Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

ULKUS DIABETIKUM PLANTAR PEDIS DEXTRA

Oleh:
Livia Hanisamurti
NIM: 71 2018 045

Pembimbing:
dr. H. Gunawan Tohir, Sp.B., MM.

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identifikasi Pasien
Nama : Ny. Adinda binti Albani
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 22 Desember 1975
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Gandus No. 35, Palembang
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Status : Menikah
MRS : 21 Desember 2020
No. RM : 23.03.70
Pembiayaan : BPJS

B. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada hari Senin, 21 Desember 2020.
Keluhan Utama
Luka pada telapak kaki kanan sejak 3 minggu yang lalu.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke IGD RSUD Palembang Bari dengan keluhan luka
pada telapak kaki kanan sejak 3 minggu SMRS. Hal ini diawali saat os
sedang berjalan-jalan di halaman belakang rumahnya. Os menggunakan
sandal jepit saat kaki sebelah kanan tidak sengaja tertancap paku menembus
sampai ke telapak kaki. Luka semakin hari semakin melebar dan sulit
sembuh. Luka terasa nyeri, bau, bernanah dan terdapat bengkak di sekitar
luka. Sebelumnya pasien sering merasakan kesemutan.
4 hari SMRS, luka mulai berwarna kehitaman didaerah telapak kaki
kanan. Pasien sulit berjalan dan beraktivitas. BAB dalam batas normal. 1 hari
SMRS badan pasien terasa lemas, dan nyeri pada telapak kaki kanan dan

1
kedua tungkai terasa kebas serta tidak mau makan. Kemudian pasien berobat
ke IGD RSUD Palembang Bari.

Riwayat Penyakit Terdahulu:


Pasien memiliki riwayat kencing manis 4 tahun yang lalu dan tidak
terkontrol, tidak memiliki riwayat alergi makanan, alergi obat, maupun
penyakit jantung, darah tinggi, dan asma. Pasien juga tidak memiliki riwayat
trauma dan operasi sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Ayah pasien memiliki riwayat kencing manis. Tidak ada anggota
keluarga yang memiliki riwayat hipertensi, penyakit ginjal, penyakit paru-
paru, atau alergi.

C. Pemeriksaan Fisik (21 Desember 2020)


Status Generalis
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS: E4, V5, M6)
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 89 x/menit, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,30C
Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 162 cm
IMT : 18,3 (BB ideal)
Skala nyeri : 5

2
Nyeri berdasarkan SOCRATES
Site (Lokasi) : nyeri pada telapak kaki kanan
Onset (Mulai timbul) : 3 minggu sebelum masuk rumah sakit
Character (Sifat) : nyeri tajam
Radiation (Penjalaran) : terlokalisir
Association (Hubungan) : sulit berjalan
Timing (Saat terjadinya) : terus menerus
Exacerbating and relieving factor: nyeri bertambah berat dan tidak bisa
beraktivitas
Severity (Tingkat keparahan) : 5

Keadaan Spesifik
Kepala:
a. Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera kuning (-/-), refleks cahaya
(+/+), pupil isokor kanan kiri, oedem palpebral (-/-), eksoftalmus (-/-)
b. Hidung : napas cuping hidung (-), epistaksis (-)
c. Telinga : tidak ada kelainan
d. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
e. Leher : tidak terlihat benjolan, vena jugularis datar (tidak distansi),
trakea di tengah, pembesaran KGB (-/-), massa (-), JVP 5-2 cmH20
Thoraks :
a. Bentuk : datar, barrel chest (-), simetris saat statis dan dinamis,
b. Kulit : pucat (-), ikterik (-), dan spider nevi (-)

Paru – Paru
Pemeriksaan ANTERIOR POSTERIOR

Inspeksi Kiri Retraksi iga: Supra sternal Simetris saat statis dan
(-/-), Intercostae (-/-) dinamis

Kanan Retraksi iga: Supra sternal Simetris saat statis dan


dinamis

3
(-/-), Intercostae (-/-)

Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan


- Vocal fremitus simetris - Vocal fremitus simetris

Kanan - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan


- Vocal fremitus simetris - Vocal fremitus simetris

Perkusi Kiri Sonor pada seluruh lapang Sonor pada seluruh lapang
paru paru

Kanan Sonor pada seluruh lapang Sonor pada seluruh lapang


paru paru

Auskultasi Kiri Suara Nafas vesikular Suara Nafas vesikular


normal normal
Ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Kanan Suara Nafas vesikular Suara Nafas vesikular


normal normal
Ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus kordis tidak teraba, trill (-)
Perkusi
 Batas kanan : ICS IV, linea sternalis dextra
 Batas kiri : ICS V, midklavikularis sinistra
 Batas atas : ICS II, línea parasternalis sinistra
Auskultasi
 Suara dasar : S1-S2 murni, regular, irama teratur, frekuensi 82x/menit
 Suara tambahan : murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
a. Inspeksi : datar, lemas,massa (-), hemtoma (-), venektasi (-), scar (-),
b. Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), benjolan/massa (-)

4
c. Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)
d. Auskultasi : bising usus (+) 6x/menit normal, tidak ada bunyi tambahan

Genitalia Eksterna : Dalam batas normal


Ekstremitas : Eritema (+), nyeri (+), gerakan pada tungkai kanan bawah
tidak dapat dinilai karena nyeri.

Status Lokalis
Regio Plantar Pedis Dextra
Inspeksi : tampak luka sebagian berwarna hitam, dasar otot dan tendon (-), tulang
(-), darah (+), pus (+) dan bau (+), soft tissue sweling (+), hematoma (-),tanda-
tanda syok (-), dislokasi (-).
Palpasi : tepi luka nyeri (+), pulsasi (sulit dinilai) dan sensibilitas (-), ukuran 9x5
cm dengan kedalaman 1,5 cm, edema (+), krepitasi (-), spasme otot (-), atrofi otot
(-), CRT< 2 detik, pulsasi arteri dorsalis pedis dextra teraba, kulit disekitar luka
teraba hangat.

D. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Darah Rutin (21 Desember 2020)
Hematologi
Hematologi Lengkap Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12.6 g/dL 12.0-14.0
Leukosit 16.200/mm3 5.000 – 10.000
Eritrosit 3.7 juta/uL 3.6-5.8
Trombosit 366 ribu/mm3 150-450
Hematokrit 37% 35-47

Hitung Jenis
Basofil 1% 0.1-1
Eosinofil 3% 1-6
Batang 4% 3-5
Segmen 75% 40-70

5
Limfosit 30% 30-45
Monosit 5% 2-10
Urin Rutin
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Epitel Negatif Negatif
Eritrosit 0 0-1/lpb
Protein Negatif Negatif
Sedimen Negatif Negatif
Silinder Negatif Negatif
Leukosit 5 0-5/lpb
Glukosa Negatif Negatif
Kimia Darah
GDS 429 <200
Glukosa Puasa 136 70-110
Glukosa PP 2 Jam 311 70-140
HbA1c 11,5% 4,5-6,3%
Ureum 32 20-40
Kreatinin 0,82 0,6-1,1
Natrium 134.0 135-155
Kalium 3,65 3,6-6,5

E. Diagnosis Banding
1. Ulkus Plantar Pedis Dextra et causa Diabetes Mellitus Tipe 2
2. Ulkus Plantar Pedis Dextra et causa Peripheral Arterial Occlusive
Disease (PAOD)
3. Ulkus Plantar Pedis Dextra et causa Deep Vein Thrombosis (DVT)

F. Diagnosis Kerja
Ulkus Plantar Pedis Dextra et causa Diabetes Mellitus Tipe 2

G. Penatalaksanaan

6
1. Non Farmakologi
1. Istirahat
2. Kontrol kadar gula darah dengan diet DM dan insulin, atau obat anti
diabetik
3. Pembersihan luka menggunakan cairan fisiologis dan diberikan
laluset plus cream dan luka ditutup dengan kassa

2. Farmakologis
1. IVFD NaCl 0,9% gtt XXx/menit
2. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr/hari
3. Novorapid 3x8 IU
4. Levemir 1x8 IU
5. Inj. Tetagam 1x250 UI

3. Operatif
- Pro debridement

H. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus


2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

7
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus adalah
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya,
yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah. Hiperglikemia terjadi akibat dari kekurangan insulin atau
menurunnya kerja insulin.6
Menurut International Diabetes Federation, diabetes melitus adalah suatu
kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh tidak bisa menghasilkan cukup insulin
atau tidak dapat menggunakan insulin yang ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa darah.7 Insulin adalah suatu hormon pencernaan, yang
dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan berfungsi untuk memasukkan gula kedalam
sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi. Pada pengidap DM, insulin
yang dihasilkan tidak mencukupi sehingga gula menumpuk dalam darah. Hal ini
menimbulkan risiko terjadinya kerusakan berbagai jaringan dan organ dalam
tubuh dan bisa menyebabkan komplikasi yang dapat mengancam kesehatan.7

2.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa
diperkirakan bahwa tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai
21,3 juta orang. Penyebab kematian akibat diabetes melitus pada kelompok usia
45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki rangking ke-2 yaitu 14,7% dan
daerah pedesaan diabetes melitus menduduki rangking ke-6 yaitu 5,8%.8

3.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus


Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu:

Tabel.1 Klasifikasi DM2


Tipe 1 Destruksi sel beta pankreas, umumnya terjadi defisiensi insulin

8
absolut sehingga mutlak membutuhkan terapi insulin. Biasanya
disebabkan karena penyakit autoimun atau idiopatik.
Tipe 2 Bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai dominan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin.
Tipe lain a. Defek genetik fungsi sel beta: MODY
b. Defek genetik kerja insulin: sindrom resistensi insulin berat
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endrokrinopati: sindrom cushing, akromegali
e. Karena obat/zat kimia/iatrogenik
f. Infeksi
g. Sebab imunologi yang jarang
h. Sindrom gentik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes Diabeter yang terjadi pada saat kehamilan.
melitus
gestasional

2.1.4 Etiologi Diabetes Melitus


Beberapa etiologi diabetes melitus, diantaranya:9
1. Obesitas
2. Kekurangan insulin
3. Pada saat hamil

2.1.5 Diagnosis Diabetes Mellitus


Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan klasik atau nonklasik. Keluhan
klasik berupa poliuria, polifagia, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan nonklasik dapat berupa badan terasa
lemah, kesemutanan, gatal, mata kabur, nyeri pada ekstremitas yang tidak
diketahui penyebabnya, luka yang sulit sembuh, disfungsi ereksi pada pria, serta
pruritus vulva pad perempuan.6
Pada anamnesis juga ditanyakan mengenai pemeriksaan laboratorium
terdahulu, status gizi, pola diet, riwayat perubahan berat badan, tumbuh kembang,
infeksi sebelumnya terutama pada kulit, infeksi pada kaki, gejala komplikasi pada
ginjal, mata, saluran pencernaan, dan riwayat pengobatan ataupun juga ditanyakan

9
faktor resiko diabetes mellitus seperti merokok, hipertensi, riwayat penyakit
jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga, pola hidup, psikososial,
status ekonomi dan pendidikan.6
Pada pemeriksaan fisik dicari tanda penyerta atau komplikasi diantaranya
hipertensi, kardiomegali, infeksi paru, udem, kulit kering, dan gangguan pulsasi
pembuluh darah.6

Tabel.2 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus


1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL (1,1 mmol/L)
glukosa plasma adalah hasil pemeriksaan sesaat pada satu waktu tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
puasa berarti tidak ada asupan kalori setidaknya 8 jam.
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) dilakukan sesuai standar WHO, dengan
75 g glukosa anhidrat yang dilarutkan dalam air.
*Pemeriksaan HbA1C (≥ 6,5%) oleh ADA 2012 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria
diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah tersertifikasi dengan National
Glycohemoglobin Standadization Program (NGSP).

Gambar 3.1 Algoritma diagnosis DM12

2.1.6 Patofisiologi Diabetes Mellitus

1
0
Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan
endokrin. Bagian eksokrin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim
pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna. Di antara
sel-sel eksokrin di seluruh pankreas tersebar kelompok-kelompok, atau pulau, sel
endokrin yang dikenal sebagai pulau langerhans. Pulau langerhans membentuk 1-
2% total massa pankreas. Sel endokrin pankreas terbanyak adalah sel β, tempat
sintesis dan sekresi insulin serta merupakan 60% massa total pulau. Sel α
menghasilkan hormon glukagon dan merupakan 25% massa pulau. Sel D (delta)
adalah tempat sintesis somatostatin.
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino
darah serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul
nutrien ini masuk ke darah selama keadaan absortip, insulin mendorong
penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing menjadi
glikogen, trigliserida, dan protein.

Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan
mendorong penyimpanan karbohidrat:
1. Insulin mempermudah transpor glukosa ke dalam sebagian besar sel.
2. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, di
otot rangka dan hati.
3. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa.
4. Insulin menghambat glukoneogensis, perubahan asam amino menjadi
glukosa di hati. Insulin melakukannya dengan mengurangi jumlah asam
amino di darah yang tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis dan dengan
menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam
amino menjadi glukosa.
Karena itu, insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan
mendorong penyerapan glukosa oleh sel dari darah untuk digunakan dan
disimpan, sementara secara bersamaan menghambat dua mekanisme pembebaan
glukosa oleh hati ke dalam darah (glikogenolisis dan glukoneogenesis). Insulin
adalah satu-satunya hormon yang mampu menurunkan kadar glukosa darah.

1
1
Insulin mendorong penyerapan glukosa oleh sebagian besar sel melalui rekrutmen
transporter glukosa.
Semua tipe diabetes melitus, sebab utamanya adalah hiperglikemi atau
tingginya gula darah dalam tubuh yang disebabkan oleh sekresi insulin, kerja dari
insulin atau keduanya .
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu : 7
1. Rusaknya sel-sel β pankreas.
Rusaknya sel beta dapat disebabkan genetik, imunologis atau dari
lingkungan seperti virus. Karakteristik ini biasanya terdapat pada Diabetes
Melitus tipe 1.
2. Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.
3. Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer

Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin , maka dapat mengakibatkan


beberapa hal: 10
1. Menurunnya transpor glukosa melalui membran sel, keadaan ini
mengakibatkan sel-sel kekurangan makanan sehingga meningkatkan
metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi yang muncul adalah
penderita DM selalu merasa lapar atau nafsu makan meningkat atau yang
biasa disebut poliphagia.
2. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukogenesis, karena proses ini
disertai nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat
mengkibatkan terjadinya hiperglikemi. Tingginya kadar gula dalam darah
mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorbsi dan glukosa keluar
bersama urin, keadaan ini yang disebut glukosuria. Manifestasi yang
muncul yaitu penderita sering berkemih atau poliuria dan selalu merasa
haus atau polidipsi.
3. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan
otot terganggu.
4. Meningkatkan glikogenolisis, glukogeogenesis yang memecah sumber
selain karbohidrat seperti asam amino dan laktat.

1
2
5. Meningkatkan lipolisis, dimana pemecah trigliserida menjadi gliserol dan
asam lemak bebas.
6. Meningkatkan ketogenesis (merubah keton dari asam lemak bebas).
7. Proteolisis, dimana merubah protein dan asam amino dan dilepaskan ke
otot.

2.1.7 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus


1. Gejala Akut Penyakit Diabetes Melitus
Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lain
bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu. Pemula gejala yang ditunjukkan yaitu banyak makan (poliphagia),
banyak minum (polidipsi) dan banyak kencing (poliuria). Keadaan tersebut, jika
tidak segera diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing,
nafsu makan mulai berkurang/berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10 kg
dalam waktu 3-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak segera diobati, akan timbul
rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetik.2

2. Gejala Kronik Diabetes Melitus


Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita diabetes melitus adalah
kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit,
kram, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering ganti kaca mata, gatal di
sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi dan para ibu hamil sering
mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau bayi lahir
dengan berat 4 kg.2

2.1.8 Komplikasi Diabetes Mellitus


Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar
non ketotik, dan hiperglikemia.2

1
3
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah, makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangipati terjadi pada
pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler
ginjal.2

2.1.9 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


1. Edukasi
Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes melitus
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Edukasi yang di berikan
meliputi:6
a. Edukasi untuk pencegahan primer yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk
kelompok risiko tinggi.
b. Edukasi untuk pencegahan sekunder yaitu edukasi yang ditunjukkan untuk
pasien baru. Materi edukasi berupa pengertian diabetes, gejala,
penatalaksanaan, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik.
c. Edukasi untuk pencegahan tersier yaitu edukasi yang ditunjukkan pada
pasien tingkat lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara pencegahan
komplikasi dan perawatan, upaya untuk rehabilitasi, dll.
2. Terapi gizi atau Perencanaan Makan
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri). Perencanaan makan pada pasien diabetes meliputi: 7
a. Memenuhi kebutuhan energi pada pasien diabetes melitus
b. Terpenuhi nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan seperti vitamin
dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil

1
4
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada pasien
diabetes melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi penyakit
makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi
yang dapat ditimbulkan dari diabetes melitus.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes karena dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler.
Latihan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Latihan juga dapat
meningkatkan kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta
trigliserida.6
Kegiatan sehari-hari dan latihan jasmani secra teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang dari 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes melitus. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknnya disesuiakan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
Menurut ADA (2012), ada beberapa pedoman umum untuk melakukan
latihan jasmani pada pasien diabetes yaitu:
a. Gunakan alas kaki yang tepat, dan bila perlu alat pelindungan kaki lainnya.
b. Hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau dingin
c. Periksa kaki setelah melakukan latihan.
d. Hindari latihan pada saar pengendalian metabolik buruk
4) Terapi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan insulin.
Pasien diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin setiap hari.
Pasien diabetes melitus tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti diabetes
secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi
tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet.6

1
5
Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat
antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
 Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien
dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi
adalah hipoglikemia.
b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
 Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR
30- 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa
keadaan sperti: GFR
 Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat
antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV)

1
6
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal
hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang
masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.
c. Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan:
GFR≤30ml/min/1,73 m2 , gangguan faal hati yang berat, irritable bowel
syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan
gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek
samping pada awalnyadiberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini
adalah Acarbose.

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl PeptidaseIV)


Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi
dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan
menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose
dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral
jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal
dengan cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin,
Ipragliflozin.
5) Monitoring keton dan gula darah
` Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
penderita diabetes dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa
darah secara optimal. Monitoring glukosa darah merupakan pilar kelima
dianjurkan kepada pasien diabetes melitus. Monitor level gula darah sendiri dapat
mencegah dan mendeteksi kemungkinan terjadinya hipoglikemia dan

1
7
hiperglikemia dan pasien dapat melakukan keempat pilar di atas untuk
menurunkan risiko komplikasi dari diabetes melitus.6

Obat Antihiperglikemia Suntik Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu


insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan : HbA1c > 9% dengan kondisi
dekompensasi metabolik, Penurunan berat badan yang cepat, Hiperglikemia berat
yang disertai ketosis, Krisis Hiperglikemia, Gagal dengan kombinasi OHO dosis
optimal, Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke),
Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan, Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, Kontraindikasi
dan atau alergi terhadap OHO, Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan Lama Kerja Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi
menjadi 5 jenis, yakni :
 Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
 Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
 Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin)
Efek samping terapi insulin
 Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
 Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi akut
DM
 Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin

2.2 Kaki Diabetikum


2.2.1 Definisi
Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat
dalam yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada

1
8
tungkai bawah.1 Selain itu ada juga yang mendefinisikan sebagai kelainan tungkai
kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali dengan baik yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan dan infeksi.9
Kaki diabetik merupakan gambaran secara umum dari kelainan tungkai
bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit
yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat yang sering disebut dengan
ulkus diabetik karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan
oleh bakteri aerob maupunan anaerob yang pada tahap selanjutnya dapat
dikategorikan dalam gangren yang pada penderita diabetes melitus disebut dengan
gangren diabetik.9

2.2.2 Faktor Risiko Kaki Diabetik


Faktor risiko terjadinya kaki diabetik dipengaruhi oleh berbagai faktor
sebagai berikut :
 Usia
 Jenis Kelamin
 Lama Menderita Diabetes Melitus
 Kontrol Glikemik
 Dislipidemia
 Obesitas
 Kebiasaan Merokok
 Deformitas Pada Kaki
 Riwayat Ulserasi Pada Kaki

2.2.3 Patogenesis Kaki Diabetik

1. Kaki Diabetik akibat angiopati / iskemia3


Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi
pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima
“hiperplasia membran basalis arteria”, oklusi (penyumbatan) arteria, dan

1
9
hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, sehingga menghantarkan
perlekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi).
Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal
sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi
fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi
mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-
bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja
kekakuan arteri, namun juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal.
Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel
darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan
terbentuknya trombosit pada dinding arteri yang sudah kaku hingga akhirnya
terjadi gangguan sirkulasi.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama).
Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan
bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang
kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit
diatasi dan tidak jarang memerlukan/tindakan amputasi.
Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai
meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat
istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial
superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada
rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area
yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki
diangkat.
2. Kaki Diabetik akibat neuropati10
Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering ditemukan
pada pasien diabetes melitus. Neuropati diabetik adalah gangguan metabolisme
syaraf sebagai akibat dari hiperglikemia kronis. Angka kejadian neuropati ini
meningkat bersamaan dengan lamanya menderita penyakit diabetes melitus dan
bertambahnya usia penderita.

2
0
Tipe neuropati terbagi atas 3 (tiga) yaitu :
a. Neuropati sensorik
Kondisi pada neuropati sensorik yang terjadi adalah kerusakan
saraf sensoris pertama kali mengenai serabut akson yang paling panjang,
yang menyebabkan distribusi stocking dan gloves. Kerusakan pada serabut
saraf tipe A akan menyebabkan kelainan propiseptif, sensasi pada
sentuhan ringan, tekanan, vibrasi dan persarafan motorik pada otot. Secara
klinis akan timbul gejala seperti kejang dan kelemahan otot kaki. Serabut
saraf tipe C berperan dalam analisis sensari nyeri dan suhu. Kerusakan
pada saraf ini akan menyebabkan kehilangan sensasi protektif. Ambang
nyeri akan meningkat dan menyebabkan trauma berulang pada kaki.
Neuropati perifer dapat dideteksi dengan hilangnya sensasi terhadap 10 g
nylon monofilament pada 2-3 tempat pada kaki. Selain dengan 10 g nylon
monofilament, dapat juga menggunakan biothesiometer dan Tunning Fork
untuk mengukur getaran.6
b. Neuropati motorik
Neuropati motorik terjadi karena demyelinisasi serabut saraf dan
kerusakan motor end plate. Serabut saraf motorik bagian distal yang
paling sering terkena dan menimbulkan atropi dan otot-otot intrinsik kaki.
Atropi dari otot intraosseus menyebabkan kolaps dari arcus kaki.
Metatarsal-phalangeal joint kehilangan stabilitas saat melangkah. Hal ini
menyebabkan gangguan distribusi tekanan kaki saat melangkah dan dapat
menyebabkan kallus pada bagian-bagian kaki dengan tekanan terbesar.
Jaringan di bawah kalus akan mengalami iskemia dan nekrosisyang
selanjutnya akan menyebabkan ulkus. Neuropati motorik menyebabkan
kelainan anatomi kaki berupa claw toe, hammer toe, dan lesi pada nervus
peroneus lateral yang menyebabkan foot drop. Neuropati motorik ini
dapat diukur dengan menggunakan pressure mat atau platform untuk
mengukur tekanan pada plantar kaki.6
c. Neuropati otonom
Neuropati otonom menyebabkan sekresi kulit berkurang
menyebabkan kulit akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering dan

2
1
pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya
selullitis ulkus ataupun gangren kering. Neuropati otonom juga
menyebabkan gangguan pada saraf-saraf yang mengontrol distribusi arteri-
vena sehingga menimbulkan arteriolar-venular shunting. Hal ini
menyebabkan distribusi darah ke kaki menurun sehingga terjadi iskemi
pada kaki, keadaan ini mudah dikenali dengan terlihatnya distensi vena-
vena pada kaki.

3. Kaki diabetik akibat infeksi


Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap
infeksi daripada orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah
dalam kondisi serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan
dan diperhatikan penderita.5
Kuman yang paling sering dijumpai pada infeksi ringan adalah
Staphylococcus Aereus dan streptococcal serta isolation of Methycillin-
resstant Staphyalococcusaereus (MRSA), Jika penderita sudah
mendapat antibiotik sebelumnya atau pada ulkus kronis, biasanya
dijumpai juga bakteri batang gram negatif (Enterobactericeae,
enterococcus, dan pseudomonas aeruginosa).

DIABETES MELLITUS
Pe nya kit p e m b uluh Ne uro p a ti o to no m Ne uro p a ti p e rife r
d a ra h te p i
 Alira n Ind e ra Ge ra k
 Ke ring a t d a ra h ra b a
Sum b a ta n  Alira n
o ksig e n, nutrisi,
 Re so rp si
a ntib io tik Ke hila ng a n
tula ng Atro p i
Kult ke ring , ra sa sa kit
pe c a h Ke rusa ka n
se nd i Ke hila ng a n
Luka sulit
se m b uh Tra um a b a nta la n
Ke rusa ka n le m a k
ka ki
Tum p ua n b e ra t
ya ng b a ru
Sind ro m ja ri b iru INFEKSI ULKUS
Ga ng re n
G a ng re n m a yo r
AMPUTASI

Gambar 3. Pathogenesis terjadinya ulkus DM

2
2
3.2.4 Tanda Dan Gejala Kaki Diabetik
Tanda dan gejala kaki diabetes melitus seperti sering kesemutan, nyeri pada
kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis),
penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal serta kulit kering.
a. Intermitten Caudication
Nyeri dan kram pada betis yang timbul saat berjalan dan hilang saat
berhenti berjalan, tanpa harus duduk. Gejala ini muncul jika Ankle-
Brachial Index< 0,75.
b. Kaki terasa dingin
c. Nyeri
Terjadi karena iskemi dari serabut saraf, diperberat dengan panas,
aktivitas, dan elevasi tungkai dan berkurang dengan berdiri atau kaki
menggantung.
d. Nyeri iskemia nokturnal
Terjadi malam hari karena perfusi ke tungkai bawah berkurang
sehingga terjadi neuritis iskemik.
e. Pulsasi arteri tidak teraba
f. Atropi jaringan subkutan
g. Kulit terlihat licin dan berkilat
h. Kuku menebal, rapuh, sering dengan infeksi jamur

Untuk memastikan adanya iskemia pada kaki diabetik perlu


dilakukan beberapa pemeriksaan lanjutan, terutama jika diperlukan
rekonstruksivaskuler.
Tabel 2.3. Perbedaan klinis iskemia dan neuropati pada kaki diabetik 5
Iskemia Neuropati

Gejala Klaudikasio Biasanya tidak nyeri


Nyeri saat istirahat Kadang nyeri neuropati
Inspeksi Tergantung rubor Lenngkung tinggi
Perubahan Tropik Kuku-kuku jari kaki
Tak ada perubahan tropic
Palpasi Dingin Hangat

2
3
Tak teraba nadi Nadi teraba
Ulserasi Nyeri Tak nyeri
Tumit dan jari kaki Plantar

2.2.5 Klasifikasi Kaki Diabetik


Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam lima
derajat menurut Wagner, yaitu;2

Tabel 3.4 .sistem klasifikasi kaki diabetik, Wagner.

Derajat Lesi
Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai
kelainan bentuk kaki
Derajat I Ulkus superficial dan terbatas di kulit
Derajat II Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang
Derajat III Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis
Derajat IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Derajat V Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan tipe
angiopati dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau makroangiopati, sifat
obstruksi, dan status vaskuler.9
Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga sebagai gangren
panas karena walaupun terjadi nekrosis, daerah akral akan tampak tetap merah
dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian
distal.9
Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Bila
sumbatan terjadi secara akut, emboli akan memberikan gejala klinis berupa 5P,
yaitu Pain, Paleness, Paresthesia, Pulselessness dan Paralisis dan bila terjadi
sumbatan secara kronis, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari Fontaine.
a. Pemeriksaan Fisik

2
4
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting
karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan
untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi,
menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi
vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan
pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/tidaknya deformitas, adanya
pulsasi arteri tungkai dan pedis.10
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau,
bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada
ulkus yang dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit
hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar
kaput metatarsal I-III, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia
bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk
ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau
kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat
membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon,
tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah di
permukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit:
37%) dan daerah dorsum pedis (11%).10

b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis
secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan
CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi
hepar, elektrolit.10
Pemeriksaan lainnya ialah Transcutaneous Oxymetri (TcPO2) yang
berhubungan dengan saturasi O2 kapiler dan aliran darah kejaringan. TcPO2 pada
arteri yang mengalami oklusi sangat rendah. Pengukuran ini sering digunakan
untuk mengukur kesembuhan ulkus maupun luka amputasi.
USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif seperti;
digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance angiography (MRA)
atau computed tomography angoigraphy (CTA).10

2
5
Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih
diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi
maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu
dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer
adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular
menjadi pilihan terapi.10
Magnetic Resonance Angiography (MRA) Merupakan teknik yang baru,
menggunakan magnetic resonance, lebih sensitif dibanding angiografi standar.
Arteriografi dengan kontras adalah pemeriksaan yang invasif, merupakan standar
baku emas sebelum rekonstruksi arteri. Namun, pasien-pasien diabetes memiliki
risiko yang tinggi untuk terjadinya gagal ginjal akut akibat kontras meskipun
kadar kreatinin normal.
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk
mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran
destruksi tulang dan osteolitik.1

2.2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan kelainan kaki diabetik terdiri dari pengobatan umum yaitu
pengendalian diabetes dan pengobatan khusus yaitu penanganan terhadap kelainan
kaki.9
1. Umum
 Istirahat
Istirahat di tempat tidur mutlak pada setiap penderita kelainan kaki
diabetes, dengan berjalan akan memberi tekanan pada daerah ulkus dan
merusak jaringan fibroblas, sehingga akan menghalangi penyembuhan.
Selain itu setiap tekanan pada luka menciptakan kondisi iskemia pada
daerah yang sakit dan sekitarnya sehingga penyembuhan menjadi semakin
sulit.
 Pengendalian Diabetes (dengan insulin)

2
6
Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah
dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara
sistemik karena kebanyakan pasien dengan kaki diabetik juga menderita
malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis.
Diabetes mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat
menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satu-
nya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat
selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan
terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat.
Dalam mengelola diabetes mellitus langkah yang harus dilakukan
adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan
kegiatan jasmani. Baru kemudian kalau dengan langkah-langkah tersebut
sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai, dilanjut-
kan dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau
pengelolaan farmakologis.
Perencanaan makanan pada penderita diabetes mellitus masih tetap
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes mellitus,
meskipun sudah sedemikian majunya riset dibidang pengobatan diabetes
dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir.
Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes umumnya
berdasarkan dua hal, yaitu; a).Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi
serat, atau b).Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak tidak jenuh berikatan
tunggal.
 Antibiotik
Setiap luka pada kaki membutuhkan antibiotik, walaupun demikian
tidaklah berarti pemberian antibiotik boleh dilakukan secara serampangan.
Biakan kuman mutlak harus dilakukan untuk mendapat jenis antibiotik
yang sesuai. Dari pengalaman, hampir setiap infeksi menghasilkan biakan
kuman ganda. Dari salah satu penelitian di New England Deaconess
Hospital selalu ditemukan 3 kelompok kuman, yaitu: gram positif coccus,
gram negatif coccus dan kelompok anaerob.

2
7
Tampaknya semakin buruk keadaan infeksi, semakin banyak pula jenis
kuman gram negatif.Bila infeksi yang berat ditemukan adanya jenis gram
negatif Proteus, Enterococcus, dan Pseudomonas, prognosis umumnya
buruk. Gas gangren harus dicurigai sebagai tanda adanya infeksi oleh
kuman anaerob. Oleh karena infeksi pada diabetes cenderung untuk cepat
memburuk, pengobatan antibiotik sebaiknya segera dimulai. Pada infeksi
kaki yang memburuk, sebaiknya pilihan antibiotik (sambil menunggu hasil
biakan) ialah pemberian intravena. Dua kelompok kombinasi yang
dianggap baik yaitu kombinasi aminoglikosida, ampisilin dan klindamisin
atau sefalosporin dan kloramfenikol.11
2. Khusus (pengendalian kaki)
 Strategi pencegahan9
Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap
terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien,
perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat
melindungi.
Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan menggunakan
sepatu, hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu
atau sandal dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi risiko
terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan langsung yang dapat
memberi beban pada telapak kaki.
Pada penderita diabetes mellitus dengan gangguan penglihatan
sebaiknya memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki
putih dapat memperlihatkan adanya luka dengan mudah.
Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes mellitus
adalah kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi
risiko terjadinya kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan
sekitar.
Edukasi tentang pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta
penggunaan alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat
penderita datang untuk kontrol.6
Pencegahan kaki diabetik, yaitu :6

2
8
a. Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga
menuntut perhatian penuh.
b. Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering
setiap kali mandi.
c. Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat dengan
menggunakan cermin.
d. Kaki harus dilindungi dari kedinginan.
e. Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api.
f. Sepatu harus cukup lebar dan pas.
g. Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat.
h. Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan.
i. Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari.
j. Kuku dipotong secara lurus.
k. Berhenti merokok.

B. Penanganan Ulkus9
Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat
dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau
penekanan oleh ujung tulang. Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian
membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang
sering diikuti oleh infeksi sekunder.
Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu;

 Tingkat 0 :
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki
khusus dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang
dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada
kaki terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak
dapat hanya diatasi dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya
memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy)
atau dengan pembenahan deformitas.
 Tingkat I :

2
9
Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang
infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
 Tingkat II :
Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil
kultur, perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih
berarti.
 Tingkat III :
Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren,
amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik
parenteral yang sesuai dengan kultur.
 Tingkat IV :
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian
atau amputasi seluruh kaki.

Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki
diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda
asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan
kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan
larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik,
enzimatik, autolitik, biologik, dan debridement bedah.
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan
fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan
jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian
enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisiskan kolagen
dan elastin.
Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan
fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena
luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzimproteolitik endogen yang secara

3
0
alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta
memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering
digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis
debridemen yang paling cepat dan efisien.
Tujuan debridemen bedah adalah untuk.
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
c. Menghilangkan jaringan kalus,
d. Mengurangi risiko infeksi lokal

Tindakan Bedah
Intervensi bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan menjadi empat
kelas I (elektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif) dan kelas IV (emergency).
Tindakan elektif ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas, seperti
pada kelainan spur tulang, hammer toesatau bunions. Tindakan bedah profilaktif
diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien
yang mengalami neuropati. Prosedur rekonsktuksi yang dilakukan adalah
melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Tindakan bedah kuratif
diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif. Contoh
tindakan bedah kuratif adalah bila tindakan endovaskular (angioplasti dengan
menggunakan balon atau atherektomi) tidak berhasil maka perlu dilakukan bedah
vaskular.
Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif. Pada keadaan ini
jaringan tulang mati dan jaringan granulasi yang terinfeksi harus diangkat, sinus
dan rongga mati harus dihilangkan. Prosedur bedah ditujukan untuk
menghilangkan penekanan kronis yang mengganggu proses penyembuhan.
Tindakan tersebut dapat berupa exostectomy, artroplasti digital, sesamodectomy
atau reseksi caput metatarsal. Tindakan bedah emergensi paling sering dilakukan,
yang diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi.

3
1
Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan
nekrotik. Dari sudut pandang seorang ahli bedah, tindakan pembedahan ulkus
terinfeksi dapat dibagi menjadi infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1
dan 2) dan infeksi yang mengancam tungkai (grade 3 dan 4).
Pada ulkus terinfeksi superfisial tindakan debridement dilakukan dengan
tujuan untuk: drainage pus, mengangkat jaringan nekrotik, membersihkan
jaringan yang menghambat pertumbuhan jaringan, menilai luasnya lesi dan untuk
mengambil sampel kultur kuman. Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai
adanya gas gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi,
mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari
infeksi kaki pada pasien diabetes melitus adalah fasciitis nekrotika dan gas
gangren.
Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah emergensi berupa
amputasi. Amputasi bertujuan untuk menghilangkan kondisi patologis yang
mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau menghilangkan penyebab yang
dapat mengancam jiwa sehingga rehabilitasi kemudian dapat dilakukan. Indikasi
amputasi pada kaki diabetika:6
a. Gangren terjadi akibat iskemia atau nekrosis yang meluas
b. Infeksi yang tidak bisa dikendalikan
c. Ulkus resisten
d. Osteomielitis
e. Amputasi jari kaki yang tidak berhasil,
f. Bedah revaskularisasi yang tidak berhasil
g. Trauma pada kaki
h. Luka terbuka yang terinfeksi pada ulkus diabetika akibat neuropati

3.2.9 Perawatan Luka


Perawatan luka moderen menekankan metode moist wound healing atau
menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh
apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka
tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel
terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam

3
2
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan
suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko
operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih
dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada
tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang
sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel,calcium
alginate, foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya.6
a. Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab
b. Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka tertentu
yang akan diobati
c. Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering
selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab
d. Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak
menyebabkan maserasi pada luka
e. Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak
sering diganti
f. Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka
sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri.
g. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat

3.2.10 Prognosis
1. Menurut penelitian pada penderita kaki diabetik yang telah dilakukan
amputasi transtibial, dalam kurun waktu 2 tahun terdapat 36% penderita
meninggal.2 Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia
karena semakin tua usia penderita diabetes mellitus semakin mudah untuk
mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya
menderita diabetes mellitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas
sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.9

3
3
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi ke- 3. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC. 2014.
2. Nugroho S. Hubungan aktivitas fisik dan konstipasi dengan derajat
hemoroid di URJ bedah RSUD dr. Soegiri Lamongan. Surya. 2014. 2(18):
41-50
3. Mubarak H. Karakteristik Penderita Hemoroid Berdasarkan Umur dan
Jenis Kelamin di RSUP H. Adam Malik tahun 2008-2009 [Karya Tulis
Ilmiah]. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2010.

3
4
4. Djumhana. Patogenesis Diagnosis dan Pengelolaan Medik Hemorroid.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan
Sadikin. Bandung: Fakultas Kedokteran Unpad. 2010.
5. Ulima B. Faktor Risiko Kejadian Hemoroid pada Usia 21-30 Tahun
[Karya Tulis Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro. 2012.
6. Varut L. Hemoroids: From basic pathophysiology to clinical management.
World Gastroenterol. 2012. 18(17): 2009–2017
7. Syamsuhidayat R, Jong WD. Buku Ajar Bedah,. Jakarta: EGC.
pemeriksaan penunjang:910 – 912.
8. Acheson AG, Scholefield JH. Management of haemorrhoids. BMJ. 2008.
336(7640): 380–383.
9. Cataldo P, Ellis CN, Gregorcyk S, Hyman N, Buie WD, Church J dkk.;
Standards Practice Task Force, The American Society of Colon and Rectal
Surgeons, USA. Practice parameters for the management of hemoroids
(revised).Dis Colon Rectum. 2005. 48(2): 189–194
10. Winangun, I Made Arya. Management of internal hemoroid with rubber
band ligation procedure. E-jurnal Medika Udayana. 2013. 2(10): 2303-
1395
11. Perrotti P, Antropoli C, Molino D, De Stefano G, Antropoli M.
Conservative treatment of acute thrombosed external hemoroids with
topical nifedipine. Dis Colon Rectum. 2001. 44(3):405– 409.
12. Greenspon J, Williams SB, Young HA, Orkin BA. Thrombosed external
hemoroids: outcome after conservative or surgical management. Dis Colon
Rectum. 2004. 47(9): 1493–1498
13. Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Volume 1 Ed/6. Jakarta: EGC; 2014

3
5

Anda mungkin juga menyukai