i
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
PEMBAHASAN .................................................................................................. 16
RINGKASAN ...................................................................................................... 21
LAMPIRAN ......................................................................................................... 22
ii
PENDAHULUAN
adalah 2% atau sekitar 5,4 juta penduduk. Sulawesi Utara memiliki prevalensi
pneumonia pada tahun 2018 sebesar 1,9% atau sekitar 46 ribu penduduk.2
yang didapat di masyarakat atau terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit, dengan
48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun
menggigil, batuk berdahak, napas cepat dangkal, nyeri, dan terasa berat pada
pemeriksaan fisik, foto toraks, dan laboratorium di mana diagnosis pasti ditegakkan
jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan
konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki, leukosit ≥10.000 atau <4.500.3
pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado.
1
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki Tn. LMH, usia 51 tahun, berlatar belakang suku Minahasa,
gawat darurat dirujuk dari Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Manado dengan keluhan
sesak napas, batuk berdahak, dan lemah badan. Sesak napas dirasakan sejak awal
April dan memberat 7 hari sebelum masuk RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
atau pada hari dibawa ke RS Bhayangkara Manado. Sesak napas dirasakan secara
terus menerus saat beraktivitas maupun saat hanya beristirahat, dan dada terasa
berat setiap menarik napas. Pasien merasa sesak berkurang saat duduk dan dirasa
memberat ketika berbaring telentang. Pasien juga mengeluh batuk berdahak bening
kekuningan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien batuk setiap saat dan
terus menerus mengeluarkan dahak. Pasien tidak meminum obat apa pun untuk
meredakan batuknya. Pasien mengeluh tidak bisa tidur karena batuk terus menerus.
Pasien mengeluh demam sumer-sumer sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien tidak meminum obat apa pun untuk meredakan demamnya. Lemah badan
juga dirasa oleh pasien dan memberat sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien masih bisa duduk, berdiri, berjalan, dan menggerakan tubuh saat masuk
rumah sakit. Pasien merasa berkeringat terlebih pada malam hari. Pasien
terakhir.
Pasien tidak ada keluhan nyeri kepala, gangguan penciuman, benjolan, nyeri
dada, nyeri ulu hati, nyeri abdomen, susah buang air kecil dan buang air besar.
2
Reaction (PCR) Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) oleh rumah sakit yang
lainnya seperti hipertensi, diabetes melitus, asam urat, penyakit jantung, penyakit
hati, dan penyakit ginjal disangkal. Pasien tidak pernah pengobatan 6 bulan maupun
pengobatan lainnya. Pasien memiliki kebiasan merokok sejak remaja sehari bisa
menghabiskan 1 bungkus rokok dan baru berhenti 1 bulan lalu. Pasien juga
memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol sejak remaja seminggu bisa 3 kali,
dan 1 kali bisa 1 botol 600 ml alkohol 40%. Pasien memiliki kebiasaan minum kopi
sehari 2 gelas. Keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit yang sama dengan
pasien.
kesadaran compos mentis. Tekanan darah (TD) 120/80 mmHg, nadi (N) 84
kali/menit, respirasi (R) 30 kali/menit, suhu badan (SB) 37,2C, SpO2 90% tanpa
melalui non-breathing mask (NRM) 10 l/menit, berat badan 50 kg, tinggi badan 163
cm dengan indeks massa tubuh (IMT) 18,82 kg/m2, status gizi berat badan kurang.
Pada pemeriksaan kepala tidak ditemukan konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil bulat isokor, refleks cahaya ada dan normal, hidung normal, faring
tidak hiperemis. Pemeriksaan leher didapatkan tekanan vena jugularis 5+2 cm H2O,
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan toraks inspeksi
didapatkan retraksi dada saat inspirasi, dan saat mengembang dada kiri tertinggal
dibanding dengan dada kanan, tidak ditemukan jejas. Palpasi ditemukan stem
fremitus menurun pada 1/2 distal lapang paru kiri, tidak ditemukan adanya benjolan
3
pada dada. Perkusi redup pada ruang sela iga 5, 6, dan 7 dada kiri saat pasien duduk,
sedangkan pada lapang paru lainnya sonor. Auskultasi ditemukan suara pernapasan
vesikuler menurun dan bronkial dominan, suara pernapasan menurun pada paru
kiri, rhonki basah nyaring pada kedua lapang paru, wheezing tidak ditemukan pada
kedua lapang paru. Kemudiaan pada pemeriksaan toraks dari sisi posterior, inspeksi
terlihat dada sebelah kiri tertinggal terangkat dibandingkan dada kanan. Palpasi di
temukan stem fremitus menurun pada 1/2 distal lapang paru kiri dan meningkat
pada 1/3 distal lapang paru kanan, tidak ditemukan benjolan. Perkusi redup pada
ruang sela iga 5 ke bawah saat posisi pasien duduk. Auskultasi terdengar suara
pernapasan bronkial, rhonki basah nyaring pada kedua lapang paru, wheezing tidak
ditemukan. Pemeriksaan jantung inspeksi iktus kordis tidak terlihat, palpasi iktus
kordis tidak teraba, perkusi batas jantung kanan pada linea sternalis dextra ruang
sela iga 4, batas jantung kiri linea midklavikularis sinistra ruang sela iga 5,
auskultasi bunyi jantung regular terdengar bunyi jantung 1 dan 2, tidak ada murmur
dan gallop tidak didapat. Pada pemeriksaan abdomen inspeksi perut datar tidak ada
abdomen lemas, tidak ditemukan pembesaran hepar dan limpa, tidak ada nyeri
perkusi timpani pada seluruh regio abdomen dan tidak ada nyeri ketok
kostovertebra. Pada pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah akral hangat, dan
4
Pemeriksaan laboratorium pada saat pasien masuk rumah sakit adalah
hemoglobin 12,2 g/dl, hematokrit 36,2%, MCH 30,7 pg, MCHC 33,7 g/dl, MCV
91,2 fl, eritrosit 3,97 x 106/µl, leukosit 15.800/µl, trombosit 512.000/µl, natrium
darah 138 mEq/l, kalium darah 4,03 mEq/l, klorida darah 100,6 mEq/l, SGOT 79
U/l, SGPT 92 U/l, ureum darah 32 mg/dl, kreatinin darah 0,8 mg/dl, albumin 2,21
multifokal di lapangan bawah paru kanan, dan konsolidasi luas di paru kiri, sinus
rhythm, heart rate 84 bpm, axis normal, gelombang P normal, PR interval normal,
causa suspek infeksi bakterial, efusi pleura sinistra, leukositosis et causa suspek
dengan cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam, ceftriaxone 1000 mg/vial 2 g/24jam,
moxifloxacin 1.6 mg/ml 250 ml 400 mg/24jam intravena, n-asetil sistein kapsul 3
x 200 mg, juga pemberian albumin. Pasien direncanakan untuk pemerikasan PCR
COVID-19 dan tes cepat molekuler TB untuk diagnostik, kultur sputum atau darah
dan sensitivitas antibiotik jika pasien tidak mengalami perbaikan klinis setelah
diagnosis jika dibutuhkan, juga pasien akan dirawat di instalasi rawat inap (irina)
isolasi hingga keluar hasil pemeriksaan PCR COVID-19 untuk perencanaan terapi
lebih lanjut.
5
Follow up hari pertama Senin 26 April 2021, pasien belum menunjukkan
perbaikan klinis. Pasien mengeluh sesak napas, batuk berat, lemah badan, dan
pemberian oksigen melalui NRM 10 l/menit. Pada pemeriksaan fisik kepala leher
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sputum berwarna bening kekuningan
dan banyak, dan pembesaran kelenjar getah bening (-). Pada pemeriksaan toraks,
inspeksi terlihat retraksi, dada sebelah kiri tertinggal dibanding dada kanan saat
mengembang, palpasi stem fremitus menurun pada 1/2 lapang paru kiri, perkusi
redup pada ruang sela iga 5, 6, dan 7, auskultasi suara pernapasan bronkial dominan
pada kedua lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing (-/-). Pemeriksaan abdomen
inspeksi datar, auskultasi didapatkan suara bising usus normal 6 kali/menit, palpasi
abdomen lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada seluruh regio abdomen.
Pemeriksaan eksterimitas akral hangat pada keempat ekstremitas dan edema (-).
bilateral, efusi pleura sinistra, dan suspek TB paru. Pasien diterapi dengan
pemberian cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam, ceftriaxone 1000 mg/vial 2 g/24jam,
moxifloxacin 1.6 mg/ml 250 ml 400 mg/24jam intravena, n-asetil sistein kapsul 3
x 200 mg. Pasien direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan tes cepat molekuler
6
Follow up hari kedua Selasa 27 April 2021, pasien mengeluh sesak napas, batuk
berat, lemah badan dan demam sumer-sumer. Keadaan umum tampak berat,
SpO2 98% dengan bantuan pemberian oksigen melalui NRM 10 l/menit. Pada
pemeriksaan fisik kepala leher konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sputum
berwarna bening kekuningan dan banyak, dan pembesaran kelenjar getah bening (-
). Pada pemeriksaan toraks, inspeksi terlihat retraksi, dada sebelah kiri tertinggal
dibanding dada kanan saat mengembang, palpasi stem fremitus menurun pada 1/2
lapang paru kiri, perkusi redup pada ruang sela iga 5, 6, dan 7, auskultasi suara
pernapasan bronkial dominan pada kedua lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing
(-/-). Pemeriksaan abdomen inspeksi datar, auskultasi didapatkan suara bising usus
normal 6 kali/menit, palpasi abdomen lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada
ekstremitas, edema (-). Hasil pemeriksaan PCR COVID-19 kedua adalah negatif,
bilateral, efusi pleura sinistra, dan suspek TB paru. Pasien diterapi dengan
pemberian cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam, ceftriaxone 1000 mg/vial 2 g/24jam,
moxifloxacin 1.6 mg/ml 250 ml 400 mg/24jam intravena, n-asetil sistein kapsul 3
x 200 mg. Setelah pindah ruangan, pasien diambil sampel sputum untuk dilakukan
7
Follow up hari ketiga Rabu 28 April 2021, pasien masih mengeluh sesak napas
namun berkurang, batuk berat, dan tidak demam. Keadaan umum tampak berat,
SpO2 98% dengan bantuan pemberian oksigen melalui NRM 10 l/menit. Pada
pemeriksaan fisik kepala leher konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sputum
berwarna bening kekuningan dan banyak, dan pembesaran kelenjar getah bening (-
). Pada pemeriksaan toraks, inspeksi terlihat retraksi, dada sebelah kiri tertinggal
dibanding dada kanan saat mengembang, palpasi stem fremitus menurun pada 1/2
lapang paru kiri, perkusi redup pada ruang sela iga 5, 6, dan 7, auskultasi suara
pernapasan bronkial dominan pada kedua lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing
(-/-). Pemeriksaan abdomen inspeksi datar, auskultasi didapatkan suara bising usus
normal 6 kali/menit, palpasi abdomen lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada
ekstremitas, edema (-). Hasil pemeriksaan tes cepat molekuler TB keluar dengan
hasil MTB not detected. Pemeriksaan laboratorium adalah hemoglobin 11,0 g/dl,
hematokrit 34,5%, MCH 30,8 pg, MCHC 31,9 g/dl, MCV 96,6 fl, eritrosit 3,57 x
106/µl, leukosit 18.700/µl, trombosit 557.000/µl, natrium darah 141 mEq/l, kalium
darah 4,21 mEq/l, klorida darah 103,7 mEq/l, SGOT 44 U/l, SGPT 78 U/l, ureum
darah 17 mg/dl, kreatinin darah 0,6 mg/dl, albumin 2,46 g/dl. Pasien didiagnosis
dengan pneumonia bilateral, efusi pleura sinistra. Pasien diterapi dengan pemberian
cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam, ceftriaxone 1000 mg/vial 2 g/24jam, moxifloxacin
1.6 mg/ml 250 ml 400 mg/24jam intravena, n-asetil sistein kapsul 3 x 200 mg.
Follow up hari keempat Kamis 29 April 2021, pasien merasa sesak napas, batuk,
dan sudah tidak demam. Keadaan umum tampak sedang, kesadaran compos mentis.
8
TD 135/90, N 90 kali/menit, R 24 kali/menit, SB 36,5°C, SpO2 98% dengan
kepala leher konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sputum berwarna bening
kekuningan dan banyak, dan pembesaran kelenjar getah bening (-). Pada
pemeriksaan toraks, inspeksi terlihat retraksi, dada sebelah kiri tertinggal dibanding
dada kanan saat mengembang, palpasi stem fremitus menurun pada 1/2 lapang paru
kiri, perkusi redup pada ruang sela iga 5, 6, dan 7, auskultasi suara pernapasan
bronkial dominan pada kedua lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing (-/-).
normal 6 kali/menit, palpasi abdomen lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada
ekstremitas, edema (-). Pasien didiagnosis dengan pneumonia bilateral dan efusi
pleura sinistra. Pasien diterapi dengan pemberian cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam,
ceftriaxone 1000 mg/vial 2 g/24jam, moxifloxacin 1,6 mg/ml 250 ml 400 mg/24jam
Follow up hari kelima Jumat 30 April 2021, pasien merasa sesak napas
berkurang dan batuk. Keadaan umum tampak sedang, kesadaran compos mentis.
kepala leher konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sputum berwarna bening
kekuningan dan banyak, dan pembesaran kelenjar getah bening (-). Pada
pemeriksaan toraks, inspeksi terlihat retraksi, dada sebelah kiri tertinggal dibanding
dada kanan saat mengembang, palpasi stem fremitus menurun pada 1/3 lapang paru
kiri, perkusi redup pada ruang sela iga 5, 6, dan 7, auskultasi suara pernapasan
9
bronkial dominan pada kedua lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing (-/-).
normal 6 kali/menit, palpasi abdomen lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada
ekstremitas, edema (-). Pasien didiagnosis pneumonia bilateral dan efusi pleura.
Pasien diterapi dengan pemberian cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam, ceftriaxone 1000
Follow up hari keenam Sabtu 1 Mei 2021, pasien merasa sesak napas berkurang
dan masih batuk. Keadaan umum tampak sedang, kesadaran compos mentis. TD
pemberian oksigen melalui NRM 10 l/menit. Pada pemeriksaan fisik kepala leher
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sputum berwarna bening kekuningan dan
banyak, dan pembesaran kelenjar getah bening (-). Pada pemeriksaan toraks,
inspeksi terlihat dada sebelah kiri tertinggal dibanding dada kanan saat
mengembang, palpasi stem fremitus menurun pada 1/3 lapang paru kiri, perkusi
redup pada ruang sela iga 5, 6 dan 7, auskultasi suara pernapasan bronkial dominan
pada kedua lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing (-/-). Pemeriksaan abdomen
inspeksi datar, auskultasi didapatkan suara bising usus normal 6 kali/menit, palpasi
abdomen lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada seluruh regio abdomen.
Pemeriksaan eksterimitas akral hangat pada keempat ekstremitas, edema (-). Pasien
didiagnosis dengan pneumonia bilateral dan efusi pleura. Pasien diterapi dengan
pemberian cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam, n-asetil sistein kapsul 3 x 200 mg,
ceftriaxone 1000 mg/vial 2 g/24jam, moxifloxacin 1.6 mg/ml 250 ml 400 mg/24jam
10
intravena, di mana antibiotik ceftriaxone dan moxifloxacin sudah memasuki hari
Follow up hari ketujuh Minggu 2 Mei 2021, pasien merasa sesak napas
berkurang dan masih batuk. Keadaan umum tampak sedang, kesadaran compos
fisik kepala leher konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sputum berwarna
bening kekuningan dan banyak, dan pembesaran kelenjar getah bening (-). Pada
pemeriksaan toraks, inspeksi terlihat dada sebelah kiri tertinggal dibanding dada
kanan saat mengembang, palpasi stem fremitus menurun pada 1/3 lapang paru kiri,
perkusi redup pada ruang sela iga 5, 6 dan 7, auskultasi suara pernapasan bronkial
dominan pada kedua lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing (-/-). Pemeriksaan
kali/menit, palpasi abdomen lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada seluruh
edema (-).Pasien didiagnosis dengan pneumonia bilateral dan efusi pleura. Pasien
diterapi dengan pemberian cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam, ampicillin 1000 mg +
sulbactam 500mg dengan dosis 3 g/6 jam intravena, n-asetil sistein kapsul 3 x 200
mg.
11
Follow up hari kedelapan Senin 3 Mei 2021, pasien merasa sesak napas sangat
berkurang namun masih batuk. Keadaan umum tampak sedang, kesadaran compos
fisik kepala leher konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sputum berwarna
bening kekuningan dan banyak, dan pembesaran kelenjar getah bening (-). Pada
pemeriksaan toraks, inspeksi terlihat dada sebelah kiri sudah tidak tertinggal,
palpasi stem fremitus menurun pada 1/3 lapang paru kiri, perkusi redup pada ruang
sela iga 5, 6, dan 7 dibanding lapang paru lain, auskultasi suara pernapasan bronkial
dominan pada kedua lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing (-/-). Pemeriksaan
kali/menit, palpasi abdomen lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada seluruh
edema (-). Pasien didiagnosis dengan pneumonia bilateral dan efusi pleura. Pasien
diterapi dengan pemberian cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam, ampicillin 1000 mg +
sulbactam 500mg dengan dosis 3 g/6 jam intravena, n-asetil sistein kapsul 3 x 200
mg. Pasien direncanakan untuk penggantian NRM menjadi nasal canule 5 l/menit
darahnya yang selalu tinggi pada beberapa hari terakhir, pasien diminta untuk
bersiap untuk mulai rutin minum obat hipertensi jika pada pengukuran beberapa
12
Follow up hari kesembilan Selasa 4 Mei 2021, pasien merasa sesak napas sangat
berkurang dan masih batuk. Keadaan umum tampak sedang, kesadaran compos
bantuan pemberian oksigen melalui nasal canule 5 l/menit. Pada pemeriksaan fisik
kepala leher konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sputum berwarna bening
kekuningan, dan pembesaran kelenjar getah bening (-). Pada pemeriksaan toraks,
inspeksi terlihat dada simetris, palpasi stem fremitus menurun pada 1/3 distal
lapang paru kiri, perkusi redup pada ruang sela iga 5, 6, dan 7, auskultasi suara
pernapasan bronkial dominan pada kedua lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing
(-/-). Pemeriksaan abdomen inspeksi datar, auskultasi didapatkan suara bising usus
normal 6 kali/menit, palpasi abdomen lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada
pleura. Pasien diterapi dengan pemberian cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam,
ampicillin 1000 mg + sulbactam 500mg dengan dosis 3 g/6 jam intravena, n-asetil
Follow up hari kesepuluh Rabu 5 Mei 2021, pasien merasa sesak napas sangat
berkurang dan masih batuk. Keadaan umum tampak ringan, kesadaran compos
bantuan pemberian oksigen melalui nasal canule 5 l/menit. Pada pemeriksaan fisik
kepala leher konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sputum berwarna bening
kekuningan, dan pembesaran kelenjar getah bening (-). Pada pemeriksaan toraks,
inspeksi terlihat dada simetris, palpasi stem fremitus menurun pada 1/3 distal
lapang paru kiri, perkusi redup pada ruang sela iga 5, 6, dan 7, auskultasi suara
13
pernapasan bronkial dominan pada kedua lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing
(-/-). Pemeriksaan abdomen inspeksi datar, auskultasi didapatkan suara bising usus
normal 6 kali/menit, palpasi abdomen lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada
pleura. Pasien diterapi dengan pemberian cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam,
ampicillin 1000 mg + sulbactam 500mg dengan dosis 3 g/6 jam intravena, n-asetil
Follow up hari kesebelas Kamis 6 Mei 2021, pasien merasa sesak napas sangat
berkurang dan masih batuk. Keadaan umum tampak ringan, kesadaran compos
bantuan pemberian oksigen melalui nasal canule 5 l/menit. Pada pemeriksaan fisik
kepala leher konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), sputum berwarna bening
kekuningan, dan pembesaran kelenjar getah bening (-). Pada pemeriksaan toraks,
inspeksi terlihat dada simetris, palpasi stem fremitus menurun pada 1/3 distal
lapang paru kiri, perkusi redup pada ruang sela iga 5, 6, dan 7, auskultasi suara
pernapasan bronkial dominan pada kedua lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing
(-/-). Pemeriksaan abdomen inspeksi datar, auskultasi didapatkan suara bising usus
normal 6 kali/menit, palpasi abdomen lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada
pleura. Pasien diterapi dengan pemberian cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam,
ampicillin 1000 mg + sulbactam 500mg dengan dosis 3 g/6 jam intravena, n-asetil
14
Follow up hari kedua belas Jumat 7 Mei 2021, pasien merasa sesak napas sangat
berkurang dan masih batuk. Keadaan umum tampak ringan, kesadaran compos
anemis (-), sklera ikterik (-), sputum berwarna bening kekuningan, dan pembesaran
kelenjar getah bening (-). Pada pemeriksaan toraks, inspeksi terlihat dada simetris,
palpasi stem fremitus menurun pada 1/3 distal lapang paru kiri, perkusi redup pada
ruang sela iga 5, 6, dan 7, auskultasi suara pernapasan bronkial dominan pada kedua
lapang paru, ronkhi (+/+) dan wheezing (-/-). Pemeriksaan abdomen inspeksi datar,
lemas, tidak ada nyeri, perkusi timpani pada seluruh regio abdomen. Pemeriksaan
dengan pneumonia bilateral dan efusi pleura. Pasien diterapi dengan pemberian
cairan NaCl 0,9% 500 ml/8jam, ampicillin 1000 mg + sulbactam 500mg dengan
dosis 3 g/6 jam intravena, n-asetil sistein kapsul 3 x 200 mg. Pasien diedukasi untuk
tidak merokok dan meminum minuman beralkohol lagi, tidak melakukan aktivitas
berat namun juga tidak boleh hanya berbaring saja, pasien harus melakukan
untuk segera ke instalasi gawat darurat jika terjadi perburukan atau sesak memberat.
Pasien direncanakan untuk rawat jalan kontrol di poli paru setiap minggunya.
15
PEMBAHASAN
(PAPDI) atau klinis dan epideologis menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh infeksi
bakterial dan obstruksi bronkus, lalu ada bronkopneumonia yang ditandai dengan
bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru, dan pneumonia interstisial. 1,3 Pada
kasus ini, pasien didiagnosis dengan pneumonia komunitas serta pneumonia lobaris
yang terlihat dari gambaran radiologis dengan kesan pneumonia pada paru kanan
lobus inferior dan pada paru kiri pada lobus superior dan inferior.
Menurut penelitian review Almirall dkk, faktor risiko definitif dari pneumonia
therapies, steroid oral, dan penggunaan obat-obatan lambung. Faktor risiko yang
didapat pada pasien ini adalah riwayat merokok aktif dan paparan lingkungan.4
16
Bakteri penyebab pneumonia komunitas antara lain adalah Streptococcus
influenzae, dan virus influenza tipe A dan B.1,5 American Thoracic Society (ATS)
penyesuaian terapi jika terapi awal tidak efektif. ATS merekomendasikan untuk
tidak melakukan kultur sputum pada pasien yang tidak memiliki gejala berat atau
untuk kultur sputum adalah pasien dengan gejala berat, atau dicurigai diinfeksi
memenuhi salah satu kriteria mayor atau memenuhi tiga atau lebih kriteria minor. 6,7
Pada pasien didapati 3 kriteria minor yaitu respirasi ≥30 kali/menit, ureum darah
≥20 mg/dl, dan infiltrat multilobaris. Pasien mengalami perbaikan setelah beberapa
hari terapi empirik inisiasi di mana respirasi ≤30 kali/menit dan ureum darah ≤20
pneumonia beratnya dan sudah tidak perlu dilakukan kultur sputum sesuai dengan
rekomendasi ATS.
paru obstruktif kronik (PPOK), dan atelektasis. TB paru, PPOK, dan atelektasis
memiliki gejala klinis batuk yang lama.8 COVID-19 bisa asimtomatik dan
simtomatik di mana gejala dan gambaran radiologis pun mirip dengan pneumonia. 9
TB paru memiliki ciri khas yaitu riwayat bertemu pasien TB, batuk berdahak
17
menahun, keringat malam hari, dan penurunan berat badan. Gambaran radiologis
TB paru ditemukan infiltrat pada daerah apex paru. 10 PPOK bukan merupakan
penyakit menular dan terjadi karena adanya obstruksi pada paru. Atelektasis pada
umumnya memiliki gejala klinis batuk kering dan sesak napas. Atelektasis
sputum, pemeriksaan cairan efusi pleura, juga pemeriksaan foto toraks.1,8,9,10 Pada
kasus ini, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti
cairan efusi pleura dengan alasan pemeriksaan tersebut harus dilakukan tindakan
Pemeriksaan kultur sputum juga tidak dilakukan dengan pertimbangan hasil yang
bisa memakan waktu lama sedangkan pasien sudah menunjukkan perbaikan klinis.
pengguna NAPZA, skor PORT >70, bila <70 maka penderita tetap perlu dirawat
inap bila dijumpai salah satu dari gejala ini yakni frekuensi napas >30 kali/menit,
PaO2/FiO2 <250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, foto
toraks paru melibatkan >2 lobus, tekanan sistolik <90 mmHg, tekanan diastolik <60
mmHg.11 Pada pasien ini didapati skor PORT 81, frekuensi napas >30 kali/menit,
18
foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan foto toraks paru melibatkan
>2 lobus. Berdasarkan hal-hal tersebut maka pasien ini dirawat inap.
di mana PAPDI dan PDPI berpatokan pada panduan ATS. Penanganan pneumonia
komunitas dibedakan untuk pasien rawat jalan dan rawat inap, serta dibedakan
pasien dengan gejala tidak berat dan gejala berat. Terapi empirik rawat inap pada
makrolida seperti ampicilin/sulbactam 1,5-3 g/6 jam atau ceftriaxone 1-2 g/24 jam
ditambah azithromycin 500 mg/24 jam, serta bisa juga hanya diberikan
400 mg/24 jam. Pada pasien dengan gejala berat direkomendasikan beta-laktam
oleh ATS kecuali pada pasien PPOK atau pun asma. 1,3,6,7 Pada kasus ini, pasien
diberikan terapi empirik yakni ceftriaxone 2 g/24 jam ditambah moxifloxacin 400
jam.
Terdapat penyesuaian alur teknis pelayanan rumah sakit pada masa adaptasi
kebiasaan baru akibat pandemi COVID-19 dan sangat berdampak pada alur
Darurat (IGD) Triase, jika terdapat gejala COVID-19 maka pasien dimasukkan ke
area IGD khusus COVID-19, lalu dilakukan PCR atau rontgen sesuai protokol
19
layanan di rumah sakit. Bila pasien perlu perawatan lebih lanjut dan memiliki
indikasi rawat inap maka pasien masuk ke irina zona COVID-19 (irina isolasi)
rumah sakit tersebut, sambil menunggu hasil pemeriksaan PCR COVID-19. Jika
hasil pemeriksaan PCR COVID-19 positif maka pasien tetap ditangani di irina
isolasi, dan jika hasil negatif, maka pasien dipindahkan ke irina zona non COVID-
19 (irina biasa).12 Pasien dilayani dengan alur teknis pelayanan RSUP Prof. Dr. R.
Efusi pleura dapat disebabkan oleh banyak hal antara lain Congestive Heart
Failure (CHF), sindrom nefrotik, juga infeksi paru. Penentuan etiologi definitif
efusi pleura dapat dilakukan dengan anamnesis, melihat penyakit utama pada
pengambilan cairan dari cavum pleura yang memiliki tujuan antara lain diagnosis
untuk melihat apakah cairan pada pleura itu adalah cairan transudat atau cairan
eksudat juga untuk melihat apakah ada infeksi atau tidak, serta untuk terapeutik jika
pada pasien terdapat efusi pleura masif atau terdapat gejala klinis signifikan seperti
sesak napas berat.13,14 Efusi pleura masif adalah adanya akumulasi cairan abnormal
dalam jumlah besar yakni di atas 50% pada gambaran radiologis dan atau memiliki
gambaran efusi pleura masif. Berdasarkan temuan-temuan yang ada maka pada
20
RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki Tn. LMH, usia 51 tahun, datang
dengan keluhan sesak napas, batuk berdahak, dan lemah badan. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan palpasi stem fremitus menurun pada 1/2 lapang paru kiri, perkusi
redup pada ruang sela iga 5, 6, dan 7 dada kiri, juga auskultasi suara vesikuler
menurun pada lapang paru kiri, serta terdengar rhonki basah di seluruh lapang paru.
multifokal di lapangan bawah paru kanan, dan konsolidasi luas di paru kiri, serta
negatif dan tes cepat molekuler TB memiliki hasil MTB not detected.
maka pasien ini didiagnosis dengan pneumonia komunitas bilateral et causa infeksi
hipoalbuminemia. Pasien diberikan obat pulang n-asetil sistein kapsul 3 x 200 mg.
Pasien diedukasi untuk tidak merokok dan minum minuman beralkohol, membatasi
aktivitas dan pertemuan dengan orang lain, kontrol di poli paru untuk pertimbangan
pengobatan rawat jalan, serta dianjurkan untuk segera ke IGD jika keluhan sesak
memberat.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1
22
Lampiran 2
23
Karakteristik Penderita
Jumlah Poin
Faktor Demografi
Umur Laki-laki Umur (tahun)
Perempuan Umur (tahun) - 10
Perawatan di rumah + 10
Penyakit
Keganasan + 30
penyerta
Penyakit hati + 20
Gagal jantung
+ 10
kongestif
Penyakit
+ 10
serebrovaskuler
Penyakit ginjal + 10
Pemeriksaan Perubahan status
+ 20
fisik mental
Pernapasan >30
+ 20
kali/menit
Tekanan darah
+ 20
sistol <90 mmHg
Suhu tubuh <
35,00°C atau > + 15
40,00°C
Nadi > 125
+ 10
kali/menit
Hasil Analisis gas
laboratorium/ darah arteri: pH + 30
radiologi 7,35
BUN > 30 mg/dl + 20
Natrium < 130
+ 20
mEq/l
Glukosa >250
+ 10
mg/dl
Hematokrit <
+ 10
30%
PO2 ≤ 60 mmHg + 10
Efusi pleura + 10
Tabel 2. Pneumonia PORT.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan Z. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Studies. 2017
5. Wilson LM. Penyakit Pernapasan Restriktif dalam Price SA, Wilson LM.
6. Metlay JP, Waterer G, Long A, dkk. Diagnosis and Treatment of Adults with
Society. 2019.
2020.
25
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2009. 91 hal.
/pulmonary/cap/10675.cfm.
13. Halim H. Penyakit-Penyakit Pleura, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing.
2014:1066-70.
April 2021.
15. Masyhudi AN. Hubungan Jumlah Volume Drainase Water Sealed Drainage
26