Anda di halaman 1dari 60

PAPER DAN LAPORAN KASUS

REGIONAL ANESTESI SUB-ARACHNOID BLOCK


PADA OPERASI HERNIA INGUINALIS

PEMBIMBING : Dr. Asmin Lubis, DAF, Sp.An, KAP, KMN

Darul Aswan, S.Ked ( 11310086 )


Abdul Rahman J, S.Ked (11310001 )
Yuliawati, S.Ked ( 11310415 )

DEPARTEMEN ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Secara garis besar anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
anestesi umum dan anestesi regional. Salah satu anestesi regional
yang banyak digunakan adalah subarachnoid block (SAB) atau disebut
juga anestesi spinal.

SAB menimbulkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok


motorik (tergantung pada dosis, konsentrasi atau volume dari
anestesi lokal).

Indikasi dilakukannya teknik anastesi RA-SAB adalah sebagai berikut:


1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rectum-perineum
4. Bedah obstetric-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah.( appendicitis, Hernia dll).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

• Herniamerupakan protusi atau penonjolan isi suatu


rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding
rongga bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin,
kantong, dan isi hernia. (Jong, 2004). 1
• Hernia inguinalis lateralis adalah suatu keadaan
dimana sebagian usus masuk melalui sebuah lubang
pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis.
Kanalis inguinalis adalah saluran berbentuk tabung,
yang merupakan jalan tempat turunnya testis (buah
zakar) dari perut ke dalam skrotum (kantung zakar)
sesaat sebelum bayi dilahirkan.5
KLASIFIKASI

1. Hernia Abdominal :
2. Hernia Inguinalis
3. Hernia Femoralis
4. Hernia Umbilikalis
5. Hernia Diafragmatika
6. Hernia Morgagni
7. Hernia Foramen Winslowi
8. Hernia Obturatoria
• Hernia Inguinalis : Kasus terbanyak
- 1. Hernia Inguinalis Lateralis / Indirek
- 2. Hernia Inguinalis Medialis / Direk
• Hernia Kongenital
• Hernia Akwisita / didapat
• Hernia insisi
MACAM-MACAM HERNIA
INGUINALIS

• Defek : anulus internus / abdominal


anulus eksternus / subkutaneus
• Hernia Lateralis / kongenital / bayi / anak/
dewasa
• Hernia Medialis : orang tua
STRUKTUR HERNIA

1. Pintu hernia
2. Kantong hernia
3. Isi hernia
TANDA KLINIS

• Hernia reponibilis
• Hernia irreponibilis
- non inkarserata
- inkarserata
DIAGNOSA
• Benjolan reponibilis : H. reponibilis
-Daerah inguinal : bila meragukan  test “ finger tip “ / test
Valsava
• Benjolan irreponibel :
- Daerah inguinal / lainnya
# Disertai ileus obstruktif  hernia
inkarserata.
- # Tanpa ileus  hernia irreponibel saja
- # Strangulata : jaringan / usus nekrosis
.arena obstruksi vaskularisasi
PENATALAKSANAAN

• Hanya operasi :
- Herniotomi
- Hernioplasti
- Herniorapi ( gabungan dari herniotomi dan henioplasti )
• Waktu operasi :
- Segera setelah terdiagnosa
• Operasi darurat:
- Kalau terjadi inkarserasi
- Inkarserasi : terjadi sewaktu-waktu
PROGNOSIS

• Angka keberhasilan terapi operasi


97% – 99%
• Penyulit residif : 1-3 %
REGIONAL ANESTESI

• Anestesi regional adalah pemberian anestesi ke bagian


tubuh tanpa terjadi hilangnya kesadaran atau
berkurangnya kesadaran. Ada dua kelompok teknik –
central neuraxis blockade (blokade epidural atau
subarachnoid) dan peripheral nerve blockade.
ANATOMI TULANG BELAKANG
LAPISAN JARINGAN PUNGGUNG
PADA LUMBAL

• Kutis
• Subkutis
• Ligamentum Supraspinosum
• Ligamentum interspinosum
• Ligamentum flavum
• Epidural
• Duramater
• Subarachnoid
MACAM – MACAM
REGIONAL ANESTESI
1. Blok Sentral (Blok Neuroaksial).
Blok sentral dibagi menjadi tiga bagian yaitu: anestesi Spinal,
Epidural dan Kaudal.
A. Anestesi Spinal
Anestesi spinal merupakan tindakan pemberian anestesi
regional ke dalam ruang subaraknoid.
B. Anestesi Epidural
Anestesi epidural ialah blokade saraf dengan menempatkan
obat pada ruang epidural (peridural, ekstradural) di dalam
kanalis vertebralis pada ketinggian tertentu, sehingga daerah
setinggi pernapasan yang bersangkutan dan di bawahnya
teranestesi sesuai dengan teori dermatom kulit. Ruang epidural
berada di antara durameter dan ligamentun flavum. Bagian atas
berbatasan dengan foramen magnum dan dibawah dengan
selaput sakrogliseal.
Regional
ANESTESI

C. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural,
karena ruang kaudal adalah kepanjangan dari ruang epidural dan
obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus
sakralis ditutupi oleh ligamentum sakrogsigeal tanpa tulang yang
analog dengan ligamentum supraspinosum dan ligamentum
interspinosum. Ruang kaudal berisi saraf sacral, pleksus venosus,
felum terminale dan kantong dura.
Regional
ANESTESI

2. Blok Perifer (Blok Saraf)


Anestesi regional dapat juga dilakukan dengan cara blok
perifer. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah
anestesi regional intravena. Anestesi regional intravena dapat
dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit. Melalui cara
ini saraf yang dituju langsung saraf bagian proksimal.
Sehingga daerah yang dipersarafi akan teranestesi misalnya
pada tindakan operasi di lengan bawah memblok saraf
brakialis. Untuk melakukan anetesi blok perifer harus
dipahami anatomi dan daerah persarafan yang bersangkutan
Indikasi, Kontraindikasi, dan Komplikasi
RA-SAB
Indikasi/Kontraindikasi/
Keterangan
Komplikasi

Transurethral prostatectomy (blok pada T10 diperlukan karena


Indikasi terdapat inervasi pada buli buli kencing)
Hysterectomy
Caesarean section (T6)
Evakuasi alat KB yang tertinggal
Semua prosedur yang melibatkan ekstrimitas bagian bawah seperti
arthroplasty
Prosedur yang melibatkan pelvis dan perianal

Pasien menolak
Indikasi Kontra Absolut
Deformitas pada lokasi injeksi
Hipovolemia berat
Sedang dalam terapi antikoagulan
Cardiac ouput yang terbatas; seperti stenosis aorta
Peningkatan tekana intracranial.
Indikasi, Kontraindikasi, dan Komplikasi
RA-SAB
Indikasi Kontra Relatif Infeksi sistemik (sepsis, bakteremia)
Infeksi sekitar tempat penyunikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung kronis

Komplikasi Tindakan Hipotensi berat


Bradikardia
Hipoventilasi
Trauma pembuluh darah
Trauma saraf
Mual muntah
Gangguan pendengaran
Blok spinal tinggi, atau spinal total
Indikasi, Kontraindikasi, dan
Komplikasi RA-SAB
Komplikasi Pasca Nyeri tempat suntikan

Tindakan
Nyeri punggung

Nyeri kepala karena kebocoran likuor

Retensio urine

Meningitis
PERSIAPAN ANALGESIA SPINAL

•Melakukan informed consent (izin dari


pasien),
• Pemeriksaan fisik (ada tidaknya kelainan
punggung),
• Pemeriksaan laboratorium anjuran (
hemoglobin, hematokrit, PPT dan aPTT ).
PERALATAN ANESTESI SPINAL
1. Satu set monitor untuk memantau tekanan darah, Pulse oximetri,
EKG.
2. Peralatan resusitasi / anestesia umum.
3. Jarum spinal. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu
runcing,quincke bacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil
(pencil point whitecare), dipersiapkan dua ukuran. Dewasa 26G
atau 27G
4. Betadine, alkohol untuk antiseptic.
5. Kapas/ kasa steril dan plester.
6. Obat-obatan anestetik lokal.
7. Spuit 3 ml dan 5 ml.
8. Infus Set
JENIS TIPE JARUM
Obat-obatan pada
Anestesi Spinal

Obat-obatan pada anestesi spinal pada


prinsipmnya merupakan obat anestesi local.
Anestetik local adalah obat yang menghambat
hantaran saraf bila dikenakan pada jaringan saraf
dengan kadar cukup. Paralisis pada sel saraf
akibat anestesi local bersifat reversible. Terdapat
dua golongan besar pada obat anestesi local yaitu
golongan amid dan golongan ester.
Berikut adalah beberapa contoh sediaan yang terdapat di
Indonesia dan umum digunakan.
• LidoCaine 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat
hyperbaric, dosis 20-50mg(1-2ml).
• BupivaCaine 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric,
dosis 5-20mg.
• BupivaCaine 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027,
sifat hiperbarik,dosis 5-15mg(1-3ml).
Obat Anestesi local memiliki efek tertentu di setiap system tubuh
manusia..
• Sistem Saraf : paresis sementara akibat obat sampai obat
tersebut dimetabolisme
• Sistem Respirasi : Berinteraksi pada nervus frenikus, maka bisa
menyebabkan gangguan nafas karena kelumpuhan otot nafas.
• Sistem Kardiovaskular : Pada dosis kecil dapat menyebabkan
bradikardia. Jika dosis yang masuk pembuluh darah cukup
banyak, dapat terjadi aritmia, hipotensi, hingga henti jantung.
• Sistem Imun : Pada reaksi local dapat terjadi reaksi pelepasan
histamine seperti gatal, edema, eritema. Apabila tidak sengaja
masuk ke pembuluh darah, dapat menyebabkan reaksi
anafilaktik
.
• Sistem Muskular : obat anestetik local bersifat miotoksik.
Apabila disuntikkan langsung kedalam otot maka dapat
menimbulkan kontraksi yang tidak teratur, bisa
menyebabkan nekrosis otot.
• Sistem Hematologi : obat anestetik dapat menyebabkan
gangguan pembekuan darah. Jika terjadi perdarahan
maka membutuhkan penekanan yang lebih lama saat
menggunakan obat anestesi local.
.
Dalam penggunaan obat anestesi local, dapat ditambahkan
dengan zat lain atau adjuvant. Zat tersebut mempengaruhi
kerja dari obat anestesi local khususnya pada anestesi spinal.
Tambahan yang sering dipakai adalah :
• Vasokonstriktor : Vasokonstriktor sebagai adjuvant pada
anestesi spinal dapat berfungsi sebagai penambah durasi.
• Obat Analgesik Opioid : digunakan sebagai adjuvant untuk
mempercepat onset terjadinya fase anestetik pada anestesi
spinal.
• Klonidin : Pemberian klonidin sebagai adjuvant pada
anestesi spinal dapat menambah durasi pada anestesi.
.
.
PENYEBARAN ANESTESI LOKAL
TERGANTUNG 2 FAKTOR
1. FAKTOR UTAMA :
a. berat jenis anestesi lokal ( baristas )
b. posisi pasien ( kecuali isobarik )
c. dosis dan volum anestesi lokal ( kecuali isobarik )
2. FAKTOR TAMBAHAN :
a. ketinggian suntikan
b. kecepatan suntikan / barbotase
c. ukuran jarum
d. keadaan fisik pasien
e. tekanan intraabdominal
LAMA KERJA ANESTESI LOKAL
TERGANTUNG DARI :

• 1. JENIS ANESTESI LOKAL


• 2. BESARNYA DOSIS
• 3. ADA TIDAKNYA VASOKONSTRIKTOR
• 4. BESARNYA PENYEBARAN ANESTESIKA LOKAL
TEKNIK ANASTESI

• Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi


dekubitus lateral. Beri bantal kepala, selain nyaman
untuk pasien juga agar tulang spinosus mudah teraba.
Posisi lain adalah duduk.
• Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua
Krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4 atau L4-
L5. Tentukan tempat tusukannya, misalnya L2-L3, L3-
L4, atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya
berisiko trauma medulla spinalis
• Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
• Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan
lidokain 1-2% 2-3 ml.
• Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal
sebesar 22 G, 23 G atau 25 G dapat langsung digunakan.
Sedangkan untuk yang kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan
menggunakan introducer (penuntun jarum), yaitu jarum
suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-
kira 2 cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut.
Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut
dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi
sedikit, hanya utuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukkan kateter.
Posisi Lateral pada Spinal
Anestesi
Posisi Duduk pada Spinal Anestesi
Tusukan Medial dan Paramedial
Preoperatif

• A. Penilaian Preoperatif
Tujuan:
• Mengetahui status fisik pasien praoperatif
• Mengetahui dan menganalisis jenis operasi
• Memilih jenis atau teknik anestesia yang sesuai
• Meramalkan penyulit yang mungkin terjadi selama
operasi dan atau pascabedah
• Mempersiapkan obat atau alat guna menanggulangi
penyulit yang diramalkan.
Preoperatif
• B. Tatalaksana evaluasi
Anamnesis
Anamnesis baik autoanamnesis maupun hetero anamnesis

Pemeriksaan fisik
Yakni memeriksa status pasien saat ini yang meliputi kesadaran,
frekuensi nafas, tekanan darah, nadi, suhu tubuh, berat dan
tinggi badan untuk menilai status gizi/BMI.

Pemeriksaan laboratorium, radiologi dan yang lainnya


Konsultasi dan koreksi terhadap kelainan fungsi organ vital
Preoperatif

Menentukan prognosis pasien perioperative


Hal ini dapat menggunakan klasifikasi yang dibuatoleh
American Society of Anesthesiologist (ASA).
Kelas Definisi

ASA 1 pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik.

ASA 2 pasien penyakit bedah dengan disertai dengan penyakit sistemikringan sampai

sedang

ASA 3 pasien penyakit bedah dengan disertai dengan penyakit sistemik berat yang

disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam nyawa.

ASA 4 pasien penyakit bedah dengan disertai dengan penyakit sistemik berat yang secara

langsung mengancam kehidupannya.

ASA 5 pasien penyakit bedah dengan disertai dengan penyakit sistemik berat yang sudah

tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi ataupun tidak dalam24 jam pasien meninggal.

ASA 6 pasien mati batang otak yang akan menjalani transplantasi organ untuk donor.

E Jika prosedur merupakan prosedur emergensi, maka status pemeriksaan diikuti “E”

(Misal, “2E”)
Persiapan Preoperatif
• Puasakan Pasien
• Terapi Cairan
• Premedikasi
• Meredakan kecemasan dan ketakutan
• Memperlancar induksi anestesi
• Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
• Meminimalkan jumlah obat anestetik
• Mengurangi mual muntah pasca bedah
• Menciptakan amnesia
• Mengurangi isi cairan lambung
• Mengurangi reflek yang membahayakan
Contoh: Metoclopramide. Ranitidine, diazepam, petidine
Durante Operasi

• A. Persiapan Pasien
• B. Pemakaian Obat Anestesi
• C. Terapi Cairan
• D. Monitor
Post-Operatif
• A. Pemindahan Pasien dari Kamar Operasi ke Recovery
Room
• B. Perawatan Post Anestesi di Recovery Room
• Observasi klinis harus dilakukan dengan pemantauan
seperangkat alat berikut :
• Pulse oximeter
• Non-invasive blood pressure monitor
• Elektokardiograf
• Nerve stimulator
• Pengukur suhu
POST ANESTHETIC ALDRETE RECOVERY SCORE

ORIGINAL CRITERIA Modified Criteria PointValue

COLOR Oxygenation

PINK SpO2>92% on room air 2

PALE OR DUSKY SpO2>90% on oxygen 1

CYANOTIC SpO2<90% on oxygen 0

RESPIRATION

CAN BREATHE DEEPLY AND COUGH Breathes deeply and coughs freely 2

SHALLOW BUT ADEQUATE EXCHANGE Dyspneic, shallow or limited breathing 1

APNEA OR OBSTRUCTION Apnea 0

CIRCULATION

BLOOD PRESSURE WITHIN 20% OF NORMAL Blood pressure ± 20 mmHg of normal 2

BLOOD PRESSURE WITHIN 20–50% OF NORMAL Blood pressure ± 20–50mmHg of normal 1

BLOOD PRESSURE DEVIATING >50% FROM NORMAL Blood pressure more than ± 50 mmHg of normal 0

CONSCIOUSNESS

AWAKE, ALERT, AND ORIENTED Fully awake 2

AROUSABLE BUT READILY DRIFTS BACK TO SLEEP Arousable on calling 1

NO RESPONSE Not responsive 0

ACTIVITY

MOVES ALL EXTREMITIES Same 2

MOVES TWO EXTREMITIES Same 1


Kriteria penilaian yang digunakan untuk
menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan
dari PACU adalah:

• Fungsi pulmonal yang tidak terganggu


• Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang
adekuat
• Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
• Orientasi pasien terhadap tempat, waktu, dan orang
• Produksi urin tidak kurang dari 30 ml/jam
• Mual dan muntah dalam kontrol
• Nyeri minimal
DAFTAR PUSTAKA
• Sjamsuhidajat, De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi.
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. 2004
• Boulton T., Blogg C.. Komplikasi dan Bahaya Anestesi:
Anestesiologi. EGC. Jakarta. Hal: 229-231. 1994
• Latief Said A, Suryadi Kartini A.. Penuntun Praktis
Anestesiologi. Penerbit : Bagian Anastesiologi Dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Edisi Ke-2. 2002.
• Elizabet J. Corwin.. Buku saku patofisiologi. EGC: Jakarta. 2000
• Snel, R.S.,. Abdomen: Bagian I Dinding Abdomen. Dalam:
Hartanto, Huriawati, ed. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: EGC, 147–200. 2006
• Rudi.S, , Anastesi Spinal. Repository USU. Hal. 1-11. 2010
BAB III

Laporan Kasus
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
• Nama : Tn. Kenzan
• Jenis Kelamin : Laki - laki
• Umur : 52 Tahun
• Agama : Kristen
• Alamat : Jl. Suluh No.37, Medan Tembung
• Pekerjaan : Wiraswasta
• Status Perkawinan : Sudah Menikah
• No RM : 26.21.48
2. ANAMNESA
• Keluhan Utama : Benjolan di lipatan paha kanan
• Telaah :
• Pasien laki-laki datang ke IGD RS Haji dengan keluhan benjolan di
lipatan paha kanan. Hal ini dialami pasien sejak ±1 bulan yang lalu
sebelum dilakukannya operasi. Pada inspeksi saat pasien
mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul
sebagai penonjolan di regio ingunalis yang berjalan dari lateral
atas ke medial bawah. Keluhan tidak disertai demam, batuk,
sesak nafas, sakit kepala. Riwayat operasi sebelumnya tidak ada.
Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, dan Asma.
• RPT : (-)
• RPO : (-)
• RPK : (-)
3. PEMERIKSAAN FISIK
• Status Present
• Keadaan Umum: tampak Baik
• Vital Sign
• Sensorium : Compos Mentis
• Tekanan Darah : 130/80 mmHg
• Nadi : 80 kali/menit
• RR : 28 kali/menit
• Suhu : 36 0C
• Tinggi Badan : 165 cm
• Berat Badan : 64 kg
• Pemeriksaan Umum
• Kulit : Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor (-)
• Kepala : Normocepali
• Mata : Anemis -/-, Ikterik -/-, Edema palpebra -/-
• Mulut : Hiperemis pharing (-), Pembesaran tonsil (-)
• Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax :
• Paru
• Inspeksi : Pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan
abdominotorakal, retraksi costae -/-
• Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
• Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
• Auskultasi : Vesikuler seluruh lapang paru
• Abdomen
• Inspeksi : Datar, Simetris
• Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba
• Perkusi : Nyeri Ketok (-)
• Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
• Ekstremitas : Edema -/-
• Genitalia : tidak ada pembesaran pada testis
• PEMERIKSAAN PENUNJANG :
• Hasil Laboratorium
• Darah Rutin
• Hb : 12, 3 g/dl
• HT : 37, 5 %
• Eritrosit : 4, 3 x 106 /µL
• Leukosit : 8. 500 /µL
• Trombosit : 298. 000 /µL
• Metabolik
• KGDS : 85 mg/dl
• Asam Urat : 5, 8 mg/dl
• Fungsi Ginjal
• Kreatinin : 0,66 mg/dl
• Ureum : 25 mg/dl
• Diagnosis : Hernia Inguinalis Lateralis Dextra
• RENCANA TINDAKAN
• Tindakan : HERNIORAPI
• Anesthesi : RA-SAB
• PS-ASA :1
• Posisi : Supinasi
• Pernapasan : Kanul nasal O2
• KEADAAN PRA BEDAH
• Pre operatif
• B1 (Breath)
• Airway : Clear
• RR : 22 kali/ menit
• SP : Vesikuler kanan = kiri
• ST : Ronchi (-), Wheezing (-/-)
• B2 (Blood)
• Akral : Hangat/ Merah/ Kering
• TD : 130/ 80 mmHg
• HR : 80 kali/ menit
• B3 (Brain)
• Sensorium : Compos Mentis
• Pupil : Isokor, kanan = kiri 3mm/ 3mm
• RC : (+)/(+)
• B4 (Bladder)
• Urine Output :-
• Kateter : tidak terpasang
• B5 (Bowl)
• Abdomen : Soepel
• Peristaltik : Normal (+)
• Mual/Muntah : (-)/(-)
• B6 (Bone)
• Oedem : (-)
• PERSIAPAN OBAT RA-SAB
• Intratekal
• Bupivacaine 0,5% : 17,5mg
• Fentanyl : 25µg
• Jumlah Cairan
• PO : RL 500 cc
• DO : RL 500 cc
• Produksi Urin :-
• Perdarahan
• Kasa Basah : 5 x 10 = 50 cc
• Kasa 1/2 basah : 3x 5 = 15 cc
• Suction : = 100 cc
• Jumlah : 165cc
• EBV : 75 x 64 = 4800 cc
• EBL
• 10 % = 480 cc
• 20 % = 960 cc
• 30 % = 1440 cc
• Durasi Operatif
• Lama Anestesi = 09.50 – 10.35 WIB
• Lama Operasi = 10.05– 10.35 WIB
• Teknik Anastesi : RA-SAB
• Posisi duduk (SITTING position) - Identifikasi L3-L4 → Desinfektan
betadine + alcohol 70%→ Insersi spinocan 25G → CSF (+), darah (-) →
injeksi bupivacain 0,5% 17,5 mg → posisi supine → atur blok setinggi
T6.
• POST OPERASI
• Operasi berakhir pukul : 10.35 WIB
• Setelah operasi selesai pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan
darah, nadi dan pernapasan dipantau hingga kembali normal.
• Pasien boleh pindah ke ruangan bila Alderette score > 9
• Pergerakan :2
• Pernapasan :2
• Warna kulit :2
• Tekanan darah :2
• Kesadaran :2
• PERAWATAN POST OPERASI
• Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan
setelah dipastikan pasien pulih dari anestesi dan keadaan
umum, kesadaran serta vital sign stabil, pasien dipindahkan
ke bangsal dengan anjuran untuk bedrest 24 jam, tidur
telentang dengan 1 bantal untuk mencegah spinal headache,
karena obat anestesi masih ada.
• TERAPI POST OPERASI
• Istirahat sampai pengaruh obat anestesi hilang
• IVFD RL 20gtt/ menit
• Minum sedikit-sedikit bila sadar penuh dan peristaltic (+)
Normal
• Inj. Ketorolac 30mg/ 8jam IV
• Inj. Ondansetron 4mg/ 8 jam IV bila mual/ muntah
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai