1
Epidemiologi
• Menurut NSCISC, di USA terjadi 54 kasus Spinal Cord Injury (SCI) per satu
juta penduduk atau sekitar 17.730 kasus SCI baru tiap tahun
• Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab tersering, disusul dengan
terjatuh, kekerasan (luka tembak), dan olahraga
• Kelainan yang sering timbul pada pasien SCI adalah incomplete
paraplegia
2
National Spinal Cord Injury Statistical Center, Facts and Figures at a Glance. Birmingham, AL: University of Alabama at Birmingham, 2019.
Etiologi
Shepherd Centre and KPK interactive. Understanding Spinal Cord Injury. The National Spinal Cord Injury Association and The Christopher &3
Dana Reeve Foundatin 2011
Klasifikasi
American Spinal Injury Association (ASIA) bekerjasama dengan
Internasional Medical Society Of Paraplegia (IMSOP)
• Grade (A) Fraktur komplit. Tidak ada fungsi motorik maupun sensorik di
seluruh segmen dermatom dari titik lesi hingga S4-S5.
• Grade (B) Fraktur inkomplit. Fungsi motorik dibawah lesi (termasuk
segmen S4-S5) terganggu, namun fungsi sensorik masih berjalan dengan
baik.
• Grade (C) Fraktur inkomplit. Fungsi motorik di bawah lesi masih
berfungsi dan mayoritas memiliki kekuatan otot dengan nilai kurang dari
3.
• Grade (D) Fraktur Inkomplit. Fungsi motorik dibawah lesi masih
berfungsi dan mayoritas memiliki kekuatan otot dengan nilai lebih dari 3.
• Grade (E) Normal. Fungsi motorik dan sensorik normal
4
Klasifikasi
The Frankel Grade classification
5
Manifestasi Klinis
• Semua fungsi motorik dan sensorik di bawah lesi menghilan
• Di bawah lesi, kelainan menunjukkan lesi UMN
• Di daerah setingkat lesi, muncul kelainan yang bersifat LMN
• Muncul gejala spinal syok yakni berupa hipoeksitabilitas (otot flaksid,
paralisis atonik vesika urinaria, kolon, gaster dan hipestesia. Hilangnya
tonus vasomotor, keringat dan piloereksi serta fungsi seksual. Kulit
menjadi kering dan pucat) yang bertahan beberapa hari hingga beberapa
minggu
• Kandung kemih dan usus atoni sehingga menyebabkan ileus paralitik
• Kehilangan tonus vasomotor area tubuh di bawah lesi menyebabkan
tekanan darah rendah dan tidak stabil
6
http://casemed.case.edu/clerkships/neurology/NeurLrngObjectives/Transection.htm
Letak Lesi Complete Spinal Transection
A. High cervical
B. Mid lower cervical
C. Thoracic
D. Conus Medularis
E. Cauda equina
7
http://casemed.case.edu/clerkships/neurology/NeurLrngObjectives/Transection.htm
High Cervical (C1-C4)
• Quadriplegi
• Anestesia pada daerah di
bawah lesi
• Lesi C2 → kehilangan
sensorik di seluruh area
tubuh dan area oksipital
• Lesi C3, C4, dan C5 terjadi
gangguan pada nervus
yang mengatur diafragma
→ acute respiratory
collapse.
8
http://casemed.case.edu/clerkships/neurology/NeurLrngObjectives/Transection.htm
Mid Lower Cervical C6-T1
• Lesi C6-T1 → penyusutan
kelompok otot yang diinervasi
plexus brachialis
• Horner Syndrome (ptosis, miosis,
anhidrosis) yang mungkin terjadi
transeksi di atas level T1.
• Pernafasan dan bicara pasien
masih normal
9
http://casemed.case.edu/clerkships/neurology/NeurLrngObjectives/Transection.htm
Thoracic
• Lesi di bawah T1 → paraplegi
dengan fungsi ekstremitas
atas masih normal
• Lesi di atas T6 → reflex
abdomen menghilang, tetapi
jika lesi di T12 → reflex
abdomen tidak menghilang
10
http://casemed.case.edu/clerkships/neurology/NeurLrngObjectives/Transection.htm
Conus Medularis
• Gejala yang menonjol →
disfungsi pencernaan,
kandung kemih, dan sexual
• Gangguan kontraksi musculus
detrusor
11
http://casemed.case.edu/clerkships/neurology/NeurLrngObjectives/Transection.htm
Cauda Equina
• Kelemahan dan kelumpuhan
ekstremitas bawah bersama
dengan kehilangan sensorik
• “Saddle Anesthesia" sering
menonjol mewakili wilayah
sensorik akar sakral
• Disfungsi bladder dan bowel
12
http://casemed.case.edu/clerkships/neurology/NeurLrngObjectives/Transection.htm
Penatalaksanaan
13
Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal PERDOSSI 2006
Penatalaksanaan
1. A (AIRWAY)
Menjaga jalan nafas tetap lapang
2. B (BREATHING)
Mengatasi gangguan pemafasan, kalau perlu lakukan intubasi
endotrakheal (pada cedera medulla spinalis servikal atas) dan
pemasangan alat bantu nafas supaya oksigenasi adekuat
3. C (CIRCULATION)
Memperhatikan tanda-tanda hipotensi, terjadi karena pengaruh pada
sistem saraf ortosimpatis. Harus dibedakan antara :
Syok hipovolemik (hipotensi, tachycardia, ektremitas dingin /basah. ).
Tindakan – Berikan cairan kristaloid (NaCl 0,9%/Ringer Laktat), kalau perlu
dengan koloid (misal: Albumin 5%)
Syok neurogenik (hipotensi, bradikardia, ekstremitas hangat / kering),
pemberian cairan tidak akan menaikkan tensi ( awasi edema paru) maka
harus diberi obat vasopressor:
- dopamine untuk menjaga MAP>70
- bila perlu adrenalin 0,2 mg s.k
- dan boleh diulangi 1 jam kemudian
*Cairan yang diberikan kristaloid ( NaCl 0,9% / Ringer Laktat) atau koloid
(mis: Albumin 5%)
14
Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal PERDOSSI 2006
Penatalaksanaan
4. Selanjutnya
- pasang foley kateter untuk monitor basil urine dan cegah retensi
urine
- pasang pipa naso gastrik (hati-hati pada cedera servikal), dengan
tujuan untuk :
* dekompresi lambung pada distensi
* kepentingan nutrisi enteral
5. Pemeriksaan Umum dan Neurologis Khusus
- Jika terdapat fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis
* Servikal : pasang kerah fiksasi leher, jangan dimanipulasi dan
disamping kiri-kanan leher ditaruh bantal pasir
* Torakal : lakukan fiksasi (torakolumbal brace)
*Lumbal : fiksasi dengan korset lumbal
- Defisit Neurologis
Berdasar gejala & tanda klinis sesuai dengan tinggi dan luas lesi
15
Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal PERDOSSI 2006
Penatalaksanaan
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium:
• Darah perifer lengkap
• Urine lengkap
• Gula darah sewaktu
• Ureum & Kreatinin
• Astrup ( analisa gas darah)
b. Radiologi
• Foto Vertebra posisi APILAT/odontoid dengan sesuai letak Lesi
• CT Scan I MRI jika dengan foto konvensional masih Meragukan atau hila
akan dilakukan tindakan operasi
c. Pemeriksaan lain
• EKG bila terdapat aritmia jantung
16
Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal PERDOSSI 2006
Penatalaksanaan
7. Pemberian Kortikosteroid
• Bila diagnosis ditegakkan < 3 jam pasca trauma berikan:
• Methylprednisolon 30 mg!KgBB i.v bolus selama 15 menit, ditunggu
selama 45 menit (tidak diberikan Methylprednisolon dalam kurun
waktu ini), selanjutnya diberikan infus terns menerus methyl
prednisolone selama 23 jam dengan dosis 5.4 mg!KgBB/jam
• Bila 3-8 jam, idem, hanya infus Me-prednisolone dilanjutkan untuk
47 jam
• Bila > 8 jam tidak dianjurkan pemberian methylprednisolon
17
Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal PERDOSSI 2006
Operatif
• Waktu operasi
• Waktu operasi antara 24 jam sampai dengan 3 minggu.
• Tindakan operatif awal ( < 24 jam) lebih bermaknamenurunkan
perburukan neurologis, komplikasi, dan keluaran skor motorik satu
tahun paska trauma
• Indikasi operatif
• Ada fraktur, pecahan tulang menekan medula spinalis.
• Gambaran neurologis progresifmemburuk.
• Fraktur, dislokasi yang labil
• Terjadi hemiasi diskus intervertebralis yang menekan medulla spinalis
Oleh:
Esty Dwi Nurmalitta
142011101026
Pembimbing:
dr. Komang Yunita W. Putri, Sp.S
20
Anatomi dan Fisiologi
21
Anatomi dan Fisiologi
22
Definisi
Newman, D.K. Wilson, M.M. 2011. Review of Intermittent Catheterization and Current best Practices. 23
Urol Nurs vol 31. page 12-28
Epidemiologi
Manack, A. Motsko, S.P. Haag-Molkenteller et al. 2011. Epidemiology and healthcare utilization of
neurogenic bladder patients in a US claims database. Journal of Neurourology and Urodynamics. vol.
30. no. 3. page 395–401
Dorsher, P. T. McIntosh, P. 2012. Review Article: Neurogenic Bladder. Journal of Advance in Urology. 24
page 1-18
Etiologi
25
Klasifikasi
• Agency for Clinical Innovation (2014) membagi neurogenic bladder
menjadi 4 :
NORMAL NB UMN MIXED NB MIXED NB NB LMN
TIPE A TIPE B
BAK normal Vol VU↓,TIV ↑ Vol VU↑, TIV↓ Vol VU↓, TIV↓ Vol VU↑, TIV↓
Inkontinensia urin Retensi urin Inkontinensia urin Inkontinensia urin
Refluks Refluks Refluks Refluks
Vesicoureter vesicoureter (-) vesicoureter (-) vesicoureter (-)
(+)
Agency for Clinical Innovation. 2014. Management of the Neurogenic Bladder for Adults with Spinal 26
• Anamnesis
- Pola berkemih
- Gangguan berkemih
- Riwayat Trauma
- Penyakit penyerta lainnya
• Pemeriksaan Fisik + pemeriksaan neurologis
• Pemeriksaan Penunjang
27
Diagnosis
• Pemeriksaan Penunjang
- Brain Magnetic Resonance Imaging (MRI)
- Pemeriksaan Urodinamik (video urodinamik)
1. Cystometrography
2. Post void residual urine
3. Uroflometri
4. Elektromielografi
- Cystoscopy
28
29
30
31
32
Penatalaksanaan
Liao, L. 2015. Evaluation and Management of Neurogenic Bladder: What Is New in China?. Int. J. Mol. 33
Sci.page: 18580-600
Penatalaksanaan
Tabel 2.1 Terapi Neurogenic Bladder (Ginsberg, 2012)
35
• Bladder trining adalah latihan yang dilakukan
untuk mengembalikan tonus otot kandung kemih
agar fungsinya kembali normal.
• Tujuan : memperpanjang interval berkemih yang
normal dengan berbagai teknik distraksi atau
teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih dapat
berkurang, hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam
sekali.
Ginsberg, D. 2012. Assessment and Diagnostic Strategies for Neurogenic Bladder. Journal of Renal and 36
Urology Haymarket Medical Education Part 1.
• Clean Intermittent Catheterization (CIC) merupakan
gold standard untuk terapi neurogenic bladder. Rata-
rata penggunaan CIC dalam sehari berkisar 4-6 kali
perhari dengan ukuran kateter 12-14.
• CIC mengurangi risiko infeksi dan menurunkan risiko
komplikasi jangka panjang seperti hidronefrosis, batu
di kandung kemih dan ginjal, dan disrefleksia otonom.
• Kateter yang menetap (indwelling catheterization),
sering dianggap sebagai pilihan terakhir, mungkin
masih menjadi pilihan terbaik untuk pasien tertentu.
37
• Pasien dengan kateter Foley yang menetap harus
mempertahankan asupan cairan oral yang tinggi (>3
liter/hari) untuk menjaga agar bakteri yang terkolonisasi
keluar dari kandung kemih dan kateter harus diganti setiap
bulan.
• Kateter suprapubik memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan kateter uretra termasuk menghilangkan
risiko erosi uretra. Kateter suprapubik juga biasanya lebih
mudah diatur dalam hal kebersihan dan penggantian
kateter,
• Kateterisasi yang lebih jarang menghasilkan volume yang
lebih banyak dan risiko infeksi saluran kemih yang lebih
tinggi. Namun, semakin sering kateterisasi juga dapat
meningkatkan risiko infeksi silang dan komplikasi lainnya.
38
Kateter kondom sesuai untuk pria
inkontinensia tanpa retensi urin yang
memiliki gangguan fungsi yang
signifikan. Misalnya, seorang pria
dengan hipertonus buli-buli dan
hemiparesis post stroke dapat
menggunakan kateter kondom untuk
penatalaksanaan inkontinensia.
39
• Saat ini, pengobatan standar emas untuk neurogenic
bladder adalah CIC yang dikombinasikan dengan anti-
kolinergik.
• Oxybutynin chloride, trospium chloride, tolterodine
tartrate, dan propiverine
• Obat antikolinergik yang mengikat reseptor muskarinik
M1, M2, dan M3 (nonselektif) memiliki lebih banyak
efek samping daripada agen yang lebih baru yang lebih
selektif untuk reseptor M2 dan / atau M3.
40
• Efek samping antikolinergik dari golongan obat ini telah
digunakan untuk mengurangi tonus detrusor buli-buli pada
pasien dengan disfungsi buli-buli neurogenik
Imipramin Amitriptilin
41
• Botulinum toxin A (BoNTA) merupakan alternatif pengobatan untuk
pasien yang gagal atau tidak dapat mentolerir efek samping dari
terapi antikolinergik.
• Suntikan BoNTA pada detrusor dianggap sebagai pengobatan lini
kedua untuk overaktif buli-buli neurogenik
• BoNTA dapat menghambat pelepasan asetilkolin di persimpangan
neuromuskuler dan mencegah pelepasan neurotransmiter perifer
di terminal saraf kolinergik presinaptik. Kontraksi neuromuskuler
diblok sehingga dapat melemaskan otot yang terlalu aktif atau
spastik
42
• Pada beberapa pasien dengan neurogenic bladder,
α-bloker non selektif dan selektif telah berhasil
mengurangi retensi urin, optimalisasi pengeluaran
sisa urin, dan disrefleksia otonom
• α-bloker dapat menurunkan tekanan leher buli-
buli selama berkemih, dan menurunkan kontraksi
dari sfingter uretra eksterna.
43
Penatalaksanaan
Tabel 2.2 Tatalaksana Pembedahan (Dorsher et al., 2012)
44
Komplikasi
Ginsberg, D. 2013. The Epidemiology and Pathophysiology of Neurogenic Bladder. The American Journal 45
of Managed Care. vol 19. page 191- 194
Daftar Pustaka
• Agency for Clinical Innovation. 2014. Management of the Neurogenic Bladder for Adults
with Spinal Cord Injuries. page: 1-18
• Cameron, A.P. Rodriguez, G.M. Schomer, K.G. 2012. Systematic review of urological
followup after spinal cord injury. Journal of urology. Vol 187(2). page 391-397
• Ginsberg, D. 2012. Assessment and Diagnostic Strategies for Neurogenic Bladder. Journal
of Renal and Urology Haymarket Medical Education Part 1.
46
Daftar Pustaka
• Liao, L. 2015. Evaluation and Management of Neurogenic Bladder: What Is
New in China?. Int. J. Mol. Sci.page: 18580-600
47