Seorang perempuan 40 tahun, P4A0, pascapersalinan per vaginam 2 jam yang lalu di
puskesmas. Janin lahir tunggal, hidup, cukup bulan, jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir
3800 gram, dan panjang badan 49 cm. Pasien mengeluh lemah dan nyeri perut. Dari
pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, frekuensi nadi 110 kali/menit,
frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu 36,5oC. Dari pemeriksaan fisik tampak konjungtiva anemis,
tonus uteri didapatkan kontraksi uterus lemah, dan perdarahan cukup banyak sekitar 1000 ml
dari jalan lahir. Dokter kemudian melanjutkan pemeriksaan fisik untuk mengetahui adanya sisa
plasenta ataupun laserasi jalan lahir. Hasil pemeriksaan hemoglobin didapatkan 6 g/dl. Dokter
kemudian melakukan masase uteri dan pemasangan infus. Untuk mencegah komplikasi dan
prognosis buruk, pasien segera dirujuk ke instalansi gawat darurat rumah sakit.
Kata sulit :
1. Laserasi jalan lahir: Laserasi atau robekan jalan lahir adalah robekan yang terjadi di
garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat saat
persalinan, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati
panggul dengan ukuran yang lebih besar. Banyaknya kasus laserasi jalan lahir pada
ibu dengan persalinan normal menimbulkan upaya untuk menekan bahkan
mencegah terjadinya kasus tersebut agar tidak meningkatkan Angka Kematian Ibu
(AKI).
2. Massase uteri: Masase merupakan sebuah pijatan untuk merangsang uterus agar
berkontraksi baik dan kuat, kontraksi yang tidak kuat dapat menyebabkan terjadinya
atonia uteri. Masase fundus uteri dilakukan pada kala III yaitu pada langkah ke 3 dari 3
langkah utama manajeme aktif kala III. Manfaat masase fundus uteri untuk merangsang
uterus berkontraksi baik dan kuat, dengan terus berkontraksi rahim menutup pembuluh
darah yang terbuka pada daerah plasenta, penutupan ini akan mencegah perdarahan
yang hebat dan mempercepat pelepasan lapisan rahim ektra yang terbentuk selama
kehamilan.
3. Pasca persalinan per vaginam: Pasca persalinan per vaginam adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan proses pemulihan setelah persalinan normal melalui
jalan lahir. Ini termasuk proses pemulihan fisik dan perawatan khusus bagi ibu setelah
melahirkan secara alami. Selama masa nifas, ibu perlu memperhatikan perdarahan
pervaginam, kondisi perineum, dan tanda infeksi, serta menjaga kebersihan dan
kesehatan vagina. Selain itu, penting untuk memeriksa kondisi psikologis ibu dan
memberikan dukungan yang cukup selama masa pemulihan. Jika ibu mengalami gejala
yang tidak biasa, seperti bengkak pada vagina atau cairan berbau, segera konsultasikan
dengan dokter. Perawatan khusus ini penting untuk memastikan pemulihan yang optimal
setelah persalinan normal[4][5].
4. P4A0: paritas 4 abortus 0
Pertanyaan:
1. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui sisa plasenta ataupun
laserasi jalan lahir ?
Penyebab dari dokter mengapa harus cek sisa plasenta maupun laserasi jalan lahir karena
pasien mengalami pendarahan postpartum atau retensio plasenta. Diagnosis perdarahan
postpartum atau postpartum hemorrhage (PPH) dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis
singkat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperlunya. Pada pemeriksaan fisik khusus
atau obstetri dicari tahu penyebab dari perdarahan. Pemeriksaan obstetri meliputi pemeriksaan
kontraksi uterus, letak, konsistensi uterus, pemeriksaan dalam untuk menilai adanya perdarahan atau
sumber perdarahan, melihat keutuhan plasenta, tali pusat, serta mencari apakah terdapat robekan pada
jalan lahir. Berikut ini adalah tanda gejala sesuai penyebab perdarahan postpartum
Penyebab Tanda dan gejala
Gangguan pembekuan ● Terdapat faktor predisposisi seperti solusio plasenta, intrauterine fetal
darah death / IUFD, eklamsia, emboli air ketuban
2. Mengapa tonus uteri didapatkan kontraksi uterus lemah?
Kondisi tonus uteri (kekuatan otot uterus atau rahim) pasien mengalami kontraksi uterus
lemah disebut atonia uteri. Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim
yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Atonia uteri terjadi jika uterus tidak
berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri.
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi.
Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh pembuluh darah sehingga
aliran darah ke tempat plasenta menjadi terhenti. Hal ini merupakan penyebab perdarahan
postpartum yang paling penting dan biasa terjadi segera setelah lahir hingga 4 jam
persalinan. Atonia uteri menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada
terjadinya syok hipovolemik.
3. Mengapa dokter melakukan masase uteri dan pemasangan infus serta merujuk ke IGD?
Karena pasien mengalami atonia uteri, dokter melakukan masase uteri (Masase merupakan
sebuah pijatan untuk merangsang uterus agar berkontraksi baik dan kuat, kontraksi yang
tidak kuat dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri. Masase fundus uteri dilakukan pada
kala III yaitu pada langkah ke 3 dari 3 langkah utama manajeme aktif kala III) agar dapat
berkontraksi dengan baik dan kuat kembali. Manfaat masase fundus uteri untuk
merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat, dengan terus berkontraksi rahim menutup
pembuluh darah yang terbuka pada daerah plasenta, penutupan ini akan mencegah
perdarahan yang hebat dan mempercepat pelepasan lapisan rahim ektra yang terbentuk
selama kehamilan.
1. Tonus (Atonia Uteri) Atonia uteri merupakan keadaan lemahnya tonus atau kontraksi
rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi lahir dan plasenta lahir. Pada atonia uteri, uterus tidak
mengadakan kontraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan
postpartum . Atonia uteri mengacu pada tidak adekuatnya sel miometrium corpus uteri
sebagai respons terhadap oksitosin endogen yang dilepaskan saat persalinan. Hal ini
menyebabkan perdarahan postpartum ketika kelahiran plasenta meninggalkan gangguan
arteri spiralis yang unik, karena ketiadaan ototnya dan ketergantungannya pada kontraksi
untuk menekannya secara manual ke keadaan hemostatik. Diagnosis atonia uteri secara
tipikal bila ditemukan adanya kehilangan darah yang lebih dari normalnya dan selama
pemeriksaan menunjukkan rahim yang lembek dan membesar, yang kemungkinan
mengandung darah. Atonia uteri yang terlokalisasi fokal, daerah fundusnya mungkin
berkontraksi dengan baik sementara segmen bawah berdilatasi dan atonik yang sulit dinilai
pada pemeriksaan perut, tetapi dapat dideteksi pada pemeriksaan vagina.
2. Tissue (Retensi Plasenta) Retensi plasenta yakni plasenta tetap tertinggal dalam uterus
30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala
III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
3. Trauma Laserasi dan hematoma akibat trauma kelahiran dapat menyebabkan kehilangan
darah yang signifikan. Hematoma vagina dan vulva dapat timbul sebagai rasa sakit atau
sebagai perubahan tanda-tanda vital yang tidak proporsional dengan jumlah kehilangan
darah. Inversi uterus atau rahim yang terbalik jarang terjadi, hanya 0,04% dari persalinan.
Inversi uterus biasanya muncul sebagai massa abu- abu kebiruan yang menonjol dari
vagina. Pasien dengan inversi uterus mungkin memiliki tanda-tanda syok tanpa kehilangan
banyak darah. Ruptur uterus dapat menyebabkan perdarahan intra partum dan postpartum.
Induksi dan augmentasi meningkatkan risiko ruptur uterus, terutama untuk pasien dengan
persalinan sesar sebelumnya. Sebelum persalinan, tanda utama ruptur uteri adalah nyeri
perut, hilangnya kontraksi uterus, takikardi ibu, bradikardi janin, dan pendarahan vagina.
4. Trombin (Kelainan pembekuan darah) Kelainan pada koagulasi dapat menyebabkan
perdarahan. Kelainan ini harus dicurigai pada pasien yang tidak responsif pada tindakan
biasa untuk mengatasi perdarahan postpartum. Kelainan koagulasi juga harus dicurigai jika
darah tidak menggumpal dalam wadah samping tempat tidur atau tabung laboratorium red-
top dalam waktu 5-10 menit. Kelainan koagulasi mungkin merupakan kelainan bawaan
(herediter) atau yang didapatkan, seperti sindrom HELLP, hemofilia, purpura
trombositopeni, dan penyakit Von Willebrand. Evaluasi yang dilakukan harus mencakup
jumlah trombosit & pengukuran waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, kadar
fibrinogen, produk pemecahan fibrin, dan uji kuantitatif d-dimer.
5. Rani : apa saja kemungkinan komplikasi jika pasien tidak segera dirujuk ?
Komplikasi pendarahan postpartum dapat menyebabkan kehilangan darah berlebihan, yang
pada gilirannya dapat mengakibatkan beberapa komplikasi serius. Beberapa gejala yang
dapat muncul akibat perdarahan postpartum meliputi perdarahan hebat dari jalan lahir,
pusing, ingin pingsan, lemas, jantung berdebar, sesak napas, kulit lembab, gelisah, atau
bingung. Komplikasi serius yang dapat terjadi akibat perdarahan postpartum meliputi
anemia, pusing saat berdiri, kelelahan ekstrem, hipotensi ortostatik, syok hipovolemik,
iskemik pituitari anterior, kegagalan laktasi, koagulopati delusional, dan infertilitas akibat
tindakan histerektomi pada perdarahan yang tidak terkendali. Penanganan yang cepat dan
tepat sangat penting dalam mengurangi risiko komplikasi serius akibat perdarahan
postpartum.
9. Danen : Bagaimana patofisio kasus di atas dan dikaitkan dengan organ reproduksi
wanita yang berkaitan?
Patofisiologi perdarahan postpartum atau postpartum hemorrhage (PPH) disebabkan oleh
beberapa faktor. PPH dapat disebabkan oleh gangguan pada 4T (tonus, tissue, trauma, dan
thrombin).[2-4]
Selama masa kehamilan, volume darah ibu meningkat hingga 50% atau setara dengan 4‒6
liter, dan volume plasma mengalami peningkatan hingga melebihi kadar total sel darah
merah. Kondisi ini menimbulkan kesan penurunan konsentrasi hemoglobin dan penurunan
jumlah hematokrit. Peningkatan volume darah ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
perfusi uteroplasenta, serta untuk menggantikan volume perdarahan yang akan terjadi pada
saat proses persalinan.[5]
Atonia Uteri
Hal ini dikarenakan terdapat gangguan pada tonus uteri (atonia uteri), di mana proses
kontraksi dan retraksi tidak berjalan dengan baik dan maksimal. Sehingga pembuluh-
pembuluh darah pada uterus tidak terkompresi, dan perdarahan tidak dapat dihentikan.
Atonia uteri merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum.[5,6]
Retensio Plasenta
Selain itu, proses kontraksi dan retraksi yang tidak berjalan dengan baik juga dapat
mengganggu proses pelepasan plasenta secara utuh sehingga pada akhirnya akan
menyebabkan keadaan yang kita kenal sebagai retensio plasenta.[5,6]
Trauma Jalan Lahir
Pada kasus trauma jalan lahir, jumlah pembuluh darah di jalan lahir meningkat selama
kehamilan, sehingga adanya trauma akan menimbulkan perdarahan yang lebih signifikan
dibandingkan pada wanita tidak hamil.[7]
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi pada kasus dimana implantasi plasenta tidak
normal, misalnya pada plasenta akreta atau plasenta previa. Pada plasenta previa, letak
plasenta yang rendah akan menyebabkan gangguan kontraksi uterus. Pada plasenta akreta,
implantasi plasenta terlalu dalam hingga ke miometrium sehingga perlukaan akan mencapai
miometrium dan menyebabkan perdarahan yang lebih banyak saat plasenta lepas
10. Temi : Mengapa pasien merasakan nyeri perut yang tak kunjung mereda?
11. Key: Apakah berat janin pd skenario tsb tergolong normal? apa saja faktor yg
mempengaruhi berat badan bayi lahir?