Anda di halaman 1dari 57

“ANESTESI PADA OPEN FRAKTUR FEMUR

DENGAN PERDARAHAN GRADE III”

Disusun Oleh:
Stella Irene Bontong (1765050212)
Hana Maria Indy Kembuan (1965050026)
Michael Christopher Kadang (1965050116)
 
Pembimbing Klinik:
dr. Ratna Emelia Hutapea, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


PERIODE 30 MARET – 02 MEI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2020
FRAKTUR
PENDAHULUAN
Anestesi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “An” yang
berarti “tidak, tanpa” dan “aesthesos” yang berarti “persepsi,
kemampuan untuk merasa”.

Secara garis besar anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu


anestesi umum dan anestesi regional.

Fraktur adalah kehilangan atau terputusnya kontinuitas


tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang
bersifat total maupun parsial.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI FRAKTUR
• Fraktur adalah terputusnya atau hilangnya kontinuitas tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total
maupun parsial.

KLASIFIKASI
• Klasifikasi Etiologi
• Fraktur traumatik: fraktur yang terjadi karena trauma yang yang terjadi secara tiba-tiba.
• Fraktur patologis: fraktur yang terjadi karena kelemahan tulang akibat keadaan
patologis tulang.
• Fraktur stress: fraktur yang terjadi karena trauma yang terus memenerus pada suatu
tempat tertentu.
• Klasifikasi Klinis
• Fraktur tertutup
• Fraktur terbuka
 Klasifikasi fraktur tebuka yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow,
dan Templeman yaitu:
• Klasifikasi fraktur tebuka yang dianut adalah menurut Gustilo, Merkow, dan
Templeman yaitu:
 Grade I :Luka kecil < 1 cm panjangnya, sedikit kerusakan jaringan
 Grade II :Ukuran luka antara 1-10 cm. Terdapat kerusakan yang sedang dari jaringan
dengan sedikit kontaminasi dari fraktur.
 Grade III :Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak termasuk otot, kulit, dan
struktur neurovaskuler dengan kontaminasi yang hebat.
 Tipe III dibagi lagi dalam 3 subtipe:
 Grade III a : Jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah walaupun terdapat laserasi
yang hebat ataupun adanya flap.
 Grade III b : Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan kehilangan
jaringan, terdapat pendorongan (stripping) periost, tulang terbuka, kontaminasi yang hebat
 Grade III c : Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan arteri

• Fraktur dengan komplikasi: fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya


infeksi tulang, malunion, delayed union, dan nonunion.
• Konfigurasi
• Transversal: garis patah tulang melintang sumbu tulang.
• Oblik: garis patah tulang membentuk sudut pada sumbu tulang.
• Spiral: garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih.
• Komunitif: fraktur lebih dari 2 fragmen fraktur dimana garis patah
lebih dari satu dan saling berhubungan.
• Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
• Hubungan antar fragmen
• Undisplaced (tidak bergeser)
• Displaced (bergeser)
 Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat
 Angulated – membentuk sudut tertentu
 Rotated – memutar
 Distracted – saling menjauh karena ada interposisi
 Overriding – garis fraktur tumpang tindih
 Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain
DIAGNOSIS FRAKTUR
• Anamnesis
• Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi (Look)
• Palpasi (Feel)
• Pergerakan (Move)
• Pemeriksaan Neurologis
• Pemeriksaan Radiologi
PRINSIP PENATALAKSANAAN
FRAKTUR
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
• Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan
rotasi anatomis.
• Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
• Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
• Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi 
atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal.
Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik
gips atau fiksator eksternal.
• Mempertahankan  dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak
Tatalaksana
a. Penatalaksanaan awal
 Pemeriksaan fisik
① Airway and Breathing
 Tujuan: menjamin airway yang adekuat, cukupnya pertukaran ventilasi
dan oksigenasi. Mempertahankan SpO2 >95%
 Untuk memfasilitasi ventilasi oksigen beraliran high flow.
Non rebreathing mask sebanyak 10 – 12 L/menit
② Circulation: kontrol perdarahan
 Mengelola sirkulasi darah termasuk mengendalikan perdarahan,
mendapatkan akses intravena yang memadai dan menilai perfusi
jaringan.
 Prioritas: Menghentikan perdarahan, bukan menghitung volume
cairan yang hilang
Tatalaksana

a. Penatalaksanaan awal
 Pemeriksaan fisik
③ Disability: pemeriksaan neurologi
 Menentukan tingkat kesadaran; pergerakan mata dan respon pupil,
fungsi motorik dan sensorik.
 Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan
neurologi dan meramalkan pemulihan.
④ Exposure: pemeriksaan lengkap
 Pemeriksaan lengkap secara head to toe terhadap cedera lain yang
mengancam jiwa serta pencegahan terjadi hipotermi pada pasien
Tatalaksana

a. Penatalaksanaan awal
 Pemeriksaan fisik
⑤ Dekompresi lambung, dengan NGT
 Terutama pada pasien trauma, khususnya anak – anak, yang sering
mengalami dilatasi lambung  hipotensi atau disritmia jantung,
biasanya bradikardia akibat stimulasi vagal berlebihan.
⑥ Urinary Catheterization
 Untuk menilai output urin.
 Hematuria, yang dapat mengidentifikasi sistem genitourinari
sebagai sumber kehilangan darah.
 Volume urin, untuk evaluasi perfusi ginjal yang berkelanjutan.
Musculoskeletal
Trauma
• Weight based IV antibiotic regime

• Highlighting risk factor of bilateral femur fractures


• Trauma team
Highlighting risk factor of
bilateral femur fractures
Compared with patients with unilateral
femur fractures, patients with bilateral
femur fractures are at higher risk for
significant blood loss, severe associated
injuries, pulmonary complications, multiple
organ failure, and death.
ANESTESI
Anestesi Spinal
DEFINISI
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural,
subarachnoid) ialah pemberian obat anestesi lokal
kedalam ruang subaraknoid.
Anatomi Tulang Belakang
• Vaskularisasi
Medula spinalis diperdarahi oleh a. spinalis anterior dan a. spinalis
posterior.
• Lapisan jaringan punggung
Untuk mencapai cairan serebrospinalis, maka jarum akan menembus
kulit – subkutis – lig. Supraspinosum – lig. Interspinosum – lig. Flavum
– ruang epidural – duramater – ruang subarachnoid.
• Medula Spinalis (korda spinalis, the spinal kord)
• Cairan serebrospinal.
Ketinggian segmental anatomik

• C3-C4 klavikula

• T2 ruang intercostal kedua

• T4-5 garis putting susu

• T7-9 arkus subkostalis

• T10 umbilikus

• L1 daerah inguinal

• S1-4 perineum

Ketinggian segmental refleks spinal

• T7-8 epigastrik

• T9-12abdominal

• L1-2 kremaster

• L2-4 lutut (knee jerk)

• S1-2 plantar, pergelangan kaki (ankle jerk)

• S4-5 Sfingter anus, reflex kejut (wink reflex)


Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi :
• Bedah ekstremitas bawah
• Bedah panggul
• Tindakan sekitar rektum perineum
• Bedah obstetrik-ginekologi
• Bedah urologi
• Bedah abdomen bawah
• Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik
biasanya dikombinasikan dengan anesthesia umum
ringan.
Kontraindikasi Absolut
• Bila pasien menolak
• Adanya dermatitis kronis atau infeksi kulit di daerah yang
akan ditusuk jarum spinal
• Hipotensi, sistolik di bawah 80 – 90 mmHg, syok hipovolemik
• Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
• Tekanan intrakranial meningkat karena bisa terjadi pergeseran
otak bila terjadi kehilangan cairan serebrospinal.
• Sepsis, karena bisa terjadi meningitis.
• Fasilitas resusitasi minim
• Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontraindikasi Relatif
• Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
• Infeksi sekitar tempat suntikan
• Kelainan neurologis
• Kelainan psikis
• Bedah lama
• Penyakit jantung
• Hipovolemia ringan
• Nyeri punggung kronis
Persiapan dan Peralatan Analgesia
Spinal
Persiapan analgesia spinal:

• Pasien yang akan mengalami anestesi dan pembedahan dapat dikategorikan dalam
beberapa kelas status fisik yang dinyatakan dengan status anestesi menurut The American
Society Of Anesthesiologist (ASA):

• ASA I – Normal

• ASA II – Penyakit sistemik ringan-sedang

• ASA III – Penyakit sistemik sedang-berat

• ASA IV – Penyakit sistemik berat + mengancam nyawa

• ASA V – Penyakit sistemik berat + prognosis buruk

• ASA VI – Pasien dengan mati otak yang organnya akan didonorkan

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda
darurat huruf E (E = EMERGENCY).
Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
• Informed consent (izin dari pasien)
• Tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia
spinal.
• Pemeriksaan fisik
• Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang
punggung.
• Pemeriksaan laboratorium anjuran
Peralatan Analgesia Spinal
• Peralatan monitor : Tekanan darah, nadi,
oksimetri denyut dan EKG.
• Peralatan resusitasi/anestesi umum
• Jarum spinal : Jarum spinal dengan ujung tajam
(ujung bambu runcing, quincke) atau jarum
spinal dengan ujung pensil (pencil point,
whitacre).
Teknik Analgesi Spinal
• Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan
tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering
dikerjakan.
Anestesi Lokal untuk Anestesi
Spinal
• Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat
celcius adalah 1.003-1.008.  Anastetik lokal
dengan berat jenis sama dengan CSS disebut
isobaric. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih
besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik
lokal dengan berat jenis lebih kecil dari CSS
disebut hipobarik.
Anestetik lokal yang paling sering
digunakan
• Lidokain (xylobain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006,
sifat isobarik, dosis 20-100 mg (2-5ml).
• Lidokain (xylobain, lignokaine) 5% dalam dextrose
7.5%: berat jenis 1.003, sifat hiperbarik, dosis 20-50 mg
(1-2 ml).
• Bupivakain (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005,
sifat isobarik, dosis 5-20 mg
• Bupivakain (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat
jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml).
Komplikasi Anestesi Spinal
• Komplikasi anestesi spinal dibagi menjadi komplikasi
tindakan dan komplikasi pasca tindakan.
• Komplikasi tindakan:
• Hipotensi berat
• Bradikardia
• Hipoventilasi
• Trauma pembuluh saraf
• Trauma saraf
• Mual-muntah
• Blok spinal tinggi atau spinal total
Komplikasi Pasca Tindakan
• Nyeri tempat suntikan
• Nyeri punggung
• Nyeri kepala karena kebocoran CSS
• Retensio urin.
• Meningitis.
SYOK
HIPOVOLEMIK
DEFINISI &
SYOK KLASIFIKASI

Terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah


Syok Hipovolemik dalam pembuluh darah yang berkurang

- Kehilangan darah/syok hemoragik 


• Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
• Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks
- Kehilangan plasma : luka
bakar 
-Kehilangan cairan dan elektrolit
▪Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebih
▪Internal : asites, obstruksi usus
Manifestasi klinis
• Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal
• Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin,
nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah
mencapai 30%.
• Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasi
tergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaan
tidak sadar.
• Sistim pencernaan : mual, muntah
• Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)
• Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.
Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan
denyut jantung yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan
kering apabila kulitnya diraba.
Manifestasi klinis
Gejala Obyektif
• Pernapasan cepat & dangkal
• Nadi cepat dan lemah
• Akral pucat, dingin & lembab
• Sianosis : bibir, kuku, lidah & cuping hidung
• Pandangan hampa & pupil melebar

Gejala Subyektif
• Mual dan mungkin muntah
• Rasa haus
• Badan lemah
• Kepala terasa pusing
Komplikasi
• Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan
hipoksia jaringan yang berkepanjangan.
• Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan
alveolus kapiler karena hipoksia.
• DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan
kematian jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan
berlebihan jenjang koagulasi.
TATALAKSANA
SYOK HIPOVOLEMIK

Prinsip pengelolaan dasar adalah menghentikan perdarahan dan mengganti


kehilangan volume

I. Penatalaksanaan Awal
A. Pemeriksaan Jasmani
1. Airway and 2. Breathing

3. Disability : pemeriksaan neurologi

4. Exposure : pemeriksaan lengkap


TATALAKSANA
B. Terapi Awal Cairan

Larutan elektrolit isotonik  terapi cairan awal


Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga menstabilkan
volume vaskuler dengan mengganti volume darah yang hilang berikutnya ke
dalam ruang intersisial dan intraseluler

Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama sedangkan NaCl fisologis


adalah pilihan kedua

Jumlah cairan yang diberikan 3:1, 300 ml larutan elektrolit untuk 100 ml
darah yang hilang

