Anda di halaman 1dari 69

ASUHAN KEPERAWATAN IBU POST PARTUM DENGAN

KOMPLIKASI PENDARAHAN DisusunPOST


Oleh : PARTUM, INFEKSI POST
PARTUM DAN
Deswita POST
Risdha PARTUM
Moelyana 2010701062 BLUES
Andira Kurnia Suhendi 2010701037
Putri Yulia Sukanti 2010701070
Nasyahwa Rifa Rizki Andanti 2010701044
Alya Rachmawati 2010701059
Karina 2010701068
A’tina Hubbaka 2010701077
Learning outcome

Konsep dasar
- Definisi
Prevalensi - Tanda dan ASKEP
gejala
- Etiologi
- Komplikasi
Komplikasi pendarahan postpartum
A. Prevalensi
1. Komplikasi pendarahan

Penelitian di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013-2015 yaitu jenis HPP terbanyak adalah HPP
primer sebanyak 30 orang (62,5%).15 Begitu pula, penelitian ini sesuai dengan penelitian Sulistiyani
pada tahun 2010 di RS Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang yang menunjukkan persentase perdarahan
postpartum primer lebih besar dari perdarahan postpartum sekunder (58,8%:41,2%).
Hasil penelitian di atas mendukung bahwa pada kejadian HPP primer berkaitan dengan penyebab HPP
itu sendiri. Dimana, penyebab HPP primer terbanyak adalah retensio plasenta akibat plasenta yang tak
dapat keluar maksimal 30 menit setelah bayi lahir sehingga perdarahan terjadi lebih dini. Sedangkan
penyebab HPP sekunder adalah sisa plasenta. Dimana, ibu dan tenaga kesehatan tidak atau terlambat
menyadari bahwa masih tersisanya plasenta setelah 24 jam persalinan sehingga dapat menyebabkan
HPP sekunder atau lebih dari 24 jam. Pasien HPP lebih banyak ditemukan pada usia 21-34 tahun
sebanyak 27 orang (69,2%).
B. Definisi
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina
kedunia luar. Persalinan imatur adalah persalinan sat kehamilan 20-28 minggu dengan berat janin antra 500-
1.000 gr. Persalinan premature adalah persalinan saat kehamilan 28-36 minggu dengan berat janin antara
1.000 -2.5000 gr.
Perdarahan Pasca persalinan adalah kehilangan darah melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.
perdarahan primer ( perdarahan pasca persalinan dini ) terjadi dalam 24 jam pertama, sedangkan perdarahan
sekunder ( perdarahan masa nifas ). Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml
atau lebih darah setelah persalinan pervagina.
C. Etiologi

Atonia Uteri
1

Laserasi jalan lahir


2

Retensio plasenta
3
D. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah, didalam uterus masih terbuka. Pelepasan
plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum, sehingga sinus-sinus maternalis,
ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka
tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan
akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan
pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti
robekan servix, vagina dan perinium.
E. Klasifikasi
Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum
yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab
utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri,

1
retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
inversio uteri.

PerdarahanPostpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang


terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum 13
sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak

2
baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
F. Faktor resiko
Faktor risiko PPP dapat ada saat sebelum kehamilan, saat kehamilan, dan saat. Faktor risiko selama
kehamilan meliputi usia, indeks massa tubuh, riwayat perdarahan postpartum, kehamilan ganda, plasenta
previa, preeklampsia, dan penggunaan antibiotik. Sedangkan untuk faktor risiko saat persalinan meliputi
plasenta previa anterior, plasenta previa mayor, peningkatan suhu tubuh >37⁰C, korioamnionitis, dan
retensio plasenta (Briley etal., 2014). Meningkatnya usia ibu merupakan faktor independen terjadinya
PPP. Pada usia lebih tua jumlah perdarahan lebih besar pada persalinan sesar dibanding persalinan
vaginal. Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa ibu yang hamil kembar memiliki 3-4 kali
kemungkinan untuk mengalami PPP (Anderson, 2008).
G. Gejala klinik
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil, derajat
hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat persalinan. Gambaran PPP
yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi dan tekanan darah untuk mengalami
perubahan besar sampai terjadi kehilangan darah sangat banyak. Kehilangan banyak darah
tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2006;
Cunningham, 2005)
H. Komplikasi

