Anda di halaman 1dari 20

A.

KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan oedema

akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan..

Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema dan

proteinuria yang timbul karena.

Pre eklampsia adalah suatu sindrom klinik dalam kehamilan Urobie (usia

kehamilan > 20 minggu dan atau berat janin 500 gram) ditandai dengan hipertensi,

proteinuria dan oedema. Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan urobie pada

penyakit tropobiasit.

2. ETIOLOGI
Apa yang mnjadi penyebab pre eklampsia sampai sekarang belum

diketahui, ada pendapat yeng menerangkan penyebab yang sering terjadi yaitu :

1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primgraviditas, kehamilan ganda,

hidramnion dan molahidatidosa.

2. Bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan

3. Dapat terjadi perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dan uterus.

4. Timbulnya hipertensi, edema proteinuria, kejang dan koma. Oleh karena itu

tidak ada karakteristik tertentu yang mengidentifikasikan wanita yang akan

mengalami pre eklampsia, akan tetapi ada beberapa faktor resiko yaitu

primigravida, grande multi, kehamilan ganda dan penyakit ginjal.

KLASIFIKASI PRE EKLAMSI


Preeklampsia riangan dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1. Preeklampsia ingan bila disertai dengan keadaan sebagai berikut :

a. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring

telentang, atau kenaikan sistdik 30 mmHg atau lebih cara pengukuran

1
sekurang-urangnnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,

sebaiknya 6 jam.

b. Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka : atau kehamilan berat badan 1

kg lebih atau lebih perminggu.

c. Proteinuria kwantitatif 0,3 gram atau lebih perliter : kwalitatif 1 + atau 2 +

pada urun kater atau midstream.

2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :

a. Tekanan darah 16/110 mmHg atau lebih

b. Proteinuria 5 gram atau lebih perliter

c. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500cc per 24 jam

d. Adanya gangguian serbral, gangguan visus, dan rasa nyeri di pigastrium.

e. Terdapat edema paru dan sisanosis

3. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sistem pembuluh darah berfungsi untuk tempat mengalirnya darah dari jantung
menyebar ke seluruh jaringan tubuh kembali ke jantung. Pembuluh darah aorta
sampai di arteriole disebut pembuluh darah arteri. Sedangkan pembuluh darah
venolus sampai dengan vena kava disebut pembuluh darah vena.
Pembagian anatomis sistem vaskuler:
a. Sistem distribusi: terdiri dari arteri dan arteriola sebagai transpor atau
penyalur darah ke semua organ dan jaringan sel tubuh serta mengatur
alirannya ke bagian-bagian tubuh yang membutuhkan.

2
b. Sistem difusi: pembuluh darah kapilerr yang ditandai dengan dindingnya
yang tersusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan proses difusi bahan
didalamnya seperti: karbondioksida, oksigen, zat gizi dan sisa metabolisme
serta sel darah dapat melaluinya.
c. Sistem pengumpul: berfungsi menerima dan mengumpulkan darah dari
kapiler dan pembuluh limfe langsung dari sistem vena, berfungsi
mengalirkan kembali darah ke jantung. Sistem saluran vaskuler merupakan
sistem tertutup. Darah yang terdapat dalam pembuluh vena dapat
dipompakan oleh jantung ke dalam sistem pembuluh darah arteri kemudian
kembali ke sistem vena. Kontraksi dan relaksasi jantung menimbulkan
perubahan tekanan yang memompakan darah dari jantung dan kembali ke
jantung.

