Anda di halaman 1dari 32

DISTOSIA

Oleh : Utin Sherly Malinda / 21904101023

Pembimbing : dr. Desak Ketut Aryani, Sp. OG

LABORATORIUM ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU BANGKALAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
Definisi Distosia
• Definisi: Waktu persalinan yang memanjang karena kemajuan persalinan
yang terhambat.
• Distosia/partus lama merupakan persalinan yang abnormal/sulit.

Definisi sesuai fase kehamilan

Distosia pada kala Fase ekspulsi (kala II)


I fase aktif memanjang
Epidemiologi Distosia
Insidensi
• Insidensi distosia bervariasi
dari 1 hingga 7%.
• 1-2 per1000 kelahiran.
• 16 per 1000 kelahiran bayi
dengan berat >4000 gram.

Mortalitas Distosia
• Di dunia: penyebab kematian
ibu sebesar 8%.
• Di Indonesia: penyebab
kematian ibu sebesar 9%.
Faktor Predisposisi Distosia
Faktor Bayi Faktor Jalan Lahir
• Kepala janin yang besar • Panggul kecil karena malnutrisi
• Hidrosefalus • Deformitas panggul karena trauma atau
• Presentasi wajah, bahu, alis polio
• Malposisi persisten • Tumpor daerah panggul
• Kembar yang terkunci (terkunci pada • Infeksi virus di perut atau uterus
daerah leher) • Jaringan parut (dari sirkumsisi wanita)
• Kembar siam
Faktor-Faktor Penyebab Distosia (3P)

Passage

Passenger

Power
Kelainan His Penyeb
ab Distosia
Kontraksi Uterus Normal

Gambar 1. Distribusi kontraksi urerus yang normal


Etiologi Kelainan His
• Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida
primigravida tua.
• Multipara ± kelainan yang bersifat inersia uteri.
• Faktor herediter mungkin berpengaruh dalam kelainan his.
• Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau
hidramnion merupakan penyebab murni inersia uteri.
• Gangguan pembentukan uterus pada masa embrional seperti
uterus bikornis unikolis, dapat mengakibatkan kelainan his.
• Sebagian besar kasus inersia uteri, penyebabnya tidak diketahui.
Jenis-Jenis Kelainan His

Inersia Uteri

His Terlampau Kuat Kelainan


His

Incoordinate Uterine Action


01 Inersia Uteri
• Inersia uteri  his bersifat biasa, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada
bagian-bagian lain (peranan fundus tetap menonjol).
• Kelainan yang terjadi: kontraksi uterus lebih singkat, dan jarang daripada biasa.
• Keadaan umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa.
• Jenis-jenis inersia uteri:
1. Inersia uteri primer (hypotonic uterine contraction)
2. Inersia uteri sekunder  timbul setelah berlangsung his kuat dalam waktu lama.
02 Incoordinate Uterine Action
• Incoordinate uterine action  sifat his berubah, tonus otot uterus meningkat, dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa.
• Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan his
tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
• Tonus otot uterus yang meningkat menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan lama bagi ibu,
serta menyebabkan hipoksia pada janin  incoordinated hypertonic uterine contraction.
• Pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini
menyebabkan spasmus sirkuler setempat sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada
tempat itu  lingkaran kontraksi.
• Lingkaran kontraksi dapat terjadi di mana-mana, tetapi biasanya ditemukan pada batas
antara bagian atas dengan segmen bawah uterus.
• Lingkaran konstraksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali pembukaan
sudah lengkap.
Distosia Servikalis
• Persalinan tidak maju dapat disebabkan oleh kelainan pada serviks  distosia servikalis.
• Distosia servikalis dibagi menjadi distosia servikalis primer dan sekunder.

Distosia Servikalis Primer Distosia Servikalis Sekunder


• Serviks tidak membuka karena tidak • Disebabkan oleh kelainan organik pada
mengadakan relaksasi  incoordinate serviks (jaringan parut atau karsinoma).
uterinaction. • Dengan his yang kuat serviks bisa robek
• Penderita biasanya primigravida.  robekan ini dapat menjalar ke bagian
• Kala I menjadi lama. bawah uterus.
• Dapat diraba dengan jelas pinggir
serviks yang kaku.
• Jika dibiarkan tekanan kepala dapat
menyebabkan nekrosis jaringan serviks
sehingga bagian tengah serviks terlepas
secara sirkuler.
Tatalaksana Kelainan His
1. Observasi dengan baik
2. Infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti
• Jikabelum
3. Analgetik ada
Petidin 50kemajuan selamadiulangi
mg yang dapat 24 jam(permulaan
lakukan penilaian dengan
kala I dapat lebih saksama.
diberikan 10 mg morfin)
• diukur
4. TTV Tetapkan apakahjam
tiap empat persalinan termasuk
(lebih sering false
jika ada labour
gejala atau bukan, inersia uteri atau
preeklampsi)
incoordinate
5. DJJ dicatat uterine action;
setiap setengah dan apakah
jam dalam tidak
kala I dan adasering
lebih disproporsi
dalamsefalopelvik.
kala II.
6. VT•perlu
Jika perlu dilakukan
dilakukan, pelvimetri
tetapi ada roentgenologik
peningkatan atau MRI.
risiko infeksi
• Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit-sedikitnya 3 cm  persalinan sudah
mulai.
• Apabila ketuban sudah pecah, langsung lakukan persalinan segera.
Tatalaksana Inersia Uteri
• Perbaiki KU dan kosongkan kandung kemih
• Periksa his dan DJJ.

• Jika disproporsi sefalopelvik  SC.


• Apabila kepala sudah masuk ke dalam panggul, ibu disuruh berjalan-jalan  agar his
menjadi kuat.

• Pemberian oksitosin: 5 satuan oksitosin dimasukkan dalam larutan glukosa 5% dan


diberikan secara infus iv dengan kecepatan 12 tetes/menit dan perlahan-lahan
dinaikkan sampai 50 tetes.
• Infus oksitosin harus diberhentikan apabila kontraksi uterus berlangsung >60 detik
atau kalau DJJ menjadi cepat/lambat.
• Oksitosin jangan diberikan pada panggul sempit, adanya regangan segmen bawah
uterus, grande multipara dan kepada penderita yang pernah SC atau miomektomi
(karena memudahkan terjadinya ruptura uteri).
Tatalaksana Incoordinate uterine action
• Hanya diobati secara simptomatis karena belum ada obat untuk
koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus.

• Kurangi tonus otot analgetika (morfin dan petidin).

• Pertimbangkan SC.

• Pada distosia servikalis sekunder harus dilakukan seksio sesarea


sebelum jaringan parut serviks robek, yang dapat menjalar ke
atas sampai segmen bawah uterus.
Kelainan Kala I
Kurva Persalinan Normal

Gambar 2. Perjalanan persalinan Gambar 3. Urutan rata-rata kurva pembukaan


serviks pada persalinan nulipara
Fase Laten Memanjang
• Fase laten memanjang  lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada
multipara (nilai maksimum secara statistik).
• Faktor-faktor yang memengaruhi durasi fase laten antara lain:
 Anestesia regional / sedasi berlebihan;
 Keadaan serviks yang buruk (tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka);
 Persalinan palsu.

Tatalaksana

• Istirahat atau stimulasi oksitoksin sama efektif dan aman dalam memperbaiki fase laten yang
memanjang.
• Istirahat lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari.
• Amniotomi tidak dianjurkan karena adanya insiden persalinan palsu.
• Fase laten memanjang mungkin dapat memperburuk morbiditas atau mortalitas janin atau
ibu.
Fase Aktif Memanjang
01
01 Gangguan protraction (berkepanjangan/berlarut-larut)
• Protraksi adalah kecepatan pembukaan atau penurunan yang lambat, yaitu:
 Nulipara  kecepatan pembukaan < 1,2 cm/jam, atau penurunan < 1 cm/jam.
 Multipara  kecepatan pembukaan < 1,5 cm/jam, atau penurunan < 2 cm/jam.

02
02 Arrest (macet,tak maju)
• Merupakan berhentinya secara total pembukaan arau penurunan.
1. Arrest of dilatation  tidak adanya pembukaan serviks dalam 2 jam.
nulipara/multipara
2. Arrest of descent  tidak adanya penurunan janin daiam 1 jam.

• Prognosis persalinan yang berkepanjangan dan macet cukup berbeda.


• 30% ibu dengan persalinan berkepanjangan mengalami disproporsi sefalopelvik,
sedangkan kelainan ini didiagnosis pada 45 % ibu yang mengalami gangguan kemacetan
persalinan.
Cont...
• Beberapa faktor yang berperan dalam persalinan yang memanjang dan macet antara lain:
 Sedasi berlebihan;
 Anestesia regional;
 Malposisi janin (oksiput posterior persisten).

Tatalaksana

• Pada persalinan yang berkepanjangan dan macet, dianjurkan melakukan pemeriksaan


fetopelvik untuk mendiagnosis disproporsi sefalopelvik.
• Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang berkepanjangan adalah penatalaksanaan
menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk persalinan yang macet tanpa disproporsi
sefalopelvik.
Kelainan Kala II
Kala II Memanjang
• Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan keluarnya
janin.
• Median durasinya nulipara (50 menit) dan multipara (20 menit), tetapi dapat bervariasi jika:
 Penggunaan anestesia regional  memanjang sekitar 25 menit.
 Penggunaan analgesia regional  pada nulipara batasnya 2 jam, diperpanjang sampai 3
jam dan multipara batasnya 1 jam, diperpanjang menjadi 2 jam.
• Faktor risiko kala II memanjang, antara lain:
1. Ibu dengan panggul sempit;
2. Janin besar;
3. Kelainan gaya ekspulsif  anestesia regional atau sedasi yang berat.
Diagnosis Distosia
01
01 Tentukan kondisi dan kekuatan kontraksi.

02 Tentukan kemampuan ibu dalam menghasilkan tenaga ekspulsi.


02
Tentukan kondisi janin:
03
03
• Didalam atau di luar rahim; • Bagian kecil janin disamping
• Jumlah; presentasi (tangan, tali pusat, dll);
• Letak; • Anomali congenital yang dapat
• Presentasi dan penuruan bagian menghalangi proses ekspulsi bayi;
terbawah janin; • Taksiran berat janin;
• Posisi, moulase dan kaput susedaneum; • Janin mati atau hidup, gawat janin
atau tidak.

04
04 Tentukan ukuran panggul dan imbangan feto-pelvik.

05 Tentukan ada/tidaknya tumor pada jalan lahir yang dapat menghalangi persalinan
05
pervaginam.
Kriteria Diagnosis
& Penatalaksanaan
Distosia

• Apabila tidak dapat ditangani


di pelayanan primer.
• Apabila level kompetensi
SKDI dengan kriteria
merujuk.
Tatalaksana Distosia
Tatalaksana Distosia

Tx. Umum Tx. Khusus

Segera rujuk ibu ke


rumah sakit yang
memiliki pelayanan
seksio sesarea.
Tatalaksana Khusus
01 Tentukan penyebab persalinan lama.

• Power  His tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10 menit dan durasi setiap
kontraksinya <40 detik).
• Passenger  malpresentasi, malposisi, janin besar.
• Passage  panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor jalan lahir.
• Gabungan dari faktor-faktor di atas.
Tatalaksana Khusus
02 Sesuaikan tatalaksana dengan penyebab dan situasi

• Lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin dan/atau amniotomi bila


terdapat gangguan power. Pastikan tidak ada gangguan passenger atau passage.
• Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea) untuk gangguan
ppassenger dan/atau passage, serta untuk gangguan power yang tidak dapat
diatasi oleh augmentasi persalinan.
• Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksananya adalah seksio sesarea.
Tatalaksana Khusus
03 Pemberian antibiotik

• Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan gentamisin 5


mg/kgBB tiap 24 jam) jika ditemukan:
 Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau), ATAU
 Ketuban pecah lebih dari 18 jam, ATAU
 Usia kehamilan <37 minggu.
Tatalaksana Khusus
04 Pantau tanda-tanda gawat janin

1. Denyut jantung janin (DJJ) abnormal:


• DJJ < 100x/menit DI LUAR kontraksi;
• DJJ > 180x/menit dan ibu tidak mengalami takikardi;
• DJJ ireguler: kadang-kadang ditemukan DJJ > 180x/menit tetapi disertai
takikardi ibu.
2. Mekonium kental.

Catatan
• Catat hasil analisis dan seluruh tindakan dalam rekam medis lalu jelaskan pada ibu
dan keluarga hasil analisis serta rencana tindakan selanjutnya.
Komplikasi Distosia
Komplikasi Ibu Komplikasi Janin

Perdarahan
Asfiksia berat
Trauma / cedera jalan lahir

Infeksi intrapartum Ekskoriasi kepala


Pembentukan fistula
Sefalhematoma

Perdarahan subgaleal

Ikterus neonatorum berat.

Nekrosis kulit kepala


Thank you

Referensi
• Buku Saku, Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dasar dan Rujukan.
Edisi pertama. Kementrian Kesehatan Republik Inidonesia. 2013.
• Cunningham, Leveno et al. 23rd edition Williams Obstetric. Mc Graw-Hill Companies.
United States. 2010.
• Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 2010.

Anda mungkin juga menyukai