DIC
Syok hipovelemik Penggumpalan darah secara
Gagal ginjal akut
meluas di seluruh tubuh

Gagal berfungsi organ


ARDS tubuh Kematian
Acute respiratory distress Bisa karena syok maupun
syndrome DIC
I. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Darah Pemeriksaan USG

kadar hemoglobin,
bila perlu untuk
hematokrit, masa
menentukan adanya sisa
perdarahan, masa
jaringan konsepsi
pembekuan.
intrauterine.
J. Penatalaksanaan
1. Pencegahan : obati anemia dalam kehamilan. pada pasien dengan riwayat perdarahan pasca
persalinan sebelumya, persalinan harus bersalangsung di rumah sakit. jangan memijat dan
mendorong uterus kebawah sebelum plasenta lepas. berikan 10 unit oksitosinim setelah anak lahir
dan 0,2 mg ergometrin im setelah plasenta lahir.
2. Penanganan : Tentukan apakah terdapat syok, bila ada segera berikan transfuse cairan, atau darah,
kontrol perdarahan dan berikan oksigen. bila ada keadaan umum telah membaik , lakukan
pemeriksaan untuk menentukan etiolagi.
Pada retensio plasenta, bila plasenta belum lahir dalam 30 menit, lahirkan plasenta dengan plasenta
manual. bila terdapat plasenta akreta, segera hentikan plasenta manual dan lakukan histerektomi.
ASUHAN KEPERAWATAN PENDRAHAN
POSTPARTUM
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan
mempermudah dalam merencanakan tindakan dan evaluasi, dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian
dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari
wawancara dan pemeriksaan fisik.

Pengkajian terhadap klien post partum meliputi :


Identitas pasien Data diri klien meliputi :
• nama • Pendidikan

• Umur • Alamat

• Pekerjaan • medical record


• dan lain lain
Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu

b. Riwayat kesehatan sekarang

c. Riwayat kesehatan keluarga

d. Riwayat menstruasi

e. Riwayat perkawinan

f. Riwayat hamil Riwayat Kehamilan sekarang


Pola Aktivitas Sehari – Hari

1. Makan dan minum 2. Eliminasi 3. Istirahat atau tidur


2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Perdarahan berhubungan dengan komplikasi pascapartu m(atonia uteri, retensi
plasenta)

2. Ganguan rasa aman nyaman : nyeri berhubungan dengan proses penyakit


(penekanan/kerusakan jaringan , infiltrasi)

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume secara aktif akibat
perdarahan.
3. Intervensi

Perencanaan merupakan langkah perawat dalam menetapkan tujuan dan kriteria/hasil yang diharapkan bagi
klien dan merencanakan intervensi keperawatan. Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa dalam membuat
perencanaan perlu mempertimbangkan tujuan, kriteria yang diperkirakan/diharapkan, dan intervensi
keperawatan (Andarmoyo, 2013).
Lanjutan…
No Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
NOC NIC
1 Risiko 1. Blood lose severity 1. Monitor ketat tanda-tanda perdarahan
Perdarahan 2. Blood koagulation 2. Monitor TTV
berhubung an Kriteria hasil : 3. Anjurkan pasien untuk mobilisasi dini
dengan 3. Pasien mengetahui penyebab 4. Anjurkan pasien untuk segera menyusui
komplikasi dan gejala dari perdarahan 5. Lakukan massage uteri
pascapartu m 4. Pasien tidak mengatakan 6. Monitor lokhea
(atonia uteri, merasakan gejala 7. Instruksikan pasien untuk membatasi aktIVitas
retensi plasenta) timbulnya perdarahan yang berat
5. Tidak ada hematuria dan 8. Kolaboratif dalam pemberian terapi obat
hematemesis
6. Tekanan darah dalam batas
normal systole dan diastole
(TD= 100-140/<85 mmHg
7. Perdarahan pervaginam dalam
batas normal (<500 ml)
4. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
dalam implementasi juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Pada proses keperawatan,
implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan
terminologi Nursing Intervention Classyfication (NIC), implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk
melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan atau mendelegasikan
tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian
mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap
tindakan tersebut (Kozier, 2010).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan yaitu membandingkan data subyektif dan obyektif yang dikumpulkan dari
pasien, perawat lain, dan keluarga untuk meningkatkan tingkat keberhasilan dalam memenuhi hasil
yang diharapkan ditetapkan selama perencanaan. Langkah-langkah evaluasi dari proses perawatan
mengukur respon pasien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah tujuan. Tujuan
asuhan keperawatan untuk membantu pasien menyelesaikan masalah kesehatan aktual, mencegah
kekambuhan dari masalah potensial dan pertahankan status sehat.Evaluasi terhadap asuhan
menentukan apakah tujuan ini telah dilaksanakan. Aspek dalam dari evaluasi mencakup pencukuran
kualitas asuhan keperawatan yang diberikan dalam lingkungan perawatan kesehatan.
INFEKSI POSTPARTUM
DEFINISI
Masa nifas (postpartum) merupakan masa pemulihan dari sembilan bulan kehamilan dan proses
kelahiran. Masa nifas yang biasa disebut masapuerperinium ini dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali keadaan seperti hamil. Masa nifas ini
berlangsungselama kira-kira 6 minggu. Pada masa ini terjadi perubahan-perubahanfisiologis
maupun psikologis seperti perubahan laktasi, perubahan sistemtubuh (Siahaan:2015).

Infeksi Post partum merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin. (Saifuddi, 2016).
A. Prevalensi
Angka Kematian Ibu (AKI) disebabkan beberapa faktor yaitu perdarahan karena eklamsia,
infeksi, abortus dan partus lama (SKRI, 2012). Secara nasional angka kejadian infeksi pada kala nifas
berkembang kearah infeksi akut. Asuhan pada masa nifas diperlukan dalam periode ini karena
merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Infeksi merupakan salah satu penyebab secara
langsung terjadinya kematian ibu di Indonesia (SKRI, 2012). Berdasarkan data dari Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 diperoleh 6 penyebab masih tingginya AKI di Indonesia.
Salah satu dari 6 penyebab tersebut ialah infeksi. Infeksi menjadi peringkat ke-4 setelah hipertensi
dimana infeksi mengalami peningkatan paling besar di tahun 2013. Infeksi yang tercatat terjadi pada
masa nifas sebagai penyumbang AKI adalah sebesar 94.73%, sedangkan perdarahan yangtercatat
sebagai penyumbang AKI adalah sebesar 57.21 %.
Etiologi
Penyebab infeksi puerperalis ini melibatkan a) Streptococcus haematilicus aerobic
mikroorganisme anaerob dan aerob patogen yang
merupakan flora normal serviks dan jalan lahir
b) Staphylococcus aurelis
atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang
terbanyak dan lebih dari 50% adalah
Streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak c) Escherichia coli
patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi
d) Clostridium welchii
puerperalis antara lain :
Macam-Macam Infeksi Puerperalis

Menurut Walyani dan Purwoastuti (2015) ;

● Infeksi pada Vulva, Vagina, dan Serviksa)

● Endometritis

● Peritonitis (Radang Selaput Rongga Perut)

● Parametritis
PATOFISIOLOGI
Reaksi tubuh dapat berupa maksi local dan dapat pula terjadi maksi umum. Pada infeksi dengan reaksi
umum akan melibatkan syaraf dan metabolic pada saat itu terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh
tubuh, berupa poliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibody (limfosit B).

Kemudian reaksi local yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses
pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila rusak penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa
jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan
kesembuhan. Bila trauma berlebiham, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehinggan debris yang
berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau berkumpul di jaringan tubuh yang lain
membentuk flagman (peradangan yang luas dijaringan ikat). (Sjamsuhidajat R,1997)
MANIFESTASI KLINIS

Suhu pada tubuh meningkat, malaise umum, nyeri dan lochea berbau tidak sedap, peningkatan kecepatan nadi dapat
terjadi, terutama pada infeksi berat, timbul rasa panas dan perih pada daerah yang terinfeksi, perih saat buang air
kecil, keluar cairan keputihan dan berbau.
(Sukarni & Sudarti,2014; Rosana, 2015).
FAKTOR RISIKO

■ Persalinan yang berlangsung lama sampai


terjadi persalinanan terlantar  Manipulasi penolong: terlalu sering
melakukan pemeriksaan dalam,alat yang
■ Tertinggalnya plasenta selaput ketuban dan dipakai kurang suci hama
bekuan darah. Ketuban pecah dini ata pada
pembukaan masih kecil melebihi 6 jam.  Infeksi yang didapat di rumah sakit
(nosokomial)
■ Keadaan yang dapat menurunkan kedaan
umum, yaitu perdarahan antepartum dan  Hubungan seks menjelang persalinan
post partum, anemia pada saat kehamilan,  Tindakan operasi persalinan
malnutrisi,kelelahan dan ibu hamil dengan
penyakit infeksi
PENCEGAHAN

Personal Hygiene Pengetahuan

Anjurkan ibu untuk menjaga Pendidikan merupakan upaya agar


kebersihan diri dengan cara mandi masyarakat berperilaku atau
yang teratur minimal 2 x sehari, mengadopsi perilaku kesehatan
mengganti pakaian dan las tempat dengan cara persuai, bujukan,ajakan,
tidur serta lingkungan dimana ibu himbauan, memberikan informasi/
tinggal. Merawat perineum dengan memberikan kesadaran dan lain
baik dengan menggunakan antiseptik sebaginya (Siahaan:2015).
dan selalu diingat bahwa
membersihkan perineum dari arah
depan ke belakang. (Walyani dan
Purwoastuti:2015).
PENATALAKSANAAN
1. Jangan menggaruk-garuk perineum maupun vagina
2. Jangan mengobati sendiri misalnya dengan cairan pembersih kewanitaan karena melihat adanya
keputihan.
3. Segera hubungi dokter kandungan. Selain memberi antibiotic, dokter akan menganjurkan anda untuk
merawat luka dengan cara bath seat,yakni berjongkok atau duduk kemudian membasuh bekas luka
dengan cairan antiseptic.
4. Jaga kondisi kesehatan selama hamil, dengan mengonsumsi makanan yang bersih dan memenuhi pola
diet sehat berimbang, serta minum air dalam jumlah cukup.
5. Menjaga kebersihan daerah sekitar vagina dan luka episiotomy (prosedur bedah untuk melebarkan jalan
janin lahir
6. Pastikan kepada dokter dan petugas ruang bersalin agar alat-alat persalinan dan juga ruang bersalin
terjaga kesterilannya (Sukarni &Sudarti, 2014).
ASUHAN KEPERAWATAN
INFEKSI POST PARTUM
I. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Kegiatan menghimpun informasi tentang status kesehatan klien (Rohmah dan Walid:2013).
Data yang dikumpulkan berupa data subjektif dan data objektif.
Data Subjektif: merupakan data yang berupa ungkapan, dapat didapat dengan anamnesa klien dan keluarga klien
(Walyani dan Purwoastuti:2015).

a. Identitas Klien
Nama, usia, agama, pekerjaan, alamat, dan identitas wali.
b. Keluhan Utama
Adanya keluhan pada masa nifas.
c. Riwayat Kesehatan:
d. Riwayat kesehatan sekarang
e. Riwayat kesehatan dahulu
f. Riwayat kesehatan keluarga
g. Riwayat Perkawinan
h. Menikah sejak usia berapa, lama perkawinan, berapa kali menikah, status pernikahan (status pernikahan mempengaruhi
psikologis ibu yang berhubungan dengan masa nifas).
i) Riwayat Obstetrik
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu (berapa kali ibu hamil, penolong persalinan, tempat
persalinan, cara persalinan, jumlah anak, riwayar abortus dan keadaan nifas yang lalu), riwayat persalinan
sekarang (tanggal persalinan, jenispersalinan, lama persalinan, jenis kelamin anak, keadaan bayi).
j) Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah klien pernah mengikuti KB dengan jenis kontrasepsi apa, berapa lama ibu
menggunakan kontrasepsi tersebut, apakah ibu mengalami keluhan dan masalah dalam penggunaan kontrasepsi
tersebut dan setelah masa nifas ini akan memakai kontrasepsi apa (Walyani dan Purwoastuti:2015).

k) Data pengetahuan
Untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan ibu tentang perawatan setelah melahirkan
1) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari:
a. Nutrisi dan cairan
b. Personal hygiene
c. Eliminasi
d. Istirahat dan tidur
e. Seksual
f. Aktivitas
2. Psikologis
Perubahan emosional adaptif/maladaptif.

Data Objektif: merupakan data yang perawat data langsung dari pemeriksaan fisik dan observasi (Walyani dan
Purwoastuti:2015).
1) Keadaan umum ibu Tingkat energi dan emosi ibu
2) Tanda-tanda vital, Tekanan darah normal yaitu 140/90 mmHg.
3) Suhu, Suhu tubuh normal yaitu 38 ˂0C.
4) Nadi
5) Pernapasan
6) Payudara
7) Uterus
8) Kandung kemih
9) Ekstermitas bawah
10) Genetalia
11) Perineum
12) Lochea
Diagnosis menurut NANDA (Herdman dan
Kamitsuru:2015):
1. Hipertermi yang berhubungan dengan sepsis ditandai dengan peningkatan suhu lebih dari
380, takikardi, kulit kemerahan
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera: abses ditandai dengan keluhan nyeri,
ekspresi wajah nyeri, diaforesis, perubahan parameter fisiologis
3. Gangguan rasa nyaman: fisik yang berhubungan dengan gejala terkait penyakit ditandai
dengan merasa tidak nyaman, merintih, ansietas
4. Defisiensi pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan
kurang pengetahuan
5. Risiko infeksi yang berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk mengindari pemajanan
patogen, ketuban pecah dini
INTERVENSI KEPERAWATAN

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015):

1. Hipertermi yang berhubungan dengan sepsis ditandai dengan peningkatan suhu lebih dari 38,
takikardi, kulit kemerahan:

Kriteria Hasil:

1. Suhu tubuh normal (36,50–37,50c)

2. Nadi normal (60–100 x/menit)

3. RR normal (20–30 x/menit)

4. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing


Manajemen Hipertermi:

1. Kompres hangat pasien pada lipat paha dan aksila. Rasional: kompres hangat merupakan teknik
evaporasi dalam menghantarkan panas.

2. Berikan antipiretik. Rasional: kolaborasi dalam kefektifan penurunan panas.

3. Selimuti pasien. Rasional: untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.

4. Monitor tanda-tanda vital. Rasional: adanya perubahan tanda-tanda vital mempengaruhi tindakan
selanjutnya.

5. Tingkatkan intake dan cairan. Rasional: pencegahan malnutrisi dan ketidakseimbangan volume
cairan yang disebabkan oleh peningkatan suhu.

6. Ajarkan indikasi dari hipertermi dan penanganan yang diperlukan. Rasional: Pengetahuan
merupakan modal perubahan perilaku yang lebih permanen. 
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera: abses ditandai dengan keluhan nyeri, ekspresi
wajah nyeri, diaforesis, perubahan parameter fisiologis:

Kriteria Hasil;

1. Mampu mengontrol nyeri

2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang


Manajemen nyeri:
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan fakto presipitasi. Rasional: Mengkaji nyeri secara komprehensif akan mengetahui seberapa
parah infeksi puerpuralis, mengetahui penanganan yang cepat dan tepat, serta meminimalkan
penyebaran infeksi yang lebih luas
2. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahanyaan dan
kebisingan. Rasional: lingkungan yang nyaman akan mempengaruhi psikologis klien atau mengalihkan
nyeri klien pada lingkungan yang membuat perasaan klien aman dan nyaman.
3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi. Rasional: teknik non farmakologi seperti massage dan
kompres hangat akan terjadi vasodilatasi yang dapat mengurangi nyeri dan membuat klien rileks
4. Berikan analgesik. Rasional: untuk mengurangi nyeri.
5. Cek riwayat alergi. Rasional: riwayat alergi pada obat akan mempengaruhi proses kesembuhan dan
keparahan penyakit klien.
3. Defisiensi pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan kurang
pengetahuan:

Kriteria Hasil:

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman penyakit,kondisi, prognosis, dan program


pengobatan

2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang.dijelaskan secara benar

3. Pasein dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskna perawat/tim kesehatan lain
Manajemen Defisiensi Pengetahuan:

1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik. Rasional:
Pengetahuan merupakan modal perubahan perilaku yang lebih permanen.

2. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,dengan cara yang tepat.

Rasional: agar pasien mampu melakukan penangan apabila tanda dan gejala muncul

3. Diskusikan perubahan gaya hidup.

Rasional: perubahan gaya hidup diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit.
4. Risiko infeksi yang berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk mengindari pemajanan patogen,
ketuban pecah dini:

Kriteria Hasil:

1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

3. Jumlah leukosit dalam batas normal

4. Menunjukkan perilaku hidup sehat


Manajemen Risiko Infeksi:

1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai. Rasional: menjaga kesterilan dari agen-agen infeksi.

2. Batasi pengunjung bila perlu. Rasional: mencegah penularan penyakit dan kenyamanan klien.

3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan. Rasional: menghindari infeksi
nosokomial.

4. Monitor tanda dan gejala infeksi. Rasional: perubahan tanda dan gejala menentukan tindakan yang
selanjutnya.

5. Berikan terapi antibiotik sesuai dengan mikroorganisme. Rasional: proteksi terhadap infeksi.

6. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah. Rasional: ada atau tidaknya abses/pus.


IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
dalam pelaksanaan juga meliputi, pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respons klien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah dan Walid:2013).
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati)
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah dan Walid:2013). Untuk
memudahkan perawat mengavaluasi atau memantau perkembangan klien, digunakan komponen
SOAP/SOAPIE/SOAPIER.
POST PARTUM BLUES
DEFINISI

• Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul
sementara waktu sekitar dua hari hingga 10 hari sejak kelahiran bayinya. Baby blues adalah suatu
gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama
setelah melahirkan. (Saleha, 2009)

• Menurut Cunningham (2006), baby blue adalah gangguan suasan hati yang berlangsung selam 3-6 hari
pasca melahirkan.
PREVELENSI
Hasil penelitian diperoleh bahwa ibu yang berumur < 20 atau >35 tahun mengalami postpartum
blues. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
kejadian postpartum blues lebih banyak dialami oleh wanita yang berumur <20 tahun atau >35
tahun 16,18. Hasil penelitian oleh Ilmuwan dari Royal College of Obstetricians and Gynecologist,
Inggris Raya, bahwa usia <17 tahun dan >35 tahun lebih berpotensi keguguran, operasi caesar,
dan komplikasi saat kelahiran yang angkanya meningkat tajam setelah wanita berusia di atas 35
tahun.21  
ETIOLOGI

Faktor Faktor
Hormonal Demografi

Pengalaman dalam proses


persalinan

Latar belakang Takut kehilangan


psikososial Atau Kecewa
Tanda Dan Gejala

1. Cemas tanpa sebab 8. kurangnya menjaga kebersihan dirinya

2. Menangis tanpa sebab 9. timbul gejala fisik (kesulitan bernafas,

3. Tidak percaya diri berdebar-debar)

4. Tidak sabar 10. ibu merasa kesedihan, kecemasan yang

5. sensitif, mudah tersinggung berlebihan

6. merasa kurang menyayangi bayinya 11. ibu merasa kurang diperhatikan oleh

7. tidak memperhatikan penampilan dirinya suami ataupun keluarga


Pencegahan
1. Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu
memperhatikan si ibu.
2. Makan makanan seimbang.
3. Olahraga secara teratur.
4. Meminta bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan bayinya.
5. Rencankan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami.
6. Rekreasi.
Komplikasi
Pada Ibu Pada Anak
1. Menyalahkan kehamilannya 1. Masalah prilaku, sperti masalah tidur,
2. Sering menangis tantrum, agresi dan hiperaktif
3. Mudah Tersinggung 2. Perkembangan kognitif terganggu
4. Sering teganggu dalam waktu istirahat atau 3. Sulit bersosialisasi
insomnia berat
5. Hilang percaya diri dalam mengurus bayi,
merasa takut dirinya tidak memberikan asi
bahkan takut apabila bayinya meninggal
6. Muncul kecemasan terus menerus
7. Muncul perasaan malas untuk mengurus bayi
8. Mengisolasi diri dari lingkungan masyarakat
Pemeriksaan Diagnostik
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung post partum blues.
Skrining untukmendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca
persalinan yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan
alat bantu.
Endinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validasi yang teruji yang
dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca persalinan. Pertanyaan -
pertanyaan berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-
hal lain yang terdapat pada post partum blues. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca
salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian.
Penatalaksanaan
1. Dengan cara pendekatan komunikasi teraupetik Tujuan dari komunikasi teraupetik adalah
menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan
cara :
a. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi.
b. Dapat memahami dirinya
c. Dapat mendukung tindakan konstruksi
Lanjutan..
2. Peningkatan support mental/dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan
dengan masa nifas dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase, sebagai
berikut :
a) Fase taking in.
b) Fase taking hold
c) Fase letting go
ASUHAN KEPERAWATAN
POST PARTUM BLUES
Pengkajian

Pengkajian klien post-partum blues menurut Bobak (2004) dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang
baru. Pengkajiannya meliputi :

1. Identitas klien
2. Data diri klien meliputi: nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record,dan lain-lain.
3. Dampak pengalaman melahirkan;
4. Rencana tentang kelahiran anak mereka diluar yang diharapkan (misalnya induksi,
5. anastesi epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa
6. mencapai yang telah direncanakan sebelumnya.
5. Citra diri ibu Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri. Citra tubuh dan seksualitas ibu.
6. Interaksi Orang Tua – Bayi berupa respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan
perilaku maladaptive.
7. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif dilihat dari kemampuan orang tua seperti, respon social yang tidak
matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan
suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya.
Perilaku maladaptive terlihat ketika respon orangtua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya.
8. Struktur dan Fungsi Keluarga Komponen penting lain dalam pengkajian pasa pasien post aprtum blues ialah
melihat komposisi dan fungsi keluarga.
Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis edema/pembesaran jaringan atau


distensi, efek-efek hormonal.
2. Resiko gangguan proses menyusui berhubungan dengantingkat pengetahuan pengalaman sebelumnya,
usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu.
3. Resiko terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan
emosional.
Intervensi
1. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-
efek hormonal.

Tujuan: Mengidentifikasi kebutuhan dan mengunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan.


Intervensi Keperawatan :
1) Tentukan adanya, lokasi dan sifat ketidaknyamanan. R/ Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan
intervensi yang tepat.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi. R/ Dapat menunjukan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan
terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
3) Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah melahirkan. R/ Memberi anesthesia
lokal, meningkatkan vasokontriksi, dan mengurangi edema dan vasodilatasi.
4) Berikan kompres panas lembab ( misalnya : rendam duduk / bak mandi ). R/ Meningkatkan sirkulasi pada perineum,
meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy. R/ Pengunaan pengencangan gluteal
saat duduk menurunkan stress dan tekanan langsung pada perineum.
2. Resiko gangguan proses menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia
gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu.

Tujuan: Mengungkapkan pemahaman tentang proses / situasi menyusui mendemonstrasikan teknik efektif dari
menyusui, menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya R/ Membantu dalam
mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.
2) Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga. R/ Mempunyai
dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil.
3) Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan putting
dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan factor-faktor yang memudahkan atau menganggu keberhasilan
menyusui. R/ Membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah putting pecah dan luka, memberikan
kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.
4) Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui R/ Posisi yang tepat biasanya mencegah luka
putting tanpa memperhatikan lamanya menyusui.
5) Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi misalnya ; program kesehatan ibu
dan anak ( KIA ). R/ Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional.
3. Resiko gangguan proses menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia
gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur / karakteristik fisik payudara ibu.

Tujuan: Mengungkapkan pemahaman tentang proses / situasi menyusui mendemonstrasikan teknik efektif dari
menyusui, menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama lain.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya R/ Membantu dalam
mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan mengembangkan rencana perawatan.
2) Tentukan system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga. R/ Mempunyai
dukungan yang cukup meningkatkan kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan berhasil.
3) Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan putting
dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan factor-faktor yang memudahkan atau menganggu keberhasilan
menyusui. R/ Membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah putting pecah dan luka, memberikan
kenyamanan, dan membuat peran ibu menyusui.
4) Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik-teknik menyusui R/ Posisi yang tepat biasanya mencegah luka
putting tanpa memperhatikan lamanya menyusui.
5) Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi misalnya ; program kesehatan ibu
dan anak ( KIA ). R/ Pelayanan ini mendukung pemberian ASI melalui pendidikan klien dan nutrisional.
4. Resiko terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh kompliksi fisik dan
emosional.

Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan peran menjadi
orang tua secara realistis, dan secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji kekuatan, kelemahan, usia , status perkawianan, ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang
budaya. R/ Menidentifikasi factor-faktor resiko dan sumber–sumber pendukung, yang mempengaruhi
kemampuan klien / pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang tua.
2) Perhatikan respon klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua. R/ Kemampuan klien
untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan
kuat.
3) Evaluasi sifat dari menjadi orang tua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien/pengalaman selama
kanak-kanak. R/ Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran orang tua mereka sendiri
menjadi model peran.
Lanjutan….

4) Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalionan, adanya komplikasi dan peran pasangan pada
persalinan. R/ Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara menurunkan energy fisik dan emosional yang
perlu untuk mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negative mempengaruhi menyusui.
5) Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi prenatal, intranatal dan pascapartal. R/
kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi,atau adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi
psikologis klien.
6) Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai dengan indikasi. R/ Ibu sering
mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti bayi yang diharapkan.
Implementasi
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang
dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut
Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu
sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan
kegiatan.

Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan. Evaluasi ini akan mengarahkan asuhan
keperawatan, apakah asuhan keperawatan yang dilakukan ke pasien berhasil mengatasi masalah pasien ataukan
asuhan yang sudah dibuat akan terus berkesinambungan terus mengikuti siklus proses keperawatan sampai
benar-benar masalah pasien teratasi.

Anda mungkin juga menyukai