Anda di halaman 1dari 40

Dr.

Fetty Miawaty, SpOG


 Perdarahan yang terjadi > 500 ml setelah bayi lahir.
 Terjadi peningkatan frekuensi nadi & pernafasan ibu,
penurunan tekanan darah  syok.
 Meningkatkan risiko infeksi nifas.

Penyebab 4T ( tone, tissue, tear, trombine ):


 Atonia uteri : penyebab tersering
 Perlukaan jalan lahir
 Lepasnya sebagian plasenta dari uterus/Tertinggalnya
sebagian plasenta
 Kelainan pembekuan darah (hipofibrinogenemia) :
solusio plasenta, retensi IUFD, emboli air ketuban
Perdarahan post partum dini yaitu perdarahan
setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama
persalinan dan
perdarahan post partum lanjut yaitu perdarahan
setelah 24 jam persalinan.
PENGELOLAAN SYOK
 Selalu siapkan tindakan gawat darurat
 Tata laksana persalinan kala III secara aktif
 Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu bila
dimungkinkan
 Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran
nadi, tekanan darah, pernafasan dan suhu
 Jika terdapat syok lakukan segera penanganan
 Periksa kandung kemih, bila penuh kosongkan
 Cari penyebab perdarahan dan lakukan pemeriksaan untuk
menentukan penyebab perdarahan
DIAGNOSIS
GEJALA & TANDA TANDA & GEJALA LAIN
KERJA
 Uterus tidak berkontraksi  Syok
dan lembek  Bekukan darah pada
 Perdarahan segera sete- serviks / posisi terlen- Atonia uteri
lah anak lahir tang akan menghambat
aliran darah keluar
 Darah segar yang meng-  Pucat
alir segera setelah bayi  Lemah
lahir  Menggigil Robekan
 Uterus kontraksi dan jalan lahir
keras
 Plasenta lengkap
 Plasenta belum lahir  Tali pusat putus akibat
setelah 30 menit traksi berlebihan
 Perdarahan segera (P3)  Inversio uteri akibat
Retensio
 Uterus berkontraksi dan tarikan plasenta
keras  Perdarahan lanjutan
TANDA & GEJALA
GEJALA & TANDA DIAGNOSIS KERJA
LAIN
 Plasenta / sebagian  Uterus berkontraksi
selaput (mengan-dung tetapi tinggi fundus
pembuluh da-rah) tidak tidak berkurang Tertinggalnya sebagian
lengkap plasenta atau ketuban
 Perdarahan segera (P3)

 Uterus tidak teraba  Neurogenik syok


 Lumen vagina terisi masa  Pucat dan limbung
 Tampak tali pusat (bila Inversio uteri
plasenta belum lahir)

 Sub-involusi uterus  Anemia Endometritis atau sisa


 Nyeri tekan perut bawah  Demam fragmen plasenta
dan uterus Late postpartum
 Perdarahan hemorrhage
 Lokhia mukopurulen dan Perdarahan postpartum
berbau sekunder
ATONIA UTERI

 Terjadibila miometrium tidak berkontraksi


 Uterus menjadi lunak dan pembuluh darah
pada daerah bekas perlekatan plasenta
terbuka lebar
 Penyebab tersering perdarahan postpartum
(2/3 dari semua perdarahan postpartum
disebabkan oleh atonia uteri)
 Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari
kondisi normal :
◦ Polihidramnion
◦ Kehamilan kembar
◦ Makrosomia
 Persalinan lama
 Persalinan terlalu cepat
 Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
 Infeksi intrapartum
 Paritas tinggi
MANAJEMEN AKTIF KALA III
 Suntikan Oksitosin 10 IU im
 Peregangan Tali Pusat Terkendali
 Masase Uterus
Masase fundus uteri
Segera sesudah plasenta lahir
(maksimal 15 detik)

Ya Evaluasi rutin
Uterus kontraksi ?

Tidak

 Evaluasi / bersihkan bekuan


darah / selaput ketuban
 Kompresi Bimanual Interna
(KBI)  maks. 5 menit

 Pertahankan KBI selama 1-2 menit


Uterus kontraksi ? Ya  Keluarkan tangan secara hati-hati
 Lakukan pengawasan kala IV
Tidak

 Ajarkan keluarga melakukan Kompresi


Bimanual Eksterna (KBE)
 Keluarkan tangan (KBI) secara hati-hati
 Suntikan Methyl ergometrin 0,2 mg i.m
 Pasang infus RL + 20 IU Oksitosin, guyur
 Lakukan lagi KBI
Uterus
Ya Pengawasan
kontraksi ?
kala IV

Tidak

 Rujuk siapkan laparotomi


 Lanjutkan pemberian infus + 20 IU
Oksitosin minimal 500 cc/jam hingga
mencapai tempat rujukan
 Selama perjalanan dapat dilakukan
Kompresi Aorta Abdominalis atau
Kompresi Bimanual Eksternal

Ligasi arteri uterina dan/atau Perdarahan Pertahankan


hipogastrika berhenti uterus
B-Lynch method

Perdarahan
berlanjut

Histerektomi
Merupakan penatalaksanaan standar hingga tahun 1950-
anKasa panjang steril 16 meter dipasang dengan
menggunakan klem ovarium dari fundus lapis demi lapis
dari kiri ke kanan hingga porsio.Tidak dipakai lagi
karena RISIKO INFEKSI!
Teknik
Masukkan kateter Rüsch 24 ke kavum uteri
Kembangkan dengan NaCl 0.9 %400-500cc dengan spuit 50
cc
Pertahankan sampai 24 jam
Antibiotik dan drips oksitosin
a sterile rubber
catheter fitted
with a condom
was introduced
into the uterus.
The condom was inflated with 250-500 mL
normal saline according to need.
To keep the balloon in situ, the vaginal cavity was filled with roller gauze and finally a
sanitary pad. If bleeding continues, this vaginal pack will usually become soaked with blood,
and if profuse it will trickle through the introitus to soak the outside pad and undergarments.
•Vaginal bleeding was observed and
further inflation was stopped when
bleeding ceased.
•Removal of a pack did reveal that it
was soaked with blood, but no profuse
bleeding occurred, so no blood came
through introitus.

Uterine contractility was maintained by


oxytocin drip for  6 hours
 Antibiotics were also administered
prophylactically
 The condom catheter was kept for 24-48

hours, depending upon the initial intensity of


blood loss.
 For those who had severe bleeding, the

catheter was kept for the longer duration.


Bleeding did not resume in any patient, and
the condom was deflated slowly over 10 to 15
minutes during the same sitting
 Prosedur B-Lynch 
penjahitan kompresi
fundus
 Keuntungan dari
prosedur ini adalah
mudah dikerjakan dan
dapat
mempertahankan
fertilitas.
 Kerugian adalah masih
kurangnya data
mengenai
efektivitasnya dan
keamanan.
 Ligasi arteri uterine
merupakan cara untuk
mengatasi perdarahan
dengan ligasi arteri
uterine bilateral
 Keberhasilan dalam
mengatasi perdarahan
terbatas pada kasus
dengan mioma uteri,
laserasi intraluminal
servikal, dan plasenta
akreta.
 Ligasi arteri hipogastrika lebih sulit
dibandingkan dengan ligasi arteri uterina,
sehingga harus dikerjakan oleh seorang yang
berpengalaman.
 Ligasi arteri hipogastrika memiliki resiko besar
dengan keberhasilan hanya 42% kasus
 Komplikasi dari tindakan ligasi arteri iliaka
interna adalah : (1) dapat menimbulkan
gangguan aliran darah pada otot gluteus (2)
Arteri iliaka eksterna ikut di ligasi sehingga
menimbulkan iskemi daerah pelvis (3) cedera
pada vena iliaka dan ureter.
 Indikasi histerektomi adalah atonia uteri
(43%), plasenta akreta (30%), rupture uteri
(13%), robekan pada seksio sesarea (10%)
dan miom uteri (4%).
 Histerektomi dapat dilakukan total atau
subtotal tergantung pada situasi klinis.
 Pilihan terakhir  histerektomi segera pada
kondisi hemodinamik yang tidak stabil dan
pada perdarahan yang tidak teratasi setelah
dicoba dengan pemberian obat uterotonika
dan teknik operatif lainnya
Antibiotik

Pemberian antibiotik tripel


Amoksisilin 500 mg/ 8 jam+ Metronidazole 500
mg/ 8 jam+ Gentamisin 80 mg/8 jam iv 7 hari!
PERLUKAAN JALAN LAHIR

 Robekan Perineum
 HematomaVulva
 Robekan dinding vagina
 Robekan serviks
 Ruptura uteri
 Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina
dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
 Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina
dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai
sfingter ani
 Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan
otot sfingter ani
 Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum
 Bergantung pada lokasi dan besar hematoma.
 Hematoma kecil cukup dilakukan kompres.
 Hematoma besar dilakukan sayatan di sepanjang
bagian hematoma yang paling terenggang.
 Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong
hematoma kosong.
 Dicari sumber perdarahan, perdarahan
dihentikan dengan mengikat atau menjahit
sumber perdarahan tersebut.
 Luka sayatan kemudian dijahit.
 Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain.
 Robekan dinding vagina harus dijahit.
 Kasus kolporeksis dan fistula
vesikovaginal harus dirujuk ke rumah
sakit.
 Robekan pada uterus  berbahaya.
 Bila hanya sampai vagina bagian atas  kolpaporeksis.
 Menurut cara terjadinya :
◦ Spontan : pada uterus yang utuh. Faktor yg
mempengaruhi : terjadi peregangan berlebihan
segmen bawah uterus.
◦ Iatrogenik/traumatik
◦ Adanya jaringan parut
 Gejala : adanya tanda ruptura uteri membakat
(imminens); gelisah, pernapasan & nadi cepat, nyeri
terus menerus di perut bawah, terdapat lingkaran
retraksi (Bandl).
 Prognosis : buruk
Faktor penyebab ruptur uteri spontan :
 42 % oksitosin

 40 % CPD

 31 % grandemultipara

 18 % solusio plasenta

Jenis ruptur uteri :


 RU kompleta : peritoneum pada permukaan uterus

ikut robek.
 RU inkompleta : peritoneum pada permukaan

uterus tidak ikut robek.


Gejala-gejala ruptura uteri imminens:
1. Gelisah
2. Nadi dan pernafasan menjadi cepat
3. Nyeri terus-menerus pada perut bagian bawah
Gejala ruptura uteri :
1. Penderita merasa sakit sekali
2. Kolaps dan jatuh syok
3. Ruptura kompleta : darah mengalir pervaginam & ke
rongga perut, janin sebagian atau seluruhnya keluar
dari uterus, kadang-kadang terdapat robekan vagina
dan teraba usus.
4. Ruptura inkompleta : perdarahan berkumpul di bawah
peritoneum atau mengalir keluar pervaginam, janin
tetap dalam uterus.
 Pencegahan terjadinya ruptur dengan melakukan
pemantauan & pimpinan persalinan yang baik.
 Lakukan pengawasan lebih ketat pada pasien
dengan riwayat seksio sesarea  persalinan harus
di RS, kala II tidak boleh berlangsung lama. Seksio
sesarea klasik  risiko lebih tinggi, sebaiknya
lakukan seksio ulang.
 Bila risiko lebih tinggi, lakukan SC elektif pada usia
kehamilan > 37 minggu.
 Bila terjadi ruptura uteri  laparotomi sesegera
mungkin
 Bila plasenta belum lahir ½ jam setelah bayi lahir.
Sebab :
 Plasenta belum lepas dari dinding uterus

◦ Kontraksi uterus kurang kuat


◦ Plasenta melekat erat pada dinding uterus
 Plasenta sudah lepas, tapi belum dilahirkan.
• Plasenta akreta: jonjot menembus desidua sampai melebihi batas yang normal.
• Plasenta inkreta: jonjot sampai kedalam lapisan miometrium.
• Plasenta perkreta: jonjot menembus miometrium hingga mencapai perimetrium.
Penanganan :
 Perasat Crede  ditinggalkan, risiko inversio uteri
 Perasat Brandt : untuk mengetahui lepas/tidaknya plasenta
dari dinding uterus dengan satu tangan melakukan tarikan
ringan pada tali pusat dan tangan satunya melakukan
penekanan pada bagian atas simfisis
 Plasenta manual
 Bila seluruh usaha gagal  plasenta inkreta, lakukan
histerektomi
 Dengan narkosis
 Pasang infus NaCl 0,9%
 Tangan kanan dimasukkan secara obstetrik kedalam
vagina.
 Tangan kiri menahan fundus untuk mencegah kolporeksis.
 Tangan kanan menuju ke ostium uteri dan terus ke lokasi
plasenta.
 Tangan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta
yang sudah lepas
 Dengan sisi ulnar, plasenta dilepaskan
SISA PLASENTA
 Sisa plasenta dan ketuban yang masih
tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini
atau perdarahan pospartum lambat (6 – 10
hari pasca persalinan).
 Pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase.
 Dalam memungkinkan, sisa plasenta dapat
dikeluarkan secara manual.
 Kuretase harus dilakukan di rumah sakit.
 Setelah tindakan pengeluaran, dilanjutkan
dengan pemberian obat uterotonika melalui
suntikan atau per oral.
 Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya
diberikan.
Terima Kasih &
Selamat Belajar

Anda mungkin juga menyukai