Anda di halaman 1dari 35

KASUS DK 2

Disusun oleh kelompok 1 kelas B :


Ana Rizwanah Harun 412010950000008
Annisa Lutsfia 412010950000010
Yustiana Anwar 412010950000020
Shita Trangcati 412010950000025
Ika Mar`atus Sholihah 412010950000027
Irma Hardiyanti Setia .N. 412010950000031
Fitri Fadila 412010950000032
Dee Sinta 412010950000034
Rizkiyah Ayu Wulandari 412010950000035
Ikhsanul Amal Reformasi 412010950000043
Pipit Tina Sari 412010950000050
Spinal Cord Injury
Definisi
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang
baik langsung maupun tidak lansung, yang menyebabkan
lesi di medulla spinalis sehingga menimbulkan gangguan
neurologis, dapat menyebabkan kecacatan atau kematian.
Etiologi
01 Trauma tumpul
02 Trauma tusuk
03 Kecelakaan lalu lintas
04 khususnya limfoma dan
Abses spinal dan tumor,

myeloma multiple
Injuri atau jatuh dari
05 ketinggian
06 Artritis rheumatoid

07 Spondylitis ankilosa
Manifestasi Klinik

Tidak ada control


Kepala berada pada GIT dan system
pada posisi Kelemahan perkemihan, pasien
yang tidak cenderung tidak bisa
mengontrol BAB
semestinya maupun BAK

Mati rasa atau Ketidakmampuan


Text Here berjalan,
sensasi geli di
Paralisis (kehilangan
sepanjang kaki control pergelangan
maupun ekstremitas, yakni
lengan lengan dan kaki)
Patofisiologi
Tanda gejala berdasarkan letak atau level injury meliputi :

Your Picture Here Your Picture Here Your Picture Here Your Picture Here

Antara C1 sampai C5 Antara C5 dan C6 Antara C6 dan C7 Antara C7 dan C8

Paralisis kaki, tangan, Paralisis kaki, pergelangan,


Respiratori paralisis dan pergelangan; abduksi dan tangan, tapi pergerakan
Paralisis kaki
kuadriplegi, biasanya bahu dan fleksi siku yang bahu dan fleksi siku masih dan tangan
pasien meninggal lemah; kehilangan refleks bisa dilakukan; kehilangan
brachioradialis refleks bisep
Lanjutan…
C8 sampai T1 Cauda equina
Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial Hiporeflex atau paresis
anhidrosis), paralisis kaki extremitas bawah, biasanya
nyeri dan usually pain and
hyperesthesia, kehilangan
control bowel dan bladder
Antara T11 dan T12
Paralisis otot-otot kaki di atas
dan bawah lutut
S3 sampai S5 atau conus
medullaris pada L1 Kehilangan
kontrol bowel dan bladder
T12 sampai L1 Paralisis secara total
di bawah lutut
National Spinal Cord Injury Association dan The Christopher & Dana Reeve Foundation
mengkategorikan trauma medulla spinalis , menjadi :

a. High Cervical Nerves ( C1- b. Low Cervical Nerves


C4) pada level
Trauma medulla spinalis ini (C5 – C8)
menyebabkan tetraplegia. Pasien mungkin
tidak mampu untuk bernapas dan batuk Trauma level ini memungkinkan pasien masih
dengan kemampuan sendiri juga kehilangan mampu bernapas dan bicara normal seperti
kemampuan mengontrol defekasi, berkemih. sebelumnya.
Terkadang kemampuan untuk berbicara juga
terganggua atau menurun.

c. Thoracic Nerves (T1-T5) d. Thoracic Nerves (T6 – T12)


Saraf pada level ini mempengaruhi otot Saraf pada level ini, mempengaruhi otot
dada atas, otot abdominal, dan otot perut dan punggung tergantung dari level
punggung atas. Trauma medulla spinalis trauma medulla spinalis. Biasanya trauma
level ini jarang menyebabkan gangguan menyebabkan keluhana paraplegia
ekstremitas atas. dengan kekuatan ekstremitas atas dalam
kondisi normal.
LANJUTAN….
e. Lumbar Nerves (L1-L5)

Secara umum trauma ini menyebabkan gangguan


fungsi panggul dan kaki. Tidak terdapat kontrol
atau tedapat sedikit kontrol terhadap fungsi
berkemih atau defekasi tetapi pasien dapat
mengatur fungsi tersebut sesuai dengan keinginan
dengan bantuan alat. Tergantung kekuatan kaki,
pasien mungkin memerlukan alat bantu untuk f. Sacral Nerves ( S1-S5)
berjalan.
Trauma menyebabkan kehilangan beberapa fungsi dari panggul
dan kaki. Tidak terdapat gangguan kontrol atau terdapat sedikit
kontrol terhadap fungsi berkemih atau defekasi tetapi pasien
dapat mengatur fungsi tersebut sesuai dengan keinginan
dengan bantuan alat. Pasien mampu berjalan cukup baik.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medis
Pemakaian kollar leher, bantal pasir
atau kantung IV untuk Pembedahan (laminektomi,
mempertahankan agar leher lebih fusi spinal atau insersi batang
stabil, dan menggunakan papan Harrington) untuk mengurangi
punggung bila memindahkan pasien tekanan pada spinal
.

Lakukan traksi skeletal untuk


fraktur servikal, yang meliputi Tirah baring total dan pakaikan
penggunaan Crutchfield Vinke, brace haloi untuk pasien
atau tong Grad-Wellsbrace dengan fraktur servikal stabil
pada tengkorak ringan
.
Penatalaksanaan
Keperawatan
1. Pengkajian fisik didasarkan pada
pemeriksaan neurologis,
kemungkinan didapati defisit motorik
dan sensorik di bawah area yang
terkena syok spinal, nyeri, perubahan
fungsi kandung kemih, perubahan
fungsi defekasi.
2. Kaji perasaan pasien terhadap
kondisinya
3. Pemeriksaan diagnostic pertahankan
prinsip A-B-C (Airway, Breathing,
Circulation
Penatalaksanaan Cedera Medulla Spinalis (Fase Akut)

4. Tindakan respiratori
a. Berikan oksigen untuk mempertahankan
PO arterial yang tinggi
b. Terapkan perawatn yang sangat berhati-
1. Tujuan penatalaksanaan adalah hati untuk menghindari fleksi atau
untuk mencegah cedera medulla eksistensileher bila diperlukan inkubasi
spinalis lebih lanjut dan untuk endrotakeal. Pertimbangan alat pacu
mengobservasi gejala perkembangan diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus)
defisit neurologis untuk pasien dengan lesi servikal yang
. tinggi
2. Lakukan resusitasi sesuai
kebutuhan dan pertahankan 5. Reduksi dan fraksi skeletal
oksigenisasi dan kestabilan a. Cedera medulla spinalis membutuhkan
kardiovaskuler immobilisasi, reduksi, dislokasi dan
stabilisasi koluma vertebrata
b. Kurangi fraktur servikal dan luruskan
3. Farmakoterapi spinal servikal dengan suatu bentuk traksi
Berikan steroid dosis tinggi skeletal, yaitu teknik capiller skeletal atau
(metilpredisolon) untuk melawan halo vest
edema medela c. Gantung pemberat dengan batas
sehingga tidak mengganggu traksi
d. Intervensi bedah (Laminektomi)
Rehabilitasi Pada Pasien dengan SCI

Jenis-jenis terapi latihan yang dipergunakan adalah:


(1) latihan pernapasan,
(2) change position,
(3) latihan gerak pasif,
(4) latihan gerak aktif (penguatan ekstremitas atas,
(5) bladder training. Terapi latihan yang diberikan pada
tetraplegi akibat spinal cord injury, diantaranya:
1. Latihan pernapasan (Breathing Exercise)

Latihan pernapasan yang dilakukan dengan teknik


deep breathing dan chest expantion secara aktif. Tujuan
dari latihan pernapasan ini antara lain: (1) menambah atau
meningkatkan ekspansi thorak, (2) memelihara ventilasi,
(3) mempertahankan kapasitas vital, (4) mencegah
komplikasi paru, (5) relaksasi. Pada teknik deep breathing,
pasien diminta melakukan inspirasi dan ekspirasi secara
maksimal dengan kombinasi gerakangerakan pada lengan
secara bilateral sedangkan pada teknik chest expantion
dilakukan seperti latihan pernapasan biasa dengan diberi
tahanan manual. Latihan pernapasan inidilakukan dengan
pengulangan sebanyak tiga kali atau sesuai toleransi pasien
(Hollis dan Fletcher, 1999).
2. Perubahan posisi
( change position)
Perubahan posisi sangat penting pada
penderita tetraplegi karena kelumpuhan
kedua tungkai sehingga penderita tidak
mampu menggerakkan kedua tungkainya.
Perubahan posisi ini bertujuan untuk: (1)
mencegah decubitus, (2) mencegah
komplikasi paru, (3) mencegah timbulnya
batu kandung kemih, (4) mencegah
terjadinya thrombosis. Perubahan posisi ini
dilakukan setiap 2 jam sekali (Long, 1999).
3. Latihan gerak pasif

Latihan gerak pasif yaitu latihan dengan cara


menggerakan suatu segmen pada tubuh dimana
kekuatannya berasal dari luar, bukan dari
kontraksi otot, kekuatan dapat dari mesin, individu
lain atau bagian lain dari tubuh individu itu sendiri.
Fungsi gerakan pasif adalah untuk memelihara
sifat-sifat fisiologis otot, serta untuk memperlancar
aliran darah (Kisner,1991). Latihan gerak pasif
yang digunakan disini adalah relaxed passive
movement.
a. Free active movement Free
active movement yaitu gerakan
yang dilakukan sendiri oleh
penderita tanpa batuan, dimana
gerakan yang dihasilkan adalah
kontraksi otot dengan melawan
gaya gravitasi.

b. Resisted active movement


Resisted active movement yaitu
gerakan aktif melawan tahanan
manual atau beban yang diberikan
pada kerja otot untuk membentuk
suatu gerakan dan bisa dilakukan
sebagai latihan penguatan.
Bladder training

Insert Your Image

Bladder training yaitu latihan perkemihan dengan metode pengosongan vesika urinaria yang flaksid dengan memberikan tekanan eksternal pada simpisis
pubis, jika otot detrusor melemah pada waktu tertentu (Garrison, 1995). Bladder training dilakukan dengan teknik intermitten catheterization, dimana kandung
kemih dapat diisi sesuai dengan kapasitasnya dan dapat dikosongkan pada waktu-waktu tertentu. Tujuan dari pemberian bladder training ini untuk menjaga
kontraktilitas otot detrusor. Perawatan bladder merupakan sesuatu yang sangat vital pada pasien dengan cedera medulla spinalis karena data statistik
menunjukkan bahwa penyakit ginjal yang berakibat kematian banyak terjadi pada pasien cedera medulla spinalis (Bromley, 1991).
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K
Jenis kelamin : Perempuan
Usia :-
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Diagnosa medis : SCI (Spinal Cord Injuri)
1. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat kesehatan sekarang :
Ny. K dapat beraktivitas normal dengan alat bantu
kursi roda, mampu mengendarai mobil yang sudah
dimodifikasi, menjadi motivator untuk orang lain,
masih merasakan nyeri hampir 24jam dan
mengkonsumsi pen killer sudah 2tahun di minum
sebelum tidur, menggunakan selang kateter yang
lepas pakai
b. Riwayat kesehatan masa lalu :
Tahun 2018 Ny.K mengalami kecelakaan jatuh dari
lantai 2 yang tingginya ±4meter dengan posisi
setengah berdiri lalu tersungkur dilantai. Terjadi
fraktur di L1
a. DATA FISIOLOGIS-PSIKOLOGIS-PERILAKU-RELASIONAL

Eliminasi : menggunakan kateter yang


Respirasi : normal
lepas pakai, BAK 4x sehari dengan
jumlah urine 500ml

Sirkulasi : normal Aktivitas dan istirahat : mandiri


menggunakan kursi roda, istirahat
cukup jika mengkonsumsi obat
nyeri (pen killer)

Nutrisi dan cairan : normal


b. Data Psikologis
 Nyeri dan kenyamanan : merasakan nyeri 24jam dari
lutut hingga ujung jari kaki
 Integritas ego :
 Pertumbuhan dan perkembangan :
 
c. Data Perilaku
 Kebersihan diri : mandi sehari 2x,
 Penyuluhan dan pembelajaran :
 
d. Data Relasional
 Interaksi sosial : support sistem dari keluarga dan
motivasi dari diri sendiri, menjadi motivator untuk orang
lain
1. PENGKAJIAN FISIK
Your Picture Here And Send To Back
a. Keadaan Umum : baik, kesadaran Compos
Mentis

b. Tanda-Tanda Vital : normal

c. Pemeriksaan Fisik

 Kepala dan leher : normal

 Mata : normal

 Hidung : normal

 Telinga : normal

 Mulut : normal

 Thorak : normal

 Abdomen : normal

 Genitourinaria : menggunakan kateter lepas


pakai, masik merasakan ingin BAK, mampu
mengeluarkan urine

 Musculoskeletal : kekuatan otot normal, sendi


kaki jika di angkat dan di diamkan akan lemas
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rongent tulang belakang


THERAPY MEDIC
Your Picture Here Your Picture Here

Terapi Okupasi terapi blader training terapi kekuatan otot tangan


Diagnosa Keperawatan

Analisa Data Diagnosa Keperawatan


DS : Nyeri kronis b.d kerusakan sistem saraf
 Klien mengatan nyeri 24jam di bagian lutut
hingga ujung jari kaki  
 Klien mengatakan nyeri berkurang setelah
mengkonsumsi pen killer
DO :
 Klien tampak meringis
 Klien mengungkapkan nyeri secara verbal
 Klien mengkonsumsi pen killer selama
2tahun sebelum tidur
DS : Inkontinensia Urine Refleks b.d Kerusakan Kondisi
 Klien mengatakan tidak merasakan sensasi Implus diatas Arkus Refleks
berkemih
 Klien sering buang air kecil
DO :
 Klien menggunakan kateter urine
DS : Gangguan Mobilitas Fisik b.d Gangguan
 Aktivitas klien terbatas Neuromuscular
 Klien sulit menggerakan ekstremitas bawah
DO :
 Klien menggunakan alat bantu kursi roda
 Kekuatan otot klien menurun
 Rentang gerak (ROM) klien menurun
Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Nyeri kronis b.d Setelah dilakukan asuhan Pemberian Analgesik
kerusakan sistem keperawatan diharapkan tingkat Observasi:
saraf nyeri menurun dengan kriteria hasil Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)
: Identifikasi riwayat alergi obat
1. Kemampuan menuntaskan aktivitas Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika, non-narkotik,
meningkat atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
2. Keluhan nyeri menurun Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesic
3. Meringis menurun Monitor efektifitas analgesic.
4. Ketegangan otot menurun Terapeutik
5. Frekuensi nadi membaik Diskusikn jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesila
6. Kesulitan tidur menurun optimal, jika perlu
7. Pola nafas membaik Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
8. Tekanan darah membaik mempertahankan kadar dalam serum
Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respons
Pola tidur membaik pasien
Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan.

Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
 
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
Latihan Rehabilitasi
Observasi
Identifikasi masalah kebersihan diri dan masalah kulit
Monitor kemampuan dan perkembangan latihan
Monitor tanda vital dalam setiap latihan
 
Terapeutik
Motivasi untuk mandiri dalam beraktivitas
Berikan kesempatan meningkatkan keterampilan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari
Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk mencegah cedera dan infeksi
 
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur rehabilitasi
Jelaskan perlunya pembatasan aktivitas
Ajarkan penggunaan alat bantu jika diperlukan (mis, tongkat, kruk, kursi roda)
Latih mengosongkan bowel/bladder
Latih ROM aktif dan pasif
 
Kolaborasi
Kolaborasi dengan rehabilitasi medik, jika perlu
 
Manajemen Nyeri
Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Intensitas nyeri
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respons nyeri non verbal
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyerl Identifikaal
pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
Monitor afek samping penggunaan analgetik
 
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapl, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi Istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Inkontinensi Setelah dilakukan Kateterisasi Urin
a Urine asuhan keperawatan Observasi
Refleks b.d diharapkan Kontinensia Periksa kondisi pasien (mis. Kesadaran, TTV, daerah perineal, distensi kandung kemih, refleks
berkemih, inkontinensia urin)
Kerusakan Urine menurun dengan  
Kondisi Kriteria Hasil: Terapeutik
Implus 1. Kemampuan Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan tindakan
diatas Arkus berkemih meningkat Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal rekumben (untuk wanita) dan supine
Refleks Residu volume urin (untuk alaki-laki)
setelah berkemih Pasang sarung tangan
menurun Bersihkan daerah perineal atau preposium dengan cairan NaCl atau aquades
2. Distensi kandung Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptic
Sambungkan kateter urin dengan urine bag Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai anjuran
kemih menurun Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
3. Hesitancy menurun Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
Verbalisasi Berikan label waktu pemasangan
4. pengeluaran urin tidak  
tuntas menurun Edukasi
5. Frekuensi berkemih Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine
membaik Anjurkan menarik napas saat insersi selang kateter
Sensasi berkemih
membaik
Manajemen Eliminasi Urin
Observasi
Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine
Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau Inkontinensia urine
Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna)
 
Terapeutik
Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
Batasi asupan cairan, jika perlu
 
Edukasi
Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemihan
Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
 
Latihan Otot Panggul
Observasi
Monitor pengeluaran urin
 
Terapeutik
Berikan reinforcement positif selama melakukan latihan dengan benar
 
Edukasi
Anjurkan berbaring
Anjurkan tidak mengkontraksikan perut, kaki dan bokong saat melakukan latihan otot panggul
Anjurkan menambah durasi kontraksi-relaksasi 10 detik dengan siklus 10-20 kali, dilakukan 3 4 kali sehari
Ajarkan mengkontraksikan sekitar otot uretra dan anus seperti menahan BAB/ BAK selama 5 detik kemudian dikendurkan dan
direlaksasikan dengan siklus 10 kali
Ajarkan mengevaluasi latihan yang dilakukan dengan cara menghentikan urin sesaat saat BAK, seminggu sekali
Anjurkan latihan selama 6-12 minggu
 
Kolaborasi
Kolaborasi rehabilitasi medik untuk mengukur kekuatan kontraksi otot dasar panggul, jika perlu
Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
Gangguan Setelah dilakukan asuhan Dukungan Mobilisasi
keperawatan diharapkan  Observasi
Mobilitas Mobilitas Fisik meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Fisik b.d dengan Kriteria Hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Gangguan 1. Pergerakan ekstremitas 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
Neuromusc meningkat 4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
ular 2. Kekuatan otot meningkat  
3. ROM meningkat  Terapeutik
4. Kaku sendi menurun 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
5. Gerakan terbatas 2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
menurun 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
6. Kelemahan fisik menurun  
 Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. duduk di tempat tidur, duduk di tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
 
Terapi Aktivitas
 Observasi
1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
2. Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
3. Identifikasi aktivitas rutin (mis.bekerja) dan waktu luang
4. Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
 
 Terapeutik
1. Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami
2. Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsiston sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan social
3. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis ambulas), mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan
4. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energi, atau gerak
5. Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasion hiperaktif
6. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
7. Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
8. Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
9. Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
10. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
11. Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
 
 Edukasi
1. Jelaskan metodo aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
2. Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam menjaga fungsi dan kesehatan
4. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
THANK YOU
Insert the Subtitle of Your Presentation

Anda mungkin juga menyukai