Jumlah darah pada dewasa adalah sekitar 7% dari berat badan, anak-anak
sekitar 8-9% dari berat badan. Bayi sekitar 9-10% dari berat badan.
(1-2L untuk dewasa, 20mg/kgBB untuk anak <40kg

Perlu dinilai respon penderita untuk mencegah kelebihan atau kekurangan


cairan
KRISTALOID 20-30 menit

NaCl D5%
RL

• Untuk kasus
maintenance yang
• Resusitasi dibatasi intak
• Replacement therapy • Pada natrium rendah natriumnya
(diare, syok, trauma, • Trauma kepala • Cegah hipoglikemia
luka bakar) • Mengencerkan darah • Pertahankan protein
pre-post tranfusi yang ada
• ↓ level asam lemak
bebas
• Cegah ketosis
• Dilarang pada trauma
kapitis (neurotrauma)
karna air akan pindah
bebas ke sel otak →
oedem
TATALAKSANA
TATALAKSANA

Koloid 2-3 jam

• Pengganti plasma / plasma ekspander


• Resusitasi : syok dengan deficit
intravascular berat
• Hipoalbumia berat
• Digunakan Bersama kristaloid jika
kebutuhan cairan pengganti mencapai
3-4 L sebelum transfusi
TATALAKSANA
III. Transfusi Darah

Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut


oksigen dari volume darah.

Beberapa indikasi pemberian tranfusi PRC adalah:

1. Jumlah perdarahan diperkirakan >30% dari volume total atau perdarahan


derajat III
2. Pasien hipotensi yang tidak berespon terhadap 2 L kristaloid
3. Memperbaiki delivery oksigen
4. Pasien kritis dengan kadar hemoglobin 6-8 gr/dl.

Fresh frozen plasma diberikan apabila terjadi kehilangan darah lebih dari 20-25%
atau terdapat koagulopati dan dianjurkan pada pasien yang telah mendapat 5-10
unit PRC.
Tranfusi platelet diberikan apada keadaan trombositopenia (trombosit <20.000-
50.000/mm15) dan perdarahan yang terus berlangsung
• Setelah diberikan bolus larutan elektolit isotonik disertai
transfusi darah
• Berikan Tranexamic Acid over 10 minutes with in 3 hours of
injury
• Pengendalian koagulopati pada uncontrolled bleeding pada
pasien yang memakai obat antikoagulan atau antiplatelet
• Monitor koagulopati dengan thrombo
BLOOD
PRODUCT
Whole Blood
Mengandung 500 ml

• 10-20% antikoagulan

• Konsentrasi hb 12g/ml

• Ht berkisar 35-45%

Penyimpanan 2°C - 6°C

Diindikasikan bagi acute blood loss


Packed Red Cell
Mengandung 150-200ml

• Dengan plasma yang sudah dipisahkan

• Konsentrasi hb berkisar 20g/100ml

• Ht berkisar 55-75%

Penyimpanan 2°C - 6°C

Diindikasikan bagi pasien anemia


Thrombocyte Concentrate (TC)
Mengandung 50-60 ml

• 55 x 109 platelet

• <1,2 x 109 Sel darah merah

• <0,2 x 109 leukosit

Penyimpanan 20°C - 24°C

Diindikasikan bagi pasien trombositopenia


dan bone marrow failure

Dimasukkan secepat mungkin dan


diperlukan 4-6 kantong sesuai perhitungan
Fresh Frozen Plasma
Isi

• Mengandung plasma dari whole blood


dengan mendiamkan selama 6 jam dalam
sebuah frezer bersuhu -25°C

• berisi kadar faktor pembekuan stabil,


albumin dan immunoglobulin

• Konsentrasi faktor VIII berkisar 70%

Penyimpanan -25°C bertahan sampai 1 tahun

Diindikasikan bagi pasien liver disease,


warfarin overdose
KESIMPULAN
Open fraktur femur dengan perdarahan

Identifikasi pasien dengan algoritma ATLS

Antibiotik (IV) dan profilaksis tetanus


(toksoid 0.5mL (IM))

Stabilisasi fraktur

Anestesi lokal (spinal)  Bupivakain 0,5%


5-20mg
Kontrol syok hipovolemik

Indikasi syok hipovolemik

Transfusi Whole Blood


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai