Anda di halaman 1dari 40

ORTHOPAEDIC EMERGENCIES

Miftachul Hidayah
G4A016093
Pembimbing:
dr. Ahmad Fawzi, Sp.BP

SMF BEDAH
RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Orthopaedic Emergencies
VON CHOP
 V: vascular compromise
 O: open fracture
 N: neurologic compromise/ cauda equina syndrome
 C: compartment syndrome
 H: hip dislocation
 O: osteomyelitis/Septic arthritis
 P: unstable pelvic fracture
FRAKTUR TERBUKA
 Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga
timbul komplikasi infeksi
 Fraktur terbuka suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko
infeksi.
ANAMNESA
• Apa yang menyebabkan terjadinya trauma mechanism
of injury
• Kapan terjadinya trauma  golden period
• Di mana terjadinya trauma  tempat kotor atau bersih
• Penyulit  fraktur patologis, usia tua
PEMERIKSAAN FISIK
• Look  kulit intak, pembengkakan, deformitas, kontusio
• Feel  nyeri, nadi dan sensori bagian distal
• Movement  krepitasi, range of movement (ROM), false
movement
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
• Lokasi pasti dari fraktur
• Jenis fraktur
• Tingkat keparahan fraktur
• Kelaianan jaringan lunak di sekitar daerah fraktur
• Sebagai salah satu pertimbangan penanganan fraktur
PENATALAKSANAAN
1. Primary Survey : ABCD
2. Secondary Survey
• cuci luka
• debridement luka (6jam) gunakan general
anestesi
• Imobilisasi, luka ditutup kain bersih, fragmen
jangan dimasukkan
• Antibiotik dan analgetik
• Pencegahan tetanus (250 unit ig tetanus)
PRIMARY SURVEY
Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian
1. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
2. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan
1. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol
servikal in-line immobilisasi
2. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning
dengan alat yang rigid
3. Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal, Pasang
airway definitif sesuai indikasi
3. Fiksasi leher
Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1. Penilaian
1.
Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
2. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
3. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak,
pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
4. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
5. Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
1.
Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
2. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
3. Menghilangkan tension pneumothorax
4. Menutup open pneumothorax
5. Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi
Circulation dengan kontrol perdarahan
1. Penilaian
1. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
2. Mengetahui sumber perdarahan internal
3. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
4. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
5. Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
1. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
2. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada
ahli bedah.
3. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan
darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
4. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
5. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur
pelvis yang mengancam nyawa.
6. Cegah hipotermia
3. evaluasi
Disability
• Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS
• Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya
dan awasi tanda-tanda lateralisasi
• Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi
dan circulation.
Exposure/Environment
• Buka pakaian penderita
• Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan
pada ruangan yang cukup hangat.
Compartment Syndrome
• Merupakan suatu sindrom yang terjadi karena
peningkatan tekanan intrakompartmen yaitu kompartmen
osteofasial yang tertutup sehingga mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen
jaringan.
• Kompartmen osteofasial berisi tulang, pembuluh darah,
saraf dan otot yang dibungkus oleh suatu fascia.
ETIOLOGI
 Penurunan volume kompartemen
Penutupan defek fascia yang ketat, Traksi internal berlebihan
pada fraktur ekstremitas, Pakaian militer antishock
 Peningkatan tekanan struktur kompartemen
Pendarahan atau pembentukan hematoma akibat trauma
vaskuler atau koagulopati, Peningkatan permeabilitas
kapiler, Trauma akibat fraktur atau kerusakan jaringan,
Penggunaan otot berlebihan akibat olahraga intensif, kejang,
tetanus, eklampsi, Luka bakar, Gigitan ular
PATOGENESIS
The 6 P’s of Compartment
Syndrome
 Pain:
• out of proportion to the injury
• not relieved by analgesia
• increased with passive stretch of compartment muscles
(most specific)
 Pallor
 Paresthesia
 Polar: cold limb (late finding)
 Paralysis (late finding)
 Pulselessness (late finding
PENGUKURAN TEKANAN INTRA
KOMPARTMEN
pasien yang tidak sadar

tidak kooperatif

Anak

sulit berkomunikasi

trauma kepala, medulla spinalis atau saraf perifer,

jika diagnosis dengan pemeriksaan fisik kurang jelas.

Tekanan intrakompartmen
normal adalah 0 mmHg. Di
atas 30 mmHg mulai
terjadi proses iskemia
jaringan, jika di atas 40
mmHg langsung dilakukan
tindakan segera
TATALAKSANA
 Singkirkan penyebab kompresi
 O2
 Pertahankan ekstremitas setinggi jantung
 Konsultasi ortopedi atau bedah darurat
 Fasciotomi
Indikasi: sindroma kompartemen akut: tekanan kompartemen
> 30 mmHg
HIP DISLOCATION
 Reduksi dislokasi HIP (idealnya within 6 jam) untuk
mengurangi resiko AVN pada caput femur
 Anamnesis: Persendiannya lepas/keluar dari tempatnya,
Nyeri, Spasme otot, Gangguan fungsi
 Pemeriksaan Fisik: Swelling, Deformitas: angulasi, rotasi,
kehilangan bentuk yang normal, pemendekan, Gerakan
yang abnormal, Nyeri setempat
 Dislokasi ke Posterior (85-90%): berbaring, panggul yang
terkena dalam posisi fleksi, adduksi dan rotasi Interna
 Dislokasi ke Anterior (10-15%): berbaring posisi panggul
dalam keadaan ekstensi, abduksi dan rotasi eksterna
 Dislokasi ke Sentral (selalu disertai Fraktur Acetabulum)
TATALAKSANA
 Reduction / Reposisi  prinsipnya adalah menyatukan
kembali caput femoris pada acetabulum. Dapat dilakukan
secara terbuka maupun secara tertutup. Pada anak usia 6
bulan – 2 tahun dapat dilakukan dengan reposisi secara
tertutup dengan menggunakan anastesi dan muscle
relaxan. Jika reposisi secara tertutup ini gagal, dilakukan
reposisi secara terbuka dengan operasi.
 Retain / Imobilisasi / Fiksasi Dilakukan setelah
reposisi. Penderita disaran memakai cast atau braces
dengan tujuan untuk mempertahankan posisi sendi
selama proses penyembuhan dari tulang.
OSTEOMYELITIS
 Osteomyelitis adalah proses inflamasi akut atau kronik
pada tulang dan struktur sekundernya karena infeksi oleh
bakteri piogenik.
 Paling banyak disebabkan oleh Staphylococcus aureus,
pada tulang panjang, pada populasi umur<15 dan >50
tahun
 Disebabkan oleh salmonella typhi pada pasien sickle cell
disease
 Akut <10 hari, sub akut >10 hari
 Gambaran klinis: Akut: nyeri lokalis, demam, 1 sampai 2
minggu setelah infeksi saluran pernafasan atau infeksi
tulang di tempat lain
 Gambaran radiologi: soft tissue swelling, gambaran lytic
bone destruction, gambaran periosteal reaction
PENATALAKSANAAN
OSTEOMYELITIS AKUT
• Tirah baring dan hidrasi
• Splint  untuk mencegah kontraktur, pemasangan
skin traksi
• Antibiotika intravena
• Drain  secara terbuka dengan general anastesi.
Dilakukan jika ada gejala pus yang dalam yaitu
swelling, edema, fluktuasi, pyreksia, toksemia,
nyeri dan tidak ada perbaikan dengan pemberian
antibiotika selama 3 hari
• Setelah tanda infeksi menurun dimulai rehabilitasi
jalan dengan kruk, full weight bearing setelah 3-4
minggu
UNSTABLE PELVIS
 Sebagian besar fraktur pelvis bersifat stabil dan
terjadi dengan mekanisme low-energy injury
 Yang paling umum/sering terjadi adalah
kecelakaan kendaraan bermotor. Pasien
dengan cedera ini tidak hanya memiliki cedera
pada osseus tetapi seiring waktu juga sering
kali mengancam kehidupan
 Kematian setelah luka ini biasanya disebabkan
oleh perdarahan, kegagalan beberapa system
organ, atau sepsis
 Fraktur pelvis dapat bersifat unstable apabila
cincin pelvis mengalami kerusakan pada 2
tempat atau lebih, biasanya terjadi karena high
energy injury.
 Pada daerah pelvis terdapat plexus plexus vena,
jika ada trauma seringkali menyebabkan
pecahnya pembuluh darah ini, dan pendarahan
baru berhenti jika cavum pelvis terisi penuh
dengan darah. Pada fraktur unstable,
pendarahan tidak berhenti karena pelvis tidak
terfiksasi dengan sempurna
 Yang paling sering karena kecelakaan
kendaraan bermotor dan jatuh dari ketinggian.
 Tanda klinis: pembengkakan atau hematom
progresif pada panggul, skrotum, atau perianal
 Tanda tidak stabil: fraktur tulang terbuka pada
pelvis (terutama daerah perineum, rektum,
bokong), prostat letak tinggi, perdarahan di
meatus uretra, ditemukannya instabilitas
mekanikal (hanya boleh dilakukan 1x)
UNSTABLE PELVIS
PENATALAKSANAAN
 Tujuan perawatan fraktur pelvis tidak stabil
adalah sama dengan patah tulang yang lain
 Prioritas awal pada pasien dengan
hemodinamika tidak stabil adalah dilakukan
resusitasi agresif dan pencegahan perdarahan
lebih lanjut.
 Fiksasi eksternal diindikasikan sebagai
pengobatan langsung pada pasien yang
hemodinamika nya tidak stabil dengan fraktur
panggul yang tidak stabil. kain pembungkus
melilit pelvis sbg sling
 Open reduction and internal fixation (ORIF) lebih
disukai untuk pengelolaan definitif dan telah
terbukti memberikan hasil yang lebih unggul.
 ORIF merupakan kontraindikasi untuk pasien yang
tidak stabil dan sakit kritis atau mereka yang berat
patah tulang terbuka dengan debridement luka
yang tidak memadai, menghancurkan cedera, dan
penempatan dari sebuah tabung suprapubik
operasi di lapangan.
Cauda Equina Syndrome
• Etiologi: kompresi pada nervus lumbosacral dibawah
conus medullaris (L4-L5 atau L5-S1), spinal stenosis,
massa extrinsik
• Gambaran klinis
• Motor (LMN sign): paraparesis, berkurangnya reflek
tendon knee dan ankle, kerusakan sphincter
• Sensorik: saddle anestesi, nyeri punggung sampai kaki,
sexual disfunction
• Tatalaksana: surgical emergency: untuk dekompresi (<48
jam) untuk mempertahankan fungsi bladder dan bowel.
TRAUMA VASKULAR BESAR
Lesi vaskuler besar yang tersering adalah arteri
poplitea, arteri radialis, arteri inguinalis, arteri
brachialis dan arteri femoralis. Diagnosis
umumnya ditegakkan dengan arteriografi atau
Dopler, dan pengukuran saturasi O2 jari distal
Identifikasi trauma arteri
 Palpasi pulsasi perifer bilateral (dorsalis pedis,
tibialis anterior, femoral, radial,dan brachialis)
akan simetri dan kualitas
 Catat dan evaluasi adanya asimetri pulsasi
perifer
 Reevaluasi pulsasi perifer yang sering,
terutama jika terdapat asimetri
 Konsul bedah segera
TERIMAKASIH
DAFTAR PUSTAKA
 Williams, Benjamin. 2011. Orthopaedic Emergencies. Available at:
http://www.orthopaedicsone.com. Diakses pada 8/10/2017
 Guthrie HC, Owens R, Bircher MD, 2010. Focus On Pelvic Fractures. The
journal of bone and joint surgery. http://www.jbjs.org.uk/media/29777/
focuson_pelvic.pdf diakses pada 8 Oktober 2017
 Paula R. 2007. Compartment syndrome, extremity. http://www.emedicine.com.
Diakses pada 8 Oktober 2017
 Thomas M Schaller. 2012. Open fracture. http://emedicine.medscape.com
/article/ 1269242-overview #showall Diakses tanggal 8 Oktober 2017

Anda mungkin juga menyukai