PENDAHULUAN
tepat diatas dari epikondilus humerus. Fraktur ini paling sering terjadi pada anak-
anak, terutama pada kelompok umur 5-7 tahun. Prevalensi sekitar 55% - 75% dari
semua fraktur siku pada anak-anak. Fraktur lebih sering terjadi pada tangan kiri
atau tangan yang non dominan. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa
angka insiden kejadian fraktur suprakondiler humerus adalah sama antara laki-laki
mekanisme cidera, yakni fraktur jenis ekstensi dan fleksi, dimana fraktur jenis
dikaitkan dengan komplikasi yang berujung pada hasil yang kurang maksimal
secara umum dapat dibagi menjadi 2, non operatif dan operatif. Penanganan non
operatif pada anak-anak, merupakan pilihan yang utama, karena masih memiliki
periosteum yang lebih aktif dan kemampuan remodeling yang baik. Namun, tidak
semua fraktur pada anak dapat ditangani secara non operatif. Beberapa penelitian
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Y
Umur : 8 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
No. RM : 180535
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
nyeri pada lengan kiri sejak 10 hari sebelum masuk RS. Riwayat jatuh di
depan rumah pada tanggal 29-09-2018. Pasien jatuh pada saat bermain,
posisi jatuh miring ke kiri dan bertumpu pada tangan kiri saat jatuh.
Riwayat pingsan tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Pusing tidak ada,
2
Muntah tidak ada. BAK lancar, BAB lancar. Riwayat berobat ke tukang
4. Riwayat Pengobatan
5. Riwayat Operasi
6. Riwayat Keluarga
A. PRIMARY SURVEY
3
c. Circulation: Tekanan darah 100/70 mmHg, Nadi 92x/menit, regular.
B. SECONDARY SURVEY
Local status: Left arm region
detik.
4
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
Darah Lengkap
Hematokrit 38,3 % 37 – 54
Hematologi
5
B. Pemeriksaan Radiologi
VII. PLANNING
- IVFD RL 20 tetes/menit (makro)
- Inj Ranitidine 50 mg/ 12 jam/ IV
- Inj Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV
- Ceftriaxon 1,2 gr / 24 jam /drips dalam 100 cc NaCl 0.9%
- ORIF (Open Reduction Internal Fixation) K-wire
- Pemasangan backslab arm cast
6
VIII. PENILAIAN PASCA OPERASI :
- Keadaan umum : memuaskan
- Tingkat kesadaran : terjaga
- Jalan nafas : bebas
- Pernafasan : spontan
- Foto X-ray Elbow Joint AP/Lateral
7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 DEFINISI
bagian distal humerus, tepat diatas dari epikondilus humerus. Fraktur ini
3.2 EPIDEMIOLOGI
siku, sekitar 55% - 75% dari semua fraktur siku. Fraktur suprakondiler humerus
yaitu diantara usia 5– 8 tahun, dengan perbandingan pria dan wanita adalah 3 : 2,
yang mana paling sering ditemukan pada siku kiri atau sisi yang tidak dominan.2,3
3.3 ANATOMI
Humerus distal tampak seperti segitiga apabila dilihat dari sisi anterior
atau posterior (gambar 2.1) Diafisis humerus terbagi menjadi dua yakni medial
dan lateral. Troklea terbungkus oleh tulang rawan artikuler di bagian anterior,
2700.4
8
Gambar 2.1 A dan B. Gambaran Anterior & Posterior Tulang Humerus Distal
Gambar 2.2 Aliran darah intraoseus bagian dorsal dari tulang humerus distal kiri.
Bagian posterior kolum lateralis dari humerus distal dilindungi oleh origo
distal dari medial head otot Triceps dan bagian distal oleh origo Anconeus.
Radialis Brevis, Extensor Digitorum Communis, dan Extensor Carpi Ulnaris, dan
bagian cephal otot anconeus yang berasal dari lateral epikondilus lateralis,
9
Pendekatan posterior paling banyak dilakukan dalam pembedahan distal
humerus, karena aman untuk saraf radialis dan ulnaris (Gambar 2.3). Pada bagian
lateral dari tulang humerus, saraf radialis bercabang menjadi tiga, yaitu medial
head triceps, lower lateral brachial cutaneous nerve, dan sambungan saraf radialis
dari lengan atas dengan menembus septa intermuskularis medial. Saraf berjalan
intermuskular medialis.
10
Gambar 2.4 Tampak Posterior Fokus Pada Humerus Terhadap Sendi Siku
kanak, hal ini dikarenakan kelemahan ligamen yang bersifat fisiologis. Kemudian,
kolum bagian medial dan lateral dari humerus distal dihubungkan oleh segmen
tipis dari tulang antara olecranon pada bagian posterior dan coronoid pada fosa
(95%). Jatuh dalam keadaan tangan terentang membentuk hiperekstensi dari siku,
dengan olecranon bertindak sebagai fulcrum pada fossa.5 Bagian anterior dari
kapsul secara simultan memberikan gaya regang pada humerus bagian distal
11
posterior humerus terdesak ke distal dan terpluntir ke anterior, yang dapat
posterior tetap intak. Arah pergeseran pada suatu bidang koronal mengindikasikan
risiko terhadap struktur jaringan otot halus. Jika patahan mengarah ke sisi medial,
saraf radialis akan berisiko sedangkan jika mengarah ke sisi lateral, akan menjepit
Tipe yang jarang terjadi (5%) yakni fraktur suprakondiler tipe fleksi, Yang
diakibatkan jatuh dengan posisi siku fleksi. Patahan jenis ini, sangat menantang
3.5 KLASIFIKASI
3.5.1 Tipe I
atau minimal displaced (<2 mm) dan disertai dengan garis anterior humeral yang
utuh dengan atau tanpa adanya bukti cedera pada tulang. Posterior fat pad sign
merupakan satu-satunya bukti adanya fraktur. Fraktur tipe ini sangat stabil karena
3.5.2 Tipe II
mm), dan korteks bagian posterior kemungkinan masih utuh dan berfungsi
12
sebagai engsel. Pada gambaran foto rontgen elbow true lateral, garis anterior
kontak pada korteks yang cukup. Biasanya disertai dengan ekstensi pada
mengalami robekan yang luas, sering disertai dengan kerusakan pada jaringan
sebagai tipe III. Adanya deformitas rotasional yang tampak pada gambaran foto
3.5.4 Tipe IV
ditentukan pada saat pasien dalam kondisi teranestesi saat dilakukan operasi.
Instabilitas ini dapat disebabkan oleh cedera yang terjadi, atau bisa juga
disebabkan secara iatrogenik, yaitu pada saat kita mencoba melakukan reduksi.
nyeri di sekitar bahu setelah jatuh. Keluhan lainnya adalah bengkak di daerah
13
bahu atau gerakan aktif bahu yang terbatas atau deformitas yang mungkin
nampak.2,9
pembengkakan jaringan lunak, laserasi, abrasi ataupun kerutan pada kulit, dan
penilaian ada atau tidaknya patah pada ekstrimitas tersebut. Kerutan pada kulit
disebabkan karena fragmen proximal daripada fraktur menusuk otot brachialis dan
Analisis terkini dari sejumlah penelitian menunjukkan bahwa cidera saraf terjadi
dan sensorik seharusnya dilakukan pada kasus ini. Pemeriksaan motorik meliputi
jari-jari, pergelangan tangan, dan ekstensi ibu jari (saraf radialis), fleksi index
saraf radialis (dorsal first web space), saraf medianus (palmar finger index), saraf
ulnaris (palmar little finger). Apabila diketahui lebih awal, maka defisit neurologi
klinis adanya perfusi yang cukup di distal meliputi pengisian kapiler yang normal,
suhu, dan warna kulit (pink). Status vaskular dapat dikategorikan menjadi 3
14
dan a. radialis teraba, kategori II mengindikasikan bahwa tangan memiliki perfusi
yang baik, namun a.radialis tidak teraba, dan kategori III menunjukan bahwa
tangan mengalami perfusi yang sangat buruk dan tidak terabanya a. radialis.
fraktur, mengurangi rasa nyeri, dan mencapai kualitas radiologi yang baik.
(AP) dan Lateral. Pada proyeksi AP, sebaiknya diambil humerus distal daripada
siku, karena lebih akurat dalam mengevaluasi humerus distal dan meminimalisir
proyeksi AP, Sudut Baumann atau disebut juga humeral capitellar angle adalah
penanda penting dalam menilai fraktur suprakondiler. Sudut ini dibentuk oleh
perpotongan antara garis pada sumbu humerus dengan garis yang digambarkan
distal biasanya berotasi medial atau internal dan deviasi varus. Kisaran normal
sudut ini antara 9-26o. Penurunan sudut Baumann adalah penanda jika fraktur
yang telah dikerjakan dan berhubungan dengan carrying angle yang mungkin
15
terjadi. Formula yang umum digunakan adalah perubahan 5 derajat dari sudut
Sudut humeral ulnar adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan diafisis
humerus dan ulna. Sudut ini berguna untuk menentukan carrying angle
AP selain sudut Baumann. Sudut ini dibentuk oleh perpotongan sumbu humerus
dengan garis sepanjang medial epicondylar epiphyseal plate. Baik sudut Baumann
dan tidak eksternal rotasi. Pada proyeksi ini, dapat dilihat anterior humeral
dari garis ini. Fat-pad sign, sebagai suatu tanda adanya efusi intraartikuler dapat
yang dibentuk oleh batas posterior fossa coronoid pada bagian depan, batas
16
anterior fossa olecranon pada bagian belakang, dan batas superior pusat osifikasi
capitellar pada bagian bawah. Selain itu ditemukan pula garis coronoid dan sudut
3.8 PENATALAKSANAAN
penanganan awal berupa pemasangan splint, dengan siku berada dalam posisi
yang nyaman, yaitu 20° sampai 40° dalam posisi fleksi dan hindaripemasangan
splint yang terlalu ketat.2,5 Fleksi dan ekstensi yang berlebihan akan menyebabkan
karena sering terjadi kekakuan sendi bahu dan kerusakan physis. Adapun
penanganan yakni: (1) side-arm skin traction, (2) overhead skeletal traction, (3)
closed reduction and casting with or without percutaneous pinning, dan (4) open
17
3.8.2 Penanganan dengan Traksi
satu pilihan terapi yang sudah lama digunakan. Kelebihan traksi, baik skin
maupun skeletal traksi diantaranya aman karena jarang terjadi iskemik Volkmann,
hasil yang baik karena jarang terjadi deformitas varus dan valgus, dapat
diaplikasikan untuk fraktur yang baru terjadi maupun yang sudah beberapa hari,
rumah sakit yang berkisar antar 14 sampai 20 hari. Pada penelitian uji klinis acak
yang dilakukan oleh Kuzma, yang membandingkan antara skin traction dengan
terdapat perbedaan signifikan dalam hal gambaran klinis, mobilitas bahu, dan
kelebihan yakni mudah dan tidak mempersiapkan peralatan seperti ruang operasi
ataupun bius.19 Penelitian yang dilakukan oleh Gadgil dkk, bahwa skin traction
efektif dan aman untuk dilakukan pada anak dengan umur kurang dari 10 tahun.20
untuk fraktur yang mengalami pergeseran, karena didapatkan hasil yang baik pada
10
90% pasien dan tidak ditemukan masalah vaskularisasi atau malunion. Apabila
18
ditemukan pergeseran fraktur yang sedang disertai adanya hematom yang terfixir
dengan fascia antecubital yang intak, fleksi siku cenderung akan mengakibatkan
iskemik Volkmann.10
suprakondiler yang paling banyak digunakan. Reduksi tertutup dan fiksasi pinning
pergeseran (Gartland tipe II dan III, dan fleksi displaced). Beberapa penelitian
penanganan dengan fiksasi pinning lebih baik dibanding penanganan non operatif
dalam hal mencegah cubitus varus dan kehilangan gerakan, namun lebih berisiko
batas, kemudian cek arah pergeseran tulang. Lakukan traksi dengan fleksi lengan
atas sebesar 100 koreksi pergeseran lateral. Dorong olecranon ke arah anterior
untuk mengoreksi pergeseran posterior, kemudian fleksi siku sebesar 400 hingga
lengan atas untuk mengoreksi deformitas rotasi internal. Kedua lengan atas
semestinya rotasi dalam besaran yang sama. Apabila pergeseran ke arah medial,
pronasi lengan bawah untuk mengunci patahan, begitu pula sebaliknya. Tahan
posisi patahan yang telah tereduksi atau cek dengan menggunakan C-Arm
19
dimana satu pin dimasukkan menuju kondilus lateralis sedangkan pin kedua
menuju korteks medialis.10 Selain dalam posisi supinasi, reduksi tertutup dapat
mempertahankan posisi pada saat pin dimasukkan. Kriteria reduksi yang dapat
diterima adalah restorasi dari sudut Baumann (> 10°) pada foto rontgen posisi AP,
gambaran kolummedial dan lateral yang utuh pada foto rontgen posisi oblique,
dan garis anterior humeral melewati 1/3 tengah dari capitelum pada foto rontgen
diperoleh dengan penggunaan dua atau tiga Kirschner wire. Dilakukan imobilisasi
dengan posisi fleksi 40° sampai 60°, tergantung dari besarnya pembengkakan dan
status vaskular. Jika terdapat celah pada lokasi fraktur atau bila fraktur tidak bisa
direduksi, dan terasa seperti karet saat melakukan reduksi, kemungkinan terjadi
penjepitan pada nervus medianus dan atau arteri brachialis pada lokasi fraktur dan
20
Gambar 2.10. Posisi Pronasi Pasien Saat Dilakukan Pinning Perkutan
menggunakan tiga pin lateral jika fraktur masih tidak stabil dengan dua lateral pin.
menggunakan dua lateral pin jika fraktur stabil setelah dilakukan reduksi tertutup.
Untuk jenis kominutif atau fraktur yang tidak stabil, bisa digunakan pin medial
dan lateral. Untuk mencegah komplikasi cidera saraf pada saat menggunakan pin
medial, dilakukan insisi kecil pada epikondilus medial, pin di angulasikan kira-
kira 400 kearah superior dan 100 kearah posterior. Pin harus diteruskan hingga
terbuka, gagal setelah reduksi tertutup, dan fraktur yang berhubungan dengan
21
bahwa 52 kasus fraktur yang mengalami pergeseran, yang telah direduksi terbuka
sedang, namun tidak ada infeksi, nonunion, atau myositis osifikan. 2,5
pendekatan lateral), didapatkan hasil pada pasien yang dilakukan fiksasi dengan
cedera neurovaskular, range of motion, union rate, atau terhadap kriteria Flynn.2,5
fraktur namun juga arteri branchialis dan saraf medianus. Insisi kecil (5cm)
jaringan parut tidak membatasi ekstensi bahu. Apabila terdapat hematom yang
kebanyakan terjadi oleh karena reduksi yang tidak adekuat. Jika reduksi baik,
22
posterior menuju trochlea humerus, sehingga tidak direkomendasikan untuk
medialis dapat terlihat dengan jelas dan secara kosmetik jaringan parut akan samar
mm) dapat dipasanglong arm cast disertai posisi siku berada dalam posisi fleksi
60° sampai 90° selama kurang lebih tiga minggu. Adanya impaksi di tulang
sudut epifisis epikondilus medialis harus diperiksa bilateral. Jika lebih dari 100
dari yang sebelumnya menggunakan cast untuk imobilisasi dibanding saat ini
posterior tetap intak atau nondisplaced. Setelah dilakukan reduksi tertutup dan
casting dengan bahu dalam keadaan fleksi 90-1000 . Jika reduksi tertutup fleksi
23
lebih dari 1000 maka perlu percutaneous pinning, dengan imobilisasi fleksi kurang
dari 900 Persentase Humerus bagian distal dalam proses pertumbuhan tulang
sangat baik sehingga ahli bedah masih dapat menerima fraktur tipe II yang
line namun tidak melewatinya. Namun, anak dengan usia 8-10 tahun masih
dengan cedera pada siku yang dilakukan reduksi tertutup dan pemasangan casting.
Parikh dkk, melaporkan bahwa 28% (7 pasien) mengalami loss reduction, 20% (5
tipe II yang dilakukan reduksi tertutup dan fiksasi dengan pinning, tidak terjadi
loss reduction, baik pada secara klinis maupun secara radiologis. Penelitian
24
tersebut juga menyatakan bahwa tidak terjadi cubitus varus, hiperextension, loss
Alasan lain mengapa tindakan operasi dihindari pada cedera seperti ini
adalah karena hiperfleksi yang diperlukan untuk menjaga reduksi pada fraktur tipe
II tanpa fiksasi dengan pin akan dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan
compartmen. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mapes dan Hennrikus dengan
dasar penanganannya adalah, pada pasien yang memerlukan fleksi siku yang lebih
pinning dan siku diimobilisasi dengan posisi siku dalam posisi yang tidak terlalu
Fraktur suprakondiler tipe III adalah jenis fraktur yang bergeser secara
fraktur. Jika anak dengan fraktur pada siku datang ke Unit Gawat Darurat dengan
posisi siku fleksi atau ekstensi yang ekstrem, posisi lengan harus dikoreksi dan
dilakukan fleksi 30° untuk meminimalisasi gangguan pada vaskular dan tekanan
25
Reduction Percutaneous Pinning (CRPP) merupakan pilihan penatalaksanaan
untuk fraktur tipe III. Fraktur displaced suprakondiler yang dilakukan reduksi
tertutup dan casting memiliki insiden terjadinya deformitas lebih tinggi ketimbang
mengalami pergeseran yang dramatis pada fraktur tipe III, tapi pada fraktur ini
memerlukan reduksi terbuka karena kolaps yang terjadi pada kolum medial akan
reduksi tertutup pinning perkutaneous bila fraktur disertai kominutif pada bagian
medialnya, walaupun dengan displaced yang minimal, hal ini bertujuan untuk
lateral, jangan melakukan rotasi pada lengan, tapi alat fluoroskopinya yang
diputar pada bagian lateral. Kemudian dilakukan reduksi pada bidang sagital, dan
26
3.9 KOMPLIKASI
Campbell dkk, menemukan kerusakan saraf medianus dalam 52% kasus dan
kerusakan saraf radialis sebanyak 28%, namun penelitian yang dilakukan oleh
Spinner dan Schreiber melaporkan bahwa yang paling sering mengalami cedera
anterior yang ditandai dengan paralisis fleksor longus ibu jari dan jari telunjuk
sensoric loss pada distribusi persarafan nervus medianus, disertai dengan motoric
loss pada otot-otot yang mendapat inervasi dari saraf medianus. Penyembuhan
fungsi sensorik hingga 6 bulan sedangkan fungsi motorik membaik dalam waktu
7-12 minggu. Indikasi eksplorasi adalah fungsi saraf terganggu oleh karena fraktur
dapat terjadi tanpa perlu melakukan pencabutan pada pin. Namun, Karakurt dkk
penekanan tersebut, yaitu dengan cara mencabut pin yang terletak di bagian
medial lebih awal akan menyebabkan terjadinya penyembuhan yang lebih awal
27
3.9.2 Cidera Pembuluh Darah
radialisterjadi pada pasien dengan fraktur suprakondiler tipe III sekitar 10% -
Bila ada pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan fraktur
vaskular, dilakukan splinting pada siku dengan posisi siku fleksi 20° - 40°. Shaw
3.9.3 Deformitas
Deformitas berupa angulasi pada humerus distal sering terjadi pada pasien
distal dikarenakan physis bagian distal hanya berkontribusi sebesar 20% terhadap
28
terjadinya deformitas tersebut pada fraktur suprakondiler adalah terjadinya
pada bagian posterior, namun tidak dapat terjadi angulasi pada bidang koronal,
ekstensi dan paralisis saraf tardyulnaris.2,5 Cubitus varus dapat dicegah dengan
menjaga agar garis Bauman tetap utuh saat melakukan reduksi dan selama masa
penyembuhan.
yang timbul jika cubitus varustersebut tidak ditangani, yaitu dapat berupa
29
indikasi untuk dilakukannya operasi rekonstruksi dengan cara melakukan
direduksi secara anatomis. Kehilangan fungsi fleksi dapat terjadi dengan fragmen
ekstensi mencapai 50 jika dibandingkan dengan sisi yang tidak cidera. Walaupun
manipulasi dan terapi fisik dapat memicu terjadinya myositis ossificans, namun
0,1% - 0,3 %. Sindrom kompartemen forearm dapat terjadi dengan atau tanpa
cidera arteri brachialis dan teraba atau tidaknya nadi radialis. Diagnosis sindrom
paresthesia, dan paralysis. Selain itu, adanya tahanan terhadap gerakan pasif jari
dan nyeri progresif setelah fraktur. Battaglia dkk, menemukan bahwa ambang
posisi fleksi elbow, antara 90–1200. Hal ini menentukan pentingnya untuk
melakukan imobilisasi pada siku dengan sudut fleksi kurang dari 90o. Walaupun
arteri radialis masih teraba dan capillary refill time masih normal, namun jika
30
disertai terjadinya echimosis dan pembengkakan yang hebat, ancaman terhadap
harus dilakukan pada fraktur suprakondiler yang disertai cedera pada nervus
medianus, karena pada pasien yang mengalami cedera pada nervus tersebut,
pasien tersebut tidak dapat merasakan terjadinya nyeri pada kompartement bagian
volarnya.
Rerata terjadinya infeksi pin track pada anak-anak yang ditangani dengan
21%. Rerata terjadinya infeksi pin track yang berhubungan dengan terjadinya
melaporkan terjadinya 1 kasus pin track infection dari 150 pasien, dan dapat
ditangani dengan antibiotik oral dan melepas pin tersebut. Pada penelitian yang
lebih besar, Mehlmann dkk menemukan terjadinya 1 kasus pin track infection
pada 198 pasien dan berhasil ditangani dengan antibiotik oral sehingga dapat
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Salter RM. Specific Fracture & Joint Injuries in Children. In: Textbook of
Disorders & Injuries of the Musculoskeletal Sytem. Lippincott Wiliams &
Wilkins. 2010.
2. Skaggs DL, Flynn JF: Supracondylar Fracture of the Distal Humerus. In:
Beaty JH, Kasser JR, (editors) Rockwood and Wilkins Fractures in Children,
Vol. 3. Philadelphia, Lippincott William and Wilkins; 2010. 487-531.
4. Barel DP, Hanel DP. Fractures of The Distal Humerus. In: Wolfe SW,
Hotchkiss RN, Pederson WC, Kozin SH. In: Green’s Operative Hand
Surgery 7th Edition. Churcill Livingstone Elsevier. 2016.
5. Beaty JH, Kasser JR. Supracondylar Fracture of the Distal Humerus. In:
Campbell’s Operative Orthopaedics, 13th Edition; 2016.
9. Price CT, Flynn JM. Management Of Fractures. In: Morrissy RT, Weinstein
SL. Lovell & Winter’s Pediatric Orthopaedics, 2014. Vol.2. 33. 1449-1452
32
12. Barton KL, Karminsky CK, Green DW, Shean DJ, Skaggs DL. Reliability of
a modified Gartland classification of supracondylar humerus fractures.
Journal of Pediatric Orthopaedic. 2010;21:27-30.
13. Leich KK, Kay RM, Femino JD, Tolo VT,Storer SK, Skagss DL. Treatment
of multidirectionally unstable supracondylar humeral fractures in children. A
modified Gartland type – IV fracture. Journal of Bone Joint Surgery America.
Supp 88. P 980-985.
15. Brubacher JW, Dodds SD. Pediatric Supracondylar Fractures of the Distal
Humerus. Current Review Musculoskeletal Medicine. 2008. 1:190-196
17. Skaggs D, Pershad J. Pediatric elbow trauma. In: Pediatric Emergency Care.
2014;13(6);425-34
18. Otsuka NY, Kasser JR. Supracondylar fractures of the humerus in children.
Journal of American Academy of Orthopaedic Surgery. Supp; 5(1); 19-26
33
23. Abzug, JM and Herman, MJ. Management of Supracondylar Humerus
Fractures in Children: Current Concepts. Journal of the American of
Orthopaedic Surgeons. 2012. Vol 20, No 2, 69-77
24. Bataglia TC, Armstrong DG, Schwend RM. Factor affecting forearm
compartment pressure in children with supracondylar fractures of the
humerus. Journal of Pediatric Orthopaedic 2010;22:431-9.22431 2002
25. Bae DS, Kadiyala RK, Waters PM. Acute compartment syndrome in children:
contemporary diagnosis, treatment, and outcome. Journal of Pediatric
Orthopaedic. Supp; 21(5);302-12
26. Mehlman CT, Strub WM, Roy DR. The effect of surgical timing on the
perioperative complication of treatment of supracondylar humeral fracture in
children. Journal of Bone and Joint Surgery American. Supp; 83;323-7
34