Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN KASUS

“Anestesi SubArachnoid Block (SAB) pada pasien dengan


Closed Fracture Tibia Plateau Sinistra”

Disusun Oleh:
Marest Askyna Msen

Pembimbing:
dr. Albinus Cobis, Sp.An., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
KEPANITRAAN KLINIK MADYA SMF ANESTESI DAN
REANIMASI
RSUD JAYAPURA
TAHUN 2021
PENDAHULUAN
• Anestesi terdiri dari dua kata Yunani :An berarti
tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi
nyeri.
• Anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa
terhadap suatu rangsangan.
• Anestesi dibagi menjadi dua, yaitu anestesi
umum, dan analgesia regional.
• Anestesi regional dapat meliputi spinal, epidural
dan caudal.
• Anestesi spinal juga disebut sebagai blok
subarachnoid (SAB) umumnya digunakan pada
operasi tubuh bagian bawah, seperti ekstremitas
bawah, perineum, maupun abdomen bagian bawah.
• Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
• Fraktur Tertutup (simple Fraktur), adalah fraktur
dengan kulit yang tidak tembus oleh fragmen tulang,
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Fraktur

Fraktur adalah hilangnya Fraktur didefinisikan sebagai


kontinuitas tulang, tulang suatu kerusakan morfologi
rawan sendi, tulang rawan pada kontinuitas tulang atau
epifisis, baik yang bersifat total bagian tulang, seperti lempeng
maupun parsial. epifisis atau kartilago.
Proses Terjadinya Trauma

Trauma bisa bersifat

Trauma langsung Trauma tidak langsung

Disebut trauma tidak langsung


Trauma langsung apabila trauma dihantarkan ke
menyebabkan tekanan daerah yang lebih jauh dari
langsung pada tulang dan daerah fraktur, misalnya jatuh
terjadi fraktur pada daerah dengan tangan ekstensi dapat
tekanan menyebabkan fraktur pada
klavikula
Cedera
Traumatik

Etiologi

Fraktur
Patologik
KLASIFIKASI FRAKTUR

Klasifikasi Fraktur dapat dibagi


menjadi beberapa bagian,
diantaranya

Klasifikasi Etiologis Klasifikasi Klinis

Fraktur Terbuka
Fraktur Beban Fraktur Tertutup
Fraktur traumatic Fraktur Patologis (compound
(Kelelahan) (simple Fraktur),
Fraktur)
Klasifikasi fraktur tibial plateau (schatzker classification)
Anatomi Tibia Fibula
Epidemiologi Fraktur

Fraktur tibial plateau terjadi pada 1% kasus dari semua fraktur dan
8% kasus terjadi pada pasien yang tua.

Fraktur yang terjadi pada pasien tua merupakan hasil dari trauma
dengan energy rendah

Fraktur pada medial plateau terjadi pada 23% kasus fraktur plateau
sedangkan fraktur lateral plateau terjadi pada 70% kasus, dan
kombinasi antara keduanya terjadi pada 31% kasus.
SubArachnoid Block
(SAB)
Definisi

Anestesi spinal (Subaraknoid Spinal


Blok) adalah anestesi regional dengan
tindakan penyuntikan obat anestetik
lokal ke dalam ruang subaraknoid.

Anestesi spinal atau subaraknoid


disebut juga sebagai blok spinal
intradural atau blok intratekal.
• Anestesi spinal dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgesik lokal
ke dalam ruang sub arachnoid di
daerah antara vertebra L2-L3 atau
L3-L4 atau L4-L5.
• Sehingga obat anestesi mampu
menghentikan impuls saraf di area
itu.S
• ensasi nyeri yang ditimbulkan
organ-organ melalui sistem saraf
tadi lalu terhambat dan tak dapat
diregister sebagai sensasi nyeri di
otak.
ANATOMI VERTEBRA

Tulang vertebra terdiri dari


33 tulang:
• 7 buah tulang servikal,
• 12 buah tulang torakal,
• 5 buah tuang lumbal,
• 5 buah tulang sakral
Kolumna vertebralis mempunyai lima fungsi
utama, yaitu:

Menyangga berat kepala dan batang tubuh

Melindungi medulla spinalis

Memungkinkan keluarnya nervi spinalis dari kanalis


spinalis

Tempat untuk perlekatan otot-otot

Memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh.


• Hal penting yang perlu
diperhatikan dalam melakukan
anestesi subaraknoid adalah lokasi
medulla spinalis didalam kolumna
vertebralis.
• Medulla spinalis berjalan mulai
dari foramen magnum kebawah
hingga menuju ke konus medularis
(segmen akhir medulla spinalis
sebelum terpecah menjadi kauda
equina).
• Penting diperhatikan bahwa lokasi
konus medularis bervariasi antara
vertebra T12 hingga L1.
Memperhatikan susunan anatomis dari Berikut adalah susunan anatomis pada
vertebra, ada beberapa landmark yang bagian yang akan dilakukan anestesi
lazim digunakan untuk memperkirakan spinal:
lokasi penting pada vertebra, diantaranya
• Kutis
adalah:
• Vertebra C7 : merupakan vertebra • Subkutis
servikal dengan penonjolan yang paling • Ligamentum supraspinosum
terlihat di daerah leher. • Ligamnetum interspinosum
• Papilla Mamae : lokasi ini kurang lebih • Ligamentum flavum
berada di sekitar vertebra torakal 3-4
• Epidural
• Epigastrium : lokasi ini kurang lebih
berada disekitar vertebra torakal 5-6 • Subarachnoid : merupakan tempat
• Umbilikus : lokasi ini kurang lebih berada kita akan menyuntikkan obat
setinggi vertebra torakal 10 anestesi spinal. Pada ruangan ini
• Krista iliaka : lokasi ini berada setinggi akan dijumpai likuor serebrospinalis
kurang lebih vertebra lumbalis 4-5 (LCS) pada penusukan.
INDIKASI

