Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MATERNITAS DENGAN

ATONIA UTERI

1. KONSEP DASAR MEDIS


A. Pengertian
Atonia Uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi
dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah
lahir) (Depkes Jakarta, 2002).
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (Prawiroharjo,
2011).

a b
Gambar 1: a. Kontraksi uterus normal b: Atonia uteri

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium


uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab
perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera
setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat
menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok
hipovolemik (Ai Yeyeh, Lia, 2010).
Gambar 2: a: Uterus tidak berkontraksi b: uterus berkontraksi

Uterus berkontraksi, miometrium menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara
serabut otot yang keluar dari bekas implantasi

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat


berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali (Apri, 2009).

Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan


pasca persalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik
setelah persalinan.

B. Etiologi
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara
lain: overdistention uterus seperti gemeli, makrosomia, polihidramnion,
atau paritas tinggi, umur terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan
jarak kelahiran pendek, partus lama atau partus terlantar, malnutrisi, dapat
juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta,
sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus (Ai Yeyeh, Lia, 2010).
Grandemultipara: uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil
ganda, anak besar berat badan lebih dari 4000 gr, kelainan uterus (miom
uteri, bekas operasi), plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan
antepartum), partus lama, partus presipitatus, hipertensi dalam kehamilan,
infeksi uterus, anemia berat, penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam
persalinan (induksi partus), riwayat perdarahan pasca persalinan
sebelumnya atau riwayatmanual plasenta, pimpinan kala III yang salah,
dengan memijit-mijit dan mendorong uterus sebelum plasenta terlepas,
IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban, tindakan
operatif dengan anastesi umum terlalu dalam (Ai Yeyeh, Lia, 2010).
Pasien yang mengalami atonia uteri bisa mengalami syok. Terdapat tanda-
tanda syok meliputi nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih),
tekanan darah sangat rendah: tekanan sistolik < 90 mmHg, pucat,
keriangat/ kulit terasa dingin dan lembab, pernafasan cepat frekuensi30
kali/ menit atau lebih, gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran, urine
yang sedikit ( < 30 cc/ jam).

C. Gambaran Klinis
Gambaran klinisnya berupa perdarahan terus-menerus dan
keadaan pasien secara berangsur-angsur menjadi semakin jelek. Denyut
nadi menjadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, pasien berubah
pucat dan dingin, dan napasnya menjadi sesak, terengah-engah,
berkeringat dan akhirnya coma serta meninggal dunia. Situasi yang
berbahaya adalah kalau denyut nadi dan tekanan darah hanya
memperlihatkan sedikit perubahan untuk beberapa saat karena adanya
mekanisme kompensasi vaskuler. Kemudian fungsi kompensasi ini tidak
bisa dipertahankan lagi, denyut nadi meningkat dengan cepat, tekanan
darah tiba-tiba turun, dan pasien dalam keadaan shock. Uterus dapat terisi
darah dalam jumlah yang cukup banyak sekalipun dari luar hanya terlihat
sedikit. Bahaya perdarahan post partum ada dua, pertama : anemia yang
berakibat perdarahan tersebut memperlemah keadaan pasien, menurunkan
daya tahannya dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infekol nifas.
Kedua: Jika kehilangan darah ini tidak dihentikan, akibat akhir tentu saja
kematian (Human labor and birth, 1996).
Tanda dan gejala atonia uteri sendiri menurut Ralph C. Benson &
Martin L. Pernoll (2009), di antaranya:
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa
sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan
disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti
pembeku darah.
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok, yaitu:
a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. pucat
d. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
f. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. urine yang sedikit (< 30 cc/ jam)

D. Manifestasi Klinis
Menurut Ai Yeyeh dan Lia (2010), tanda gejala yang khas pada
atonia uteri jika kita menemukan: uterus tidak berkontraksi dan lembek,
perdarahan segera setelah anak lahir.

E. Pencegahan Atonia Uteri


Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
- Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita
yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan
pasca persalinan akibat atonia uteri.
- Pemberian misoprostol perora 2-3 tablet (400 – 600 µg) segera setelah
bayi lahir (Prawiroharjo, 2011).
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko
perdarahan post partum lebih dari 40 %, dan juga dapat mengurangi
kebetulan obat tersebut sebagai terapi. Memejemen aktif kala III dapat
mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
tranfusi darah (Ai Yeyeh, Lia, 2010).
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu
onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau
kontraksi tetani seperti ergometrin. Pembrian oksitosin paling bermanfaat
untuk mencegah atonia uteri. Pada menejemen kala III harus dilakukan
pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10
unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-500 cc/jam
(Ai Yeyeh, Lia, 2010).
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti
sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan
postpartum dini. Karbetosin merupakan obat obat long-action dan onset
kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin
4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian
oksitosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan
operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin (Ai
Yeyeh, Lia, 2010).
- Pemberian ASI awal
Bayi sangat siap segera setelah kelahiran. Hal ini sangat tepat
untuk memulai memberikan ASI. Menyusui juga membantu uterus
berkontraksi. Pemberian ASI awal dengan cara Inisiasi Menyusu Dini.
Langkah Inisiasi menyusu Dini (IMD)
1. Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunya segera
lahir selama sedikit satu jam. Dianjurkan agae tetap melakukan
kontak kulit ibu-bayi selama 1 jam pertama kelahirannya
w/alaupun bayi telah berhasil menghisap putting susu ibu dalam
waktu kurang dari 1 jam.
2. Bayi harus menggunakan naluri alamiyahnya untuk melakukan
Inisiasi Menyusu Dini dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk
menyusu serta memberi bantuan jika diperlukan.
3. Menunda semua prosedur lainnya harus dilakukan kepada bayi
baru lahir hingga menyusu selesai dilakukan, proseedur tersebut
seperti : menimbang, pemberian antibiotika salep mata, vitamin
K1 dan lain-lain.
Prinsip menyusu/pemberian ASI adalah dimulai sendini mungkin
dan secara ekslusif (Asuhan Persalinan Normal, 2008).

F. Manajemen Atonia Uteri


Menurut Ai Yeyeh dan Lia (2010), menejemen atonia uteri
meliputi :
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penanganan
awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat,
monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, monitoring
saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu
dilakukan untuk persiapan tranfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus
yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera
lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan
evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,
periksa apakah perineum/vagina dan serviks mengalami laserasi dan
jahit atau rujuk segera.
3. Jika uterus tidak berkontraksi
Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan
lubang servik, pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, lakukan
kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit. Jika uterus
berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-
lahan dan pantau kala IV dengan ketat. Jika uterus tidak berkontraksi
maka anjurkan keluarga untuk memulai melakukan kompresi bimanual
eksterna, keluarkan tangan perlahan-lahan, berikan ergometrin 0,2 mg
LM (jangan diberikan jika hipertensi), pasang infus menggunakan
jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 oksitosin.
Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin, ulangi KBI jika uterus
berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala IV. Jika uterus
tidak berkontraksi maka rujuk segera.
4. Pemberian uterotonika
Oksitosin merrupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis.obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan
timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan
kontraksi dan meningkatkan frekuensi tetapi pada dosis tinggi
menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV,
untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus ringer laktat 20 IU perliter,
jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal
9IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan
yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan
jarang ditemukan.
5. Operatif (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen
bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang
besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina,
masuk ke miometrium ke luar bagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina
dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu
penting untuk menyertakan 2-3 cm miometriom. Jahitan kedua dapat
dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan
pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi
kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bawah, 3-4 cm dibawah
ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar
cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri
uterina menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu
dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
6. Histerektomi (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering
dilakukan jika terjadi perdarahan post partum masif yang membutuhkan
tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan
lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
7. Kompresi bimanual (boleh dilakukan oleh bidan yang sudah
berpengalaman)
Menurut Ai Yeyeh, Lia (2010) kompresi uterus bimanual dapat
ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat
baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan
perdarahan secara sempurna. Bila uterus refrakter oksitosin, dan
perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual, maka
histerektomi merupakan tindakan terakhir.
Peralatan yang digunakan meliputi sarung tangan steril dan
keadaan sangat gawat lakukan dengan tangan telanjang dengan tangan
yang telah dicuci. Tekniknya yaitu basuh genetalia eksterna dengan
lakukan desinfektan dalam kedaruratan tidak diperlukan. Eksplorasi
dengan tangan kiri sisipkan tinju dalam vornik anterior vagina, tangan
kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan
menangkap dari belakang atas, tamgan dalam menekan uterus keatas
terhadap tangan luar, itu tidak hanya menekan uterus tetapi juga
meregangkan pembuluh aferen sehingga menyempitkan lumennya.
Alasan dilakukan KBI adalah atonia uteri seringkali bisa diatasi
dengan KBI. Jika KBI tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan
tindakan-tindakan lain seperti :
a. Berikan 0,2 ergometrin secara IM atau misoprostrol 600-1000 mcg
dan jangan berikan ergometrin pada ibu dengan hipertensi karena
ergometrin bisa menaikkan tekanan darah.
b. Gunakan jarum dengan ukuran besar (16 atau 18). Pasang infus dan
berikan 500 cc larutan RL yang mengandung 20 IU oksitosin.
c. Pakai sarung tangan steril atau DTT dan ulangi KBI.
d. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit seger rujuk ibu
karena ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu memebutuhkan tindakan
gawat darurat difasilitas kesehatan rujukan mampu melakukan
operasi dan transfusi darah.
e. Teruskan tindakan KBI dan infus cairan hingga ibu tiba di tempat
rujukan.
f. Infus 500 ml perjam pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit dan
berikan tambahan 500 ml per jam hingga tiba ditempat rujukan atau
hingga jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian
lanjutkan dalam jumlah 125 cc / jam.
g. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan cairan 500 ml (botol ke 2)
cairan infus dengan tetesan sedang dan ditambah dengan cairan
secara oral untuk rehidarasi.
Berikut merupakan cara kompresi bimanual eksterna (hanya boleh
dilakukan oleh bidan yang sudah berpengalaman) menurut Ai Yeyeh dan
Lia (2010) seperti :
a. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan
korpus uteri dan diatas simpisis pubis.
b. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang
korpus uteri. Usahakan untuk mencakup atau memegang bagian
uterus seluas mungkin.
c. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan
depan dan belakang agar pembuluh darah dalam anyaman
miometrium dapat dijepit secara manual. Cara ini dapat menjepit
pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk berkontraksi.

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan data
Anamnesa
1) Identitas klien: Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, medicalrecord dll.
2) Keluhan utama : Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan
setelah 28 minggu/trimester III.
 Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
 Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang
robek; terbentuknya SBR, terbukanya osteum/ manspulasi
intravaginal/rectal.
 Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau
kecilnya robekan pembuluh darah dan placenta.

3) Inspeksi
• Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
• Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.

4) Palpasi abdomen
• Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
• Sering dijumpai kesalahan letak
• Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala
biasanya kepala masih goyang/floating

b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Obstetri
Memberikan imformasi yang penting mengenai kehamilan
sebelumnyaagar perawat dapat menentukan kemungkinan
masalah pada kehamilan sekarang. Riwayat obstetri meliputi:
• Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
• Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
• Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan,
dan penolong persalinan
• Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
• Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi,
dan perdarahan.
• Komplikasi pada bayi
• Rencana menyusui bayi

2) Riwayat mensturasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan
taksiran persalinan(TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama
haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHt
dapat digunakan rumus naegle, yaitu hari ditambah tujuh, bulan
dikurangi tiga, tahun disesuaikan.

3) Riwayat Kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada
janin, ibu, ataukeduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus
didapatkan pada saat kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi
oral sebelum kelahiran dan berlanjut pada kehamilan yang tidak
diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan organ seksual
pada janin.

4) Riwayat penyakit dan operasi:


Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan
penyakit ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena
itu, adanya riwayat infeksi, prosedur operasi, dan trauma pada
persalinan sebelumnya harus di dokumentasikan

c. Pemeriksaan fisik
1) Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
1. Rambut dan kulit
• Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu
dan linea nigra.
• Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen
dan paha.
• Laju pertumbuhan rambut berkurang.
2. Mata : pucat, anemis
3. Hidung
4. Gigi dan mulut
5. Leher
6. Buah dada / payudara
• Peningkatan pigmentasi areola putting susu
• Bertambahnya ukuran dan noduler
7. Jantung dan paru
• Volume darah meningkat
• Peningkatan frekuensi nadi
• Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan
pembulu darah pulmonal.
• Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
• Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan
nafas.
• Diafragma meninggi
• Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan
dada.
8. Abdomen
• Menentukan letak janin
• Menentukan tinggi fundus uteri
9. Vagina
• Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna
kebiruan ( tanda Chandwick)
• Hipertropi epithelium
10. System musculoskeletal
• Persendian tulang pinggul yang mengendur
• Gaya berjalan yang canggung
• Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan
dengan diastasis rectal
2) Khusus
a) Tinggi fundus uteri
b) Posisi dan persentasi janin
c) Panggul dan janin lahir
d) Denyut jantung janin

B. DIAGNOSA
a. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan rupture pada lokasi
implantasi , perdarahan
b. Resti infeksi b.d insisi luka operasi
c. Ansietas berhubungan dengan proses akan dilakukannya
pembedahan, kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang akan
dilakukan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan kriteria


No Intervensi
Keperawatan hasil
1. Gangguan NOC : NIC :
keseimbangan  Fluidbalance Fluid management
cairan dan elektrolit  Hydration  Timbang popok/pembalut jika
b.d syok  Nutritional Status : diperlukan
hipovolemik Food andFluid  Pertahankan catatan intake dan
 Intake output yang akurat
Kriteria Hasil :  Monitor status hidrasi (kelembaban
 Mempertahankan membran mukosa, nadi adekuat,
urine output sesuai tekanan darah ortostatik ), jika
dengan usia dan diperlukan
BB, BJ urine  Monitor vital sign
normal, HT normal  Monitor masukan makanan / cairan
 Tekanan darah, dan hitung intake kalori harian
nadi, suhu tubuh  Kolaborasikan pemberian cairan IV
dalam batas  Monitor status nutrisi
normal  Berikan cairan IV pada suhu
 Tidak ada tanda ruangan
tanda dehidrasi,  Dorong masukan oral
 Elastisitas turgor  Berikan penggantian nesogatrik
kulit baik, sesuai output
membran mukosa  Dorong keluarga untuk membantu
lembab, tidak ada pasien makan
rasa haus yang  Tawarkan snack (jus buah, buah
berlebihan segar)
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi
 HypovolemiaManagement
 Monitor status cairan termasuk
intake dan output cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk menambah
intake oral
 Pemberian cairan lV monitor
adanya tanda dan gejala kelebihan
volume cairan
 Monitor adanya tanda gagal ginjal
2 Resti infeksi b.d NOC : NIC :
insisi luka operasi  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
 Knowledge :  Bersihkan lingkungan setelah
Infection control dipakai pasien lain
 Risk control  Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil :  Batasi pengunjung bila perlu
 Klien bebas dari  Instruksikan pada pengunjung untuk
tanda dan gejala mencuci tangan saat berkunjung dan
infeksi setelah berkunjung meninggalkan
 Mendeskripsikan pasien
proses penularan  Gunakan sabun antimikrobia untuk
penyakit, factor cuci tangan
yang  Cuci tangan setiap sebelum dan
mempengaruhi sesudah tindakan kperawtan
penularan serta  Gunakan baju, sarung tangan
penatalaksanaann sebagai alat pelindung
ya,  Pertahankan lingkungan aseptik
 Menunjukkan selama pemasangan alat
kemampuan untuk  Ganti letak IV perifer dan line
mencegah central dan dressing sesuai dengan
timbulnya infeksi petunjuk umum
 Jumlah leukosit  Gunakan kateter intermiten untuk
dalam batas menurunkan infeksi kandung
normal kencing
 Menunjukkan  Tingktkan intake nutrisi
perilaku hidup  Berikan terapi antibiotik bila perlu
sehat Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
3. Ansietas b.d NOC : NIC :
kurangnya  Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan
pengetahuan  Coping kecemasan)
terhadap tindakan Kriteria Hasil :  Gunakan pendekatan yang
yang akan  Klien mampu menenangkan
dilakukan mengidentifikasi  Nyatakan dengan jelas harapan
dan terhadap pelaku pasien
mengungkapkan  Jelaskan semua prosedur dan apa
gejala cemas yang dirasakan selama prosedur
 Mengidentifikasi,  Temani pasien untuk memberikan
mengungkapkan keamanan dan mengurangi takut
dan menunjukkan  Berikan informasi faktual mengenai
tehnik untuk diagnosis, tindakan prognosis
mengontol cemas  Dorong keluarga untuk menemani
 Vital sign dalam pasien
batas normal  Lakukan back / neck rub
 Postur tubuh,  Dengarkan dengan penuh perhatian
ekspresi wajah,  Identifikasi tingkat kecemasan
bahasa tubuh dan  Bantu pasien mengenal situasi yang
tingkat aktivitas menimbulkan kecemasan
menunjukkan  Dorong pasien untuk
berkurangnya mengungkapkan perasaan, ketakutan,
kecemasan persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
 Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan

DAFTAR PUSTAKA
Benson Ralph C, Pernoll Martin L, 2009, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi,
EGC, Jakarta
Manuaba .I.G.B, dkk, 2007, Pengantar Kuliah Obstetri, EGC, Jakarta
Marmi, dkk, 2014, Asuhan Kebidanan Patologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Prawiroharjo, 2011, Ilmu Kandungan, Bina Pustaka, Jakarta
Rukiyah Ai Yeyeh, Yulianti Lia, 2010, Asuhan Kebidanan IV (Patologi
Kebidanan), Trans Info Media, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai