Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN TRAUMA MEDULA SPINALIS

WAWAN HEDIYANTO, M.KEP


A. Definisi
 Cedera medula spinalis adalah trauma pada tulang
belakang yang menyebabkan lesi medula spinalis sehingga
terjadi gangguan neurologik, tergantung letak kerusakan
saraf spinalis dan jaringan saraf yang rusak (Junita, 2013)
 Trauma medulla spinalis adalah cedera pada tulang
belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang
menyebabkan lesi di medulla spinalis sehingga menimbulkan
gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan
menetap atau kematian.
 Trauma medula spinalis (TMS) meliputi kerusakan medula
spinalis karena trauma langsung atau tak langsung yang
mengakibatkan gangguan fungsi utamanya, seperti fungsi
motorik, sensorik, autonomik, dan refleks, baik komplet
ataupun inkomplet
B. Penyebab

 Trauma:
Kecelakaan lalu lintas.
Terjatuh.
Olah raga.
Luka tembak.
Kecelakaan industri, dll.
C. FAKTOR RESIKO

Ada 3 faktor resiko terjadinya trauma


medulla spinalis(Smeltzer, 2010):
1. Usia: Usia muda
2. Gender: Laki-laki
3. Kecanduan alkohol dan obat-obatan:
mabuk.
Patofisiologi
❑ Medula spinalis terdiri serabut syaraf yang mengirim dan
menerima informasi antara otak dan bagian tubuh.
Kerusakan syaraf spinal mengakibatkan gangguan
komunikasi antara otak dan bagian tubuh.
❑ Pada trauma, kerusakan syaraf berupa memar, robek,
terpotong, edema akumulasi cairan atau perdarahan.
❑ Keadaan ini dapat mengakibatkan syaraf terdorong,
tertekan pada satu sisi atau kompresi sehingga
pembuluh darah tersumbat dan aliran listrik pada syaraf
terhenti pada titik cedera.
Mekanisme Trauma
 Hyperflexi

 Hyperextensi

 Fraktur Kompresi.
Patofisiologi
Medula spinalis dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut:
1. Kompresi oleh tulang, ligamen, herniasi diskus
intervertebralis, dan hematoma.
2. Regangan jaringan berlebihan, biasanya terjadi pada
hiperfleksi.
3. Edema medula spinalis yang timbul segera setelah
trauma mengganggu aliran darah kapiler dan vena.
4. Gangguan sirkulasi atau sistem arteri spinalis akibat
kompresi tulang.
Tulang belakang yang sering terjadi trauma: cervical
vertebrae (C1, C2, C4 to C6) dan torakal 11 sampai lumbal
2 (T11 - L2)
GEJALA

Secara umum gejala:


❑ Nyeri.
❑ Kesemutan/baal.
❑ Paralisis.
❑ Perubahan sensoris
GEJALA
Gejala trauma pada sekitar leher (Servical):
1. Kelemahan, paralisis 4 anggota tubuh (tangan dan kaki).
1. Quadriplegia: paralisis/lumpuh 4 anggota tubuh
2. Quadriparesis: kelemahan 4 anggota tubuh
2. Kelemahan otot napas: Kesurakan bernapas.
3. Perubahan sensoris
4. Kesemutan atau baal/kebas.
5. Nyeri.
6. Hilang kendali BAK dan BAB ( constipation, incontinence,
bladder spasms)
GEJALA
Gejala trauma pada Torako-lumbal:
1. Paraplegia: paralisis kedua kaki
2. Paraparesis: kelemahan kedua kaki.
3. Perubahan sensoris bagian tubuh bawah
4. Kesemutan atau baal/kebas.
5. Nyeri.
6. Hilang kendali BAK dan BAB (
constipation, incontinence, bladder
spasms)
injuri pada sakral, torak dan lumbal
kadang pasien bisa melakukan aktifitas
normal.
Shock Spinal

Terjadi karena blok atau hambatan pada syaraf


simpatis. Keadaan ini menimbulkan:
 Vasodilatasi.
 Hipotensi. Akhirnya terjadi shock
 Bradikardia. (neurogenic shock)
Derajat Trauma Medulla Spinalis
 Menurut American spinal injury association tahun 2006:

A Komplit Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai S 4 - S5

B Inkomplit Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu sampai


Segmen sakral S4 - S5
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, tapi lebih dari setengah
Otot – otot motorik utama punya kekuatan < 3

D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah level, tapi krang dari setengah
Otot – otot motorik utama masih punya kekuatan 3 atau lebih

E Normal Fungsi motorik dan sensorik normal.


Pemeriksaan Penunjang
 X-Ray Spinal: menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur
atau dislokasi)
 CT Scan Spinal: untuk menentukan tempat luka/jejas,
mengevaluasi gangguan struktura
 MRI Spinal: mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal, edema dan
kompresi
 Mielograf
Penatalaksanaan
 Konservatif dan Simtomatis
1. Airway/jalan napas bebas
2. Breathing: sesak napas berikan oksigen. Jika apnoe bantu napas
3. Circulation: monitor tensi nadi jika terjadi shock.
4. Immobilisasi: Imobilisasikan korban pada spinal board
 Pasang cervical collar bila terjadi trauma di leher
 Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada
tempat/alas yang keras
 Mempertahankan posisi normal vertebra (”Spinal Alignment”) atau
inline
 Ketika mengangkat pasien pada posisi logroll
 Pasang ’ nasogastric tube’
 Pasang kateter urin
Indikasi operasi
Indikasi operasi meliputi:
 Fraktur tidak stabil,
 Fraktur yang tidak dapat direduksi dengan traksi,
 Kompresi medula spinalis pada trauma inkomplet,
 Penurunan status neurologis,
 Instabilitas menetap pada manajemen konservati
Komplikasi

1. Infeksi: reflek batuk menurun cenderung


terjadi pneumonia.
2. Trombisis vena dalam : aliran darah
lambat akibat vasodilatasi.
3. Hipotensi ortotastik.
4. Kerusakan kulit: akibat paralisis.
5. Depresi.
Pengkajian
 Riwayat trauma: kecelakaan, terjatuh termasuk posisi
terjatuh, aktifitas yang berlebihan, olah raga
berlebihan
 Keluhan utama: nyeri , kelemahan, kelumpuhan
ekstremitas, inkontinensia Urine dan Inkontinensia alvi,
nyeri tekan otot, hiperestesia tepat di atas daerah
trauma, dan
 Deformitas pada daerah trauma.
 Status neurologis atau keadaan kesadaran.
 Adanya sesak napas
Diagnosa keperawatan

1. Tidak efektif bersihkan jalan napas b.d kelemahan


otot pernapasan atau tidak efektif batuk.
2. Inkontinensia urine b.d kerusakan syaraf spinal atau
tidak ada sensasi berkemih.
3. Konstipasi b.d imobilisasi akibat paralisis
4. Kelemahan mobilitas fisik b.d perdarahan, iskemia
dan edema syaraf spinal yang ditandai paresis.
Tidak efektif bersihkan jalan napas b.d kelemahan
otot pernapasan atau tidak efektif batuk.

1. Monitor batuk dan suara paru.


2. Lakukan suction jika ada sekret dan batuk tidak kuat.
3. Jika pasien stabil bantu pasien untuk batuk efektif dan
napas dalam.
4. Lakukan fisioterapi dada untuk mengeluarkan sekret.
5. Berikan udara lembab untuk dihirup
6. Berikan masukan cairan yang cukup secara peroral
Inkontinensia urine b.d kerusakan syaraf
spinal atau tidak ada sensasi berkemih.

1. Kaji kemampuan pasien mengontral berkemih.


2. Monitor urine, suhu dan sel darah putih
3. Lakukan bladder training
4. Lakukan latihan berkemih secara berkala dan
terprogram.
5. Ajarkan pasien atau keluarganya cara pemasangan
kateter sendiri jika bladder training kurang efektif.
6. Ajarkan cara perawatan kateter
7. Monitoring tanda-tanda infeksi
Konstipasi b.d imobilisasi akibat paralisis.

1. Kaji pola BAB sebelum dan sesudah


mengaami trauma
2. Monitor suara usus dan adanya distensil
abdominal
3. Berikan makanan tinggi serat.
4. Berikan asupan cairan yang cukup ( 2 liter.hari)
5. Berikan suppositoria sesuai instruksi.
6. Lakukan latihan BAB segera setelah makan.
Kelemahan mobilitas fisik b.d perdarahan, iskemia dan
edema syaraf spinal yang ditandai paresis.

1. Kaji pasien untuk bergerak mandiri. Kaji pasien untuk merasakan tekanan dan
nyeri.
2. Bantu pasien merubah posisi pasien setiap 2 jam
3. Latihan merubah posisi secara perlahan : duduk ditempat tidur, duduk di kursi
jika mampu
4. Lakukan latihan ROM pasif dan aktif setipa 8 jam.
5. Ajarkan pasien untuk mengganti posisi secara mandiri setiap 2 jam jika
mampu
6. Ajarkan keluarga pasien untuk membantu latihan ROM terhadap pasien

Anda mungkin juga menyukai