Skenario
Seorang pasien, 22 tahun, primigravida, datang ke IGD dalam keadaan mulas-mulas dan
keluar cairan melalui jalan lahir. Setelah dilakukan pemeriksaa, tanda vital dalam batas
normal dan pada pemeriksaan dalam ditemukan pembukaan 4 cm. Pasien kemudia di
observasi dan selama 4 jam dan setelah dilakukan pemeriksaan ulang tidak ada
perubahan pada serviks dan mulas masih terus dirasakan.
Bagaimana manajemen dari kasus diatas?
Summary
Fase Fase
Fase laten fase aktif
desending ekspulsif
Arrest Disorders
1. No dilatation >2jam >2jam
2. No descent >1jam >1jam
Berdasarkan American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) Practice
Bulletin, sebelum diagnosis arrest disorder ditegakkan pada Kala I persalinan, harus
ditemui dua kriteria:3
1) Fase laten sudah komplit, dan
2) Ditemukan kontraksi uterus melebihi 200 Montevideo unit selama 2 jam tanpa
adanya perubahan pada serviks.
Diagnosis pemajangan kala II persalinan harus dipikirkan Ketika kala II melebihi 3
jam apabila anestesi regional diberikan dan melebihi 2 jam apabila tanpa anestesi
regional. Pada wanita multipara, diagnosis dapat ditegakkan Ketika Kala II persalinan
melebihi 2 jam dengan anestesi regional atau 1 jm tanpa anestesi regional. 2,3
Saat mendiagnosis sitosia persalinan pada fase aktif, augmentasi dengan oksitosin
direkomendasikan. Berdasarkan rekomendasi ACOG, diagnosis arrest pada fase aktif
persalinan hanya dibuat jika sudah memasuki fase aktif dan tidak ada perubahan pada
serviks minimal 2 jam dengan kontraksi uterus yang adekuat.
Definisi pemajangan Kala II persalinan sudah digunakan sejak lama, dimana >2-3 jam
pada nullipara dan 1-2jam pada multipara. Batas atasnya dimodifikasi sesuai untuk
penggunaan analgetic epidural. 2
Patofisiologi2
Distosia berhubungan dengan 4P:
Power: dorongan uterus yang abnormal. Kontraksi uterus bisa hipotonik;
kontraksi sinkron namun tekanan selama kontraksi kurang kuat, atau bisa
hipertonik: tonus meningkat atau kontraksi kuat namun tidak terkoordinasi
dengan penipisan dan dilatasi serviks.
Passenger: abnormalitas presentasi janin, posisi atau perkembangan. Hal
ini meliputi makrosomi, malposisi dan malformasi kongenital.
Passage: pelvis, bisa meliputi abnormalitas jaringan lunak saluran
reproduksi, atau abnormalitas tulang pelvis.
Psikis: Gangguan psikis ibu.
Disproporsi cephalopelvis.
Faktor Risiko1
1. Paritas
Distosia lebih sering terjadi pada nullipara dibandingkan dengan multipara. Wanita
multipara yang belum pernah bersalin secara normal memiliki risiko distosia
dibandingkan dengan wanita multipara lainnya yang sudah pernah melakukan
persalinan pervaginam. Kegagalan pada Kala I menyebabkan peningkatan angka
persalinan SC sama dengan pemajangan Kala II dan sering terjadi pada wanita nullipara.
Nulipara juga berkaitan dengan peningkatan angka intervensi akibat gangguan dorongan
selama Kala II.
2. Usia Maternal
Usia maternal yang ekstrem juga berkaitan dengan distosis selama persalinan. Wanita
nullipara yang berusia tua memiliki risiko distosia yang lebih tinggi pada Kala I dan II
dibandignkan dengan yang usianys lebih muda. Bagi wanita multipara tidak ada kaitan
antara usia dengan kala persalinan.
3. BMI Maternal
Berdasarkan sebuah penelitian, wanita dengan BMI yang tinggi memiliki masa Kala I
yang lebih Panjang, terutama pada wanita nullipara. Bagi wanita multipara, fase aktif
biasanya terhambat pada wanita obesitas.
4. Faktor maternal lainnya
• Etnis
• Pengobatan kesuburan
• Hipertensi
• Diabetes
• Polihiramnion
• PROM
Dimana hipertensi, diabetes dan PROM memiliki kaitan dengan pemajangan Kala II dan
kegagalan pada Kala I.
Metode Persalinan
Distosia adalah indikasi yang sering terjadi pada persalinan Sectio caesaria.
Banyak persalinan SC memiliki penyebab distosia, dan pemajangan masa persalinan
merupakan penyebab utama persalinan SC.
Komplikasi Maternal
Komplikasi maternal akibat pemajangan Kala I persalinan adalah demam
maternal, korioamnionitis, dan endometritis. Pemanjangan kala II persalinan
berhubungan dengan peningkatan angka perdarahan pascasalin, demam, infeksi,
korioamnionitis, retensi urin, laserasi grade III dan IV.
Komplikasi Neonatal
Pemanjangan Kala I persalinan berhubungan dengan peningkatan angka distosia
bahu. Pemajangan Kala II persalinan berhubungan dengan berbagai komplikasi termasuk
admisi ke NICU, asfiksia, trauma, Apgar skor rendah, sepsis, kejang, kematial perinatal.
Distosia Bahu4
• Definisi: Suatu keadaan darurat obstetrik di mana bahu anterior janin terkena
benturan di belakang simfisis pubis maternal selama persalinan pervaginam
• Epidemiologi: ~ 0.2-3% pada kelahiran
• Faktor risiko:
o Riwayat distosia bahu
o Makrosomia fetal
o Persalinan tahap kedua yang berkepanjangan
o Diabetes mellitus maternal
o Obesitas maternal
• Gambaran klinis
o Fitur fase aktif persalinan terhambat
o Turtle sign: Kepala janin telah dilahirkan sebagian namun ditarik kembali
ke preineum
o Restitusi kepala gagal
• Diagnosis: Diagnosis klinis
• Penatalaksanaan
o Pasien harus berhenti berbaring telentang dengan posisi boking di sudut
tempat tidur
o Melakukan manuver distosia
1. First-line: Manuver McRoberts
2. Salah satu manuver internal di bawah ini dapat dilakukan
selanjutnya
3. Pindah ke manuver lain jika persalinan tidak tercapai dalam 20-30
detik
4. Jika semua manuver gagal, coba posisi merangkak
o Opsi terakhir:
1. Fraktur klavikula janin
2. Manuver Zanelli
3. Simfisiotomi
• Rubin I
o Digunakan dengan Manuver
McRoberts.
o Tekanan suprapubik (proksimal ke
Manuver Rubin simfisis pubis) dilakukan ke bagian
posterior dari bahu anterior yang
terkena impaksi.
• Rubin II
Manuver Internal o Memutar bahu janin secara manual
dengan memberikan tekanan pada
bagian posterior bahu anterior.
• Komplikasi
o Fetal
1. Cedera pleksus brakialis (Erb palsy lebih umum daripada klumpke
palsy)
2. Fraktur klavikula atau humerus
3. Hipoksia dalam waktu yang lama akibat kompresi pada tali pusat
o Maternal
1. Laserasi perineum
2. Postpartum hemorrhage
Daftar Pustaka
1. Selin L, Berg M. Dystocia in labour - Risk factors , management and outcome : A
retrospective Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica. 2008;(January 2020).
doi:10.1080/00016340701837744
2. Sandström A. Labour Dystocia : Risk Factors and Consequences for Mother and
Infant.; 2016.
3. Neal JL, Lowe NK, Schorn MN, et al. Labor Dystocia : A Common Approach to
Diagnosis. Published online 2015:499-509. doi:10.1111/jmwh.12360
4. Hill MG, Cohen W. Shoulder Dystocia : Prediction and Management Shoulder
dystocia : prediction and management. 2016;(January 2018).
doi:10.2217/whe.15.103
Mind Map
Vignette
Seorang pasien, usia 35 tahun, G1P0A0, usia kehamilan 40 minggu datang ke RS dengan
keluhan keluar cairan melalui jalan lahir dan mulas yang semakin lama semakin sering.
Pasien memliki riwayat DM tipe II yang tidak terkontrol sejak 3 tahun yang lalu. TBJ
pasien 4500g pada ANC sebelumnya. Pasien telah diedukasi dan menolak persalinan
secara SC. Pada pemeriksaan fisik, tanda vital dalam batas normal, BMI 30kg/m2.
Kemudian dilakukan persalinan pervaginam, bahu anterior janin sulit dikeluarkan. Lalu
dokter melakukan maneuver dengan membaringkan pasien, kemudian melakukan
abduksi, hiperfleksi dan rotasi eksternal panggul ibu.
1. Penyulit persalinan apakah yang terjadi pada pasien diatas?
a. Diabetes gestasional
b. Retensio plasenta
c. Distosia bahu
d. Ketuban pecah dini
e. Atonia uteri
2. Menuver apakah yang dilakukan dokter tersebut?
a. Rubin Maneuver
b. Woods Maneuver
c. Zavanelli Maneuver
d. McRoberts Menuver
e. Valsava Maneuver