• Operasi ekstrimitas bawah, baik operasi jaringan lunak, tulang atau


pembuluh darah.
• Operasi di daerah perineal : Anal, rectum bagian bawah, vaginal,
dan urologi.
• Abdomen bagian bawah : Hernia, usus halus bagian distal, appendik,
rectosigmoid, kandung kencing, ureter distal, dan ginekologis
• Abdomen bagian atas : Kolesistektomi, gaster, kolostomi
transversum. Tetapi spinal anestesi untuk abdomen bagian atas
tidak dapat dilakukan pada semua pasien sebab dapat menimbulkan
perubahan fisiologis yang hebat.
• Seksio Sesarea (Caesarean Section).
• Prosedur diagnostik yang sakit, misalnya anoskopi, dan sistoskopi.
KONTRAINDIKASI

Kontraindikasi absolut Kontra indikasi relatif:


• Gangguan pembekuan darah, karena bila ujung
jarum spinal menusuk pembuluh darah, terjadi
• Infeksi sistemik (sepsis,
perdarahan hebat dan darah akan menekan bakteremi)
medulla spinalis.
• Sepsis, karena bisa terjadi meningitis. • Infeksi sekitar tempat
• Tekanan intrakranial yang meningkat, karena bisa
terjadi pergeseran otak bila terjadi kehilangan
suntikan
cairan serebrospinal. Bila pasien menolak. • Kelainan neurologis
• Adanya dermatitis kronis atau infeksi kulit di
daerah yang akan ditusuk jarum spinal. • Kelainan psikis
• Penyakit sistemis dengan sequele neurologis
misalnya anemia pernisiosa,neurosyphilys, dan • Bedah lama
porphiria.
• Hipotensi, sistolik di bawah 80 – 90 mmHg, syok • Penyakit jantung
hipovolemik
• Blok simpatis menyebabkan hilangnya
• Hipovolemia ringan
mekanisme kompensasi utama. • Nyeri punggung kronik
Persiapan dan Peralatan Anestesi Spinal

Persiapan analgesia spinal Peralatan analgesia spinal

• Informed consent (izin • Peralatan monitor


dari pasien) • Tekanan darah, nadi,
• Tidak boleh memaksa oksimetri dan EKG.
pasien untuk menyetujui • Peralatan
anestesia spinal. resusitasi/anestesi umum
• Pemeriksaan fisik : Tidak • Jarum spinal dengan
dijumpai kelainan ujung tajam (ujung
spesifik seperti kelainan bambu runcing,
tulang punggung. quinckebacock) atau
• Pemeriksaan jarum spinal dengan
laboratorium anjuran : ujung pensil (pencil
Hemoglobin, trombosit, point whitecare).
PT (prothrombine time)
dan APTT (activated
partial thromboplastine
time)
TEKNIK ANESTESI SPINAL

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan


pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan.
• Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi
lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain nyaman untuk
pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maximal agar processus spinosus mudah
teraba. Posisi lain adalah duduk.
• Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis
krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2
atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
• Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
• Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya
dengan lidokain 1-2% 2-3 ml.
• Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum
spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung
digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau
29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu
jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah
sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut
POSISI

Posisi Duduk Posisi Lateral


Obat Anestesi Lokal untuk Anestesi Spinal

• Obat anestesi lokal yang biasa dipakai untuk spinal anestesi adalah
lidokain, bupivakain, levobupivakain, prokain, dan tetrakain.
• Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan
perluasan daerah teranestesi.
• Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat
jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke
dasar akibat gravitasi.
• Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area
penyuntikan ke atas.
• Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di
tempat penyuntikan.
Lidokain
Lidokain (xylocain,lignokain) (xylocain,lignokaine) 5%
2%: berat jenis 1.006, sifat dalam dextrose 7.5%: berat
isobaric, dosis 20-100 mg (2- jenis 1.003, sifat hyperbaric,
5ml) dosis 20-50 mg (1-2 ml)
Anestetik lokal
yang paling
sering
digunakan
Bupivakain (markaine) 0.5%
Bupivakain (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat
dlm air: berat jenis 1.005, jenis 1.027, sifat hiperbarik,
sifat isobaric, dosis 5-20 mg dosis 5-15 mg (1-3 ml)
Komplikasi Anestesi Spinal

Komplikasi tindakan Komplikasi Pasca Tindakan


• Hipotensi berat • Nyeri tempat suntikan
• Bradikardia • Nyeri punggung
• Hipoventilasi akibat paralisis
• Nyeri kepala karena
saraf frenikus atau hipoperfusi
pusat kendali nafas kebocoran likuor (Post
• Trauma pembuluh saraf spinal headache )
• Trauma saraf
• Mual-muntah
• Gangguan pendengaran
• Blok spinal tinggi atau spinal total
Persiapan dan Penilaian Pra Anestesi

Persiapan tindakan anestesi terdiri dari :


• Dokter anestesi memberi salam kepada pasien dan
memperkenalkan dirinya.
• Memeriksa identitas pasien, bila perlu: tanggal lahir, jenis dan lokasi
operasi(misalnya, lutut kanan).
• Bertanya mengenai kapan pasien  makan terakhir kali
• Memeriksa mulut dan keadaan gigi (dalam keadaan terbuka).
• Memasang alat monitor standar: oksimetri, pengukur tekanandarah
arteri.
• Perhatikan juga hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai
dengan penyakit yang sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah
(Hb, leukosit, masa pendarahan, masa pembekuan), radiologi, EKG.
Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan dengan
status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA).

PS ASA I : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sitemik.
• PS ASA II : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan
sampai sedang.
• PS ASA III:pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat
yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam nyawa.
• PS ASA IV : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat
yang secara langsung mengancam kehidupannya.
• PS ASA V : pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik
berat yang sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi ataupun tidak dalam
24 jam pasien akan meninggal.
TERAPI CAIRAN

• Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara dan


mengganti cairan fisiologis dengan cairan kristaloid
(elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena.
• Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit
cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,
mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti
perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan yang pindah
ke rongga peritoneum dan ke luar tubuh.
• Cairan kristaloid (elektrolit) digunakan sebagai cairan
pemeliharaan bertujuan untuk mengganti kehilangan air
tubuh lewat urin, feses, paru dan keringat.
Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan.
- Pembedahan besar: 8 - 10 ml/KgBB,
- Pembedahan sedang 6 - 8 ml/KgBB
- Pembedahan kecil 4 - 6 ml/KgBB

Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfusi, untuk


perdarahan di bawah 20% dari volume darah total cukup diganti dengan
cairan infus yang komposisi elektrolitnya kira-kira sama dengan komposisi
elektrolit serum misalnya dengan cairan Ringer Laktat.

Koloid atau plasma ekspander kalau diberikan secara intravena dapat


bertahan lama di sirkulasi, koloid dapat berupa gelatin (gelofusin).
LAPORAN KASUS
IDENTITAS

Nama : Nn. Y. Y
Tanggal Lahir : 14 Juli 1998
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Yahukimo
Suku : Papua
Ruangan : Ortopedi Lantai II
Tanggal MRS : 6 Desember 2020
Tanggal Operasi : 11 Desember 2020
No. RM : 47 38 09
ANAMNESA
(Autoanamnesa)

Keluhan Utama • Kaki kiri tidak dapat digerakkan.

• Pasien perempuan umur 22 tahun rujukan dari RS.Dekai, dengan


keluhan kaki kiri tidak dapat digerakkan post kecelakaan lalu lintas
Riwayat Penyakit pada tanggal 30 November 2020. Pasien post kecelakaan lalu lintas,
Sekarang terjatuh dan kaki kiri tertindis motor, kaki kiri sulit di gerakakan. Pasien
jatuh terbentur dada dan kepala disangkal. Keluhan pusing, pingsan,
nyeri dada, nyeri kepala, muntah juga disangkal.

Riwayat Penyakit • Hipertensi (-). Asma (-), DM (-), Penyakit Jantung (-), Riwayat alergi
Dahulu obat (-).
Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan :
Riwayat Penyakit Keluarga disangkal
Dalam keluarga tidak ada yang Riwayat alergi minuman :
menderita keluhan seperti pasien. disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat Anestesi
Disangkal

Riwayat Kebiasaan Riwayat Operasi sebelumnya


Kebiasaan merokok dan Disangkal
mengkonsumsi alcohol disangkal
Pemeriksaan Fisik

Tanda-Tanda Vital
Keadaan Umum : Baik
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 158 cm Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20x/menit
Berat Badan : 56 Kg
Suhu badan : 36.80C
Status Generalis
Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Kepala : Mata : Pupil: bulat, isokor, diameter ODS: 3 mm,
Refleks cahaya (+/+)

    Hidung : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-). Inspeksi : Tampak datar, jejas (-)

    Telinga : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-).


Supel (+),Nyeri tekan (-)
Palpasi :
    Mulut : Oral candidiasis (-) Tonsil : T1-T1 Abdo Hepar/Lien : tidak teraba membesar
:
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP normal, Trakea : letak di tengah men

Paru Perkusi : Timpani

Inspeks Gerak dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-),


: Auskultasi : Bising usus (+), 4-5 kali/menit.
i jejas (-)

Palpasi : Vocal fremitus dextra = sinistra

Perkusi : Sonor (+/+) Akral : hangat, kering dan merah, CRT< 2”,
Superior : Edema (-), ulkus (-), fraktur (-), kekuatan
Auskult Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing
Thorak : otot: 5
: asi (-/-)  
s
Jantung Ekstre :
mitas
Inspeks
: Iktus cordis tidak terlihat, thrill (-) Akral : hangat, kering dan merah, CRT< 2”,
i
Inferior : Edema (-/+), ulkus (-/-), fraktur (-/+),
Iktus Cordis teraba pada ICS V Midline clavicula kekuatan otot: 5/2
Palpasi :
sinistra

Perkusi : Pekak (Batas jantung dalam batas normal)

Auskult
    : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
asi
Status Anestesi Pre Operasi

B1 Airway: bebas, napas spontan, Mallampati score II, gigi


tanggal (-), Gigi Palsu (-). Breathing: thorax simetris, ikut
gerak napas, RR: 20 x/m, palpasi: Vocal fremitus D=S,
perkusi: sonor, suara napas vesikular +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-.

Status Lokalis
B2 Perfusi : hangat, kering, merah. Capilary Refill Time < 2 detik,
BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-), nadi: 80 x/m; TD:
• Regio Cruris Sinistra 110/70 mmHG
• Look : Udem (+), deformitas
(+), luka robek (-)
B3 Kesadaran: Compos Mentis, GCS : E4V5M6, riwayat kejang
• Feel : Nyeri Tekan (+) (-), riwayat pingasan (-), Pupil isokor, refleks cahaya +/+
• Movement : ROM Terbatas
B4 Terpasang DC, warna kuning muda.

B5 Simetris, datar, BU (+) ; Hepar/Lien : Tidak teraba


membesar ; Nyeri ketok (-) ; Nyeri tekan (-), GDS:

B6 Akral hangat (+), CRT < 2” edema (+), fraktur (+), pada regio
cruris sinistra
Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan Koagulasi dan Kimia


Hasil Uji Hematologi Rutin Darah

Jenis Hasil Nilai Satuan Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Pemeriksaan Rujukan
PT 10,5 10.2 - 12.1 Detik
HGB 10,4 11.0 - 14.7 g/dL
APTT 20,6 24.8 – 34.4 Detik

RBC 3,67 3.69 - 5.46 106/µL


GDS 105 <= 140 mg/dL

HCT 32,3 35.2 - 46.7 % SGOT 16,7 <= 40 U/L

SGPT 18,0 <= 40 U/L


PLT 177 140 - 400 10 /µL
3

BUN 18,1 7 - 18 mg/dL

WBC 7,65 3.37 - 8.38 103/µL


Creatinin 0,77 <=0,95 mg/dL
Pemeriksaan Rontgen Thoraks dan cruris

Foto toraks Foto Tibia Fibula Lateral


Diagnosis • Closed fraktur tibia plateau sinistra

• Konsul Anestesi (10/12/2020)


• Kesimpulan: PS ASA II
Konsultasi • Advice :
• Informed Consent dan SIO

Terkait • Puasa 8 Jam


• Pasang Infus
• Siapkan darah WB 2 bag

Penentuan PS • PS ASA : II
• Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan
ASA sampai sedang.
Persiapan Anestesi

PS. ASA II B1 : Airway bebas spontan, Mallampati : II


  :   Breathing: thorax simetris, ikut gerak napas, RR :
Informed   Sudah dilakukan 20 x/m, palpasi: vocal fremitus D=S, perkusi:
Consent : sonor, suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-,

Hari/Tanggal : 11/12/2020
B2 : Perfusi: hangat, kering, merah. CRT< 2 detik,
Diagnosa Pra : Closed Frakture Tibia Plateau sinistra
BJ: I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Bedah
Diagnosa Pasca : Post ORIF fraktur lateral condyle tibia B3 : Kesadaran Compos Mentis, GCS: 15 (E 4V5M6),
Bedah plateau sinistra Riwayat kejang (-), pingsan (-)
Keadaan Pra :  
Bedah : Tampak sakit sedang B4 : Terpasang DC (+)
Keadaan Umum : 10 jam yang lalu
B5 : Perut tampak datar, palpasi: nyeri tekan (-)
Makan terakhir : 56 Kg
perkusi : tympani, BU (+) 3 – 4 x/m
BB : TD: 113/63 mmHg; N: 70 x/m; SB:
TTV : 36.6◦C; RR: 20 x/m
B6 : Akral hangat (+), edema (+), fraktur (+), pada regio
SpO2 100% cruris sinistra
Laporan Durante Operasi

Laporan anetesi
Ahli Anestesiologi dr.Albinus Cobis, Sp.An., M.Kes Penyulit Pembedahan -

Ahli Bedah dr. Michael, Sp.OT Obat yang digunakan  

Jenis Pembedahan Open Reduction Internal Fixatie (ORIF) Proximal Premedikasi : (-)
Tibia
Induksi dan : Bupivakain HCL 0,5%, dilakukan blok pada
Jenis Anestesi Anestesi Regional - Anestesi Sub Arachnoid Block
maintenance jam: 11.30 WIT
(SAB)
Anestesi dengan Bupivacaine HCL 0,5% 15 mg (3 cc)
Pengakhiran Anestesi : (-)
Teknik Anestesi Pasien duduk tegak di meja operasi dan kepala
Medikasi Durante : Bupivakain HCl 0.5 % 15 mg
menunduk, dilakukan desinfeksi di daerah lumbal
Operasi Efedrin 10 mg
dengan betadine lalu alkohol, identifikasi vertebra
Midazolam 2,5 mg
lumbal 3-4, kemudian jarum spinocain No. 27
Fentanyl 25 mg
ditusukkan diantara L3-L4, cairan serebrospinal (+),
Ranitidin 50 mg
darah (-), kemudian dilakukan blok subarachnoid
Ondansetron 4 mg
(injeksi Bupivacaine HCL 0,5% 15 mg), kemudian
Antrain 1 gram
pasien dibaringkan.
Paracetamol 1 gram

Pernafasan Respirasi spontan, O2 Nasal 3 lpm

Posisi Supine
Tanda-tanda vital pada TD: 130/75 mmHg, Nadi : 67 x/m, reguler, kuat
Infus Pada tangan kiri terpasang IV line abocath 18 G
akhir pembedahan angkat, SpO2: 100%
dengan cairan Ringer Laktat 500 cc
Laporan Pembedahan
Ahli Bedah dr. Michael, Sp.OT
Ahli Anestesiologi dr. Albinus Cobis, Sp.An., M.Kes
Diagnosis Pre Closed Frakture Tibia Plateau sinistra
Operatif
Diagnosis Post Post ORIF fraktur lateral condyle tibia plateau
Operatif sinistra • Bed Rest
• Boleh makan /
Jenis Anestesi Anestesi regional (anestesi Sub Arachnoid Block)
minum
Macam Khusus (Eliktife)→Operasi sedang • IVFD RL 20 tpm
Pembedahan • Hypobac 2 x 200
• Ketorolac 3 x 30 mg
Tanggal 11/12/2020
Jam Operasi 12.10 – 14.10 WIT Instruks • Ranitidine 2 x 50mg
• Ceftriaxone 2 x 1 gr
Laporan Operasi 

Pasien posisi supine dalam SAB
Prosedur asepsis – antisepsis, dan drapping i Post • Ukur produksi darah
tiap hari
 Insisi pada lateral proximal cruris, perdalam
lapis demi lapis
Operasi • X-ray post op
• Cek lab DL post op
 Tampak fraktur lateral condyle tibia plateau, • GV hari ke-2 post op
dilakukan reduksi terbuka dan pemasangan • Elevasi tungkai kiri
internal fixasi.
 Kontrol perdarahan, cuci luka dengan NaCl
0,9%
 Jahit Luka
 Pasang drain
 Operasi selesai
Terapi Cairan dan Resusitasi Cairan Peri-operatif
Cairan yang dibutuhkan Aktual
Pre Operasi Pre Operasi
Kebutuhan cairan harian (BB 56 Kg): Input : RL 500 cc
1. Maintenance perhari Output : Urine : -
40-50 cc/KgBB/Hari
40cc x 56 kg = 2240 cc/hari
50cc x 56 kg = 2800 cc/hari
Jadi total kebutuhan 2240cc – 2800cc / hari
 
Kebutuhan cairan perjam
= (2240cc – 2800cc ) : 24 jam
= 93,3cc – 116,6cc / jam
 
2. Replacement
Pengganti puasa 10 jam :
10 jam x kebutuhan cairan per jam =
10 x 93,3cc/jam = 933 cc
10 x 116,6cc/jam = 1166cc
Jadi total kebutuhan cairan pengganti puasa 10 jam yaitu 933cc –
1166cc
 
Durante Operasi Durante Operasi
Kebutuhan cairan selama operasi 2 jam  
1. Maintenance Input : 1400 cc
Kebutuhan cairan per Jam 93,3cc – 116,6cc / jam RL 500 cc
Untuk 2 jam = (93,3cc – 116,6cc) x 2 Gelafusal 500 cc
= 186,6cc – 233,2cc RL 400 cc
2. Replacement  
Perdarahan 300 cc Output : Urin = 600cc
EBV = 65 cc x BB = 65 x 56kg = 3640 cc  
*catatan : (EBL = 10% EBV = 364 cc ; Total Perdarahan = ± 300 cc
20% EBV= 728 cc; 30% EBV=1092 cc)  
Perdarahan durante operatif ± 300 cc Balance Cairan:
Perdarahan kurang <10 % EBL, maka replacement selama durante operatif dapat Input – Output
diatasi dengan cairan kristaloid yang mempunyai komponen elektrolit serupa = 1400 cc – 900 cc
komponen elektrolit serum = 500 cc
2 – 4 x EBL
2 – 4 x 300 cc = 600 cc - 1200 cc
 
3. Pergantian kehilangan cairan karena penguapan selama operasi
Operasi sedang : 6 – 8 cc/jam
BB x jenis operasi
56 kg x 6 – 8 cc = 336 - 448 cc/jam
 
Lama operasi 2 jam
2 x 336 – 448 cc = 672 – 896 cc
 
Total kebutuhan cairan durante operatif :
Maintenance + Replacement + Penguapan
= (186,6-233,2cc) + (600-1200cc) + (672 – 896 cc)
= 1459 – 2329 cc
Post Operasi Post Operasi
11 Desember 2020 jam 14.00 s/d 22.00 (8 11 Desember 2020 jam 14.00
jam) s/d 22.00 (8 jam)
1. Maintenance  
= Kebutuhan cairan/ jam x 8 jam Input :
= 93,3 – 116,6 cc x 8 jam Transfusi PRC 250cc
= 747 – 933 cc RL 600cc
  Total input : 850 cc
 
Hari/ Follow Up   S : Nyeri Sedikit, tidak mual muntah
Tanggal 14/12/2 O:
12/12/20 S : Nyeri Sedikit, tidak mual muntah 020 B1: Airway bebas, napas spontan, RR: 20 x/m, suara
20 O:   nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
B1: Airway bebas, napas spontan, RR: 20 x/m, suara nafas   B2:Perfusi hangat, kering, merah, CRT<2”, TD:120/80
vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-   mmHg, Nadi 80x/m, Reguler, Kuat angkat
B2:Perfusi hangat, kering, merah, CRT<2”, TD:120/70 mmHg,   B3: Kesadaran : Compos Mentis, GCS (E4V5M6) Pupil
Nadi 80x/m, Reguler, Kuat angkat   bulat, Isokorر3 mm/3mm refleks cahaya (+/+)
B3: Kesadaran : Compos Mentis, GCS (E4V5M6) Pupil bulat,   B4 : Terpasang DC, Produksi urine (+), warna kuning
Isokorر3 mm/3mm refleks cahaya (+/+)   jernih.
B4 : Terpasang DC, Produksi urine (+), warna kuning jernih.   B5 : Simetris, Supel, BU(+); Hepar/Lien: Tidak Teraba
B5 : Simetris, Supel, BU(+); Hepar/Lien: Tidak Teraba   membesar; Nyeri Tekan (-)
membesar; Nyeri Tekan (-)
  B6 : Look : tampak luka berbalut perban
B6 : Look : tampak luka berbalut perban
Feel: nyeri tekan (+), edema (-)   Feel: nyeri tekan (+), edema (-)
Move: terdapat hambatan gerak dikarenakan nyeri   Move: terdapat hambatan gerak dikarenakan nyeri
A:   A:
Post ORIF Closed Frakture Tibia Plateau sinistra (H1)   Post ORIF Closed Frakture Tibia Plateau sinistra (H3)
P:   P:
IVFD RL 500 cc/8 jam   IVFD RL 500 cc/8 jam
Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam   Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
Inj. Hypobac 200/12 jam Inj. Hypobac 200/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8jam Inj. Ketorolac 30 mg/8jam
Inj. Ranitidine 50mg/12 jam Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
Pro Rontgen
 
  S : Nyeri Sedikit, tidak mual muntah
15/12/2020 O:
  B1: Airway bebas, napas spontan, RR: 20 x/m, suara nafas vesikuler, rhonki -/-,
  wheezing -/-
  B2:Perfusi hangat, kering, merah, CRT<2”, TD:120/80 mmHg, Nadi 78x/m, Reguler,
  Kuat angkat
  B3: Kesadaran : Compos Mentis, GCS (E4V5M6) Pupil bulat, Isokorر3 mm/3mm
  refleks cahaya (+/+)
  B4 : DC (-), Produksi urine (+), warna kuning jernih.
  B5 : Simetris, Supel, BU(+); Hepar/Lien: Tidak Teraba membesar; Nyeri Tekan (-)
  B6 : Look : tampak luka berbalut perban
  Feel: nyeri tekan (+), edema (-)
  Move: terdapat hambatan gerak dikarenakan nyeri
  A:
  Post ORIF Closed Frakture Tibia Plateau sinistra (H4)
  P:
  IVFD RL 500 cc/8 jam
  Inj. Ceftriaxone 1gr/12jam
  Inj. Hypobac 200/12 jam
Inj. Ketorolac 30 mg/8jam
Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
Rencana BPL
PEMBAHASAN
Pasien perempuan umur 22 tahun rujukan dari RS.Dekai, Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didpatkan tekanan
dengan keluhan kaki kiri tidak dapat digerakkan post darah 110/70 mmHg, Nadi 80 x/m, Respirasi 20x/m, SpO2
kecelakaan lalu lintas pada tanggal 30 November 2020. 98%, Suhu badan 36,80 c, pada pemeriksaan fisik
Pasien post kecelakaan lalu lintas, terjatuh dan kaki kiri didapatkan pada Ekstremitas Status lokalis cruris sinistra:
tertindis motor, kaki kiri sulit di gerakakan. Pasien jatuh Terpasang perban elastis.
terbentur dada dan kepala disangkal. Keluhan pusing,
pingsan, nyeri dada, nyeri kepala, muntah juga disangkal. Status lokalis cruris sinistra:
Riwayat penyakit dahulu seperti diabetes mellitus, L: perdarahan aktif (-), deformitas (+)
tekanan darah tinggi ,asma disankal, riwayat penyakit F: nyeri tekan (+), krepitasi (+)
keluarga diabetes mellitus disangkal, tekanan darah tinggi,
penyakit jantung disangkal. M: ROM terbatas

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,4 g/dL,


dan waktu pembekuaan darah (PT 10,5 detik, APTT 20,6
detik). Pemeriksaan radiologi yang perlu dilakukan yaitu
proyeksi cruris anteroposterior (AP) dan lateral.

Dari kasus tersebut dengan diagnosis Closed Fraktur tibia


plateau sinistra dengan tindakan Anestesi SubArachnoid
Block (SAB)
Penentuan PS ASA

Physical Status : American Society of Anesthesiologist adalah


pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menentukan prognosis • Pada kasus ini, Nn. Y.Y 22 tahun
pada pasien sebelum dilakukan tindakan anestesi. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui risiko apa yang bisa terjadi pada berdasarkan klasifikasi status
pasien tersebut dan tindakan apa yang bisa dilakukan untuk
mencegah hal tersebut.. berdasarkan klasifikasi penilaian status
penderita digolongkan dalam PS
fisik menurut The American Society of Anesthesiologist: ASA II, pasien penyakit bedah
• PS ASA I : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit
disertai dengan penyakit sistemik
sitemik. ringan sampai sedang.
• PS ASA II : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit
sistemik ringan sampai sedang.
• PS ASA III:pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit
sistemik berat yang disebabkan karena berbagai penyebab
tetapi tidak mengancam nyawa.
• PS ASA IV : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit
sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehidupannya.
• PS ASA V : pasien penyakit bedah yang disertai dengan
penyakit sistemik berat yang sudah tidak mungkin ditolong
lagi, dioperasi ataupun tidak dalam 24 jam pasien akan
meninggal.
Pemilihan jenis anestesi

• Pada teori dikatakan bahwa indikasi • Pada kasus ini dilakukan jenis
dilakukan jenis anestesi spinal atau
anestesi regional yaitu
SAB adalah untuk pasien yang akan
di bedah pada ekstremitas bawah, anestesi spinal atau anestesi
bedah panggul, tindakan sekitar subarachnoid (SAB).
rektum-perineum, tindakan obstetri- • Pada pasien ini direncanakan
ginekologi, bedah urologi, bedah
abdomen bawah dan anestesi spinal
untuk tindakan Open
juga mudah untuk dikerjakan. Reduction Internal Fixatie
Anestesi blok subaraknoid banyak (ORIF) pada region cruris
digunakan karena relatif murah, sinistra.
pengaruh sistemik minimal,
menghasilkan analgesi yang adekuat • Hal ini sesuai dengan indikasi
dan kemampuan mencegah respon untuk dipilihnya teknik
stress lebih sempurna. anestesi SAB.
Penentuan jenis obat anestesi

• Anestesi spinal dihasilkan apabila • Pemilihan obat-obat


disuntikkan obat analgesik lokal ke
dalam ruang subaraknoid di daerah anestesi pada pasien
antara vertebra L2 - L3 atau L3 - L4 dalam kasus ini adalah
atau L4 - L5.
• Jarum spinal hanya dapat
pasien di anestesi spinal
diinsersikan di bawah lumbal 2 dan dengan Bupivacain 0,5%
di atas vertebra sakralis. 15 mg pada posisi
• Hal ini dikarenakan pada batas
atas adanya ujung medula spinalis
duduk antara vertebra
dan batas bawah dikarenakan L3–L4.
adanya penyatuan vertebra sakralis
yang tidak memungkinkan
dilakukan insersi.
• Bupivakain merupakan golongan amida (-NHCO-), anestesi lokal isobarik yang bekerja
dengan cara berikatan secara intraselular dengan natrium dan memblok influks
natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi.
• Hal ini dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut
yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivakain dapat berdifusi
dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf
penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut
saraf lebih tebal.
• Obat ini lebih kuat dan lebih lama kerjanya dibandingkan dengan Lidokain atau
Mepivakain.
• Bila diberikan dalam dosis ulangan, Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain
selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah.
• Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain. Bupivakain juga mempunyai lama
kerja yang lebih panjang dari lidokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar
untuk mengikat protein.
Pemilihan jenis anestesi pada pasien
Bupivakain memiliki onset yang
ini dianggap sudah tepat karena
lambat tidak seperti Lidokain,
pengaruh sistemik minimal,
namun durasinya panjang sehingga
menghasilkan analgesi adekuat dan
dipilih sebagai agen induksi pada
kemampuan mencegah respon
kasus ini.
stress.
Critical Point perioperative pada kasus ini
Problem
Actual Potensial Antisipasi
List
- O2 yang
- Post adekuat
- Pemberian Kesadaran Compos spinal Observasi
Airway :bebas, malampati oksigenasi yang
-
score : II, gigi palsu (-) adekuat B3 Mentis, riwayat kejang heada TTV
- sumbatan jalan nafas menggunakan (-), riwayat pingsan (-) che - Rehidrasi
B1
Breathing : thoraks simetris, - Hipoksia nasal kanul 2-3 (PSH) - Pemberian
ikut gerak napas, RR: 20 x/m, - Depresi Nafas LPM efedrin
perkusi: sonor, suara napas   - Memposisikan
vesikuler+/+, ronkhi-/-, jalan napas
Rehidrasi,
wheezing -/- bebas B4 Terpasang DC (+) Retensi Urin monitoring
- Monitoring TTV produksi urin
- Pemberian
agen H2-
- Loding carian antagonist
Abdomen datar, supel, Risiko
- pemeberian dan PPI
Hipotensi akibat SAB
efedrin peristaltik usus (+), refluks
(proton
- Observasi TTV B5 hepar/lien tidak teraba gastroesofa
pumps
membesar, BAB (+), geal saat
inhibitors).
mual (-), muntah (-). operasi.
- Puasa 8 jam
Bradikardi sebagai sebelum
Sulfas
efek fisiologis operasi
atropine
penggunaan obat
Perfusi: hangat, kering, merah. bipivacain
0,5mg - Posisikan
CRT < 2 detik, BJ: I-II murni Penur pasien
-
regular, konjungtiva anemis -/-
B2 Akral dingin karena unan dengan
TD: 113/63 mmHg suhu ruang operasi (+), suhu aman dan
B6
N: 70x/menit edema (-), fraktur(+), tubuh jaga agar
- Evaluasi ulkus (-) - Meng tetap hangat
penyuntikan
Kardiotoksisitas : gigil - Observasi
bupivakain agar
serangan jantung dan
tidak pada TTV
kolaps kardiopulmonal
intravascular
akibat penyuntikan
Siapkan alat-alat
bupivakain tidak tepat -
dan obat
resusitasi
Terapi cairan
Cairan yang dibutuhkan Aktual
Pre Operasi Pre Operasi

Kebutuhan cairan harian (BB 56 Kg): Input : RL 500 cc

Maintenance perhari Output : Urine : -


40-50 cc/KgBB/Hari
40cc x 56 kg = 2240 cc/hari  
50cc x 56 kg = 2800 cc/hari Selama preoperatif pasien diberikan cairan kristaloid
Jadi total kebutuhan 2240cc – 2800cc / hari Ringer Laktat (RL) yang merupakan larutan isotonik
  yang komposisinya serupa dengan cairan
Kebutuhan cairan perjam
= (2240cc – 2800cc ) : 24 jam
ekstraseluler, mengandung ion-ion yang terdistribusi
= 93,3cc – 116,6cc / jam kedalam cairan intravaskular sehingga bermanfaat
untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit.
 
Pemberian kristaloid saat dilakukan anestesi spinal
Replacement lebih efektif dalam menurunkan insidensi terjadinya
Pengganti puasa 10 jam : hipotensi, karena dengan cara ini kristaloid masih
10 jam x kebutuhan cairan per jam =
10 x 93,3cc/jam = 933 cc
dapat memberikan volume intravaskuler tambahan
10 x 116,6cc/jam = 1166cc (additional fluid) untuk mempertahankan venous
Jadi total kebutuhan cairan pengganti puasa 10 return dan curah jantung.
jam yaitu 933cc – 1166cc
Resusitasi cairan durante operatif bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan maintenance cairan menurut jenis
operasi dan lama waktunya serta kebutuhan replacement
cairan yang hilang selama operatif dan perdarahan
berdasarkan total estimasi kehilangan darah selama
operasi
Durante Operasi Durante Operasi
 
Kebutuhan cairan selama operasi 2 jam Input : 1400 cc
- Maintenance RL 500 cc
Kebutuhan cairan per Jam 93,3cc – 116,6cc / jam Gelafusal 500 cc
Untuk 2 jam = (93,3cc – 116,6cc) x 2 RL 400 cc
= 186,6cc – 233,2cc  
Replacement Output : Urin = 600cc
-
Perdarahan ± 300 cc  
EBV = 65 cc x BB = 65 x 56kg = 3640 cc Total Perdarahan = ± 300 cc
*catatan : (EBL = 10% EBV = 364 cc ;  
20% EBV= 728 cc; 30% EBV=1092 cc) Balance Cairan:
Perdarahan durante operatif ± 300 cc Input – Output
Perdarahan kurang <10 % EBL, maka replacement selama durante operatif dapat diatasi = 1400 cc – 900 cc
dengan cairan kristaloid yang mempunyai komponen elektrolit serupa komponen elektrolit = 500 cc
serum
2 – 4 x EBL
2 – 4 x 300 cc = 600 cc - 1200 cc
 
Pergantian kehilangan cairan karena penguapan selama operasi
Operasi sedang : 6 – 8 cc/jam
BB x jenis operasi

56 kg x 6 – 8 cc = 336 - 448 cc/jam

Lama operasi 2 jam


2 x 336 – 448 cc = 672 – 896 cc
 
Total kebutuhan cairan durante operatif :
Maintenance + Replacement + Penguapan
= (186,6-233,2cc) + (600-1200cc) + (672 – 896 cc)
= 1459 – 2329 cc
Post Operasi Post Operasi

11 Desember 2020 jam 14.00 s/d 22.00 (8 jam) 11 Desember 2020 jam 14.00 s/d
22.00 (8 jam)
Maintenance  
= Kebutuhan cairan/ jam x 8 jam Input :
= 93,3 – 116,6 cc x 8 jam RL 600cc
= 747 – 933 cc
Pada kasus ini balance cairan aktual pasien durante operasi sudah cukup untuk
memenuhi kebutuhan cairan pasien selama operasi berlangsung.

Namun jika dilihat dari total kebutuhan cairan pasien durante operasi maka
didapatkan 1459 – 2329 cc sementara intake cairan durante operasi hanya 1400cc
sehingga terdapat kekurangan cairan sebesar 59-929cc.

Apabila dilihat keseluruhan kebutuhan cairan maka didapatkan intake cairan


total (pre operasi, durante operasi dan post operasi) sebesar 2750cc.

Sementara perkiraan total kebutuhan cairan (kebutuhan cairan pengganti puasa,


kehilangan cairan dan maintenance) mulai dari pre operasi sampai post operasi
sebesar 3139 – 4428 cc sehingga terdapat kekurangan cairan sebesar 389-1678 cc.

Sehingga dapat dikatakan total intake cairan masih belum memenuhi perkiraan total
kebutuhan cairan pada pasien ini.
• Selama durante operasi, perdarahan pada pasien ini yaitu ±
300 cc, dengan Estimate Blood Loss (EBL) <10 % EBV,
sehingga pada pasien ini tidak perlu dilakukan transfusi.
• Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfusi,
untuk perdarahan di bawah 10% dari volume darah total
cukup diganti dengan cairan infus yang komposisi
elektrolitnya kira-kira sama dengan komposisi elektrolit
serum misalnya dengan Ringer Laktat.
• Dapat juga diberikan campuran cairan kristaloid + koloid.
Pemberian koloid adalah untuk mengatasi gejala defisit
plasma pada pasien selama operatif berupa hipotensi.
Selama durante operasi, Perdarahan pada Dapat juga diberikan
perdarahan pada pasien pembedahan tidak campuran cairan
ini yaitu ± 300 cc, selalu perlu transfusi, kristaloid + koloid.
dengan Estimate Blood untuk perdarahan di Pemberian koloid
Loss (EBL) <10 % EBV, bawah 10% dari adalah untuk mengatasi
sehingga pada pasien volume darah total gejala defisit plasma
ini tidak perlu dilakukan cukup diganti dengan pada pasien selama
transfusi. cairan infus yang operatif berupa
komposisi elektrolitnya hipotensi.
kira-kira sama dengan
komposisi elektrolit
serum misalnya dengan
Ringer Laktat.
PENUTUP
Kesimpulan

• Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis


dengan Closed fraktur tibia plateau sinistra.
• Klasifikasi status penderita digolongkan dalam PS ASA 2, dikarenakan pasien memiliki
gangguan sistemik sedang.
• Pada kasus ini dilakukan tindakan operasi ORIF dengan jenis anestesi spinal atau SAB, hal ini
dikarenakan indikasi anestesi spinal atau SAB adalah untuk pasien yang akan di bedah pada
ekstremitas bawah dan cocok untuk anestesi pada operasi closed fraktur tibia plateau
sinistra.
• Agen anestesi yang digunakan adalah Bupivacain HCl 0,5% dimana salah satu keunggulan
bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah
sehingga mempersingkat waktu pemulihan.
• Critical point yang paling memungkinkan pada pasien ini adalah pada B2 yakni risiko terjadi
hipotensi dan bradikardi sehingga perlu dipersiapkan tindakan untuk mencegah atau
menanganinya bila terjadi.
• Terapi cairan perioperatif, durante operasi dan post operasi pada pasien ini secara
keseluruhan masih belum cukup untuk memenuhi total perkiraan kebutuhan cairan pasien.
Saran

• Penatalaksanaan anestesi perlu dilakukan


dengan lebih baik mulai dari persiapan
pre anestesi, tindakan anestesi hingga
observasi post operasi, terutama • Lebih memperhatikan intake dan output
berkaitan dengan terapi/resusitasi cairan cairan pasien salah satunya dengan
yang akan sangat mempengaruhi memantau input cairan infus dan output
kestabilan hemodinamik pasien baik urine pasien selama dirawat, sehingga
sebelum, pada saat dan sesudah operasi. diharapkan selama bahkan setelah pasien
selesai dirawat dan keluar dari rumah
sakit tidak dalam keadaan dehidrasi yang
nantinya dapat mempengaruhi kerja
organ tubuh pasien tersebut nantinya.

Anda mungkin juga menyukai