Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

HEMORAGIC POST PARTUM

Pembimbing :
Dr. Matius S. Gasong, SpOG

Disusun oleh :
Ega Surya Setya N. (1102007097)

KEPANITRAAN KLINIK ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI RUMAH


SAKIT TINGKAT II MOCH. RIDWAN MEURAKSA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2014

1 | HE M O RAG I C P O S T PA RT U M

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN.1
DEFINISI.2
EPIDEMIOLOGI2
KLASIFIKASI2
ETIOLOGI.3
ATONIA UTERI.3
ROBEKAN JALAN LAHIR..5
INVERSIO UTERI9
RETENSIO PLASENTA...10
SISA PLASENTA.14
KELAINAN FAKTOR PEMBEKUAN DARAH15

2 | HE M O RAG I C P O S T PA RT U M

DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1.4
GAMBAR 2..5
GAMBAR 3..10
GAMBAR 4..11
GAMBAR 5.13
GAMBAR 6..13
GAMBAR 7.13

3 | HE M O RAG I C P O S T PA RT U M

DAFTAR TABEL
TABEL 18

PENDAHULUAN
4 | HE M O RAG I C P O S T PA RT U M

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur
sekitarnya, atau keduanya.1
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling
sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian
tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. 2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu
hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga pasien
yang mengalami perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan
umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. 3 Menurut Depkes RI,
kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari
angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.2,3
Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta,
dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum.
Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering
perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. 1,4

TINJAUAN PUSTAKA
I. PERDARAHAN POST PARTUM
5 | HE M O RAG I C P O S T PA RT U M

Definisi
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah
anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum atau sesudah lahirnya plasenta. 1
Epidemiologi
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil,
tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadangkadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga
secara ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta sehingga perdarahan akibat
terlalu lamanya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275
persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3%
berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk
kuretase atau transfusi, meningkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.1,2,3
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil dan derajat
anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi
dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat
banyak.1
Klasifikasi
Klasifikasi perdarahan postpartum :1,2,3
1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan
yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, berbagai
robekan jalan lahir dan sisa sebagian plasenta. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama.
2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaituperdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder
sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik.
Etiologi
6 | HE M O RAG I C P O S T PA RT U M

Penyebab perdarahan postpartum terdiri dari T : Tone, Tissue dan Thrombin.


1. Tone merujuk pada tonus uteri
2. Tissue merujuk pada trauma jalan lahir berupa laserasi vagina, serviks maupun uterus,
retensio plasenta dan sisa plasenta.
3. Thrombin merujuk pada koagulopati.3
1.Tone
1.1. Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan
sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu
menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya
pendarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka
pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau keseluruhan. Miometrium
terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam hal
kontraksi untuk menghentikan pendarahan pasca persalinan. Miometrum lapisan tengah
tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah. Setelah partus, dengan
adanya susunan otot seperti tersebut, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh
darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan
terjadinya pendarahan pasca persalinan. Hal ini terjadi dalam 24 jam pasca persalinan dan
bisa disebabkan oleh partus lama maupun partus presipitatus, infeksi maupun
overdistensi uterus,abrupsio plasenta maupun plasenta previa, grandemultiparitas,
anestesia umum dan anestesia halotan. 1,2,3
Diagnosis
Bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak,
bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri setinggi pusat atau lebih dengan
kontraksi yang lembek. Pada saat atonia uteri terdiagnosis maka ada darah sebanyak 5001000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah tetapi masih terperangkap dalam uterus.
Penanganan atonia uteri
7 | HE M O RAG I C P O S T PA RT U M

Masase uterus + pemberian utero tonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU dalam 500
ml Dextrose 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4 jam kemudian,

suntikan prostaglandin.
Kompresi bimanual
Jika tindakan poin satu tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu yang
singkat, perlu dilakukan kompresi bimanual pada uterus. Tangan kanan penolong
dimasukkan ke dalam vagina sambil membuat kepalan diletakkan pada forniks
anterior vagina. Tangan kiri diletakkan pada perut penderita dengan memegang
fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain
dibelakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang dengan antara 2 tangan; tangan
kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan
kiri.

Gambar 1. Kompresi bimanual eksternal

8 | HE M O RAG I C P O S T PA RT U M

Gambar 2. Kompresi bimanual internal

Tampon utero-vaginal secara lege artis, tampon diangkat 24 jam kemudian. Tindakan
ini sekarang tidak dokter dilakukan karena pendarahan yang disebabkan oleh atonia
uteri sudah dapat diatasi, dikhawatirkan pemberian tamponade yang dilakukan
dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan pendarahan dalam uterus
dibelakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi pengeluaran
darah dari sinus-sinus yang terbuka, selain itu tekanan tersebut menimbulkan
rangsangan pada miometrium untuk berkontraksi.

2.Tissue
2.1. Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca
persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan
serviks atau vagina. 1,2,3
2.1.1. Robekan Serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seseorang multipara
berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas
menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi
perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah
berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
Setelah persalinan bila ada perdarahan walaupun kontraksi uterus baik dan darah yang
keluar berwarna merah muda harus dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika
terdapat robekan yang lebih besar dari 1 cm, maka lakukan penjahitan. Untuk
memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah hingga cerviks dekat
dengan vulva, kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem dan ditarik ke bawah.
2.1.2.Perlukaan vagina
9 | HE M O RAG I C P O S T PA RT U M

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum jarang dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat
ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat
pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.
2.1.3.Kolpaporeksis
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini
terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen
bawah uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul,
sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui
kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian
yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa
timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam
uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk
mencegah uterus naik ke atas.

2.1.4.Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa
menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari
biasanya, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar
dari pada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
Tingkatan robekan pada perineum:
Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek.
Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan
otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah luka.

10 | H E M O R A G I C P O S T P A R T U M

Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang dinding depan
rektum.
Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m. puborectalis
kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini melemahkan diafragma
pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri.
2.1.5.Fistula
Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung
kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena
robekan serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin
segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau
rektovaginalis.
Penanganan robekan jalan lahir

Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber

perdarahan.
Lakukan irigasi pada tempat luka dan lakukan antiseptic.
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang

yang dapat diserap.


Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap

operator.
Khusus pada ruptur perineum komplit ( hingga anus dan sebagian rektum)
dilakuakan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum,
sebagai berikut:
a. Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung
robekan.
b. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
submukosa menggunakan benang poliglikolik no.2/0(dexon/vicryl)
hingga ke spingter ani.
c. Jepit kedua spingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
d. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan
benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.Mukosa vagina dan
kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler.
11 | H E M O R A G I C P O S T P A R T U M

e. Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2g dan metronidazol 1g per


oral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak
kotor atau terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah :
Atonia Uteri

Kontraksi uterus lembek, lemah dan

Robekan jalan lahir

Kontraksi uterus kuat, keras dan

tinggi).
Perdarahan terjadi beberapa menit

mengecil.
Perdarahan terjadi langsung setelah

setelah anak lahir.


Bila kontraksi lemah, setelah masase

anak lahir.
Setelah dilakukan masase atau

membesar ( fundus uteri masih

atau pemberian uterotonika, kontraksi


yang lemah tersebut menjadi kuat.

pemberian uterootonika langsung


uterus mengeras tapi perdarahan tidak
berkurang.

Tabel 1. Perbedaan atonia uteri dan robekan jalan lahir


2.2. Inversio Uteri
Inversio uteri post partum jarang dijumpai, pada peristiwa ini fundus uteri yang terbalik
masuk kedalam kavum uteri dapat diraba melalui kanalis sevikalis yang terbuka, bahkan
dapat memasuki vagina, plasenta biasanya masih melekat pada dinding uterus. Hampir
semua kasus inversio uteri terjadi setelah persalinan dan mungkin akibat tarikan pada
talipusat sebelum plasenta lepas. Inversio uteri non puerpural dapat dibagi menjadi
inversio uteri akut, yang terjadi segera setelah plasenta lahir dan sebelum serviks
menutup, dan inversio uteri kronik yang terjadi setelah 4 minggu persalinan.1,2,3
Inversio uteri disebabkan tarikan pada tali pusat sebelum plasenta lepas, tekanan pada
fundus dari luar sedangkan uterus tidak berkontraksi, atau spontan apabila pada atonia
uteri tekanan intraabdominal meningkat dengan mendadak. Bayi lahir dengan tali pusat
pendek.

12 | H E M O R A G I C P O S T P A R T U M

Inversio uteri sesudah kala III persalinan paling sering disertai perdarahan yang
mengancam jiwa pasien, bila tanpa tindakan bisa mengakibatkan kematian. Syok yang
terjadi cenderung tidak seimbang dengan jumlah darah yang hilang.
Penderita dalam pemberian anestesi, penolong mendorong fundus dengan telapak tangan
dan jari-jari tangan menurut arah sumbu memanjang, sumbu vagina sampai sumbu uterus
hingga reposisi terlaksana. Apabila plasenta belum lepas, setelah reposisi plasenta
dilepaskan (oksitosika tidak diberikan sebelum uterus dikembalikan pada konfigurasi
normal). Segera setelah uterus dikembalikan kepada konfigurasi normal, pengunaan
anestesi untuk menghasilkan relaksasi uterus harus dihentikan dan pada saat itu pula
diberikan oksitosin untuk menimbulkan kontraksi uterus, sambil mempertahankan fundus
dalam posisinya yang normal.
Jika uterus yang inversi tidak bisa dikembalikan secara manual karena adanya cincin
kontraksi yang kuat, lakukan laparotomi. Fundus didorong ke atas dari sebelah bawah
dan sekaligus ditarik dari atas. Jahitan traksi yang dipasang pada fundus yang inversi bisa
membantu. Jika cincin kontraksi tetap merintangi reposisi, secara hati-hati dilakukan
insisi pada dinding belakang lingkaran kontraksi, sehingga kemungkinan melakukan
tindakan reposisi uterus sedikit demi sedikit. Kemudian luka dibelakang uterus dijahit
dan luka laparotomi ditutup.

Gambar 3. reposisi manual

13 | H E M O R A G I C P O S T P A R T U M

2.3.Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam
setelah janin lahir. Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena:

Plasenta belum lepas dari dinding uterus


Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan

Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena: 5

Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva).


Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium.

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau disebabkan salah penanganan pada kala tiga,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta.5
Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah perasat crede
bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi.
Syarat : Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong

Teknik pelaksanaan
Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak
pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan
belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik, maka uterus
ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk. perasat Crede
tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena dapat menimbulkan
inversion uteri. Perasat Crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan
plasenta secara manual.

14 | H E M O R A G I C P O S T P A R T U M

GAMBAR 4. perasat crede

Indikasi Manual Plasenta


Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala
tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika
dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan
yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus. 1,2,3

Teknik Pelaksanaan
Penderita dalam posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki, diinfus NaCl
atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan bila constriction ring dengan memberikan
suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi berguna untuk mengatasi rasa
nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya
meregang tali pusat, tangan yang lain dengan jari-jari dikuncupkan membentuk
kerucut.
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara
dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan
seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya bila memungkinkan,
sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut
terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat
dihindarkan. 4,5

15 | H E M O R A G I C P O S T P A R T U M

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada
bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu
ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar,
gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin)
satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan
spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan
apabila ditemukan segera di jahit.

Gambar 5. Manual plasenta

16 | H E M O R A G I C P O S T P A R T U M

Gambar 6. Manual plasenta

Gambar 7. Manual plasenta

2.4.Sisa plasenta
Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.5
Sewaktu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala dan
tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi
fundus tidak berkurang.
Penanganan perdarahan postpartum disebabkan oleh sisa plasenta : 1,2,3

Penemuan secara dini hanya dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta


setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut,
sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan
perdarahan.

Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral


dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg
oral.
17 | H E M O R A G I C P O S T P A R T U M

Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase.

Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5

Indikasi eksplorasi kavum uteri


Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah operasi
vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk
menetukan apakah ada ruptur uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah
mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.3,4

Teknik Pelaksanaan
Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan
mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan
dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan
sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara manual.3,4

3.Thrombin
3.1.Kelainan faktor pembekuan darah1,2,3
Kausal perdarahan post partum karena gangguan pembekuan darah dapat dicurigai bila
penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai adanya riwayat pernah mengalami
hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Ada kemungkinan mudah terjadi pendarahan
setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada
bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari busi, rongga hidung, dan lain lain.

18 | H E M O R A G I C P O S T P A R T U M

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil faal hemostasis yang up-normal. Waktu
perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi
hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta
perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial thromboplastin time).
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio placenta, kematian janin dalam
kandungan, eklamsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah
dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen
dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid).
Faktor faktor yang terdapat di dalam darah dan yang berperan dalam proses pembekuan
terdiri atas protein yang sebagian besar dibuat di dalam hepar. Hingga sekarang dikenal
dengan 12 faktor yang ditandai dengan angka romawi dan diberi nama sebagai berikut :

Faktor I
Faktor II
Faktor III
Faktor IV
Faktor V
Faktor VI
Faktor VII
Faktor VIII
Faktor IX

Chrismas factor ).
Faktor X
Faktor Stiart power.
Faktor XI
Antecedent tromboplastin plasma.
Faktor XII
Faktor Hagemen.
Faktor XIII
Faktor menstabilkan fibrin.

Fibrinogen.
Protrombin.
Tromboplastin jaringan.
Ion kalsium.
Pro akselerin (Stabil factor ).
belum diketahui.
Prokon vertin.
Faktor antihemofilik A ( globulin anti hemofili A ).
Faktor antihemofilik B ( komponen tromboplastin plasma,

Berbagai faktor tersebut erdapat dalam bentuk non aktif. Apabila terjadi sesuatu,
misalnya darah ke luar dari pembuluh atau terjadi pembekuan intravaskuler, barulah
faktor faktor itu menjadi aktif.
Proses pembekuan diawali oleh kerusakan trombosit akibat bersentuhan dengan
permukaan yang tidak licin dan keluarnya tromboplastin jaringan (faktor III ).
Selanjutnya selain Ion kalsium, faktor pembekuan lainnya memungkinkan proses
19 | H E M O R A G I C P O S T P A R T U M

pembekuan dengan hasil terakhir terbentuknya fibrin yang di bawah pengaruh faktor
menstabilkan fibrin ( faktor XIII )menjadi tetap padat.
Pada kehamilan kadar plasminogen meningkat, walaupun dengan demikian aktifitas
menghancurkan fibrin justru lambat. Keping keping fibrin akibat fibrinolisis ditemukan
dalam konsentrasi tinggi pada pembekuan intravaskuler yang merata ( Disseminated
Intavascular Coagulation, DIC ) yang menghambat terjadinya reaksi trombin- fibrinogen.
Sebaliknya pada trombosis kosentrasi itu rendah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Ilmu kebidanan. Jakarta :
YBP-SP. 2008.
2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD.
Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill. New York :
2005.
3. Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle :
2002.
4. Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
5. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik.

Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2006.

20 | H E M O R A G I C P O S T P A R T U M

Anda mungkin juga menyukai