terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus

menerus oleh estrogen. (Prawirohardjo, 2002)


4. Patofisiologi dari Mioma Uteri :

Ammature muscle cell nest dalam miometrium akan berproliferasi hal

tersebut diakibatkan oleh rangsangan hormon estrogen. Tumor subcutan

dapat tumbuh diatas pembuluh darah endometrium dan menyebabkan

perdarahan. Bila tumbuh dengan sangat besar tumor ini dapat

menyebabkan penghambat terhadap uterus dan menyebabkan perubahan

rongga uterus. Pada beberapa keadaan tumor subcutan berkembang

menjadi bertangkai dan menonjol melalui vagina atau cervik yang dapat

menyebabkan terjadi infeksi atau ulserasi.

5. Pemeriksaan Penunjang dari Mioma Uteri :

Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada kasus

Mioma Uteri adalah :

1.      Pemeriksaan Darah Lengkap

2.      USG (Ultrasonografi) : terlihat massa pada daerah uterus.

3.      Vaginal Toucher

4.      Sitologi

5.      Rontgen

6.      ECG

7.     Ultrasonografi

8.     Histeroskopi

9.      MRI (Magnetic Resonance Imaging)

6. Komplikasi dari Mioma Uteri :


1. Perdarahan sampai terjadi anemia

2. Torsi ( putaran tungkai mioma ) dari :

1. Mioma uteri, subsemsa

2. Mioma uteri subumatosa

3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi

4. Pengaruh timbal balik mioms dan kehamilan

5.Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri bertangkai

7. Penatalaksanaan dari Mioma Uteri :

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua macam yaitu :

1. Penatalaksanaan koservatif

2. Penatalaksanaan operatif

3. Radioterapi.

4. Operasi

8. Pencegahan dari Mioma Uteri :

1. Pencegahan Primordial

2. Pencegahan Primer

3. Pencegahan Sekunder

4. Pencegahan Tertier

4.1 Saran
Kritik dan masukan yang membangun sangat kami harapkan pada makalah kami ini
agar dapat lebih baik lagi untuk terbitan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer Arief, 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Medikal Aesculapius,FKAUI :


Jakarta

Manuaba IBG. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi.


Edisi 2. Jakarta : EGC

Prawirohardjo, sarwono. 2002. Edisi Ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Pearce, Evelyn C. 2000. Anatomi dan Fisiolog untuk Paramedis Edisi Barui.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai