Anda di halaman 1dari 29

PERDARAHAN POST PARTUM

KELOMPOK 8

Yanti Trisnawati 2250347144 Silvia Hardiyanti 2250347047

Andina Nursofianti 2250347145 Johana Tapangan 2250347067

Yulandari Febriana 2250347156 Lidya Sumaryat 2250347070

Suci Geshany 2250347157 Ayang Fili 2250347088

Suci Primadita Achmad 2250347017 Febrianti Nur Azizah 2250347103

Agustami Indriyana Sani 2250347020 Dewi Quraisyin 2250347133

Nevi Milawati 2250347125    


DEFINISI
Perdarahan pasca-salin (PPS) secara umum
didefinisikan sebagai kehilangan darah dari saluran
genitalia >500 ml setelah melahirkan pervaginam atau
>1000 ml setelah melahirkan secara seksio sesarea.
Perdarahan pasca-salin dapat bersifat minor (500-1000 ml)
atau pun mayor (>1000 ml).
KLASIFIKASI

1. Perdarahan pasca-salin primer adalah perdarahan yang


terjadi dalam 24 jam pertama pasca-salin
2. Perdarahan pasca-salin sekunder merupakan
perdarahan yang terjadi setelah periode 24 jam
tersebut.

Pada umumnya, PPS primer/dini lebih berat dan lebih


tinggi tingkat morbiditas dan mortalitasnya dibandingkan
PPS sekunder/lanjut.
PENYEBAB PERDARAHAN POST PARTUM
1. Tone merupakan masalah pada 70% kasus PPS, yaitu
diakibatkan oleh atonia dari uterus.
2. Trauma menyebabkan 20% kasus PPS. Trauma dapat
disebabkan oleh laserasi serviks, vagina dan perineum,
perluasan laserasi pada SC, ruptur atau inversi uteri dan trauma
non traktus genitalia, seperti ruptur subkapsular hepar.
3. Tissue menyebabkan 10% kasus lainnya seperti retensi produk
konsepsi, plasenta (kotiledon) selaput atau bekuan, dan plasenta
abnormal.
4. Thrombin Faktor penyebab dari diantaranya abnormalitas
koagulasi yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar < 1 % kasus
Etiologi atau Faktor Resiko Perdarahan
Faktor yang berhubungan dengan Rest
Placenta / Sisa Plasenta
1. Umur
2. Paritas
3. Status Anemia dalam kehamilan

7
Atonia Uteri
Etiologi
Kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Namun demikian ada beberapa
faktor yang biasa dikenal (Wiknjosastro, 2010) :
1. Peregangan uterus yang berlebihan
Otot-otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu, setelah melewati
batas tersebut terjadi kontraksi.
2. Umur
Menurut Puji Rochyati dan Hebert (2010), umur ibu hamil atau bersalin yang termasuk risiko
tinggi yaitu primipara muda kurang dari 16 tahun dan primipara tua berusia lebih dari 35 tahun
Lanjutan ….
3. Paritas
Pada kehamilan seorang ibu yang berulang kali (grande multipara), maka uterus juga akan
berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera
setelah plasenta lahir.

4. Jarak Persalinan
Jarak persalinan yang kurang dari 2 tahun mengakibatkan kelemahan dan kelelahan otot
rahim, sehingga cenderung akan terjadi perdarahan post partum (Manuaba, 2010)

5. Partus Lama
Lamanya persalinan menyebabkan adanya gangguan yang terjadi pada kekuatan his yang
lemah, frekuensi his yang berkurang, lamanya kekuatan his berlangsung, koordinasi tidak
teratur. Sehingga dampak dari kegagalan his tersebut menyebabkan persalinan berjalan
lambat dan lama serta menyebabkan terjadinya kelelahan pada otot uterus untuk berkontraksi
(Manuaba, 2012).
Robekan Jalan Lahir
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ruptur:
1. Faktor Ibu
a. Meneran
b. Paritas
Primipara lebih berisiko mengalami robekan jalan lahir daripada multipara

2. Faktor janin

a. Berat badan bayi baru lahir

Berat badan janin yang berlebih yaitu lebih dari 3500gr dapat mengakibatkan terjadinya ruptur

perineum

b. Presentasi
Tanda dan Gejala
Perdarahan Postpartum
Tanda dan gejala
GEJALA & TANDA TANDA & GEJALA LAIN DIAGNOSIS
 Uterus tidak berkontraksi dan lembek  Syok Atonia Uteri
 Perdarahan segera sete-lah anak lahir  Bekukan darah pada serviks / posisi terlen-
tang akan menghambat aliran darah keluar

 Uterus kontraksi dan keras  Pucat Robekan jalan lahi


 Plasenta lengkap  Lemah
 Darah segar yang meng-alir segera  Menggigil
setelah bayi lahir

 Plasenta belum lahir setelah 30 menit  Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Retensio plasenta
 Perdarahan segera (P3)  Inversio uteri akibat tarikan
 Uterus berkontraksi dan keras  Perdarahan lanjutan

 Plasenta / sebagian selaput  Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak Tertinggalnya sebagian plasenta atau
(mengandung pembuluh darah) tidak berkurang ketuban
lengkap
 Perdarahan segera (P3)

 Uterus tidak teraba  Neurogenik syok Inversio uteri


 Lumen vagina terisi masa  Pucat dan limbung
 Tampak tali pusat (bila plasenta belum
lahir)
Gejala berdasarkan jumlah kehilangan darah
Estimasi kehilangan darah
Kondisi Patologis yang Menimbulkan komplikasi
Perdarahan Postpartum
1. Atonia uteri
keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak
mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir.18
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan rangsangan taktil (masase) fundus uteri. Atonia uteri adalah
kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi. Hal
ini merupakan penyebab perdarahan postpartum yang paling penting dan
biasa terjadi segera setelah lahirhingga 4 jam persalinan. Atonia uteri
menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok
hipovolemik.
Lanjutan …
2. Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari. perdarahan
pasca salin. Robekan dapat terjadi bersama atonia uteri. Perdarahan
postpartum dengan uterus yang baik biasanya disebabkan oleh robekan
serviks atau vagina. Setelah persalinan selalu dilakukan pemeriksaan vulva
dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan speculum juga perlu
dilakukan setelah persalinan.Robekan dapat terjadi ringan (lecet), luka
episiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan sampai rupture
perineum totalitas (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina,
forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan hingga
rupture uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan dilakukan inspeksi yang
teliti untuk mencari kemungkinan adanya robekan.
Lanjutan …
3. Retensio Plasenta
Intervensi yang membutuhkan persalinan kala tiga yang abnormal adalah
retensio plasenta lebih dari 30 menit, karena sebagian besar kala tiga selesai
dalam 10 hingga 20 menit pertama setelah melahirkan. Persalinan normal
ditandai dengan kontraksi teratur dan nyeri yang diakhiri dengan persalinan
janin dan plasenta.
Lanjutan …
4. Sisa plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dalam menimbulkan perdarahan.
Perdarahan Postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi
potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah
persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang
hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan.

5. Kelainan pembekuan darah


Pencegahan perdarahan post partum
Pencegahan perdarahan post partum

1. Rutin melakukan pemeriksaan kehamilan.


Dengan melakukan pemeriksaan secara rutin kesehatan ibu dan janin
bisa terpantau dengan baik pemeriksaan yang di lakukan diantaranya
menghitung IMT ibu hamil untuk memastikan ibu hamil tidak
mengalami KEK, tes kadar hemoglobin ( Hb ) dalam darah yang
bisanya di lakukan pada awal kehamilan.
Lanjutan….
2. Melakukan menagement aktif kala III
1)Pemberian Uterotonika.
Setelah bayi lahir dalam waktu satu menit, periksa lagi fundus uteri untuk memastikan tidak
adanya janin ke dua. Lalu suntikan oxytosin sebanyak 10 IU secara IM. Penggunaan Oxytosin
lebih di utamakan daripada uterotonika lain, di karenakan waktu reaksi yang cepat2-3 menit
setelah injeksi, efek samping yang minimal dan dapat di berikan kepada seluruh wanita.

2)Melalukan peregangan tali pusat terkendali.

3)Massase uterus setelah plasenta lahir


Tindakan lain untuk mencegah perdarahan paska persalinan adalah dengan melakukan massase
uterus. Setelah plasenta lahir, lakukan massase uterus sehingga uterus berkontraksi dengan baik,
serta periksa kontraksi uterus setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada jam
berikutnya selama 2 jam.
Asuhan dan pengelolaan perdarahan post partum
primer
Asuhan dan pengelolaan kasus

Asuhan dan pengelolaan kasus pada perdarahan postpartum


atau postpartum hemorrhage (PPH) terdiri dari 2 tahap, yaitu tata
laksana umum dan khusus. Tata laksana umum adalah penilaian
dan penanganan kegawatdaruratan, termasuk tanda-tanda syok
hipovolemik. Sedangkan tata laksana khusus diberikan sesuai
dengan penyebab perdarahan, yaitu 4T (tonus, tissue, trauma,
thrombin).
Tata Laksana Umum
Tindakan awal untuk pasien perdarahan postpartum adalah penilaian dan penanganan
kegawatdaruratan, termasuk tanda-tanda syok hipovolemik. Tata laksana umum meliputi:
• Memberikan terapi oksigen
• Memasang jalur intravena (IV) dengan jarum besar (ukuran 16 G atau 18 G), untuk 
resusitasi cairan dengan cairan kristaloid atau normal salin. Carian dapat diberikan
secara bolus jika terdapat syok hipovolemik
• Memeriksa golongan darah crossmatch dan darah lengkap, untuk persiapan transfusi
 sesuai protokol. Transfusi darah diberikan apabila Hb <8 g/dL atau secara klinis
menunjukkan tanda-tanda anemia berat
• Memasang kateter urin untuk memantau urine output
• Memantau tanda-tanda vital secara terus menerus
• Menentukan penyebab atau sumber perdarahan, untuk menentukan tata laksana khusus
Tata Laksana Khusus
Penatalaksanaan khusus diberikan sesuai dengan penyebab perdarahan
postpartum, yakni  4T (tonus, tissue, trauma, thrombin).
1) Tonus
Pada gangguan tonus, pemijatan uterus dapat dilakukan untuk membantu
memperbaiki tonus dan menghentikan perdarahan.  Selain itu, dapat
diberikan obat-obat uterotonika yang merangsang kontraksi uterus, seperti :
• Oksitosin: berfungsi untuk menstimulasi segmen atas dari miometrium
agar dapat berkontraksi dengan teratur, dan dapat menimbulkan
konstriksi arteri-arteri spiral serta menurunkan aliran darah ke uterus.
• Misoprostol: bekerja dengan menginduksi kontraksi uterus secara
menyeluruh.
Jika uterus tidak berkontraksi atau terjadi Atonia Uteri maka asuhan selanjutnya adalah
– bersihkan bekuan darah dan atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks
– Pastikan bahwa kandung kemih ibu kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi lakukan kateterisasi
kandung kemih dengan menggunakan tekhnik aseptik
• Lakukan kompresi bimanual interna (KBI) selama 5 menit
•  Evaluasi keberhasilan :
1) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-perlahan keluarkan tangan dan
pantau ibu secara ketat selama kala empat.
2) Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian,
segera lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan.
• Anjurkan keluarga untuk membantu melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE) jika
uterus tidak segera berkontraksi setelah 5 menit
1. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI, karena KBI dengan ergometrin
dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.
2. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk.
Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infus cairan hingga ibu tiba di tempat
rujukan
2) Trauma
Pada keadaan trauma, misalnya laserasi jalan lahir, harus dilakukan penjahitan
laserasi secara kontinu. Sedangkan pada inversio uteri dapat dilakukan reposisi
uterus.
3) Tissue
Pada keadaan retensio plasenta, dilakukan manual plasenta dengan hati-hati.
Sedangkan pada sisa bekuan darah, dilakukan eksplorasi digital atau aspirasi
vakum manual untuk mengeluarkan bekuan darah atau jaringan sisa.
4) Thrombin
Pada kondisi gangguan faktor pembekuan darah, dapat diberikan transfusi
darah lengkap untuk menggantikan faktor pembekuan darah dan sel darah
merah. Selain itu, dapat juga diberikan asam traneksamat dengan dosis 1 gram.
Dosis asam traneksamat dapat diulang jika perdarahan berlangsung >30 menit.
TERIMA KASIH   

Anda mungkin juga menyukai