Tekanan darah
Kekuatan tekanan darah ke dinding pembuluh darah yang menampung,
mengakibatkan tekanan ini berubah-ubah pada setiap siklus jantung. Pada saat
ventrikel kiri memaksa darah masuk ke aorta, tekanan naik sampai puncak yang
disebut tekanan sistolik. Pada waktu diastole tekanan turun sampai mencapai titik
terendah disebut tekanan diastole.
Faktor- faktor yang mempertahankan tekanan darah:
a. Kekuatan jantung memompakan darah, membuat tekanan yang dilakukan
jantung sehingga darah bisa beredar ke seluruh tubuh dan darah dapat kembali
lagi ke jantung.
b. Viskositas (kekentalan) darah, disebabkan protein plasma dan jumlah sel
yang beredar dalam aliran darah.
c. Elastisitas dinding aliran darah. Di dalam arteri tekanan lebih besar daripada
didalam vena sebab otot yang membungkus arteri lebih elastis daripada vena.
d. Tahanan tepi. Tahanan yang dikeluarkan oleh darah mengalir dalam
pembuluh darah dalam sirkulasi darah besar yang berada dalam arterial.
Turunnya tekanan mengakibatkan denyut pada kapiler dan vena tidak teraba.

3
Pusat pengawasan dan pengaturan perubahan tekanan darah:
a. Sistem saraf yang terdiri dari pusat-pusat yang terdapat di batang otak, misalnya
pusat vasomotor dan diluar susunan saraf pusat misalnya baroreseptor dan
sistemik.
b. Sestem humoral atau kimia yang berlangsung lokal atau sistemik, misalnya
renin-angiotensin, vasopresin, epinefrin, asetilkolin, serotinin, adenosin dan
kalsium, magnesium, hidrogen, kalium dan lainnya.
c. Sistem hemodinamik lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah, susunan
kapiler, perubahan tekanan osmotik dan hidrostatik bagian luar dan dalam
sistem vaskuler.

4. PATOFISIOLOGI
Perubahan pada tekanan darah disebabkan spasmus pembuluh darah yang

disertai dengan retensi garam dan air, bila spesmus pembuluh darah ditemukan

diseluruh tubuh, maka tekanan darah yang meningkat merupakan usaha untuk

mengatasi tekanan periver agar kebutuhan oksigen dalam jaringan dapat dicakup.

Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang

berlebihan dalam ruang intresititial belum diketahui sebabnya. Perubahan yang

terjadi pada ginjal disebabkan oleh aliran darah keginjal menurun, menyebabkan

filtrasi glomerulus berkurang sehingga menyebabkan diuresis turun dan pada

kehamilan lanjut dapat terjadi diguria atau anuria.

suatu keadaan hiperdinamika dimana temuan khas hipertensi dan proteinuria

merupakan akibat hiperfusi ginjal untuk mengendalikan sejumlah besar darah yang

berfungs diginjal, timbul reaksi vasospasme ginjal sebagai suatu mekanime

protektif, sehingga akan mengakibatkan keluhan nyeri kepala dan gangguan

pengelihatan atau perubahan mental serta tingkat kesadaran yang akan menjadi

eklamspsia.

4
5. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Trijatmo (2005), gejala subjektif pada preeklamsia yaitu :

1. Sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia.

2. Penglihatan kabur.

3. Nyeri di daerah epigastrium.

4. Mual atau muntah-muntah.

5. Tekanan darah akan meningkat lebih tinggi.

6. Edema dan proteinuria bertambah meningkat.

Selain gejala subjektif preeklamsia di atas, tanda dan gejala preeklamsia

ringan diantaranya:

1. Kenaikan tekanan darah sistolik 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg;

diastolik 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg.

2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni).

3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan.

Sedangkan tanda dan gejala pada preeklamsia berat diantaranya :

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg.

2. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.

3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning).

4. Trombosit < 100.000/mm3.

5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml/24 jam).

6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g/L).

7. Nyeri ulu hati.

8. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat.

9. Perdarahan di retina (bagian mata).

10.Edema (penimbunan cairan) pada paru

5
6. KOMPLIKASI
a. Perdarahan subkapsula hepar
b. Kelainan pembekuan darah (DIC)
c. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated, liver, enzymes dan low platelet count).
d. Ablasio retina
e. Gagal jantung hingga syok dan kematian

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Uji diagnostik dasar.

1) Pengukuran tekanan darah.

2) Analisi protein dalam urine.

3) Pemeriksaan edema.

4) Pengukuran tinggi fundus uteri.

5) Pemeriksaan funduskopik.

b. Uji laboratorium.

1) Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada

sediaan darah tepi).

2) Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotranferase).

3) Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).

c. Uji untuk meramalkan hipertensi.

1. Roll-over test.

2. Pemberian infus angiotensin II.

8. PENATALAKSANAAN
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat

selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :

6
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah
pengobatan medisinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
Pengobatan medisinal pasien preeklamsia berat yaitu :
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit, refleks
patella setiap jam.
3. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-
125cc/jam) 500 cc.
4. Antasida
5. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
6. Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40
mg/im.
8. Antihipertensi diberikan bila :
a. Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg atau
MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis
kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan
perfusi plasenta.
b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan
obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi.
Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press
disesuaikan dengan tekanan darah.
d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5
kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama
mulai diberikan secara oral.
9. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
Pemberian Magnesium Sulfat. Cara pemberian magnesium sulfat :

7
a. Dosis awal sekitar 4 gr MgSO4 IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit
kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti
segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gr di bokong kanan (40% dalam 10 cc)
dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat
diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada
suntikan IM.
b. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam
pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6
jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
c. Syarat-syarat pemberian MgSO4
1) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram
(10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
2) Refleks patella positif kuat.
3) Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
4) Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).
d. Magnesium dihentikan bila :
1) Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP,
kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena
kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U
magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq
terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter
terjadi kematian jantung.
2) Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat, hentikan
pemberian magnesium sulfat :
a) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)
b) secara IV dalam waktu 3 menit.
c) Berikan oksigen.
d) Lakukan pernapasan buatan.
3) Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca
persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
Pengobatan Obstetrik:

8
a. Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu, yaitu :
1. Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5
atau lebih dan dengan fetal heart monitoring.
2. Seksio sesaria bila :
a) Fetal assesment jelek
b) Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari
5) atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
c) 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase
aktif.
d) Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi
dengan seksio sesaria.
b. Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu
 Kala I
1. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio
sesaria.
2. Fase aktif : Amniotomi dan bila 6 jam setelah amniotomi belum
terjadi pembukaan lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila
perlu dilakukan tetesan oksitosin).
 Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan. Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-
kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pada
kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan memungkinkan,
terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
c. Perawatan Konservatif
1. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai
tanda-tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada
pengelolaan aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan
intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong
kiri dan 4 gram pada bokong kanan.
3. Pengobatan obstetri :
a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

9
b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre
eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap
pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi.
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi
lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
4. Penderita dipulangkan bila :
a. Penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-tanda preeklamsia
ringan dan telah dirawat selama 3 hari.
b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklamsia
ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre
eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah menetap melebihi nilai dasar setelah 20minggu

kehamilan. Riwayat hipertensi kronis, nadi mungkin menurun, dapat mengalami

memar spontan, perdarahan lama, atau epistaksis (trombositopenia).

B. Eliminasi
Fungsi ginjal mungkin menurun (kurang dari 400ml/24jam) atau tidak ada.

C. Makanan/cairan
Mual, muntah. Penambahan berat badan 2+1b [0,9072kg] atau lebih dalam

1minggu, 6 1b [2,72kg] atau lebih/bulan (tergantung pada lamnya gestasi).

Malnutrisi (kelebihan atau kurang berat badan 20% atau lebih besar), masukan

protein/kalori kurang. Edema mungkin ada, dari ringan sampai berat/umum dan

dapat meliputi wajah, ekstrimitas dan sistim organ. Diabetes melitus.

10
D. Neurosensori
Pusing, sakit kepala frontal. Diplopia, penglihatan kabur. Hiperefleksia.

Kacau mental-tonik, kemudian fase tonik-klonik, diikuti dengan periode

kehilangan kesadaran. Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan edema atau

spasme vaskuler.

E. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri epigastrik (region kuadran atas kanan [KkaA]).

F. Penapasan
Pernapasan mungkin kurang dari 14x/menit. Krekels mungkin ada.

G. Keamanan
H. Ketidaksesuaian Rh mungkin ada.
I. Seksualitas
Primmigravida, gestassi multipel, hidramnion, mola hidratidosa, hidrops

fetalis (Antigen-antibodi Rh). Gerakan bayi mungkin berkurang. Tanda-tanda

abrupsi plasenta mungkin ada..

J. Penyuluhan/pembelajaran
Remaja (di bawah usia 15 tahun) dan primigravida lansia (usia 35 tahun

atau lebih) berisiko tinggi. Riwayat keluarga hipertensi karena kehamilan

(HKK).

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan (kegagalan regulasi) berhubungan dengan

kehilangan protein plasma, penurunan tekanan osmotik koloid plasma

menyertai perpindahan cairan dari kompartemen vaskuler.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia/penurunan

aliran balik vena, peningkatan tahanan vaskuler sistemik.

11
c. Perubahan perfusi jaringan, uteroplasenta berhubungan dengan

hipovolemia ibu, interupsi aliran darah (vasospasme progresif dari arteri

spiral).

d. Nyeri akut berhubungan dengan menghebatnya aktivitas uterus,

ketidaknyamanan berkenaan dengan hipertensi atau infus oksitosin;

hipoksia miometrik (abrupsio plasenta) dan ansietas.

e. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi/pengaruh buruk

interpersonal, ancama kematian.

f. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas janin berhubungan

dengan perubahan alliran darah, vasospasme dan/atau kontraksi uterus

yang lama

2. Rencana asuhan keperawatan (kriteria hasil, intervensi dan rasional)

a. Kekurangan volume cairan (kegagalan regulasi) berhubungan dengan

kehilangan protein plasma, penurunan tekanan osmotik koloid plasma

menyertai perpindahan cairan dari kompartemen vaskuler.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan

volume cairan dapat terpenuhi.

Kriteria hasil :

1) Mengungkapkan pemahaman tentang kebutuhan akan pemantauan

yang ketat dari berat badan, TD, protein urine, dan edema.

2) Berpartisipasi dalam regimen teraupetik dan pemantauan sesuai

indikasi.

3) Menunjukkan hematokrit dalam batas normal dan edema fisiologis

tanpa adanya tanda piting.

12
Intervensi :

1.) Timbang berat badan klien secara rutin. Anjurkan klien untuk

memantau berat badan di rumah antara waktu kunjungan.

Rasional : Penambahan BB bermakna dan tiba-tiba (misal : lebih dari

1,5 kg/bln dalam trimester ke-2 atau lebih dari 0,5kg/minggu pada

trimester ke tiga) menunjukkan retensi cairan. Gerakan cairan dari

vaskuler ke ruang interstisial mengakibatkan edema.

2.) Bedakan edema kehamilan yang patologis dan fisiologis, pantau

lokasi dan derajat pitting.

Rasional : adanya edema pitting pada wajah, tangan, kaki, area skral

atau dinding abdomen, atau edema yang tidak hilang setelah 12 jam

tirah baring.

3.) Perhatikan perubahan pada kadar Ht/Hb

Rasional : mengidentifikasi derajat hemokonsentrasi yang disebabkan

oleh perpindahan cairan. Bila Ht kurang dari 3x kadar Hb terjadi

hemokonsentrasi.

4.) Kaji ulang masukan diet dari protein dan kalori. Berikan informasi

sesuai kebutuhan.

Rasional : Insiden hipovolemia dan hipoperfusi pranatal dapt diturunkan

dengan nutrisi yang adekuat, ketidakadekuatan protein/kalori

meningkatkan resiko pembentukan edema.

5.) Pantau masukan dan haluaran. Perhatikan warna urin, dan ukur berat jenis

sesuai indikasi.

13
Rasional : Haluaran urin adalah indikator sensitif dari sirkulasi volume

darah. Oliguria menandakan hipovolemi berat dan ada masalh pada ginjal.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipovolemia/penurunan aliran

balik vena, peningkatan tahanan vaskuler sistemik.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keerawatan selama 1x24 jam diharapkan curah

jantung klien kembali normal.

Kriteria hasil :

1.) Melaporkan tidak adanya atau menurunnya kejadian dipsnea.

2.) Mengubah tingkat aktifitas sesuai kondisi.

3.) Tetap normotensif selama sisa kehamilan.

Intervensi :

1.) Pantau TD dan nadi

Rasional : Tidak menunjukkan respon kardiovaskuler normal pada

kehamilan (hipertrofi ventrikel kiri, peningkatan volume plasma, relaksasi

vaskuler dengan penurunan tahanan perifer).

2.) Lakukan tirah baring pada klien dengan posisi miring kiri.

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, curah jantung, dan perfusi

ginjal/plasenta.

3.) Berikan obat antihipertensi.

Rasional : Obat antihipertensi bekerja secara langsung pada arteriol untuk

meningkatkan relaksasi otot polos kardiovaskuler dan membantu

meningkatkan suplai darah ke serebrum, ginjal, uterus, dan plasenta.

14
c. Perubahan perfusi jaringan, uteroplasenta berhubungan dengan hipovolemia

ibu, interupsi aliran darah (vasospasme progresif dari arteri spiral).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam

diharapkan perfusi jaringan kembali membaik.

Kriteria hasil :

1.) Mendemonstrasikan reaktivitas SSP normal.

2.) Tidak ada penurunan frekuensi jantung pada CST/OCT (contraction

stress test/oxytocin challenge test).

Intervensi :

1.) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas janin.

Rasional : Merokok, penggunaan obat, kadar glukosa serum, bunyi

lingkungan, waktu dalam sehari dan siklus tidur bangun dari janin dapat

meningkat atau menurunkan gerakan janin.

2.) Tinjau ulang tanda-tanda abrupsi plasenta (mis: perdarahan vagina, nyeri

tekan uterus, nyeri abdomen, dan penurunan aktivitas janin).

Rasional : Pengenalan dan intervensi dini meningkatkan kemungkinan

hasil yang positif.

3.) Evaluasi pertumbyhan janin, ukur kemajuan pertumbyhan fundus tiap

kunjungan.

Rasional : penurunan fungsi plasenta dapat menyertai hipertensi. Strees

intra uterus kronis dan insufisiensi uteroplasenta menurunkan jumlah

kontribusi janin pada penumpukan cairan

15
4.) Bantu dengan mengkaji ukuran plasenta dengan menggunakan

ultrasonografi.

Rasional : penurunan fungsi dan ukuran plasenta dihubungkan pada

hipertensi kehamilan.

d. Nyeri akut berhubungan dengan menghebatnya aktivitas uterus,

ketidaknyamanan berkenaan dengan hipertensi atau infus oksitosin; hipoksia

miometrik (abrupsio plasenta) dan ansietas.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan

nyeri klien hilang/terkontrol.

Kriteria hasil :

1) Klien tidak merasakan nyeri lagi.

2) Klien tampak rilek.

3) Kontraksi uterus efektif.

Intervensi :

1.) Kaji sumber dan sifat nyeri/ketidaknyamanan.

Rasional : membantu dalam menentukan respons keperawatan yang tepat.

Tingkatkan ketidaknyamanan berkenaan dengan aktivitas uterus dapat

lebih intensif pada klien dengan hipertensi.

2.) Tinjau/anjurkan penggunaan teknik relaksasi dan pernapasan terkontrol.

Rasional : Klien mungkin tidak menyelesaikan/berpartisipasi dalam kelas

kelahiran anak, atau stress dari situasi dapat menggangu kemampuannya

untuk mengingat/melakukan aktivitas ini.

3.) Diskusikan ketersediaan anestesi dan analgesik.

16
Rasional : pengetahuan memampukan klien membuat pilihan berdasarkan

informasi dan mempertahankan rasa terkontrol.

4.) Kurangi/hentikan infus oksitosin pada adanya respons uterus atau

penurunan relaksasi diantara kontraksi.

Rasional : Membantu mengakhiri respon hipersensitif. Kontraksi tetanik

dapat menyebabkan ruptur uterus.

e. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmisi/pengaruh buruk

interpersonal, ancama kematian.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x30 menit ansietas

klien teratasi.

Kriteria Hasil : klien mau mengungkapkan perasaannya secara terbuka.

Intervensi :

1.) Kaji sumber dan tingkat ansietas klien/pasangan.

Rasional : Semua klien mengalami persalinan dan kelahiran dengan derajat

tertentu dari ansietas, yang menjadi lebih tinggi pada situasi berisiko

tinggi. Ansietas ini secara langsung berhubungan denagan rasa takut

karena ketidaktahuan karena perkiraan hasil akhir bagi klin dan janin

kurang.

2.) Anjurkan pengungkapan perasaan, berikan dukungan emosi yang cepat.

Rasional : membantu klien/pasanangan dalam ngidentifikasi masalah

khusus dan membantu menghilangkan ansietas.

3.) Informasikan klien bahwa dokter anak akn datang pada saat kelahiran, bila

mungkin kenalkan klien pada dokter anak sebelum kelahiran.

17
Rasional : menjamin klien/pasangan bahwa pada kelahiran, bayi akan ada

dalam penanganan kompeten dan menerima perawatan yang tepat.

f. Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas janin berhubungan dengan

perubahan alliran darah, vasospasme dan/atau kontraksi uterus yang lama.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepeerawatan selama 3x24 jam

diharapkan tidak mengalami kerusakan pertukaran gas pada janin.

Kriteria hasil :

1.) Bebas dari deselerasi lambat.

2.) Memanifestasikan variabilitas yang baik.

3.) Mendemonstrasikan frekuensi jantung dasar

Intervensi :

1.) Kaji denyut jantung janin, perhatikan perubahan periodik (akselerasi dan

deselerasi) dan pola variabilitas jangka pendek dan jangka panjang.

Laporkan penurunan variabilitas dan deselerasi lambat bila ada.

Rasional : Deselerasi lambat atau berulang yang disertai dengan penurunan

variabilitas atau takikardia kemudian bradikardia dapat menandakan

insufisiensi uteroplasenta atau potensial pelemahan/kematian janin.

2.) Tinggikan kaki klien, berikan oksigen melalui kanul nasal pada 10-

12L/mnt.

Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, volume darah sirkulasi dan

ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.

3.) Siapkan untuk kelahiran vagina atau kelahiran sesaria tergantung pada

status janin dan dilatasi servikal.

18
Rasional : Intervensi mungkin perlu untuk mencegah pelemahan

janin/neonatal karena afiksia.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anik & Yulianingsih 2009, Asuhan kegawatdaruratan dalam Kebidanan, Trans Info Media,
Jakarta.

Doengoes, Marilynn E 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk


Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, edk 2, EGC, Jakarta.

Saifuddin, Abdul B 2002, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Jakarta.

Mochtar, Rustam 1998, Sinopsi Obstetri, EGC, Jakarta.

http://one.indoskripsi.com/node/9081,dilihat pada 16 April 2010

Prawirohardjo, Sarwono 2009, Ilmu Kebidanan Cetakan ke 2, edk 4, Bina Pustaka, Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai