Oleh:
105070600111023
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3 Tujuan Khusus
Menjelaskan konsep dasar nifas
Menjelaskan konsep dasar asuhan kebidanan nifas dengan
Hemorrhagia Post Partum karena Sisa Plasenta
Melakukan pendokumentasian dasar asuhan kebidanan nifas dengan
Hemorrhagia Post Partum hingga 3 hari dengan menggunakan
dokumentasi 7 langkah varney.
Menjelaskan kesesuaian dan kesenjangan antara konsep dasar asuhan
dengan kasus.
3
BAB II
ISI
A. DEFINISI
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau
lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama,
atau sesudah lahirnya plasenta.
Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah perdarahan 500 cc
atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir. Menurut waktu terjadinya dibagi atas
dua bagian :
a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
dalam 24 jam setelah anak lahir.
b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
antara 24 jam dan 6 minggu setelah anak lahir.
B. EPIDEMIOLOGI
1. Insiden
Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-
8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang
berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil
dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.
2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang
Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian
maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai,
kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.
C. ETIOLOGI
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum,
faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri,
perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.
4
1. Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi
dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara
fisiologis di control oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada
disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan
plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada
perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia
uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan
memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta,
sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab
utama perdarahan postpartum.
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar
kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang.
Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat
nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut
dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai
menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital,
kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi,
amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
Manipulasi uterus yang berlebihan,
General anestesi (pada persalinan dengan operasi ),
Uterus yang teregang berlebihan :
o Kehamilan kembar
o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
o polyhydramnion
Kehamilan lewat waktu,
Portus lama
Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ),
Anestesi yang dalam
5
Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
Plasenta previa,
Solutio plasenta,
2. Tissue
a. Retensio plasenta
Retentio placentae dalam uterus dapat dibagi menjadi empat kelompok:
1. Terpisah tapi tertahan: Di sini tidak ada tenaga yang dalam keadaan normal
mendorong placenta keluar.
2. Terpisah tapi terperangkap (inkarserata): Konstriksi rahirn yang berbentuk
jam-pasir (hourglass) atau spasme cervix menyebabkan placenta terperangkap
dalam segmen etas uterus.
3. Melekat tapi dapat dipisahkan (adhesiva): Dalam situasi ini, placenta tidak
dapat terlepas sendiri dari dinding rahim. Penyebabnya mencakup kegagalan
kontraksi-normal dan retraksi pada kala tiga, defek anatomis dalam uterus, dan
abnormaiitas decidua yang mencegah terbentuknya lempeng pemisahan
decidua yang normal.
4. Melekat tapi tidak dapat dipisahkan: Di sini berupa placenta acreta dengan
berbagai derajat. Decidua normal tidak ada, dan villi chorialis melekat
langsung serta menembus myometrium.
b. Sisa plasenta
Perdarahan postpartum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan
plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa menyebabkan perdarahan pada
akhir masa nifas. Inspeksi plasenta setelah pelahitan harus dilakukan secara rutin.
Apabila ada bagian uterus yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa plasenta
dikeluarkan, terutama pada perdarahan postpartum yang berlanjut. Walaupun
jarang, retensi lobus suksenturiata dapat menyebabkan perdarahan postpartum.
Pada retensi sebagian plasenta, biasanya bagian plasenta yang tertinggal
mengalami nekrosis tanpa deposit fibrin, dan pada akhirnya akan membentuk
polip plasenta. Apabila serpihan polip terlepas dari myometrium, perdarahan hebat
dapat terjadi.
6
c. Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu
dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum
lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas
sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta
adhesiva )
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis
menembus desidva sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum
(plasenta akreta – perkreta ) Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus
akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ).
Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20-25 % dari kasus
perdarahan postpartum. Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang
echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika
perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum
hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi
dan curettage.
3. Trauma
Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan
lahir, antara lain karena:
Ruptur uterus
Inversi uterus
Perlukaan jalan lahir
Vaginal hematom
7
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan
antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya,
dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat
jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi dapat mengenai uterus,
cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi
ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan
vacuum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan.
Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan
hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak
akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery
atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan
persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi
uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi.
Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka
repair adalah solusi terbaik. Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki
kovum uteri, sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri.
Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri dapat dibagi :
Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang
tersebut.
Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar
vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada
korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan
plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok
perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III
atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor
yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat
8
menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 – 70 % ).
Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan
penderita.
D. FAKTOR RESIKO
Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan
faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga
segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya.
Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya
hemorraghe postpartum :
Grande multipara
Perpanjangan persalinan
Chorioamnionitis
Kehamilan multiple
Injeksi Magnesium sulfat
Perpanjangan pemberian oxytocin
9
E. DIAGNOSIS
Hemorraghe postpartum digunakan untuk persalinan dengan umur
kehamilan lebih dari 20 minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20
minggu disebut sebagai aborsi spontan. Beberapa gejala yang bisa menunjukkan
hemorraghe postpartum :
Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
Penurunan tekanan darah
Peningkatan detak jantung
Penurunan hitung sel darah merah (hematocrit)
Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan
ditatalaksana sesuai penyebabnya. Perdarahan postpartum dapat berupa
perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat
jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes
perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan
menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.
Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan
tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok.
Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta
atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan akan
berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir
perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir.
Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar jika ada
atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui
adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan
postpartum:
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
10
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-
lain.
11
memicu terjadinya perdarahan postpartum.
d. Kala tiga dan Kala empat
a) Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study
memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien
yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan
peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik
berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak
ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti
mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan
postpartum sebesar 40%.
b) Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit
setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada
untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan
terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah
yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen,
dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta
dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera
sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “
manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual
plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an
untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta
harus dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan,
banyak yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah
bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus
terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.
c) Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan
lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup.
Luka trauma ataupun episiotomy segera dijahit sesudah didapatkan uterus
yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.
12
Tujuan utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum
adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat
mungkin. Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum mempunyai 2 bagian
pokok :
a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan Pasien dengan
hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan
volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan,
kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateler intravena ukuran
besar untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan
apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.
Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan
perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau
lebih)
b. Manajemen penyebab hemorraghe postpartum Tentukan penyebab
hemorraghe postpartum :
a) Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus
uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan
vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu
dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin. Pengosongan
kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan
tindakan selanjutnya.
Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu
tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat
jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis
lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual
gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine.
b) Sisa plasenta
13
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi
bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica
lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi secepatnya, akan
tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalam
syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukan eksplorasi.
Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual ulang tanpa
menghentikan pemberian uterotonica. Pemberian antibiotic spectrum luas
setelah tindakan ekslorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih
berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk
dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup
berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi
c) Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah
berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi
jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang
cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan,
pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar
luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai. Hematom jalan
lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah
dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase.
Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya
arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.
d) Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri, sisa
plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak
kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah.
Lanjutkan dengan pemberian product darah pengganti
( trombosit,fibrinogen).
e) Terapi pembedahan
14
Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah
tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan
mengeksplorasiuterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture
uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan
reparasi benarbenar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan
dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina.
Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan
uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi
bimanual disertai pemberian uterotonica.
Ligasi arteri
Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal
dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke
uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.
Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan
15
1) Pitocin
a. Onset in 3 to 5 minutes
b. Intramuscular : 10-20 units
c. Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour
2) Ergotamine ( Methergine )
a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour
b. Onset in 2 to 5 minutes
c. Kontraindikasi
Hypertensi
Pregnancy Induced hypertntion
hypersensitivity
3) Prostaglandin ( Hemabate )
a. Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra – myometrium
b. Onset < 5 minutes
c. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg
4) Misoprostol 600 mcg PO atau PR
16
haemoglobin (Hb) dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr%
pada trimester II. Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh kekurangan zat besi,
kekurangan asam folat, infeksi dan kelainan darah.
Anemia pada ibu hamil juga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
post partum dimana kita ketahui bahwa perdarahan post partum merupakan
penyebab kematian pada ibu. Istilah perdarahan post partum digunakan apabila
perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 ml. Perdarahan post partum sendiri
terbagi menjadi perdarahan post partum primer yaitu perdarahan yang terjadi
dalam 24 jampertama, dan perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan
post partum yang terjadi setelah 24 jam pertama.
Badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) melaporkan
bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75%,
serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan. Anemia
defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang
berkembang daripada negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (36% atau
sebesar 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang
sedang berkembang menderita anemia jenis ini, dan menyebabkan terjadinya
perdarahan sebesar 25%, sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8%
(atau sebesar 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang. Di
Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 40,1%.
Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi pada wanita
hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang cukup terhadap
masalah ini.
Jumlah kematian ibu tahun 2007 di Indonesia yang mengalami
perdarahan sebagai penyebab utama kematiannya adalah sebanyak 392 orang
diantaranya 36,48% (143 orang) karena anemia, 44,89% (176 orang) karena
hipertensi, 19,39% (73 orang) lain-lain. Angka ini merupakan indikator yang
peka terhadap ketersediaan pemanfaatan dan kualitas terbaik untuk menilai
pembangunan ekonomi masyarakat yang menyeluruh.
Kematian akibat perdarahan sering terjadi karena sejumlah komplikasi
obstetrik yang merupakan predisposisi terjadinya perdarahan hebat dan
17
selanjutnya kematian bila tidak tersedia penanganan secara ahli termasuk terapi
pergantian darah yang tepat. Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan
mencapai 40% - 60%, infeksi 20% - 30%, eklampsi sekitar 20% - 30%, sedangkan
penyebab kematian ibu tidak langsung ada 5,6% yaitu penyakit ibu yang akan
bertambah buruk dengan terjadinya kehamilan, seperti penyakit jantung, ginjal
atau penyakit kronis lainnya serta anemia zat besi pada ibu hamil.
Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat
kehamilan, persalinan dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif
seperti: Gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel
otak, Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang
dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Ibu hamil yang menderita anemia
memiliki kemungkinan akan mengalami perdarahan postpartum. Frekuensi
perdarahan post partum 5-15% dari seluruh persalinan, penyebab atonia uteri
memiliki angka presentasi paling tinggi dari yang lainnya 50-60%, retensio
plasenta 16-17%, sisa plasenta 23-24 %, laserasi jalan lahir 4-5%, dan kelainan
pembekuan darah 0,5-0.6%, sedangkan presentase perdarahan karena anemia
selama kehamilan 15-20% .
18
ASKEB TEORITIS
19
Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap
kebiasaan kesehatan Ibu. Dengan diketahui agama pasien akan
memudahkan bidan melakukan pendekatan dalam melaksanakan
asuhan kebidanan.
e. Pekerjaan
Untuk mengetahui tingkat perekonomian yang terkadang
merupakan faktor resiko suatu komplikasi
f. Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan sehingga mudah dalam
pemberian informasi, serta gaya hidup dan pengetahuan yang
berkaitan dengan deteksi dini komplikasi nifas
g. Alamat
Untuk mengetahui Ibu tinggal dimana dan diperlukan bila
mengadakan kunjungan rumah (home care/home visit) ke Ibu,
mengetahui lingkungan/tempat tinggal Ibu yang juga
berpengaruh dengan kesehatan, dan juga sebagai data
penndukung identitas Ibu sehingga asuhan kebidanan yang
dilakukan dapat tepat sasaran.
Suami
a. Nama Suami
Nama Suami ditanyakan untuk mengenal dan mengetahui suami
yang bertanggung jawab atas Ibu, dan untuk memudahkan
dalam pemanggilan pada keperluan konseling dan persetujuan
tindakan medis
b. Umur Suami
Untuk mengetahui rentang usia Ibu dan suami sebagai gambaran
latar belakang sosial ekonomi Ibu.
20
d. Agama Ibu
Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap
kebiasaan kesehatan Ibu. Dengan diketahui agama suami pasien
akan memudahkan bidan melakukan pendekatan dalam
melaksanakan asuhan kebidanan.
e. Pekerjaan
Untuk mengetahui tingkat perekonomian yang terkadang
merupakan faktor resiko suatu komplikasi
f. Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan sehingga mudah dalam
pemberian informasi, serta gaya hidup dan pengetahuan yang
berkaitan dengan deteksi dini komplikasi nifas
g. Alamat
Untuk mengetahui apakah suami dan Ibu tinggal satu rumah,
serta mengetahui lingkungan tempat tinggal.
3. Keluhan Utama
Untuk mengetahui alasan yang membuat Ibu ingin diperiksa atau
keadaan yang paling mengganggu Ibu.
Keluhan hemorrhagia postpartum antara lain ibu mengalami perdarahan,
baik berupa perdarahat hebat, ataupun sedikit-sedikit namun terus
berlanjut. Selain itu, pada perdarahan hebat, ibu merasakan badan terasa
lemas.
4. Riwayat menstruasi
21
Alasan : untuk mengetahui keadaan alat-alat reproduksi serta
gangguannya yang terjadi
a. Siklus : Normal 25-38 hari (± 28 hari).
b. Lamanya : Normal 3-8 hari
c. HPL : Untuk mengetahui hari perkiraan lahir. Bila hari
pertama haid terakhir diketahui dan siklus haid 28
hari, maka dapat dijabarkan hari perkiraan lahir
memakai rumus Naegele: hari +7, bulan –3, dan tahun
+1. Perkiraan lahir pada Ibu nifas berpengaruh pada
pemberian konseling apabila bayi yang dilahirkan
preterm, aterm atau post term.
22
Lama Kala III : Proses biasanya berlangsung selama 6
sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan.
7. Riwayat KB Terakhir
Untuk mengetahui apakah Ibu pernah mengikuti program KB,
berapa lama dan adakah keluhan selama menggunakan metode KB
ataukah Ibu pernah mengganti KB.
8. Riwayat Kesehatan Ibu
Untuk mengetahui apakah Ibu mempunyai penyakit atau riwayat
penyakit yang dapat menjadi penyulit dalam persalinannya. Hal yang perlu
diwaspadai adalah apakah dalam kehamilan ini ibu mengalami anemia.
Sebab, anemia merupakan salah satu factor pemicu terjadinya perdarahan.
9. Riwayat Kesehatan Keluarga
Untuk mengetahui apakah keluarga Ibu mempunyai penyakit atau riwayat
penyakit yang dapat menjadi penyulit dalam persalinannya/ada
kemunkinan menurun atau menular pada Ibu. Hal yang perlu diwaspadai
adalah apakah dalam keluarga mempunyai riwayat gangguan pembekuan
darah. Sebab ini merupakan salah satu faktor terjadinya perdarahan.
23
10. Riwayat Sosial
a. Perkawinan :
Status perkawinan umur pertama kali menikah .... tahun Kawin ... kali
Lamanya .... tahun
b. Respon keluarga: keluarga/suami apakah mendukung persalinan ini
(Berkaitan dengan kematangan fisik, psikologis, serta sosial Ibu)
c. Pola menyusui
Pada ASI Eksklusif, normalnya menyusui setiap 2 jam – siang
dan malam hari – dengan lama menyusui 10-15 menit di setiap
payudara.
24
Tidur malam normalnya 6-8 jam/hari.
Kualitas tidur nyenyak dan tidak terganggu.
e. Pola Aktifitas
Menguraikan aktivitas yang dilakukan sehari-hari (berat
ringannya aktivitas) dan macam-macam aktivitas yang dilakukan.
Jika kegiatan pasien terlalu beerat sampai dikhawatirkan dapat
menimbulkan kesulitan post partum maka bidan akan memberikan
peringatan sedini mungkin agar Ibu membatasi kegiatannya sampai
kondisinya pulih kembali.
Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik, Cukup, Kurang.
Kesadaran : Normalnya compos mentis
TD : Normalnya 110/70 – 120/80 mmHg. Untuk
melihat resti ibu nifas.
Suhu : Normalnya 36,5 – 37,50C untuk mengetahui
adanya tanda -tanda infeksi. ¿ 380C
dianggap tidak normal dan ada tanda infeksi,.
Nadi : normalnya 60 – 100 kali/menit. (reguler/
ireguler)
RR : normalnya 16 – 24 kali/menit.
25
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan Ibu
dan bayinya serta tingkat kenyamanan fisik Ibu bersalin. Informasi
dari hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis diolah untuk membuat
keputusan klinik, menegakkan diagnosis dan mengembangkan
rencana asuhan atau perawatan yang paling sesuai dengan kondisi
Ibu.
Muka
Conjunctiva : Merah muda
Sclera : Putih
Mulut/bibir : Tidak pucat dan tidak kering
(Depkes RI, 2009: 12)
Payudara
Payudara normal, bersih, colostrums/ASI ada/tidak (tampak
keluar/tidak). Umumnya pengeluaran kolustrum terjadi
pada 1-3 hari post partum
Abdomen
Bekas SC : ada / tidak ada
Diastatis Recti : ada / tidak ada
Genetalia
- Vulva dan Vagina
Keluaran : Pada late HPP, perdarahan
bisa berupa perdarahan massif dan sangat banyak, dapat
juga sedikit-sedikit namun secara terus-menerus
Varises : Tidak ada
Oedema : Tidak ada
Kondiloma lata : Tidak ada
Kondiloma akuminata : Tidak ada
Kebersihan : Bersih
Inf. Kelenjar Bartholini : Tidak ada
Inf. Kelenjar Skene : Tidak ada
- Perineum
Ada atau tidaknya bekas luka
episiotomy/robekan/sikatrik
Ada/tidaknya tanda REEDA
Ekstrimitas
Dilihat ada atau tidaknya tanda Homan
26
3. Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb
Hematokrit
Leukosit
Gol. darah
27
TD : 110/70 – 120/80 mmHg
N : 60 – 100 kali/menit
S : 36,5 – 37,50C
RR : 16 – 24 kali/menit
- Ibu dapat mengulang kembali penjelasan yang diberikan dan akan
melakukan sesuai penjelasan yang diberikan petugas kesehatan.
Intervensi
Implementasi
Melaksanakan rencana asuhan yang telah direncanakan secara menyeluruh
dengan efisien dan aman sesuai perencanaan.
Evaluasi
Tindakan pengukuran antara keberhasilan dalam melaksanakan tindakan
untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan tindakan yang dilakukan sesuai
kriteria hasil yang ditetapkan dan apakah perlu untuk melakukan asuhan
lanjutan atau tidak.
Pendokumentasian menggunakan SOAP.
S : Data diperoleh dari keterangan/keluhan Ibu langsung
O : Data diperoleh dari hasil pemeriksaan yang didapat secara
keseluruhan.
A : Diagnosa yang ditetapkan dari data subyektif dan obyektif.
P : Perencanaan yang dilakukan sesuai diagnosa.
28
29
BAB III
KERANGKA KONSEP
Tahap Awal Perdarahan Masif : Penurunan tekanan Arteri rata-rata, isi sekuncup jantung,
tekanan vena sentral, dan wedge kapiler paru
30
Disertai Perubahan : Peningkatan Frekuensi denyut jantung kompensatorik, resistensi
vascular sistemik dan pulmonary, kontraktilitas miokardium Redistribusi curah
jantung dan volume darah yg dikendalikan oleh sentral
Perfusi ke ginjal, kulit dan uterus berkurang, aliran darah ke otak, jantung dan
kelenjar adrenal relative dipertahankan
Syok Hipovolemik
Vasokontriksi
Iskemia Organ
Kematian Jaringan
31
BAB IV
I. Pengkajian
Tanggal : 28-30 Maret 2014
Jam : Mulai 06.00 WIB
No. Register : 00220XXX
A. Data Subyektif
1. Biodata
Nama Ibu : Ny. “S” Nama Suami : Tn. “W”
Umur : 24 th Umur : 24 th
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : Bidan Magang Pekerjaan : Swasta
Alamat : Cukunguling – Lumbang Alamat : Lumbang
Pendidikan : D3 Pendidikan : S1
2. Alasan Kedatangan
Ibu ingin memeriksakan keadaannya karena keluar darah dari jalan lahir
sejak pukul 04.00 WIB berupa darah segar disertai gumpalan. Ibu
mengatakan bahwa 12 hari yang lalu dia melahirkan anak pertama.
3. Keluhan Utama
Ibu mengatakan keluar darah dari jalan lahir berupa darah segar disertai
gumpalan dan badan terasa lemas.
4. Riwayat menstruasi
Siklus : 28 hari
Lamanya : 4 hari
HPL : 30 Maret 2014
32
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita kelainan
pembekuan darah
33
- Respon keluarga : Suami senantiasa mendampingi ibu saat di RS,
keluarga merasa khawatir akan keadaan ibu.
11. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1. Pola Nutrisi
Sebelum masuk RS : Makan teratur 3x sehari, menu : nasi,
lauk pauk, sayur, minum 6-8 gelas
belimbing/ hari. Biasanya ibu makan
dengan lahap. Ibu tidak menganut adat
untuk pantang makan makanan tertentu.
Selama di RS : Pada pukul 07.00, ibu makan roti 2
lembar dan minum air mineral ±250 ml.
2. Pola Eliminasi
Sebelum masuk RS : BAK ±5 kali sehari berwarna jernih
kekuningan, terakhir BAK pagi pukul
05.00 WIB. BAB setiap pagi hari, tidak
dirasakan kesulitan dalam BAB. BAB
lembek berwarna coklat kekuningan.
Namun hari ini belum BAB, terakhir
BAB kemarin sore pukul 17.15 WIB
4. Pola menyusui :
Selama 12 hari ini ibu menyusui secara eksklusif
5. Pola Aktifitas
34
Sebelum masuk RS : Ibu sudah dapat beraktifitas seperti
biasanya. Dan sudah aktif mobilisasi.
Aktifitas Rumah tangga yang dilakukan
seperti memasak, merapikan rumah, dan
aktivitas ringan lainnya
Selama di RS : Berbaring sejak masuk RS
B. Data Obyektif
Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Lemas seperti sakit ringan
- Kesadaran : Composmentis
- TTV :
N : 80 x/ m S : 36º C
TD : 110/70 mmHg RR : 21x/m
35
Muka
Wajah : Nampak Pucat
Conjunctiva : Merah muda
Sclera : Putih
Mulut/bibir : Nampak pucat, lembab
Payudara
Puting susu menonjol, ada pengeluaran ASI, tidak ada
pengeluaran pus, tidak ada bengkak, tidak kemerahan, dan
tidak terdapat bendungan ASI.
Abdomen
Dinding perut : tidak ada diastatis recti.
TFU : pertengahan antara symphisis pubis dan
pusat
Kontraksi uterus : lembek
Kandung kemih`: kosong
Genetalia
Perineum : insisi episiotomi, medio lateral sepanjang
± 4 cm
Jahitan : terdapat jahitan perineum secara jelujur,
tidak ada pengeluaran pus, tidak terdapat tanda-tanda
REEDA
Fluksus : Aktif, ±30 ml
Ekstrimitas
Tanda Homan -/-
1. Pemeriksaan Dalam
Portio terbuka ±1 cm. Dikaji pada tanggal 28 Maret, pukul 07.00 oleh
dokter Lat
2. Pemeriksaan Penunjang
USG : Terlihat adanya sisa jaringan
Pemeriksaan Kimia Klinik :-
Pemeriksaan Darah Lengkap :
Tanggal 28 Maret 2014
WBC 7.00 K/uL
NEU 4.86 69.4 %N
LYM 1.47 20.9 %L
MONO 0.541 7.72 %M
EOS 0.063 0.894%E
BASO 0.072 1.02%B
36
RBC 4.00 M/uL
HGB 10.4 g/dL
HCT 33.2 %
MCV 82.9fL
MCH 26.1 pg
MCHC 31.5 g/dL
RDW 19.3 %
37
II. IDENTIFIKASI DIAGNOSA/MASALAH
DX : P1001 Ab000 Ibu Post Partum hari ke 12 dengan Late HPP karena sisa
plasenta
Kesadaran : composmentis
- Syok hipovelemik
38
- Kebutuhan Segera :Perbaiki Keadaan umum klien dengan pasang
infuse RL 28 tetes per menit
- Kolaborasi : Pemberian Uterotonika
- Rujukan : Tidak Dilakukan
V INTERVENSI
1. Jelaskan pada klien kondisinya saat ini dan tindakan yang akan di berikan
R/ Klien akan lebih kooperatif jika sebelumnya telah mendapatkan
penjelasan. Hal ini sekaligus sebagai informed consent apabila dilakukan
tindakan yang membutuhkan persetujuan klien.
2. Kolaborasi dengan Dokter
R/ Untuk kondisi – kondisi non fisiologis perlu kolaborasi karena bukan
termasuk kewenangan bidan. Misalnya pemberian obat uterotonika perlu
berkolaborasi dengan dokter. Apabila kontraksi uterus jelek, bersamaan
pemberian uterotonika perlu dilakukan eksplorasi.
3. Observasi TTV, kontraksi Uterus dan perdarahan
R/ Untuk memantau dan mengevaluasi perbaikan Kondisi Umum Pasien
untuk selanjutnya dapat dijadwalkan kuretase setelah KU stabil
4. Ajarkan klien untuk menjaga personal hygiene
R/mencegah terjadinya infeksi baik pada luka jahitan maupun kulit yang
semakin membuat kondisi pasien memburuk
5. Merencanakan jadwal kuretase setelah kondisi pasien stabil
39
R/ Beberapa ahli menganjurkan penanganan HPP dibutuhkan eksplorasi
secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi
kecuali pasien jatuh dalam syok. pemberian uterotonica tetap diberikan
selama dilakukan eksplorasi.
VI IMPLEMENTASI
1. Menjelaskan pada klien Kondisinya saat ini dan tindakan yang akan di
berikan.
2. Berkolaborasi dengan Dokter
Injeksi cefritaxon 2x1 ampul (dicairkan dengan aquades 4 cc) Intra Vena
Methergin 0,125 mg (3 tab x 1)
Robrorantia (1 tab x1)
Bila Hb <10gr siapkan transfusi PRC 2 labu/hari sampai / dengan ≥ HB
10gr%
3. Mengobservasi TTV dan perdarahan
N : 80 x/ m S : 36º C
TD : 110/70 mmHg RR : 21x/m
Kontraksi uterus : Lembek
Fluksus : (+)
½ pembalut basah disertai penggumpalan
4. Mengajarkan klien untuk menjaga personal hygiene dengan
VII EVALUASI
40
Tanggal : 28 Maret 2014
S : Ibu mengatakan badan masih terasa lemas dan perut mulai mulas
S : 36º C RR : 16x/m
A : P1001 Ab000 Post Partum spontan hari ke-12 dengan late HPP
P :
1. Jelaskan pada klien kondisinya saat ini dan tindakan yang akan di berikan
Klien mengerti penjelasan bidan
2. Berikan terapi berkolaborasi dengan Dokter
Obat uterotonika sudah diberikan, klien merasakan perut mulas setelah
diberikan methergin
3. Observasi TTV, kontraksi uterus dan perdarahan
N : 80 x/ m S : 36º C
41
4. Mengajarkan klien untuk menjaga personal hygiene
Klien mengerti dan akan menjaga kebersihan diri. Klien mengerti cara
membersihkan vagina. Underpad sudah diganti. Untuk baju setelah ini
baru akan diganti.
5. Rencanakan jadwal kuretase setelah kondisi pasien stabil
Klien tetap diobservasi untuk memantau kemajuan KU
O : K/U : Cukup
TD : 110/70 N : 80
S : 36º C
Fluksus : ±30 cc
A : P1001 Ab000 Post Partum spontan hari ke-12 dengan late HPP
- Melakukan Observasi
O : K/U : Cukup
TD : 120/80 N : 86
S : 36,4º C
Fluksus : ±50 cc
A : P1001 Ab000 Post Partum spontan hari ke-12 dengan late HPP
- Melakukan Observasi
S : Pasien mengeluh badannya lemas dan keluar darah dari jalan lahir
sebanyak ±400 cc
O : K/U : Lemas
GCS : 456
TD : 92/57 S : 36,7º C
N : 154x/m RR : 20x/m
O : K/U : Lemas
GCS : 456
TD : 91/59 S : 36,7º C
N : 142x/m RR : 19x/m
Berkolaborasi untuk :
memberikan injeksi Syntocinon 1 Amp IM (Pukul 10.00
WIB)
Dilakukan eksplorasi oleh Dokter Set
Dilakukan Digital abortus tang dan berhasil mengeluarkan
jaringan ±75 gr , kesan jaringan merupakan sisa plasenta &
Clot oleh dokter Las
Memberikan Injeksi (pukul 10.15)
Methergin 1 Amp IV
Keterolak 1 Amp IV
Gentamycin 1 Amp IV
Kalnex 1000 mg IV
Memberikan Gastrul 3x3 tab / rectal
Memasang Bed Site Monitor
O : K/U : Cukup
TD : 100/60 S : 38º C
N : 80x/m RR : 19x/m
O : K/U : Cukup
TD : 110/70 S : 38,2º C
N : 87x/m RR : 19x/m
Hb : 9,2 gr/dL
O : K/U : Cukup
TD : 110/70 S : 38,2º C
N : 87x/m RR : 19x/m
Hb : 10,2 gr/dL
30 Maret 2014
Albumin : 2,7 gr/dL
HASIL PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP
Pukul 10.46
WBC 8.94 K/uL
NEU 7.17 80.2 %N
LYM 1.15 12.9 %L
MONO 0.525 5.88 %M
EOS 0.059 0.304%E
BASO 0.072 0.726%B
PLT 259
MPV 7.4
PCT 0.192
PDW 14.0
PEMBAHASAN
Evaluasi
Bentuk akhir dari tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan
evaluasi. Biasanya evaluasi dilakukan pada akhir jam jaga atau beberapa jam
setelah dilakukan tindakan. Evaluasi dari kasus ini dilakukan pada satu jam
setelah diberikan tindakan, serta akhir jam jaga untuk mengetahui keberhasilan
dari tindakan yang telah dilakukan.
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
1. Perdarahan adalah salah satu penyebab utama langsung kematian maternal,
terutama di Negara yang kurang berkembang Perdarahan merupakan
penyebab terbesar kematian maternal.
2. Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi
setelah anak lahir.
3. Perdarahan dapat terjadi secara massif dan cepat, atau secara perlahan – lahan
tapi secara terus menerus.
4. Perdarahan hanyalah gejala, harus dicari tahu penyebabnya untuk memberikan
pertolongan sesuai penyebabnya.
5. Dari kasus yang di dapatkan, klien mengalami late HPP atau disebut dengan
perdarahan skunder. Perdarahan ini terjadi 12 hari postpartum dengan sisa
plasenta sebagai penyebabnya.
6. Namun dari riwayat kesehatan klien, sebelum persalinan, Hb klien rendah
yaitu 8 mg/dL. Hal ini merupakan salah satu faktor resiko yang menunjang
adanya perdarahan.
7. Perdarahan yang terjadi adalah secara perlahan-lahan namun terus-menerus
selama 12 hari.
8. Penanganan yang diberikan pertama adalah berupa perbaikan kondisi umum,
dan observasi untuk melakukan tindakan selanjutnya, yaitu kuretase.
Saran
1. Untuk mengurangi AKI di Indonesia, Upaya penanganan perdarahan memang
harus diupayakan secara cepat dan tepat.
2. Perlu adanya penyuluhan masyarakat yang lebih efektif menganai tanda
bahaya masa kehamilan dan nifas agar masyarakat mengetahui kondisi
tubuhnya sendiri dan kejadian perdarahan dapat diintervensi sejak dini, untuk
mengurangi adanya komplikasi.
3. Dalam hal ini, tenaga kesehatan berperan aktif untuk memberikan konseling,
peningkatan informasi dan pendidikan masyarakat. Serta dapat menggerakkan
kesadaran masyarakat untuk lebih proaktif dalam upaya kesehatan diri dan
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA