PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak lebih
dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau sesudah kelahiran
plasenta. Menurut waktu kejadiannya, perdarahan postpartum sendiri dapat dibagi atas
perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir, dan
perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu
setelah kelahiran bayi (I.B.G Manuaba, 2007).
Kematian ibu hamil dapat diklasifikasikan menurut penyebab mediknya sebagai
obstetric “langsung” dan “tidak langsung”. Menurut laporan WHO (2008) bahwa
kematian ibu di dunia disebabkan oleh perdarahan sebesar 25%, penyebab tidak langsung
20%, infeksi 15%, aborsi yang tidak aman 13%, eklampsia 12%, penyulit persalinan 8%
dan penyebab lain 7% (Depkes RI, 2008).
Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan. Lebih
dari separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan,
sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Walaupun seorang perempuan
dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan setelah persalinan, namun ia akan
menderita anemia berat.
Insidensi perdarahan postpartum pada negara maju sekitar 5% dari persalinan,
sedangkan pada Negara berkembang bisa mencapai 28% dari persalinan dan menjadi
masalah utama dalam kematian ibu. Penyebabnya 90% dari atonia uteri, 7% robekan jalin
lahir, sisanya dikarenakan retensio plasenta dan gangguan pembekuan darah (Ambar
Dwi, 2010).
Di Indonesia diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan. Setiap
tahunnya paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal.
Perdarahan pasca persalinan terutama perdarahan postpartum primer merupakan
perdarahan yang paling banyak menyebabkan kematian ibu. Perdarahan postpartum
primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran
(Darmin Dina, 2013).
Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kematian ibu
melahirkan adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%), dan infeksi (11%). Anemia dan
kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya
perdarahan dan infeksi yang merupakan faktor utama kematian ibu. Menurut data WHO,
di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh
perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen
(Depkes RI, 2010).
Menurut WHO, Negara yang berkembang memiliki angka kematian ibu 25%
kematian ibu itu disebabkan oleh Perdarahan Post Partum. Terhitung lebih dari 100.000
kematian maternal pertahun. Menurut bulletin “American Collage of Obstetrician and
Gynecologists” menempatkan perkiraan 140.000 kematian ibu pertahun (Darmin Dina,
2013)
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Perdarahan Persalinan ?
C. TUJUAN
Apakah yang dimaksud dengan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Perdarahan
Persalinan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Definisi perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah
bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu
sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada
umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan
perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin,
sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus
segera dilakukan (Prawirohardjo, 2011).
Perdarahan postpartum sering didefenisikan secara berturut-turut sebagai
kehilangan darah berlebihan dari traktus genetalia dalam 24 jam setelah persalinan,
sebanyak 500 ml atau lebih, atau sebanyak apapun yang mengganggu kesejahtraan ibu
(Widiarti, 2007).
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah
perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan
yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain
pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan
darah sistolik <90 mmHg, denyut nadi> 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL. Perdarahan
pascapersalinan adalah perdarahan melebihi 500 ml pasca persalinan setelah bayi lahir
(Ambar Dwi, 2010).
Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah
kelahiran dan biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital
(Vicky Chapman, 2006).
Perdarahan pasca partum adalah perdarahan yang terjadi setelah kelahiran bayi,
sebelum, selama dan sesudah keluarnya plasenta (Harry Oxorn, 2010). Perdarahan post
partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir. Dalam
persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat karena tercampur dengan
air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh karena itu bila terdapat
perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk melakukan pengobatan
sebagai perdarahan postpartum.
3. Retensio Placent
a. Definisi
Retensio placenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 30 menit
setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2007).
b. Tanda/Gejala
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan
segera, kontraksi uterus baik.
Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat kontraksi
berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan (Salemba, 2010).
c. Etiologi
Plasenta belum terlepas dan dinding rahim karena melekat dan tumbuh dalam.
Menurut tingkat perlekatannya:
Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.
Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
endometrium sampai ke miometrium.
Plasenta akreta : vili khorialais tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum
dinding rahim.
Plasenta sudah terlepas dan dinding rahim namun belum keluar karena atonia
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan
indikasi untuk segera mengeluarkannya (WHO, 2003).
4. Rest Placenta
a) Definisi
Adalah tertinggalnya sisa-sisa plasenta atau sebagian selaput mengandung
pembuluh darah (Prawirohardio, 2011).
b) Tanda dan gejala
Gejala yang selalu ada yaitu plasenta atau sebagian selaput (mengandung
pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera
Gejala yang kadang-kadang timbul yaitu uterus berkontraksi baik tetapi tinggi
fundus tidak berkurang (WHO, 2003).
c) Etiologi
Kesalahan penatalaksanaan kala tiga
Potongan-potongan placenta yang ketinggalan tanpa diketahui
Jaringan yang melekat dengan kuat
5. Robekan Servik
a) Konsep Dasar
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks
seorang multipara berbeda dengan yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke
segmen bawah uterus. Apabila terjadi rahan yang tidak berhenti walaupun
plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan
adanya perlukan jalan lahir khususnya robekan serviks uteri. Dalam keadaan ini
serviks harus diperiksa dengan spekulum. Pemeriksaan juga harus dilakukan
secara rutin setelah tindakan obstetrik yang sulit (Sumarah, 2009).
Perdarahan pasca persalinan pada uterus yang berkontraksi baik harus
memaksa kita untuk memeriks aserviks uteri dengan pemeriksaan spekulum
sebagai profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi
untuk pemeriksaan spekulum (obstetric patologi Unpad, edisi 2, 2005).
b) Diagnosa
Jika perdarahan post partum pada uterus yang berkontraksi baik harus idlakukan
pemeriksaan serviks secara inspekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya semua
pesalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk pemeriksaan inspekulo.
c) Etiologi
Etiologi robekan serviks yaitu : partus presipitatus, trauma karena pemakaian alat
seperti cunam, vakum ekstraktor, melahirkan kepala janin dengan letak sungsang
secara paksa padahal pembukaan serviks uteri belum lengkap, partus lama dimana
telah terjadi serviks edem sehingga jaringan serviks sudha menjadi rapuh dan
mudah robek.
6. Inversio Uteri
a) Definis
Suatu keadaan dimana fundus uteri mausk ke dalam kavum uteri, dapat secara
mendadak atau terjadi perlahan, selain dari pada itu pertolongan pesalinan yang
makin banyak dilakukan tenaga terlatih maka kejadian inversio uteripun makin
berkurang.
b) Diagnosa untuk menentukan keadaan inversio uteri
Untuk menegakan diagnosa, maka periksa fundus dan hasilnya adalah fundus
uteri menghilang dari abdomen; pemeriksaan dalam; fundis uteri di dalam
lingkungan/ruangan rahim dapat dengan atau tanpa plasenta, disertai rahim.
c) Penanganan (dilakukan oleh dokter)
Jika ibu kesakitan, berikan petidin 1 mg/kg BB (tetapi jangan lebihd ari 100
mg) I.M. atau I.V secara perlahan atau berikan Morfin 0.1 mg/kg Bb I.M.
Catatan jangan diberikan oksitosi sampai inversi telah direposisi
Jika perdarahan berlanjut, l akukan uji pembekuan darah dengan cara
sederhana
Berikan antibiotik profilaksis dosis tunggal setelah mereposisi uterus misal :
ampisilin 2g I.V ditambah metronidazol 500 mg I.V. atau sefazolin 1 gr I.V
ditambah metronidazol 500 mg I.V.
Jika terdapat tanda-tanda infeksi berikan antibiotik untuk metritis
Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi vaginal. Hal ini mungkin
membutuhkan rujukan ke pusat pelayanan kesehatan primer.
Cara melakukan reposisi inversio uteri: pasang infus, masukkan tangan ke
vagina, fundus didorong ke atas berikan uterotonika, lakukan plasenta
manual.
F. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan
menutut kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan
akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat
penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan
demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang
luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus - sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan
menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan
akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat
penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan
demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang
luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atonia uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup
sempura sehingga terjadi per darahan terus menerus. Trauma jalan terakhir seperti
epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan
karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia
atau hipofibrinogemia karena tidak ada kurangnya fibrin untuk membantu proses
pembekuan darah juga merupakan penyabab dari perdarahan dari postpartum. Perdarahan
yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada
tempat implementasinya yang akan menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi
otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah terbuka serta menimbulkan perdarahan.
Perdarahan placenta rest dapat diterangkan dalam mekanisme yang sama dimana akan
terjadi gangguan pembentukan thrombus di ujung pembuluh darah, sehingga
menghambat terjadinya perdarahan. Pemebentukan epitel akan terganggu sehingga akan
menimbulkan perdarahan berkepanjangan. (I.B.G Manuaba, 2007)
G. Manifestasi Klinis
Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga
pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda Penyulit Diagnosa
penyebab
Uterus tidak berkontraksi dan Syok Atonia uteri
lembek Bekuan darah pada serviks
Perdarahan segera setelah bayi atau pada posisi terlentang
lahir akan menghambat aliran
darah keluar
Darah segar mengalir segera Pucat Robekan jalan
setelah anak lahir Lemah lahir
Uterus berkontraksi dan keras Mengigil
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah Tali pusat putus Retensio
30 menit Inversio uteri plasenta
Perdarahan segera, uterus Perdarahan lanjutan
berkontraksi dan keras
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi tetapi Tertinggalnya
tidak lengkap tinggi fundus uteri tidak sebagian plasenta
Perdarahan segera berkurang
Uterus tidak teraba Neurogenik syok, pucat dan Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa limbung
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan
dengan masalah dan komplikasi
Atasi syok jika terjadi syok
Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan
uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL
dengan tetesan 40 tetes/menit ).
Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan
lahir
Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan
pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
2. Penatalaksanaan khusus
1) Atonia uteri
Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan
pengurutan uteri
Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahi
Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
- Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding
abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan
yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan,
pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke
fasilitas kesehata rujukan.
- Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan
pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit
pembuluh darah didalam miometrium.
- Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari
tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian
tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga
mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan
atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
2) Retensio plasenta dengan separasi parsial
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang
akan diambil.
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak
terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit,
bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan halus.
Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g
supp/oral ).
3) Plasenta inkaserata
Tentukan diagnosis kerja
Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang
kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi
serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL
untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan
plasenta.
Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan speculum
Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan
agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem
tersebut.
Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik
plasenta keluar perlahan-lahan.
4) Ruptur uteri
Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan
siapkan laparatom
Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan
kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan,
lakukan operasi uterus
Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan
lakukan histerektomi
Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
5) Sisa plasenta
Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah
dilahirkan
Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan
evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10
hari.
6) Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang
yang dapat diserap
Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis
dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung
robekan
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa,
menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter
ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan
benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub
kutikuler
Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.
7) Robekan serviks
Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami
robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan
dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai
robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan
kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan
perdarahan paska tindakan
Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr%
berikan transfusi darah
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
keluhan utama yang sering didapatkan dari klien dengan perdarahan post partum
adalah perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin,
kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli,
hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil.
Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus
lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
c) Riwayat kesehatan :
Kelainan darah dan hipertensi
d) Pengkajian fisik :
Tanda vital :
Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
Suhu : Normal/ meningkat
Kesadaran : Normal / turun
Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi
Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil memanjang
Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan s/d perdarahan pervaginam
2. Gangguan perfusi jaringan s/d perdarahan pervaginam
3. Cemas/ketakutan s/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
4. Resiko infeksi s/d perdarahan
5. Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.
A. KESIMPULAN
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam
setelah anak lahir. Perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi perdarahan postpartum
primer dan perdarahan postpartum sekunder. Perdarahan postpartum dapat disebabkan oleh
atonia uteri, laserasi jalan lahir, retensio plasenta, hematoma dan kelainan pembekuan darah.
Karena etiologi dari perdarahan postpartum berbeda-beda. Oleh sebab itu,
penanganannya juga berbeda-beda. Namun dalam hal ini, sangat perlu diperhatikan manajemen
aktif kala II dan III dengan baik. Selain itu, tindakan deteksi dini dan sangat berarti dalam
pencegahan terjadinya perdarahan postpartum demi menekan tingginya Angka Kematian Ibu
(AKI) akibat perdarahan postpartum.
B. SARAN
Mahasiswa diharapkan dapat mengenali perdarahan postpartum sehingga dapat
melakukan tindakan deteksi, pencegahan serta penanganan terhadap perdarahan postpartum.
DAFTAR PUSTAKA
Asuhan Kebidanan Persalinan Normal Dan Patologi 2013, Djuhadiah Saadong, M.Kes
Prawirohardjo S.(2002) : Perdarahan Pasca Persalinan. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP
Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company,
Pholadelpia.
Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR, Surabaya