Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ATONIA UTERI

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

Semester I Tahun Ajaran 2021/2022

Disusun Oleh :
Rizkiyah Ayu Wulandari
(9204100039)
Dosen Pengampu :
Yenita Agus, SKp.,MKep., PhD

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
JANUARI/2021
A. Konsep Atonia Uteri
1. Pengertian
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi
dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta
menjadi tidak terkendali.(Asuhan Persalinan Normal, 2014 hal 104)
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan pasca persalinan
yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah
persalinan (Nugroho, 2012)
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk
berkontraksi setelah plasenta lahir. Pendarahan post partum secara fisiologis dikontrol
oleh kontraksi serat serat miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah
yang mensuplai darah pada tempat pelengketan plasenta (Wiknjosastro, 2011).
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%),
dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi
uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara
fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi
pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi (Sukarni, I., & Wahyu.
2013).
2. Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi
(penunjang ) seperti :
a) Overdistention uterus (Uterus terlalu renggang dan besar) seperti: gemeli,
polihidramnion, atau janin besar
b) Kala satu dan dua yang memanjang
c) Kehamilan dengan mioma uterus
Mioma berada di dalam myometrium sehingga akan menghalangi uterus
berkontraksi

d) Persalinan buatan (SC, Forcep, dan vakum ekstraksi)


Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan
janin dengan segera seihingga pada pasca persalinan menjadi lelah dan lemah untuk
berkontraksi
e) Anastesi atau analgesik yang kuat
Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi
relaksasi yang berlebihan, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi
tertunda atau terganggu. Diantaranya seperti magnesium sulfat yang digunakan
sebagai sedative (penenang) yang dapat mengendalikan keejang pada
preeklamsia/eklampsia.
f) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
g) Multipara dengan jarak kelahiran pendek
h) Malnutrisi
i) Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum
terlepas dari dinding uterus
(Sukarni & Purwaningsih, 2013)
3. Patofisiologi
Pendarahan pasca persalinan secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-
serabut myometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang menvaskularisasi daerah
implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut myometrium tidak
berkontraksi. Dimana miometrium yang terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah
merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan
postpartum, lapisan tengah miometrium tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh
pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga
setiap dua buah serabut kira-kira membentuk angka delapan. Setelah partus, dengan
adanya susunan otot seperti diatas, jika otot berkontraksi akan menjempit pembuluh
darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan
pembuluh darah pada uterus tetap vasodilatasi sehingga terjadinya perdarahan postpartum
(Nugroho, 2012).
Uterus

Terlalu
Kontrasi terlalu
meregang atau Kelainan uterus
sering
berkonraksi
terlalu jarang

Otot uterus Otot uterus


terlalu lama kelelahan
relaksasi

Otot uterus tidak


mampu berkontraksi

Pembuluh darah
uterus di tempat
bekas implantasi
plasenta tidak
terjepit otot uterus

Pendarahan

4. Tanda dan Gejala


Menurut Saifuddin (2008) tanda dan gejala atonia uteri adalah :
a. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi
pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin
sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah
b. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya
c. Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal
d. Terdapat tanda-tanda syok
1) Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
2) Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmhg
3) Pucat
4) Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
5) Pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
6) Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
7) Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
5. Pencegahan
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai
terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,
anemia, dan kebutuhan transfusi darah
Pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau 5U
IM dan 5 U Intravena atau 10-20 U Intravenous drips 100-150 cc/jam. Kegunaan utama
oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.
(Sukarni, I., & Wahyu. 2013).
6. Penatalaksanaan
Penanganan Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum
pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis atau bahkan sampai syok
berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan
klinisnya (Prawirohardjo, 2008). Pada umumnya dilakukan simultan bila pasien syok,
menurut Rukiyah (2010) dapat dilakukan :
a. Sikap trendelenburg, memasang venous line dan memasang oksigen
b. Merangsang uterus dengan cara :
1) Merangsang fundus uteri dengan merangsang puting susu
2) Pemberian misoprosol 800 – 1000 µg per – rectal
3) Kompresi bimanual interna minimal selama 7 menit. Apabila tidak berhasil
lakukan tindakan selanjutnya yaitu kompresi bimanual eksternal selama 7 menit.
Lakukan kompresi aorta abdominalis
4) Bila semua tindakan gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif
laparatomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau
malakukan histerekomi. Alternatifnya berupa :
a) Ligasi arteria uterine atau arteria ovarika
b) Histerektommi total abdominal (Prawirohardjo, 2008)

Manajemen Atonia Uteri ( Penatalaksanaan)


1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda
vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan
golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik)
a. Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa
apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk
segera
b. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks.
Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong,Lakukan kompresi bimanual
internal (KBI) selama 5 menit.
c. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan
perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
d. Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai
melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan;
Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang
infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit
oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI
e. Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
f. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera

3. Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring
dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis
rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada
dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV,
untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter,
jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek
samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus,
efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM
0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga
diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125
mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat
juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien
dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil
prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal,
transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM 0,25 mg,
yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian
secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg
= 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit
kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja
juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan
muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal
temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak
boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan
disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan
sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan
prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia
uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian
besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan
uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
4. Uterine lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam
cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-
2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus.
Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya
adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan
maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin,
anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus
diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan
resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak
tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan
operasi.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan
80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping
uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan
2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan
jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena
uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke
miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat
melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang
asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm
miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan
jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika
urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm
dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang
arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke
servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau
unilateral ligasi vasa ovarian.
a. Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel
dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial
kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan
eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan
benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari
trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan
femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi. Risiko ligasi arteri
iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam
melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi
pasien.
b. Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk
mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
c. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika
terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif.
Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada
persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
d. Kompresi Bimanual Uterus Atonia
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan
tangan telanjang yang telah dicuci
Teknik :
Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak
diperlukan
1. Eksplorasi dengan tangan kiri
2. Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
3. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan
menangkap uterus dari belakang atas
4. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar

Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen
sehingga menyempitkan lumennya. Kompresi uterus bimanual dapat
ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik
mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara
sempurna. Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti
setelah kompresi bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan
terakhir

(Sukarni, I., & Wahyu. 2013).


B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam peruses perawatan, untuk itu di
perlukan kecermatan dan keterlitihan tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantung pada tahap ini.
Tahap ini terbagi atas:
- Pengumpulan data
1) Identitas
Nama :Dikaji untuk mengenal dan mengetahui pasien agar tidak keliru dalam
memberikan penanganan
Umur :Untuk mengetahui umur pasien, semakin taunya umur resiko terjadinya
per-eklamsi berat sangat berat
Agama : Sebagai keyakinan individu untuk proses kesebuhannya
Alamat : Untuk mengentahui alamat rumahnya
Pendidikan: dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien sehingga
mempermudah dalam pemberian pendidikan kesehatan
Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui kemungkinan peengaruh pekerjaan terhadap
permasalahan kesehatan
2).Keluhan Utama
Pendarahan jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin, kesulitan
Kesulitan bernafas, pusing, brkunang- kunang.
3). Riwayat Kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan dan pre
elkamsi/ elkamsia, bayi besar, peradarahan saat hamil,persalinan dengn tindakan
robekan jalan lahir, partus dan lain lain.
4). Riwayat penyakit sebelumnya : Pasien pernah mampunyai riwayat penyakit yang
berhubungan dengan saluran pencernaan yang menyebabkan mual dan muntah
5). Riwayat penyakit keluaarga : Adakah keluarga pasien yang menderita penyakit
tertentu yang dapat memperberat / menimbulkan komplikasi pada ibu hamil
misalnya : penyakit hipertensi.Perilaku yang memperngaruhi kesehatan : Cemas dan
ketakutan.
- Pemeriksaan fisik :
1). Pernafasan :
a. Auskultasi: ( Bunyi nafas) Versikular tidak ada suara tambahan
b. Inspeksi: (Bentuk dada) Barrel chest Tidak ada otot bantu nafas, Sekret (-)
c. Perkursi: Resonan
d. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
2). Kardiovaskular :
a. Auskultasi : Irama jantung reguler, S1 S2 tunggal
b. Palpasi : CRT < 3 detik Nadi lemah( bradikardi)
3) Persyarafan : GCS : 4,4,6
a) Tingkat kesadaran : Delnium (Gelisah)
b) Respon Mata (spontan), Verbal ( Bingung),
c) Motorik (mengikuti perintah).
4). Perkemihan :
Inspeksi : Warna urine (kuning pekat), jumlah (menurun), pasien dalam keadaan tidak
terpasang kateter.
5). Pencernaan :
a) Palpasi : abdomen lunak, tidak ada distensi
b) Inspeksi : abdomen tampak ada garis stretch mark
c) Auskultasi : Bising usus
d) Perkursi : Nyeri di bagian abdomen bawah
6). Musculoskletal dan integumen :
a. Inspeksi : Warna kulit normal tidak ada benjolan/ pembekakan.
b. Palpasi : Adanya nyeri tekan.
7). Pengindraan
a. Inspeksi : Mata (simetris), pupil (Normal), konjungtiva (merah muda),
ketajaman penglihatan (normal).
b. Hidung (Normal), Sekret (-)
c. Telingga (Bentuk simetris), ketajaman pendengaran (Normal)
8 Endokrin
a. Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar Thyroid, Tidak ada pembesaran
kelenjar parotis
b. Inspeksi : pasien banyak berkeringat.
2. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokan dan di analisa untuk menemukan
masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokannya dibagi menjadi dua yaitu, data
subjektif dan objektif dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
3. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri Akut b/d Perdarahan
b. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan
4. Intervensi

No. Diagnosa SLKI SIKI


1. Nyeri Akut b/d Agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
pencedera fisik asuhan Observasi :
(Perdarahan) keperawatan - Identifikasi local,
DS : Mengeluh nyeri selama 1 x 24 jam karakteristik, kualitas
DO : diharapkan dan intensitas nyeri
- Tampak meringis tingkat nyeri klien - Identifikasi respon non
- Bersikap protektif menurun, dengan verbal
- Gelisah KH : - Identifikasi faktor yang
- Frekuensi nadi - Keluhan memperbedat dan
meningkat nyeri memperingan nyeri
- Pola napas berubah berkurang Terapeutik
- Meringis - Berikan terapi non
menurun farmakologi (missal,
- Gelisah Tarik napas dalam,
menurun murotal)
- Uterus teraba - Kontrol lingkungan
bulat yang dapat
- Ketegangan memperberat nyeri
otot menurun (Misal : Suhu ruangan,
- Pola napas Pencahayaan)
normal Edukasi
- Nadi normal - Jelaskan penyebab
nyeri, priode dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Pemberian analgetik
2. Resiko syok b/d Setelah dilakukan Pencegahan Syok
kekurangan volume cairan asuhan Observasi
(perdarahan) keperawatan - Monitor status oksigen
DS : - selama 1 x 24 jam (oksimetri nadi,AGD)
DO: darah keluar >500cc diharapkan - Monitor status cairan
Nadi meningkat tingkat syok klien (turgor kulit, CRT)
RR meningkat menurun, dengan - Monitor tingkat
TD menurun KH : kesadaran dan respon
CRT > 3 detik - Kekuatan pupil
Sianosis nadi Terapeutik
normal - Berikan oksigen
- CRT < 3 - Pasang jalur IV
detik - Pasang kateter urine
- Tidak ada Edukasi
sianosis - Jelaskan faktor resiko
- RR syok
normal - Jelaskan tanda dan
- TD gejala syok
normal - Anjurkan melapor jika
menemukan tanda
syok awal
Kolaborasi
- Pemberian IV
- Pemberian transfuse
darah, jika perlu
- Pemberian
antiinflamasi, jika
perlu
3. Ansietas b/d kekhawatiran Setelah dilakukan Reduksi ansietas
mengalami kegagalan asuhan Observasi
DS : Merasa khawatir keperawatan - Identifikasi saat tingkat
DO : selama 1 x 24 jam ansietas berubah
- Tampak gelisah diharapkan - Identifikasi
- Tampak tegang tingkat ansietas kemampuan
- RR meningkat klien menurun, mengambil keputusan
- Frekuensi Nadi dengan KH : - Monitor tanda-tanda
meningkat - Gelisah ansietas
- Suara bergetar menurun Terapeutik
- Tremor - Tegang - Temani pasien untuk
menurun mengurangi cemas
- RR normal - Pahami situasi yang
- Frekuensi membuat ansietas
Nadi normal - Dengarkan dengan
- Suara normal penuh perhatian
- Tidak ada - Gunakan pendekatan
tremor yang tenag dan
meyakinkan
- Motivasi klien
- Diskusikan
perencanaan yang
realitas tentang
peristiwa yang akan
dating
Edukasi :
- Jelaskan prosedur yang
akan dilakukan
termasuk sensasi yang
mungkin akan
dirasakan
- Informasikan secara
actual mengenai
diagnosis
- Anjurkan klien
mengungkapkan
perasaan dan
persepsinya
- Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
- Latih teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

APN, 2014. Buku Acuan Persalinan Normal. JNPK-KR: Jakarta


Abdul Bari, Saifuddin 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta :
Bina Pustaka
Ai Yeyeh, Rukiyah, dkk. et al. 2010. Asuhan Kebidanan 1. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Bobak, dkk. 2008. Perawatan dan Ginekologi. Bandung : Yayasan IAPKD.
Nugroho. Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sukarni, I., & Wahyu. 2013. Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI
Wiknjosastro, Hanifa. 2011. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai