Anda di halaman 1dari 27

ATONIA UTERI

1. Latar Belakang
Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24
jam setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan
post partum, Atonia Uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca
persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999).
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2009).
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,
dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan
plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini
(50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi
peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme
ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah
implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium
tersebut tidak berkontraksi.

2. Pengertian Atonia Uteri


Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR,
Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002).
Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus dalam
berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri juga
didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir.
Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya
atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama
masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika
uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan

1
kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya
berkisar 5-6 liter saja.

3. Penyebab Atonia Uteri


Dalam kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Namun
demikian ada beberapa faktor predisposisi yang biasa dikenal. Antara lain:
1. Distensi rahim yang berlebihan
Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain:
a. kehamilan ganda
b. poli hidramnion
c. makrosomia janin (janin besar)
Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan
mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.
2. Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit
Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-
otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.
3. Grandemulitpara (paritas 5 atau lebih)
Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan
berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari
uterus segera setelah plasenta lahir.
4. Kehamilan dengan mioma uterus
Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum
adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium
sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.
5. Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)
Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera
mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin
menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.
6. Persalinan lewat waktu
Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan,
ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya menjadikan otot
uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.

2
7. Infeksi intrapartum
Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang
potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan
menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.
8. Persalinan yang cepat
Persalainan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera
mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin
menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.
9. Kelainan plasenta
Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur
mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing
menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.
10. Anastesi atau analgesik yang kuat
Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi
dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk
berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan
magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada
preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.
11. Induksi atau augmentasi persalinan
Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus
berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah.
12. Penyakit sekunder maternal
Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere
diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang
mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi. Beberapa faktor
Predisposisi yang lainnya yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :
1. Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan,
diantaranya :
a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
b. Kehamilan gemelli
c. Janin besar (makrosomia)

3
2. Kala satu atau kala 2 memanjang
3. Persalinan cepat (partus presipitatus)
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
7. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre eklamsi /
eklamsia.
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,
dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan
plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.
Menurut Roestman (1998), faktor predisposisi terjadinya Atonia Uteri
adalah :
1. Umur : umur yang terlalu muda atau tua
2. Paritas : sering dijumpai pada multipara dan grademultipara
3. Obstetri operatif dan narkosa
4. Uterus terlalu diregang dan besar, pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
5. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri
6. Faktor sosio ekonomi yaitu mal nutrisi

4. Tanda dan Gejala Atonia Uteri


Tanda dan gejala atonia uteri adalah:
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah
tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal
ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku
darah.
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan
menggumpal

4
4. Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin,
gelisah, mual dan lain-lain.

5. Pencegahan Pada Atonia Uteri


Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan
dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya
yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani
seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia
uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi
lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit
per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin
merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40
menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit.
Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV
dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin
ternyata lebih efektif dibanding oksitosin. Prostaglandin (Misoprostol) akhir-akhir
ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan postpartum.

6. Penatalaksanaan Atonia Uteri


1. Penanganan Umum
a. Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas
tindakan gawat darurat.
b. Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
c. Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok
tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu
tersebut dapat memburuk dengan cepat. 

5
d. Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian
cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan
untuk persiapan transfusi darah.
e. Pastikan bahwa kontraksi uterus baik.
f. Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah
yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif.
berikan 10 unit oksitosin IM.
g. Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
h. Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina,
dan perineum.
i. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa
kadarHemoglobin:
a. Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia
berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah
asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
b. Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg
ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.
2. Penanganan Khusus
a. Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
b. Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus
yang menghentikan perdarahan.
c. Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
d. Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan
uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami
laserasi dan jahit atau rujuk segera.
e. Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput
ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah
kosong.

6
Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai
kebutuhan. Jika perdarahan terus berlangsung:
a. Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap, Jika terdapat tanda-tanda sisa
plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya membran
dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut. Lakukan uji
pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7
menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah
menunjukkan adanya koagulopati. Jika perdarahan terus berlangsung dan
semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan: Kompresi bimanual internal
atau Kompresi aorta abdominalis dan Lakukan kompresi bimanual internal
(KBI) selama 5 menit.
b. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan
perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.Jika uterus tidak
berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi
bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2
mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum
ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500
ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI,Jika uterus berkontraksi, pantau ibu
dengan seksama selama kala empat.
c. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera

Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:

a. Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika. 


b. Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa setelah
ligasi.
3. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal
yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring
tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan
transfusi darah.

7
4. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang
akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya
plasenta (max 15 detik).
a. Jika uterus berkontraksi
Evaluasi : jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,
periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit
atau rujuk segera.
b. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
1) Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lobang
serviks.
2) Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
3) Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan
perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat. Jika uterus tidak
berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi
bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2
mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum
ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml
pertama secepat mungkin; Ulangi KBI.
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat.
Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.
5. Retensio Plasenta
a. Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika
pemeriksa dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta
tersebut.
b. Pastikan kantung kemih kosong. Jika diperlukan, lakukan kateterisasi kantung
kemih.
c. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 IU secara I.M. jika belum
dilakukan pada penanganan aktif kala.
d. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan
uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali.

8
e. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
f. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana
g. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika.
6. Inversio Uterus
a. Memanggil bantuan anastesi dan memasang infus untuk cairan/darah
pengganti dan pemberian obat.
b. Beberapa memberikan tokolitik untuk melemaskan uterus yang berbalik
sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas
masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke
dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta
sudah terlepas atau tidak.
c. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil
dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uteronika lewat infus atau
i.m. tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal.
d. Pemberian antiobiotika dan tranfusi darah sesuai dengan keperluannya.
e. Intervensi bedah dilakukan bila jepitan serviks yg keras menyebabkan
manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk
reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah
mengalami infeksi dan nekrosis.
7. Uterine lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke
dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri.
Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri
menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina
untuk memberi jalan salin keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih
kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan
maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat
mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-
spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil

9
memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing
diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak
memungkinkan dilakukan operasi.
8. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang
berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika
dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.
Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai.
Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial
vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum
latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina
dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting
untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika
langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah
rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral
pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi
ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah
rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih
terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
a. Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel
dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial
kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan
eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan
benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari
trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan
femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.

10
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat
menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
b. Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk
mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
c. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika
terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif.
Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada
persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
9. Uterotonika
Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya
reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif
diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi
kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping
pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek
samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan. Metilergonovin maleat :
merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah
5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap
5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada
miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.
Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi,
dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan
pada pasien dengan hipertensi. Prostaglandin (Misoprostol) : merupakan sintetik
analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Misoprostol dapat diberikan secara
intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan

11
rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15
menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai
untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit
kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus,
bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang
menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan
peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan
kardiovaskular, pulmonal, dan gangguan hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari
beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi
perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan
84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia
uteri maka perlu dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari
perdarahan masif yang terjadi.
10. Kompresi Uterus Bimanual
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan
dengan tangan telanjang yang telah dicuci, Teknik :
a. Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak
diperlukan,
b. Eksplorasi dengan tangan kiri 
c. Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.Tangan kanan (luar) menekan
dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus dari belakang
atas. 
d. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar,ia tidak hanya
menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga
menyempitkan lumennya.

12
Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam
waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara
dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.Bila uterus refrakter
oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual, maka
histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.

13
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN ATONIA UTERI
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian
yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tindakan dan
evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis,
berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara
dan pemeriksaan fisik. Pengkajian terhadap klien post meliputi:
A.    Anamnesa
1.  Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical
record    dan lain – lain.
2.  Riwayat kesehatan
a)  Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia,
riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh
darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
b)  Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah
banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing,
gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
c)   Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi,
penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan
penyakit menular.
3.   Riwayat obstetrik
a)  Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya,
baunya , keluhan waktu haid, HPHT
b)  Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia
mulai hamil
c)  Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu

14
1)  Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus,
retensi plasenta.
2)   Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat
bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan
anak waktu lahir, panjang waktu lahir.
3)   Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup
atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
d)  Riwayat Kehamilan sekarang
1)  Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2)   Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan,
suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual,
keluhan lain
3)  Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali,
perawatan serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari:
a.)   Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat
maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu
dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-
sayuran dan buah – buahan.
b.)  Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan
pola miksi dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi
hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )
c.)  Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan
melaporkan kelelahan yang berlebihan.
d.)  Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas,
baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.
B.     Pemeriksaan Fisik
1.     Inspeksi
a.)    Mulut : bibir pucat
b.)    Payudara : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
c.)    Abdomen : terdapat pembesaran abdomen
d.)    Genetalia : terdapat perdarahan pervaginam

15
e.)    Ekstremitas           : dingin
2.  Palpasi
a.)  Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil daripada UK, nyeri tekan,
perut teraba tegang, messa pada adnexa.
b.)  Genetalia  : Nyeri goyang porsio, kavum douglas menonjol.
3.  Auskultasi
a.)    Abdomen            : bising usus (+), DJJ (-)
4.   Perkusi
a.)    Ekstremitas : reflek patella + / +

I. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
1.      Rambut dan kulit
a)  Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
b)  Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
c)  Laju pertumbuhan rambut berkurang.
2.     Mata : pucat, anemis
3.     Hidung
4.     Gigi dan mulut
5.     Leher
6.     Buah dada / payudara
a)      Peningkatan pigmentasi areola putting susu
b)      Bertambahnya ukuran dan noduler
7.    Jantung dan paru
a)  Volume darah meningkat
b)  Peningkatan frekuensi nadi
c)   Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah
pulmonal.
d)  Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
e)  Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
f)  Diafragma meninggi.
g)  Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.

16
8.  Abdomen
a)    Menentukan letak janin
b)    Menentukan tinggi fundus uteri
9. Vagina
a)   Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda
Chandwick)
b)  Hipertropi epithelium
10.  System musculoskeletal
a)   Persendian tulang pinggul yang mengendur
b)  Gaya berjalan yang canggung
c)   Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis
rectal
                II.     Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan
mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :
1.   Nyeri/ketidaknyamananNyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta
tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
2.   Sistem vaskuler
a.)  Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam
berikutnya
b.) Tensi diawasi tiap 8 jam
c.) Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah
d.) Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan
e.)  Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi
kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.
3.   Sistem Reproduksi
a.)  Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum,
kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan
posisinya serta konsistensinya
b.)  Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak
dan bau

17
c.)  Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka
jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
d.) Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e.)  Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f.)   Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan (sub involusi)
4.   Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak,
spontan dan lain-lain
5.   Traktur gastro intestinal
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi
6.   Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir 
C.    Pemeriksaan Penunjang
1.   Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
2.    Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah
sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl.
Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil
4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
3.   Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
4.   Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5.    Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi,
masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
D. Analisis Masalah
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1.   Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang
berlebihan
2.   Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3.   Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan
atau kematian, respon fisiologis

18
4.   Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan
tubuh, penurunan Hb
5.  Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan
6.   Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal
sumber informasi
E. Diagnosa dan Rencana Tindakan Keperawatan
1.   Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang
berlebihan
Intervensi :
-       Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran, perhatikan faktor-faktor
penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta
tertahan, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin mati selama
lebih dari 5 minggu)
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan memberikan
kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.
-       Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan hitung pembalut,
simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.
Rasional :  Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan
membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian.
-       Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan perlahan masase
penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua diatas
simpisis pubis.
Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding.
Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah.
Penempatan satu tangan diatas simphisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus
selama masase.
-       Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis
dasar kuku, membran mukosa dan bibir.
Rasional :     Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan
pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai
30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.

19
-       Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral atau tekanan baji
arteri pulmonal bila ada.
Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan
penggantian.
-       Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Rasional :  Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi aktivitas.
Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena, menjamin persediaan
darah keotak dan organ vital lainnya lebih besar.
-       Pertahankan aturan puasa saat menentuka status/kebutuhan klien.
Rasional : Mencegah aspirasi isi lambung dalam kejadian dimana sensorium berubah
dan/atau intervensi pembedahan diperlukan.
-       Pantau masukan dan keluaran, perhatikan berat jenis urin.
Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan.
Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 – 50 ml/jam atau lebih
besar.
-       Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan pemeriksaan vagina
dan/atau rektal
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal atau perineal
atau hematoma terjadi.
-       Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ancietas dan kebutuhan metabolik.
-       Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina. Berikan tekanan
balik pada laserasi labial atau perineal.
Rasional : Haematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada laserasi
jalan lahir.
-       Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi sedikit dari myometrium dengan
jaringan plasenta), HKK atau abrupsio placenta terhadap tanda-tanda KID.
Rasional :  Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan placenta secara
manual yang dapat mengakibatkan koagulopati.
-       Mulai Infus I atau 2 i.v dari cairan isotonik atau elektrolit dengan kateter !8 G atau
melalui jalur vena sentral. Berikan darah lengkap atau produk darah (plasma,
kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.

20
Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk darah untuk
meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
-       Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Oksitoksin, Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.
Rasional :  Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan miometrium,
menutup sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada adanya atonia.
Magnesium sulfat
Rasional : Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MGSO4 memudahkan relaksasi
uterus selama pemeriksaan manual.
Terapi Antibiotik.
Rasional : Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau
mungkin perlu diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat pada
subinvolusi uterus atau hemoragi.
-       Pantau pemeriksaan laboratotium sesuai indikasi : Hb dan Ht.
Rasional : Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa
0,5 mg Hb.

2.   Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia


Intervensi :
-       Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi
dan berat badan.
Rasional : Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status
yang ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dari
kekurangan oksigen.
-       Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
Rasional : Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi
hipotensi. Peningkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi
asidosis metabolik.
-       Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.
Rasional : Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia, sianosis, tanda
lanjut dan mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.
-       Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit.

21
Rasional : Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasii pada
pembuluh darah perifer diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
-       Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi kejaringan.
-       Pasang jalan napas; penghisap sesuai indikasi
Rasional : Memudahkan pemberian oksigen.

3.   Ancietas berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian.
Intervensi :
-       Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragi pasca
partum. Klarifikasi kesalahan koinsep.
Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien tentang
kejadian mungkin menyimpang, memperberat ancietasnya.
-       Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi,
tachipnea, gelisah atau iritabilitas.
Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon fisiologis, ini
dapat diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor psikologis.
-       Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam berespon
terhadap perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan tranmisi ansietas
antar pribadi.
-       Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ancietas, berikan kesempatan pada
klien untuk mengungkapkan perasaan.
Rasional :  Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas informasi,
memperbaiki kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif, memudahkan proses
pemecahan masalah.

4.  Nyeri berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.


Intervensi :
-       Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri
perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri tekan
abdomen.

22
Rasional :  Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode tindakan.
Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik
tersembunyi kevagina atau jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin sebagai
akibat dari atonia uterus atau tertahannya bagian-bagian placenta. Nyeri berat, baik pada
uterus dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio uterus.
-       Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamanan.
Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang memperberat
persepsi ketidaknyamanan.
-       Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum atau
lampu pemanas pada penyembungan episiotomi.
Rasional :  Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma serta
sensasi nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi hematoma.
-       Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.

5.   Resiko tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.


Intervensi :
-       Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau
ulang cara yang tepat untuk menangani dan membuang material yang terkontaminasi
misalnya pembalut, tissue, dan balutan.
Rasional :  Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organinisme infeksious.
-       Perhatikan perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP
Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 ºF (38ºC) pada dua hari beturut-turut (tidak
menghitung 24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau leukositosis dengan
perpindahan kekiri menandakan infeksi.
-       Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau nyeri
pelvis.
Rasional :  Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan
menimbulkan bakterimia, shock, dan kematian bila tidak teratasi.
-       Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan (perubahan pada
bunyi napas, batuk produktif, sputum purulent), mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau
infeksi saluran kemih (urine keruh, bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).

23
Rasional :  Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
-       Kaji keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
Rasional :  Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak
sistem imun.
6.   Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi :
-       Jelaskan faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab
hemoragi.
Rasional :  Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan memahami dan
mengatasi situasi.
-       Kaji tingkat pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar.
Dengarkan, bicarakan dengan tenang, dan berikan waktu untuk bertanya dan meninjau
materi.
Rasional : Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan rencana perawatan
individu. Menurunkan stress dan ancietas, yang menghambat pembelajaran, dan
memberikan klarifikasi dan pengulangan untuk meningkatkan pemahaman.
-       Diskusikan implikasi jangka pendek dari hemoragi pasca partum, seperti
perlambatan atau intrupsi pada proses kedekatan ibu-bayi (klien tidak mampu
melakukan perawatan terhadap diri dan bayinya segera sesuai keinginannya).
Rasional : Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang realistis untuk
melakukan ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.
-       Diskusikan implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum dengan tepat,
misalnya resiko hemoragi pasca partum pada kehamilan selanjutnya, atonia uterus, atau
ketidakmampuan untuk melahirkan anak pada masa datang bila histerektomie
dilakukan.
Rasional :  Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi dan
mulai mengatasi perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.

F. Implementasi
Setelah rencana tindakan perawatan tersusun, selanjutnya rencana tindakan
tersebut dilaksanakan sesuai dengan situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan tindakan, perawat dapat langsung melaksanakan

24
kepada orang lain yang dipercaya di bawah pengawasan orang yang masih seprofesi
dengan perawat. (Nursalam, 2001 : 63)

G. Evaluasi
Evaluasi dari proses keperawatan adalah nilai hasil yang diharapkan dimasukkan
kedalam SOAP terhadap perubahan perilaku pasien. Untuk mengetahui sejauh mana
masalah pasien dapat diatasi, disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau
pengkajian ulang jika tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai (Nursalam, 2001 : 71).

25
PENUTUP

1. Simpulan
Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus dalam
berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri juga
didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme
ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah
implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium
tersebut tidak berkontraksi.
2. Saran
Ibu bersalin sebaiknya harus memperhatikan kesehatannya dan bidan uga
harus terus memantau perkembangan ibu bersalin, dan sbaiknya ibu dibemberian
oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih
dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.

26
DAFTAR PUSTAKA

Rukiyah, ali yeyeh dan Lia yulianti. 2010. Asuhan kebidanan IV ( Patologi kebidanan ),
Jakarta Timur : CV.Trans Info Media

Prawirohardjo, sarwono. 2009. Buku ilmu kebidanan, Jakarta  : PT BINA PUSTAKA

Manuaba. 2007. Pengantar kuliah obstetric , Jakarta : EGC

Depkes RI. 2007. Asuhan Persalinan Normal ,Jakarta : JNPK-KR/POGI dan JHPIEGO
Corporation

Rohani dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada masa Persalinan , Jakarta : Salemba Medika

Prawirohardjo, sarwono. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal, Jakarta  : PT BINA PUSTAKA

27

Anda mungkin juga menyukai