Anda di halaman 1dari 19

Hemorrhagic

Postpartum (HPP)/
Perdarahan Pasca
Persalinan (PPP)
Definisi

 Perdarahan postpartum merupakan komplikasi persalinan yang


mengancam jiwa yang ditandai dengan kehilangan darah yang
berlebihan setelah melahirkan; secara umum didefinisikan sebagai
kehilangan darah lebih dari 500mL setelah bayi lahir.
 Penyebab mortalitas maternal terbesar di dunia.
Penyebab

 Perdarahan postpartum atau perdarahan pasca persalinan (PPP) dapat


disebabkan oleh 4 faktor, yaitu:
 kelemahan tonus uterus untuk menghentikan perdarahan dari bekas
insersi plasenta (tone),
 robekan jalan lahir dari perineum, vagina, sampai uterus (trauma),
 sisa plasenta atau bekuan darah yang menghalangi kontraksi uterus yang
adekuat (tissue),
 dan gangguan faktor pembekuan darah (thrombin).
Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko dari perdarahan pascasalin antara lain:


 PPP sebelumnya
 Kehamilan ganda
 Preeklamsia
 Kala III memanjang, kala II memanjang, fase aktif memanjang
 Episiotomi
 Koriamnionitis
 Persalinan > 12 jam
 Kegemukan
 Berat lahir bayi > 4 kg
Klasifikasi
Berdasarkan tingkat kehilangan darah dan respons fisiologis:
Kehilangan Darah Tekanan Darah (sistolik) Tanda dan Gejala Derajat Syok

Kelas I: 500-1000 ml Normal Palpitasi, pusing, takikardi Terkompensasi


(10-15%)

Kelas 2: 1000-1500 ml Sedikit menurun Kelemahan, berkeringat, Ringan


(20-25%) (80-100 mmHg) takikardi

Kelas 3: 1500-2000 ml Menurun Gelisah, pucat, Sedang


(25-35%) (70-80 mmHg) oliguria

Kelas 4: >2000 ml Sangat menurun Kolaps, air hunger, Berat


(35-45%) (50-70 mmHg) anuria
Klasifikasi
Berdasarkan waktu sejak persalinan:

Perdarahan postpartum primer (awal): • Perdarahan postpartum sekunder (lanjut):


terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan Perdarahan abnormal dan berlebihan dari
24 jam hingga 12 minggu setelah
Penyebab: melahirkan.
 Atonia uterus • Penyebab:
 Trauma • Produk konsepsi yang dipertahankan
 Koagulopati • Subinvolusi situs plasenta
 Retensi Plasenta • Infeksi (endometritis)
 Inversi uterus • Gangguan koagulasi bawaan
• Penyakit trofoblas gestasional
Penanganan
Bila PPP terjadi, harus ditentukan dulu kausa perdarahan, kemudian
penatalaksanaannya dilakukan secara simultan, meliputi perbaikan tonus uterus,
evakuasi jaringan sisa, dan penjahitan luka terbuka disertai dengan persiapan
koreksi faktor pembekuan.
Manajemen berdasarkan kausal

Atonia Uteri
 Keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus
tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi
plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
 Perdarahan karena atonia uteri dapat dicegah dengan melakukan
secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang
bersalin dan pemberian misoprostol peroral segera setelah bayi lahir.
Tindakan yang umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) sebagai
berikut:
 Sikap Trendelenburg, pasang venous line, dan berikan oksigen
 Rangsang kontraksi uterus dengan
 massage fundus uteri dan rangsang putting susu
 Pemberian oksitosin dan pemberian misoprostol per rektal
 Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal
 Kompresi aorta abdominalis
 Pemasangan “tampon kondom”
 Bilasemua gagal maka persiapkan untuk tindakan operasi/ laparotomi
dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau
melakukan histerektomi.
Robekan Jalan Lahir
 Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan
perineum, trauma forseps, atau vakum ekstraksi atau karena versi
ekstraksi.
 setiap persalinan harus dilakukan inspeksi teliti mencari kemungkinan
robekan.
 Semua sumber perdarahan harus diklem, diikat dan luka ditutup dengan
jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
Retensio Plasenta
 Terjadi bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak
lahir.
 Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera
melakukan plasenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.
 Evakuasi plasenta secara manual:
 Tangan kanan (bagi yang tidak kidal) masuk ke dalam kavum uteri
secara obstetrik (mengepal) melalui vagina dan serviks, selanjutnya
mencari tepi plasenta dan mengelupasnya dari dinding dalam kavum
uteri.
Inversi uterus
Keadaan di mana lapisan dalam uterus turun dan keluar lewat ostium uteri
eksternum, dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
Tindakan yang dapat dilakukan yaitu:
 Panggil bantuan anestesi dan pasang infus cairan/darah pengganti dan
pemberian obat.
 Pemberian tokolitik untuk melemaskan uterus sebelum reposisi manual.
 Plasentadilepaskan manual dan bila berhasilkan dikeluarkan sambil
memberikan uterotonika lewat infus atau IM.
 Pemberian antibiotik dan transfusi darah sesuai kebutuhan.
 Intervensibedah bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan
manuver diatas tidak bisa dikerjakan.
Perdarahan karena Gangguan Pembekuan Darah
 Dicurigai akibat gangguan pembekuan darah bila kausal yang lain
sudah disingkirkan dan disertai riwayat mengalami hal yang sama di
persalinan sebelumnya.
 Pada pemeriksaan penunjang ditemukan faal hemostasis abnormal.
 Terapi dilakukan dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma
beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian
EACA (epsilon amino caproic acid).
Pencegahan
Antisipasi terhadap perdarahan pasca-persalinan yang dapat dilakukan:
 Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap
penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien
tersebut ada dalam keadaan optimal.
 Mengenal faktor predisposisi perdarahan pascasalin seperti multiparitas, anak besar, hamil
kembar, hidramnion, bekas seksio, riwayat PPP sebelumnya dan kehamilan risiko tinggi
lainnya yang risikonya akan muncul saat persalinan.
 Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
 Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari
persalinan dukun.
 Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan
rujukan sebagaimana mestinya.
Referensi:
 WHO guidelines for the management of postpartumhaemorrhage and retained placenta 2009.
 Gynecologists RCoOa. RCOG Green-top Guideline. Prevention and Management Network SMaNC. Queensland Maternity and
Neonatal Clinical Guideline.
 Primary postpartum haemorrhage. Queensland: Queensland Government; 2012.
 Chandraharan E, Arulkumaran S. Management Algorith for Atonic Postpartum Haemmorrhage JPOG May/Jun 2005; 31(3): 106-12.
 B-Lynch C, Chez R. B-Lynch for Control of Postpartum HemmorrhageContemporary Obstetrics and Gynecology. In:Magann EF,
Lanneau GS. Thirdstage of Labour. . ObstetGynecolClin N Am 2005; 32: 323-32; 1-32.
 Schuurmans N, MacKinnon C, Lane C, Duncan E. SOGC Clinical Practice Guideline: Prevention and management of postpartum
haemorrhage. Journal of Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada April, 2000: 1-9.
 American College of Obstetricians and Gynecologists: Committee Opinion No. 529: Placenta accreta. Reaffirmed 2017 Obstet
Gynecol 2012; 120: pp. 207-211.
 Chestnut, D. H. (2020). Chestnut's obstetric anesthesia: Principles and practice. Philadelphia, PA: Elsevier.
 World Health Organization: WHO recommendations for prevention and treatment of maternal peripartum infections.
 Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.

Anda mungkin juga menyukai