Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

“ASKEB KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN


NEONATAL”

DOSEN :

MARDIANI MANGUN, SSiT., MPH.

KELOMPOK 17 :

 MARIA NI NYOMAN ETIK ERLAWATI


 SAPNA SAFYANINGSIH

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN

TINGKAT IIB TAHUN 2020/2021


KAJIAN TEORI ATONIA UTERI

A. Pengertian Atonia Uteri

Atonia uteri yaitu ketidak mampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana


mestinya setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar
pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta.
Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi
(Wiknjosastro,2002).

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri. Perdarahan postpartum
dengan penyebab uteri tidak terlalu banyak dijumpai karena penerimaan
gerakan keluarga berencana makin meningkat (Manuaba & APN).

Atonia uteria adalah gagalnya uterus berkontraksi yang baik setelah


persalinan. Perdarahan postpartum adalah perdarahan ≥ 500 ml dalam masa 24
jam setelah anak lahir, termasuk adalah perdarahan karena retensio plasenta.
Frekuensi kejadian menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :

1) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang


terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
2) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage)
(Saadong, D 2013)

Atonia merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum, sekurang-


kurangnya 2/3 dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia uteri.
Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia uteri, harus
dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya
atonia uteri. (Sihotang, C 2008)
B. Etiologi

Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penunjang ) seperti :

a) Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, atau


paritas tinggi.
b) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
c) Multipara dengan jarak kelahiran pendek
d) Partus lama / partus terlantar
e) Malnutrisi.
f) Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta
belum terlepas dari dinding uterus.

C. Tanda dan Gejala

a) Uterus tidak berkontraksi dan lembek


Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia uteri dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

b) Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer).


Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan tidak
merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini
terjadi karena tromboplastin sudah tidak lagi sebagai anti beku darah.
c) Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan
menggumpal.
d) Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin,
gelisah, mual, apatis, dll.

D. Pencegahan atonia uteri.

Atonia uteri dapat dicegah dengan Managemen aktif kala III, yaitu
pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir (Oksitosin injeksi 10U IM, atau
5U IM dan 5 U Intravenous atau 10-20 U perliter Intravenous drips 100-150
cc/jam. Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan
obat tersebut sebagai terapi.

E. Penatalaksanaan atonia uteri

a. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-
tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan
transfusi darah.
b. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya
plasenta (max 15 detik), Jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika
uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah
perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera
c. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks.
Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, lakukan kompresi bimanual
internal (KBI) selama 5 menit.
1) Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan
tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
2) Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai
melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-
lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi);
Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml
RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin;
Ulangi KBI
3) Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
4) Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
d. Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya
reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan
lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian
oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping
lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan
secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25
mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM)
atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme
perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini
tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil
prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal,
transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau
IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2
mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan
pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika
yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti:
nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang
disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi
sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat,
dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini
menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan
disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan
sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan
prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan
atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini
sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan
penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
e. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang
berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika
dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.
Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan
jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian
avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi
hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri
miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium.
Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi
perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria,
ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm
dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar
cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang
menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan
bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
f. Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel
dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial
kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan
eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan
benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari
trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan
femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri
iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam
melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi
pasien.
Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk
mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
g. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika
terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif.
Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada
persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
h. Kompresi bimanual atonia uteri
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi
tersebut. Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus,
tegak lurus dengan sumbu badan, sehingga mencapai kolumna vertebralis.
Penekanan yang tepat, akan mengehntikan atau mengurangi denyut arteri
pemoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang
terjadi.
FORMAT PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU
(SOAP DAN IMPLEMENTASINYA)
Tempat pengkajian PKM Balinggi
Tanggal pengkajian 16-04-2014
Waktu pengkajian 06.30 Wita
Pengkaji Kelompok 17

A. DATA SUBJECTIVE (UNTUK PERTEMUAN PERTAMA)

1. Biodata
IDENTITAS KLIEN PENANGGUNG JAWAB
Nama Ny. R Nama Tn. M
Umur 26 Tahun Status Suami
hubungan dgn
klien
Agama Islam Umur 30 Tahun
Pendidikan SD Agama Islam
Pekerjaan IRT Pendidikan SD
Alamat skrg Jl.Malakosa Pekerjaan Buruh
No. HP 0822918279xx Alamat Jl.Malakosa
Gol. darah A+ No. HP 0822918279xx
2. Alasan kunjungan
Ibu mengatakan hamil 9 bulan mengeluh sakit pinggang menjalar keperut bagian
bawah ingin melahirkan.
3. Keluhanutama dan riwayat keluhan utama
Ibu datang ke PKM pada tanggal 16-04-2014 pukul 06.30 Wita, mengeluh sakit
pinggang menjalar keperut bagian bawah sejak tanggal 15-04-2014 pukul 22.00
Wita, pengeluaran lendir campur darah sejak tanggal 15-04-2014 pukul 22.00 Wita,
pengeluaran air ketuban (-), dan gerakan janin masih dirasakan aktif sampai
sekarang.
4. Keluhan lain yang berhubungan dengan kesehatan saat ini
Tidak ada
5. Riwayat menstruasi
HPHT 07-07-2013
Siklus 30 hari
Masalah yang Tidak Ada
pernah dialami
6. Riwayat perkawinan
Pernikahanke- 1
Umur saat kawin 22 tahun
pertama
Lama pernikahan 5 tahun

7. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu


N Tahu Usia Temp Jenis Penolon Kondi Nifa Ana Keadaa
o n Kehamila at Partus g si s k n Anak
Part n Partus bayi (ASI JK/B Sekara
us saat ) B ng
lahir
I 2014 9 Bulan Polind Sponta Bidan Hidup - - Hidup
es n
8. Riwayat kehamilan saat Ini

Kunjungan Kondisi/masalah yang dialami dan cara


mengatasi

Trimester I Ini merupakan kunjungan yang pertama


Rasa mual diatasi dengan mencium minyak
1 kali
kayu putih dan mengoleskan di perut.

Trimester II
1 kali

Trimester III
2 kali

9. Riwayat imunisasi TT Riwayat imunisasi selain TT

a. TT dasar lengkap Tidak ada


b. TT catin 1x

10. Riwayat penyakit/operasi yang lalu

Tidak pernah menderita penyakit serius atau operasi

11. Riwayat yang berhubungan dengan masalah Kesehatan reproduksi


Tidak pernah ada gangguan

12. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit serius

13. Riwayat KB Rencana KB Pasca persalinan

Menggunakan alat kontrasepsi jenis suntik Belum ada rencana

14. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

Fisik Nafsu makan baik BAK tidak ada keluhan, BAB 1-2x dalam 1
hari, tidur nyenyak dan masih mau kerja

Psikososial Menerima kehamilan ini, suami dan keluarga sangat bahagia


dan mendukung kehamilannya, sudah memiliki BPJS

Lainnya

B. DATA OBJECTIVE

1. Pemeriksaan umum

Keadaan umum Secara umum baik


VTT

TD 120/80 mmHg

N 80 x/menit

P 20 x/menit

S 36,50C

BB sebelum hamil 49 kg

BB sekarang 61 kg
TB 159 cm

IMT (BB sebelum 26,9


Hamil/TB2)

<18,5(underweight)

(√) 18,5 – 22,9 (normal)

23 – 24,5 (overweight)

25 – 29,9 (obesitas I)

30 (obesitas II)

TP 14 – 04 – 2014

Usia Kehamilan 40 minggu 4 hari

2. Pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan kebidanan/masalah kesehatan

Kepala dan wajah Kepala tertutup jilbab, konyungtiva sedikit pucat, sklera tidak
ikterus

Leher Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid

Payudara Puting susu menonjol dan payudara nampak bersih

Abdomen Tidak ada bekas luka operasi


TFU: 31 cm, PU-KA, pres-kep, divergen, 140 X/menit

Ekstremitas Atas Tidak ada edema, kuku bersih dan tidak pucat

Ekstremitas Tidak ada edema, refleks patella +/+


bawah(Refleks
patella)

Anogenetalia Tidak dilakukan karena ibu belum siap

3. Pemeriksaan penunjang (Informasi data subjektif atau dilakukan pemeriksaan)


Hb : 10,8 gr% (pemeriksaan tgl 10-09-2013), Protein urin : negatife (pemeriksaan tgl
16-04-2014), golongan darah : O (pemeriksaan tgl 10-09-2014)

C. ASSESSMENT

- G2A0P1
- Usiakehamilan 40 minggu 4 hari berdasarkan HPHT
- TTV dalam batas normal
- TT lengkap (Dasar dan catin)

D. PLAN

1. Informasikan kondisi pasien


2. Observasi keadaan ibu
3. Edukasi untuk:
- Anjurkan ibu untuk tidur miring
- Untuk mendapatkan asupan makanan dan minum selama
persalian dan proses kelahiran
- Mengatasi perdarahan pasca persalinan
- Untuk cara mengejan yang efektif
- Mengatasi terjadinya anemi setelah melahirkan
4. Berikan dukungan untuk psikologis
5. Pemberian cairan infuse Ringer Laktat

SOP PENANGANAN ATONIA UTERI


1. Pengertian
Asuhan yang diberikan pada saat terjadi perdarahan segera setelah plasenta
lahir lebih dari 500 cc karena tidak ada kontraksi uterus.
2. Tujuan
Agar perdarahan berhenti dan kontraksi uterus keras dengan sedikit mungkin
melakukan intervensi namun tetap menjaga keamaan proses penghentian
perdarahan tersebut.
3. Alat dan bahan :
 Bengkok
 Kain alas bokong
 APD
 Bahan : infuse RL, oksitosin, methyl ergonetrin, larutan desinfektan.
4. Prosedur

No Langkah Keterangan
1. Lakukan massase uterus Massase merangsang kontraksi uterus. Sambil
segera setelah lahir melakukan massase sekaligus dapat dilakukan
penilaian kontraksi uterus
2. Bersihkan kavum uteri Selaput ketuban atau gumpalan darah dalam
dari selaput ketuban selaput kavum uteri dapat menghalangi
kontraksi uterus secara baik
3. Mulai melakukan Sebagian besar atonia uteri akan teratasi
kompresi bimanual dengan tindakan ini. Jika kompresi bimanual
interna. Jika uterus tidak interna tidak berhasil setelah 5 menit,
berkontraksi keluarkan diperlukan tindakan lain.
tangan setelah 1-2
menit. Jika uterus tidak
berkontraksi bimanual
interna hingga 5 menit.

4. minta keluarga untuk Bila penolong hanya seorang diri keluarga


melakukan kompresi dapat meneruskan kompresi bimanual
bimanual eksterna eksterna selama anda melakukan langkah-
lamgkah selanjutnya
5. Berikan methyl Metal ergometrin yang diberikan secara
ergometrin 0,2 mg intramuscular akan mulai bekerja dalam 5-7
intramuscular/intravena menit dan menyebabkan kontraksi uterus
pemberian intravena jika sudah terpasang
infuse sebelumnya
6. Berikan infuse cairan Anda telah memberikan oksitosin pada waktu
ringer laktat dan penatalaksanaan aktif kala III dan metal
oksitosin 20 IU/500cc ergometrin intramuscular. Oksitosin intravena
akan bekerja segera untuk menyebabkan
uterus berkontraksi. Ringer laktat akan
membantu memulihkan volume cairan yang
hilang selama atonia. Jika uterus pasien
belum berkontraksi selama 6 langkah
pertama, sangat mungkin bahwa ia
mengalami perdarahan post partum dan
memerlukan pergantian darah yang hilang
secara cepat.
7. Mulai lagi kompresi Jika atonia tidak teratasi setelah 7 langkah
bimanual interna atau pertama, mungkin itu mengalami masalah
pasang tampon serius lainnya. Tampon uterovagina dapat
uterovagina dilakukan apabila penolong telah terlaltih.
Rujuk segera ke rumah sakit.
8. Buat persiapan untuk Atonia bukan merupakan hal yang sederhana
merujuk segera dan memerlukan perawatan gawat darurat
difasilitas dimana dapat dilaksanakan bedah
dan pemberian tranfusi darah.

9. Teruskan cairan Berikan infuse 500cc cairan pertama dalam


intravena hingga ibu waktu 10 menit. Kemudian ibu memerlukan
mencapai tempat cairan tambahan, setidaknya 500cc/jam pada
rujukan jam pertama, dan 500cc/4 jam pada jam-jam
berikutnya. Jika tidak mempunyai cukup
persediaan cairan intravena, berikan cairna
500cc yang ketiga tersebut secara perlaahn,
hingga cukup untuk sampai ke tempat
rujukan. Berikan ibu minum untuk tambahan
rehidrasi
10 Melakukan laparatomi : Pertimbangan antar lain paritas, kondisi ibu
. pertimbangkan antara dan jumlah perdarahan.
tindakan
mempertahankan uterus
dengan ligasi arteri
uterine/hipogastrika dan
histerektomi
5. Pemantauan
Lakukan pemantuan pada TTV, TD : 120/80, N: 80x/menit, P:20x/menit,
S:36,5℃, pemantuan keberhasilan : jika uterus berkontraksi dan perdarahan
berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, selalu pantau kondisi ibu
secara merekat selama kala IV. Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan
terus berlangsung, periksa perineum, vagina dan serviks apakah terjadi
laserasi di bagian tersebut, jika terjadi laserasi segera lakukan penjahitan. Jika
uterus masih saja tidak terjadi selama 5 menit lakukan KBI dan segera minta
tolong ke keluarga pasien untuk menyiapkan rujukan.
6. Asuhan yang di lakukan bidan
Penanganan yang dilakuan oleh tenaga kesehatan untuk menangani atonia
uteri adalah melakukan masase selama 15 detik, dengan hasilnya Uterus tidak
berkontraksi, kemudian memberikan drip oksitosin 20 unit untuk membantu
kontraksi uterus ibu secara intravena, hasil yang didapat ibu udah di lakukan
drip oksitosin secara intravena dan langsung melakukan Kompresi Bimanual
Internal (KBI) selama 2 menit, uterus sudah mulai berkontraksi dan
perdarahan mulai berkurang, kontraksi uterus masih sedikit lembek, kemudian
meminta bantuan asisten Bidan untuk pemberian ergometrin 0,2 mg secara
intravena, dan meminta bantuan keluarga untuk melakukan rangsangan
putting susu, Ergometrin sudah diberikan, dan tetap meminta bantuan
keluarga untuk melakuakan Kompresi Bimanual Eksternal selama 2 menit,
dan setelah 2 menit dilakukan KBE uterus berkontraksi, kemudian
memastikan uterus sudah benar–benar berkontraksi dan sudah berkontraksi
dengan baik. Hal ini sejalan dengan JNPKR, 2014 yang mengatakan bahwa
Masase Fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta kemudian jika uterus
tidak berkontraksi maka bersihkan bekuan darah dan selaput ketuban dari
vagina dan lubang serviks setelah itu pastikan bahwa kandung kemih ibu
kosong, jika penuh dapat di palpasi, lakukan kateterisasi kandung kemih
dengan menggunakan tehnik antiseptic, selanjutnya makukan kompresi
bimanual internal selama 5 menit, kemudian jika uterus masih
belumberkontraksi anjurkan keluarga untuk membantu melakukan kompresi
bimanual eksternal (KBE), keluarkan tangan perlahan–lahan, berikan
ergometrin 0,2 mg IM, psang infus menggunakan jarum 16 atau 18 dan
berikan 500 cc Ringer laktat + 20 unit oksitosin, kemudian ulangi kompresi
bimanual internal dan jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama
selama persalinan kala empat dan jika uterus tidak berkontraksi segera
lakukan rujukan. Setelah uterus berkontraksi dengan baik kemudian
mengajarkan ibu dan keluarga cara melakuakan masase, mengosok–gosok
bagian perutsearah jarum jam, hasil: Ibu dan keluarga dapat melakukan
masase, lalu mendekontaminasi semua peralatan yang digunakan serta
masukkan peralatan kedalam larutam clorine 0,5 % selam 10 menit, mencuci,
membilas peralatan yang telah didekontaminasi dan bahan-bahan yang
terkontaminasi kedalam tempat sampah yang sesuai, kemudian merapihkan
pasien membersihkan ibu dari lendir dan darah, mengganti pakaian ibu dan
mengajarkan ibu untuk rileksasi dengan teknik menarik nafas dalam agar ibu
merasa nyaman dan tenang. Setelah selesai tenaga kesehatan harus melakukan
mencuci tangan dengan benar. Langkah selanjutnya mengobservasi Tekanan
Darah, Nadi, Suhu, TFU, Kontraksi terus, Kandung kemih dan perdarahan
setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit pada jam kedua setelah
persalinan, dan terakhir mendokumentasikan semua kegiatan atau asuhan
yang telah diberikan.
REFERENSI
https://www.academia.edu/makalah_persalinan_patologi_atonia_uteri.
http://akangbelajar.blogspot.com/2015/10/makalah_atonia_uteri.html
https://scribd.com/doc/makalah-atonia-uteri.

Anda mungkin juga menyukai