Anda di halaman 1dari 45

PENANGANAN ATONIA UTERI

DAN RATENSIO PLASENTA

KELOMPOK 1 :
1. D I V A Z I K R I D I L A
2. R I S K A M A R D I A N T I
3. N O P R I K A Y A N T I
4. D E V I S E P T I A N I
PENGERTIAN

Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana


Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini
terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.
(Nugroho, 2012).
Atonia Uteri Adalah Pendarahan Obstetri Yang
Disebabkan Oleh Kegagalan Uterus Untuk
Berkontraksi Secara Memadai Setelah Kelahiran
(Cuningham, 2013).
PENYEBAB

Atonia uteri dapat terjadi karena :


Plasenta yang terlepas sebagian
Tertinggalnya kotiledon
Persalinan cepat/ partus presipitatus
Persalinan lama
Polihidramnion dan kehamilan kembar
Plasenta previa
Solusio plasenta
Penanganan yang salah pada persalinan kala III
Kandung kemih penuh
Tanda dan gejala

Tanda dan Gejala yang Kontraksi lembek,


gejala selalu ada perdarahan post
partum

Gejala kadang Syok, TD rendah,


timbul nadi cepat dan
kecil, gelisah
Manifestasi Klinis

1) Uterus tidak berkontraksi dan lunak


2) Perdarahan segera setelah plasenta lahir
Diagnosa

Diagnosa ditegakan bila setelah plasenta lahir darah


banyak keluar dan uterus tidak berkontraksi segera
setelah plasenta lahir. Perlu diperhatikan bahwa saat
atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih
ada darah sebanyak 500- 1000 ml yang sudah keluar
dari pembuluh darah dan masih terperangkap dalam
uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi
pemberian darah pengganti
Penanganan 

Masase Fundus Uteri segera setelah lahirnya


plasenta (maksimal 15 detik).
Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari
vagina dan lubang serviks.
Pastikan bahwa kandung kemih kosong
Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit
Keluarkan tangan perlahan-lahan.
Lanjutan,,,,

Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan


jika hipertensi)
Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18
dan berikan 500 cc ringer laktat + 2 ampul oksitosin.
Ulangi kompresi bimanual internal
Dampingi ibu ke tempat rujukan dengan tetap
melakukan KBI
Penatalaksanaan Atonia uteri Manajemen Aktif kala III

1. Pemberian suntikan Oksitosin


• Periksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal
• Suntikan Oksitosin 10 IU IM
2. Peregangan Tali Pusat
• Klem tali pusat 5-10 cm dari vulva/gulung tali pusat
• Tangan kiri di atas simfisis menahan bagian bawah uterus, tangan
kanan meregang tali pusat 5-10 cm dari vulva
• Saat uterus kontraksi, tegangkan tali pusat sementara tangan kiri
menekan uterus dengan hati-hati arah dorso-kranial.
Lanjutan...

3. Mengeluarkan Plasenta
• Jika tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya
pelepasan plasenta, minta ibu meneran sedikit sementara tangan
kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian keatas dengan
kurve jalan lahir .
• Bila tali pusat bertambah panjang tetapi belum lahir, dekatkan
klem ± 5-10 cm dari vulva .
• Bila plasenta belum lepas setelah langkah diatas, selama 15 menit
lakukan suntikan ulang 10 IU oksitosin i.m, periksa kandung
kemih lakukan katerisasi bila penuh, tunggu 15 menit, bila belum
lahir lakukan tindakan plasenta manual.
RATENSIO PLASENTA

Retensio Plasenta adalah tertahannya atau belum


lahirnya plasenta selama 30 menit setelah bayi
lahir. Hal itu disebabkan karena plasenta belum
lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah
lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Plasenta yang
sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala
tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara
plasenta dan uterus.
Faktor-faktor penyebab terjadinya retensio plasenta

1) Manajemen aktif kala III yang salah, salah satunya pengeluaran
plasenta yang tidak hati – hati
2) His kurang kuat
3) Bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis), dan
ukurannya yang sangat kecil juga menjadi faktor penyebab
terjadinya retensio plasenta.
4) Ketidaknormalan perlekatan plasenta pada miometrium, atau
karena plasenta telah berhasil terlepas namun tetap berada dalam
uterus karena sebagian serviks tertutup. Kegagalan pelepasan
plasenta jauh lebih mengkhawatirkan daripada terperangkapnya
plasenta di dalam uterus.
5) Kelainan pertumbuhan rahim: uterus sub septus dan dan uterus
bicornis.
Tanda-tanda retensio plasenta

Dibagi menjadi dua yaitu:


1) Tanda-tanda yang selalu ada
a) Plasenta belum lahir 30 menit setelah anak lahir
b) Ada perdarahan
c) Kontraksi uterus baik
d) Pada eksplorasi jalan lahir tidak ada robekan.
Tanda-tanda yang kadang menyertai
a) Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
b) Inverio uteri akibat tarikan
c) Perdarahan lanjutan.
Klasifikasi

1. Plasenta adhesiva, yaitu kegagalan mekanisme


separasi fisiologis akibat tertanamnya plasenta
dalam rahim.
2. Plasenta akreta, yaitu plasenta yang tertanam
hingga sebagian lapisan otot rahim.
3. Plasenta inkreta, yaitu plasenta yang tertanam
hingga keseluruhan lapisan otot rahim.
4. Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta
akibat mulut rahim yang menyempit.
Patofisiologi

Segera setelah bayi lahir, uterus berhenti kontraksi namun


secara perlahan, tetapi progresif uterus mengecil, yang
disebut retraksi. Pada masa retraksi itu uterus lembek
namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek
kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh
pembuluh darah yang berjalan dicelah-celah serabut otot-
otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim itu sendiri.
Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas
seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa
menghalangi proses retraksi yang normal dan
menyebabkan banyak kehilangan darah
Diagnosis

Tanda-tanda klasik dari pelepasan plasenta adalah


1. perpanjangan tali pusat
2. semburan darah dari vagina yang menandakan pemisahan
plasenta dari dinding rahim
3. perubahan bentuk fundus uteri dari discoid menjadi globuler, dan
4. kontraksi fundus.
Jika terdapat tanda-tanda pelepasan plasenta tersebut dan os serviks
tampak sempit, tetapi plasenta belum lahir, kemungkinan plasenta
terperangkap di uterus. Tetapi bila tidak adanya tanda-tanda
pelepasan plasenta, fundus lembut dan bentuknya tidak globuler
kemungkinan terjadi plasenta
akreta atau plasenta adherens
Penanganan Ratensio Plasenta

 Penatalaksanaan Retensio Plasenta


Plasenta Manual dilakukan dengan :
• Dengan narkosis
• Pasang infus NaCl 0.9%
• Tangan kanan dimasukkan secara obstetrik ke dalam
vagina Tangan kiri menahan fundus untuk mencegah
korporeksis Tangan kanan menuju ostium uteri dan terus
ke lokasi plasenta
• Tangan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta
yang sudah lepas
• Dengan sisi ulner, plasenta dilepaskan
Lanjutan,,,,

Pengeluaran isi plasenta


• Pengeluaran Isi Plasenta dilakukan dengan cara kuretase
• Jika memungkinkan sisa plasenta dapat dikeluarkan
secara manual
• Kuretase harus dilakukan di rumah sakit
• Setelah tindakan pengeluaran, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau
peroral
• Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
Robekan Jalan Lahir

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir


lengkap dankontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Tanda dan gejala

 Robekan jalan lahirTanda dan Gejala yang selalu ada :


1. Pendarahan segera
2. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
3. Uterus kontraksi baik
 Plasenta baikGejala dan tanda yang kadang-kadang ada :
1. Pucat
2. Lemah
3. menggigil
Etiologi
Penatalaksanaan Robekan jalan lahir
Penatalaksanaan robekan tergantung pada tingkat robekan.
Penatalaksanaan pada masing-masing tingkat robekan adalah sebagai
berikut :
Robekan perineum tingkat I : Dengan cut gut secara jelujur atau jahitan
angka delapan (figure of eight).
Robekan perineum tingkat II :
• Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, harus
diratakan lebih dahulu
• Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan klem kemudian
digunting
• Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut secara
terputusputus atau jelujur. Jahitan mukosa vagina dimulai dari puncak
robekan, sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
Lanjutan,,,,

Robekan perineum tingkat III (Kewenangan dokter).


• Dinding depan rektum yang robek dijahit
• Fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan
catgut kromik
• Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit
dengan klem, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik
• Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit
robekan perineum tingkat II.
Robekan perineum tingkat IV (Kewenangan dokter)
• Dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan
dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit
kabupaten/kota.
Lanjutan..

Robekan dinding Vagina


Robekan dinding vagina harus dijahit
Kasus kalporeksis dan fistula visikovaginal harus
dirujuk ke rumah sakit.
Ingatlah bahwa robekan perineum tingkat III dan IV
bukan kewenangan bidan untuk melakukan
penjahitan.
Robekan Jalan Lahir Derajar III/IV

Robekan jalan lahir derajat 3 terjadi ketika robekan


terjadi pada kulit dan otot vagina, perineum, hingga
anus. Kondisi ini perlu mendapatkan penanganan
dokter karena bisa menyebabkan perdarahan yang
berat.
Robekan jalan lahir derajat 4 adalah tingkatan
ruptur perineum yang paling berat. Kondisi ini
terjadi ketika robekan sudah mencapai anus dan
rektum . Kondisi ini perlu ditangani dengan operasi
Gangguan koagulasi

Gangguan pembekuan darah adalah kondisi saat


terjadinya gangguan dalam proses koagulasi alias
pembekuan darah. Normalnya, darah akan mulai
membeku setelah terjadinya cedera untuk mencegah
kamu mengalami kehilangan darah dalam jumlah besar.
Gangguan pembekuan darah (yang juga disebut
trombofilia atau hiperkoagulasi) adalah penyakit yang
melibatkan pembekuan darah secara berlebihan – bahkan
pada daerah di mana seharusnya pembekuan tidak boleh
terjadi; seperti pada pembuluh darah – sehingga
mengakibatkan kondisi yang membahayakan jiwa
Diagnosis

Diagnosis gangguan koagulasi ditegakkan dari


riwayat klinis rinci, pemeriksaan fisik, dan hasil tes
laboratorium.
Riwayat klinis harus memastikan apakah ada
riwayat perdarahan dalam keluarga atau kelainan
perdarahan yang diketahui.
Pengujian laboratorium dapat membedakan
gangguan perdarahan yang disebabkan oleh cacat
pada jalur koagulasi, jalur fibrinolitik, atau
perubahan jumlah atau fungsi trombosit.
Penyebab terjadinya gangguan koagulasi

Faktor V Leiden – Faktor V adalah salah satu faktor protein yang


bertanggung jawab untuk pembekuan. Bagi orang yang memiliki
kelainan genetika ini, tubuh mereka tidak dapat “mematikan” protein
faktor V sehingga menyebabkan pembekuan darah yang berlebihan.
Tingkat keparahan gangguan pembekuan darah tergantung pada
banyaknya gen yang terpengaruh. Jika seorang anak hanya memiliki
satu gen yang terpengaruh, resiko pembekuan darah adalah sekitar 8
kali lebih besar daripada orang lain. Akan tetapi, resikonya
meningkat hingga 80 kali jika seseorang memiliki 2 gen yang
terpengaruh. Pasien yang didiagnosa mengalami penyakit ini juga
rentan terkena trombosis vena dalam atau DVT, di mana gumpalan
darah terbentuk di dalam vena, terutama di daerah kaki. Gumpalan
darah juga dapat dilihat pada organ utama seperti ginjal, hati, dan
otak.
 Kekurangan Protein S dan C – Protein tersebut dibutuhkan untuk
mencegah pembentukan gumpalan darah pada alirah darah, atau saat
sel darah berjalan melalui pembuluh darah. Akan tetapi, mutasi
(perubahan) genetik mungkin akan mencegah protein tersebut
diproduksi dengan cukup, sehingga meningkatkan resiko pembekuan
darah secara berlebihan hingga 20 kali. Walaupun penyakit ini dapat
terbentuk sejak kecil, namun biasanya pembekuan darah akan terlihat
saat masa dewasa.
 Tingginya Kadar Homosistein – Homosistein adalah asam amino yang
dihasilkan tubuh dengan menggunakan metionin (yang diperoleh dari
ikan, susu, dan daging). Metionin diubah menjadi homosistein saat
memasuki aliran darah. Dengan bantuan vitamin B6, homosistein
diubah menjadi sistein, yaitu asam amino yang bertanggung jawab
untuk menjaga bentuk atau susunan protein yang ada pada sel tubuh.
 Obesitas – Hingga saat ini, ahli kesehatan masih tidak mengetahui
bagaimana obesitas meningkatkan resiko pembekuan darah. Tetapi
mereka yakin bahwa gaya hidup yang banyak duduk, kurang bergerak,
perubahan pada kimia darah, dan sebagainya, dapat membentuk suatu
hubungan yang menyebabkan pembekuan darah.

 Pil Keluarga Berencana (KB) – Pil KB meningkatkan kadar estrogen


pada tubuh. Tetapi, pil KB juga meningkatkan produksi faktor
koagulasi yang menyebabkan peningkatan resiko pembekuan darah.

 Aterosklerosis – Kondisi di mana arteri mengeras karena timbunan


plak. Timbunan plak (kolesterol) memiliki tutup yang pada akhirnya
akan pecah. Ketika itu terjadi, tubuh akan mengirim trombosit dan
faktor koagulasi ke daerah tersebut untuk memperbaiki robekan.
Kemudian, hal itu akan menyebabkan pembentukan gumpalan darah
yang dapat semakin mempersempit jalan aliran darah.
Merokok dan stres.
Pola makan yang tidak sehat. Kelebihan kolesterol,
gula dan lemak
Memiliki kadar ACA tinggi :Perempuan dengan kadar
ACA tinggi dibanding dengan rata-rata perempuan
lainnya memiliki risiko lebih tinggi mengidap
penggumpalan darah saat kehamilan. Dalam kasus
kehamilan dengan sindrom ACA, kehadiran janin akan
dianggap benda asing, sehingga tubuh ibu hamil
bereaksi meningkatkan kekebalan tubuh untuk
memerangi janin
Penanganan gangguan koagulasi

Obat anti-fibrinolitik untuk mengobati pendarahan


setelah melahirkan atau operasi.
Pil KB untuk mengurangi perdarahan menstruasi.
Desmopresin.
Obat imunosupresif.
Suplemen vitamin K.
Pengencer darah untuk mengurangi risiko
pembekuan pada orang dengan kondisi gangguan
pembekuan darah.
Tanda dan gejala

Nyeri, bengkak, dan kemerahan di area yang


mengalami sumbatan (biasanya di tungkai atau
kaki).
Kram pada kaki, terutama di trimester ketiga.
Kulit teraba hangat di area bekuan darah.
Nyeri perut, jika sumbatan terjadi di pembuluh
darah perut.
Batuk, nyeri dada, dan sesak napas, jika sumbatan
mengenai pembuluh darah paru-paru.
Persiapan Rujukan Dalam Penanganan Robekan Jalan Lahir Derajat
III/IV

Persiapan rujukan :
1. Pasang infus RL
2. Oksigen nasal kanul 1 L/menit
3. Masase uterus
4. Persiapan kelengkapan surat yang diperlukan
untuk rujukan
5. Rujukan ke dokter bedah
PERDARAHAN POST PARTUM
PRIMER DAN SEKUNDER

 Perdarahan Postpartum Primer (Primery Postpartum Haemorrhage)


Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24
jam pertama kelahiran.
 Perdarahan Postpartum Sekunder (Secondary Postpartum
Haemorrhage) Perdarahan postpartum sekunder adalah perdarahan
lebih dari 500 cc yang terjadi setelah 24 jam pertama setelah bayi lahir,
biasanya antara hari ke 5 sampai 15 hari postpartum
PENATALAKSANAAN PERDARAHAN
POSTPARTUM SEKUNDER
A. ATONIA UTERI
• Teruskan pemijatan uterus
• Pemberian uterotonika (oksitosin)
• Kompresi Bimanual Internal Jika perdarahan terus berlangsung
• Pastikan placenta lengkap
• Jika terdapat tanda sisa placenta keluarkan

B. KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL


• Masukkan tangan secara obsterik kedalam lumen vagina, ubah menjadikepalan dan letakkan dataran punggung
jari telunjuk hingga kelingking pada forniks anterior dan dorong segmen bawah uterus ke kranioanterior
• Upayakan tangan luar mencakup bagian belakang corpus uteri sebanyak mungkin Lakukan kompresi uterus
dengan mendekatkan telapak tangan luar dan kepalan tangan dalam
• Tetap berikan tekanan sampai perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi. Jika uterus sudah mulai
berkontraski, pertahankan dengan baik secara perlahan lepaskan tangan dan pantau ibu secara ketat.
• Jika uterus tidak berkontrasi setelah 5 menit. Lakukan Kompresi bimanual eksternal (oleh asisten/keluarga)
• Berikan ergometrin 0,2 mg IM, pasang infus dengan 20 unit oksitosin dalam 1 L cairan IV (NaCl atau Ringer
Laktat) 60tetes permenit berjalan baik dan metil ergometri 0,4 mg, tambahkan misoprostol jika diperlukan.
LANJUTAN…..

C. KOMPRESI BIMANUAL EKSTERNAL


• Lakukan dengan cara menekan dinding belakang uterus dan korpus uteri diantara genggaman ibu jari dan
keempat jari lain, serta dinding depan uterus dengan telapak tangan dan tiga ibu jari yang lain.
• Pertahankan posisi tersebut hingga uterus berkontraksi dengan baik jika perdarahan pervaginam berhenti
• Lanjutkan ke langkah berikut jika perdarahan belum berhenti

D. KOMPRESI AORTA ABDOMINALIS


• Raba pulsasi arteri femoralis pada lipat paha
• Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk hingga kelingking pada umbilicus kearah
kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus
• Dengan tangan yang lain, raba pulsasi arteri femoralis untuk mengetahui cukup tidaknya kompresi:Jika pulsasi
masih teraba, artinya tekanan kompresi masih belum cukup. Jika kepalan tangan mencapai aorta abdominalis,
maka pulsasi arteri femoralis akanberkurang/terhenti
• Jika perdarahan pervaginam berhenti, pertahankan posisi tersebut dan pemijatan uterus (dengan bantuan
asisten) hingga uterus berkontraksidengan baik
• Jika perdarahan masih lanjut : Lakukan rujukan dengan prosedur BAKSO (Bidan – Alat – Kendaraan –Surat
Rujukan – Obat yang dibutuhkan )
PENATALAKSANAAN PERDARAHAN
POSTPARTUM PRIMER

• Periksa konstensi uterus yang merupakan langkah pertama yang berhubungandengan


atonia uterus
• Jika uterus bersifat atonik, massase untuk menstimulasi kontraksi sehingga pembuluh
darah yang mengalami perdarahan
• Jika perdarahan tidak terkendali minta staf perawat melakukan panggilan ke dokter
• Jika rest plasenta atau kotiledon hilang lakukan eksplorasi uterus, uterus harus benar-
benar kosong agar dapat berkontraksi secara efektif.
• Jika uterus kosong dan berkontraksi dengan baik tetapi perdarahan berlanjut periksa
pasien untuk mendeteksi laserasi serviks, vagina dan perineum, karena mungkin ini
merupakan penyebab perdarahan (ikat sumber perdarahan dan jahit semua laserasi).
• Jika terjadi syok (penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, pernafasan cepat
dan dangkal, kulit dingin lembab) tempatkan pasien dalam posisi syok posisi
trendelemburg, selimuti dengan selimut hangat. Beri oksigen dan programkan darah ke
ruangan.
• Pada kasus ekstreem dan sangat jarang ketika perdarahan semakin berat, nyawa pasien
berada dalam bahaya dan dokter belum datang, lakukan kompresi autik dapat dilakukan
pada pasien yang relatif kurus (kompresi aorta perabdomen terhadap tulang belakang).
PENANGANAN ATONIA UTERI DENGAN KBI

Masukkan tangan secara obsterik kedalam lumen vagina, ubah


menjadikepalan dan letakkan dataran punggung jari telunjuk
hingga kelingking pada forniks anterior dan dorong segmen bawah
uterus ke kranio-anterior
Upayakan tangan luar mencakup bagian belakang corpus uteri
sebanyak mungkin
Lakukan kompresi uterus dengan mendekatkan telapak tangan
luar dan kepalan tangan dalam
Tetap berikan tekanan sampai perdarahan berhenti dan uterus
berkontraksi. Jika uterus sudah mulai berkontraski, pertahankan
dengan baik secara perlahan lepaskan tangan dan pantau ibu
secara ketat
Jika uterus tidak berkontrasi setelah 5 menit. Lakukan Kompresi
bimanual eksternal (oleh asisten/keluarga)
Berikan ergometrin 0,2 mg IM, pasang infus dengan 20 unit
oksitosin dalam 1 L cairan IV (NaCl atau Ringer Laktat) 60 tetes
permenit berjalan baik dan metil ergometri 0,4 mg, tambahkan
misoprostol jika diperlukan.
PENANGANAN ATONIA UTERI DENGAN KBE

1. Lakukan dengan cara menekan dinding belakang uterus


dan korpus uteri di antara genggaman ibu jari dan
keempat jari lain, serta dinding depan uterus dengan
telapak tangan dan tiga ibu jari yang lain.
2. Pertahankan posisi tersebut hingga uterus berkontraksi
dengan baik jika perdarahan pervaginam berhenti
3. Lanjutkan ke langkah berikut jika perdarahan belum
berhenti
4. Raba pulsasi arteri femoralis pada lipat paha
5. Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari
telunjuk hingga kelingking pada umbilicus kearah
kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus
LANJUTAN…

6. Dengan tangan yang lain, raba pulsasi arteri femoralis untuk mengetahui cukup tidaknya
kompresi :
 Jika pulsasi masih teraba, artinya tekanan kompresi masih belum cukup
 Jika kepalan tangan mencapai aorta abdominalis, maka pulsasi arteri femoralis
akanberkurang/terhenti
7. Jika perdarahan pervaginam berhenti, pertahankan posisi tersebut dan pemijatan uterus
(dengan bantuan asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik
8. Jika perdarahan masih lanjut :
 Lakukan rujukan dengan prosedur BAKSO (Bidan – Alat – Kendaraan –Surat Rujukan –
Obat yang dibutuhkan )
Penanganan atonia uteri dengan
kondom kateter

1. Persiapan alat:
 Baki steril berisi :kondom, benang/tali sutra, kateter no. 24, jegul, klem ovarium,
spekulum sim (2 bh), handscoen.
 Set infus+cairan (normal saline/NaCl).
 Bengkok.
2. Atur posisi pasiendengan lithotomi.
3. Penolong dan asisten memasang sarung tangan.
4. Masukkan kateter karet steril ke dalam kondom secara aseptik dan diikat
dengan benang sutra atau tali kenur di daerah mulut kondom
5. Hubungkan selang infus bagian atas dengan botol/kantong cairan NaCl fisiologis
6. Vesica urinaria dipertahankan dalam kondisi kosong dengan pemasanga kateter
Foley
7. Kondom kateter dimasukkan ke dalam cavum uteri, dan ujung luar kateter
dihubungkan dengan selang infus bagian bawah selanjutnya alirkan cairan NaCL
fisiologis sebanyak 25 – 500 mL
8. Lakukan observasi perdarahan, bila berkurang banyak, maka
aliran cairan
9. segera dihentikan , ujung luar kateter dilipat dan diikat dengan
benang
10. Kontraksi uterus dipertahankan dengan pemberian oksitosin
drip selama kurang lebih 6 jam kemudian
11. Posisi kondom kateter dipertahankan dengan memasukkan jegul
atau dengan memasukkan kondom kateter lain ke dalam vagina
12. Kondom kateter dipertahankan 24 - 48 jam dan secara perlahan
dikurangi volumenya (10 – 15 menit) dan akhirnya dilepas
13. Pasien diberi antibiotika Ampicillin, metronidazole dan
gentamicin secara IV selama 7 hari

Anda mungkin juga menyukai