Anda di halaman 1dari 5

Hemorrhage Postpartum (HPP)

Definisi

Hemorrhage postpartum adalah kehilangan darah >500ml pada persalinan pervaginam , >700ml
pada persalinan dengan instrument dan >1000ml pada persalinan dengan section caesarea dalam
24 jam.(Flora Peyvandi, 2011)

Hemorargi Post Partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml atau lebih dari traktus
genetalia setelah melahirkan.(Suherni, 2009)

Menurut WHO (2009) Hemoragi Postpartum (HPP) secara umum didefinisikan sebagai
kehilangan darah lebih besar dari atau sama dengan 500 ml dalam waktu 24 jam setelah lahir,
sedangkan HPP parah adalah kehilangan darah lebih besar dari atau sama dengan 1000 ml dalam
24 jam.

HPP adalah penyebab paling umum kematian maternal di seluruh dunia.Sebagian besar kasus
morbiditas dan mortalitas akibat HPP terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan dan ini
dianggap sebagai HPP primer sedangkan setiap perdarahan abnormal atau berlebihan dari jalan
lahir yang terjadi antara 24 jam dan 12 minggu postnatal dianggap sebagai HPP sekunder.

Klasifikasi

Menurut Manuaba (2007), hemoragi postpartum dapat diklasifikasikan menjadi 2 yakni:

1. Perdarahan postpartum primer (perdarahan postpartum dini/ early postpartum


hemorrhage) adalah perdarahan yang berlangsung dalan 24 jam dengan pertama jumlah
perdarahan 500cc atau lebih dan di sebabkan atonia uteri, retensio plasenta dan robeknya
jalan lahir (rupture uteri inkomplet atau komplet. Hematoma para metrium, perlukaan
servikal,perlukaan vagina atau vulva dan perlukaan perineum)
2. Perdarahann postpartum sekunder (perdarahan post partum lanjut/late postpartum
hemorrhage) adalah perdarahan postpartum setelah 24 jam pertama dengan jumlah 500 cc
atau lebih. Disebabkan oleh tertinggalnya sebagian atau membrannya, perlukaan terbuka
kembali dan menimbulkan perdarahan dan infeksi pada tempat implantasi plasenta.

Etiologi
Harry (2010) menyebutkan sebab - sebab perdarahan postpartum dibagi menjadi empat
kelompok utama, yaitu:

a. Atonia uteri / Tone dimished


Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Perdarahan
postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat myometrium.
Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga
aliran darah ke tempat placenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan
fungsi myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab utama
perdarahan postpartum. Sekalipun pada kasus perdarahan postpartum kadang - kadang
sama sekali tidak di sangka atonia uteri sebagai penyebabnya.
b. Trauma dan laserasi
Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi karena robekan yang dialami selama proses
melahirkan baik yang normal maupun dengan tindakan. Jalan lahir harus di inspeksi
sesudah tiap kelahiran selesai sehingga sumber perdarahan dapat dikendalikan.
c. Retensio plasenta / Tissue
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir
selama 30 menit setelah bayi lahir. Retensio sebagian atau seluruh plasenta
dalam Rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus –sinus darah
tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan postpartum. Begitu bagian placenta terlepas
dari dinding uterus, perdarahan terjadi dari daerah itu. Bagian plasenta yang masih
melekat merintangi retraksi myometrium dan perdarahan berlangsung terus sampai sisa
organ tersebut terlepas serta dikeluarakan.
d. Kelainan perdarahan /Thrombin
Setiap penyakit hemorragik (blood dyscrasias) dapat diderita oleh wanita hamil dan
kadang – kadang menyebabkan perdarahan post partum.Afibrinogenia atau
hipofibrinogenemia dapat terjadi setelah abruption plasenta, retensio janin –mati yang
lama didalam Rahim, dan pada emboli cairan ketuban. Salah satu teori etiologi
mempostulasikan bahwa bahan tromboplastik yang timbul dari degenerasi dan autolysis
decidua serta plasenta dapat memasuki sirkulasi maternal dan menimbulkan koagulasi
intravaskuler serta penurunan fibrinogen yang beredar. Keadaan tersebut, yaitu suatu
kegagalan pada mekanisme pembekuan, menyebabkan perdarahan yang tidak dapat
dihentikan dengan tindakan yang biasanya dipakai untuk mengendalikan perdarahan.

Manifestasi Klinis
Gejala klinisnya berupa perdarahan terus menerus pervaginam dan keadaan pasien
secara berangsur –angsur menjadi semakin jelek. Denyut nadi menjadi cepat dan
lemah,tekanan darah menurun, pasien berubah pucat dan dingin,dan nafas menjadi
sesak, terengah-engah, berkeringat, dan akhirnya coma serta meninggal dunia. Situasi
yang berbahaya adalah kalau denyut nadi dan tekanan darah hanya memperlihatkan
sedikit perubahan untuk beberapa saat karena adanya mekanisme kompresi vaskuler.
Kemudian fungsi kompensasi ini tidak bisa dipertahankan lagi, denyut nadi meningkat,
dengan cepat, tekanan darah tiba-tiba turun, dan pasien dalam keadaan shock. Uterus
dapat berisi darah dalam jumlah yang cukup banyak sekalipun dari luar hanya terlihat
sedikit.

Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga
sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus
berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh
darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan
retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan paska persalinan "Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan servix, vagina dan perineum atau rupture uteri. Terjadinya perdarahan/
hilangnya darah dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kurangnya sirkulasi
darah keorgan di dalam tubuh sehingga dapat mengakibatkan shock hipovolemik yang
jika keadaan ini tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian. (Potter & Perry
2005).
Komplikasi
a. Anemia
b. Perforasi jalan lahir
c. Syok hipovolemik
d. Infeksi terutama akibat perdarahan yang berasal dari jalan lahir

Pencegahan

1. Perawatan masa kehamilan


Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak
saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan
melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan
adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat
perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

2. Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,golongan
darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank
darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk
persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat
sebaiknya langsung dilakukan transfusi.

3. Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau
maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik.
Massase yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum,selama
ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal
myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan
kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan
postpartum.
4. Kala tiga dan Kala empat
Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study
memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang
mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan
peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik
berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada
USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti
mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum
sebesar 40%.Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5
menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada
untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan
terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang
keluar mendadak dari vagina,uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali
plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat
dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati Segera sesudah
lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual
plasenta“ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta.
Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alasan untuk
menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus
dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang
menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir.
Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di
eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta. Lakukan
pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang
dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka
trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang
mengeras dan berkontraksi dengan baik

Anda mungkin juga menyukai