Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

DOKTER INTERNSHIP

PNEUMONIA

DISUSUN OLEH :

dr. ILHAM ADHANI

DOKTER PEMBIMBING

dr. NUR IKHWANI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KECAMATAN MANDAU

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2022

1
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................... 1
BAB II STATUS PASIEN
2.1 STATUS PASIEN......................................................................... 3
2.2 RESUME....................................................................................... 9
2.3 DIAGNOSA................................................................................... 10
2.4 PENATALAKSANAAN HOLISTIK........................................... 10
2.5 PROGNOSIS...................................................................................... 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. DEFINISI.......................................................................................... 11
3.2. ETIOLOGI .................................................................................... . 12
3.3. FAKTOR RESIKO........................................................................... 14
3.4. FAKTOR PREDISPOSISI.................................................................. 15
3.5. GEJALA KLINIS............................................................................... 16
3.6 KLASIFIKASI JENIS SELULITIS MENURUT LETAK...................17
3.7. PATOGENESIS ..................................................................................23
3.8. DIAGNOSIS........................................................................................24
3.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG..........................................................26
3.10. PENCEGAHAN..................................................................................31
3.11. KOMPLIKASI.....................................................................................31
3.12. PROGNOSIS........................................................................................32

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh


mikroorganisme bakteri, virus, jamur, dan parasit, namun pneumonia juga dapat
disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena paparan fisik seperti suhu atau
radiasi(Djojodibroto, 2014). Pneumonia adalah masalah kesehatan di dunia karena
angka kematiannya tinggi, tidak saja di Negara berkembang tetapi juga di Negara
maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Negara-negara Eropa (Misnadiarly,
2008). Pneumonia menjadi penyebab kematian utama akibat infeksi di Amerika
Serikat yaitu sebanyak 53.667 kematian yang terjadi pada tahun 2011 (Hoyert &
Xu, 2012).
Penyakit pneumonia termasuk dalam tiga besar penyebab kematian di
Indonesia (Misnadiarly, 2008). Prevalensi pneumonia di Indonesia yang
terdiagnosis tenaga kesehatan yaitu sebesar 4,5%. Lima Provinsi yang mempunyai
insiden tertinggi pneumonia untuk semua umur yaitu Nusa Tenggara Timur
sebesar 10,3%, Papua 8,2%, Sulawesi Tengah 5,7%, Sulawesi Barat 6,1%, dan
Sulawesi Selatan 4,8%. Dilihat dari jenis kelamin penderita pneumonia laki-laki
yaitu 4,8% dan perempuan sebesar 4,3% (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2013). Prevalensi pneumonia di Provinsi Bali sebanyak 1,9%,
Kabupaten tertinggi dengan prevalensi sebesar 4,6% terdapat di Bangli, diikuti
dengan Kabupaten Karangasem sebesar 4,5%, Klungkung 2,1%, Jembrana 1,5%,
dan Badung 1,3% (Kementerian Kesehatan RI Provinsi Bali, 2013).
Penyebab pneumonia bervariasi tergantung pada populasi pasien yang
diamati.Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan lingkungannya menjadi
pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial(Nurarif & Kusuma, 2015).
Terjadinya pneumonia komunitas biasanya didapatkan di luar sarana pelayanan
kesehatan dan penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae, namun pneumonia

3
nosokomial biasanya terjadi saat menjalani perawatan di rumah sakit karenasistem
pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi sering terganggu. Pneumonia
nosokomial lebih sering disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus (Somantri,
2012).Menurut jurnal Gross et al.(2014) dari 521 pasien sebanyak 50,5%
mengalami pneumonia komunitas dan 49,4% mengalami pneumonia nosokomial.
Proses peradangan pada pneumonia mengakibatkan produksi sekret
meningkat dan menimbulkan manifestasi klinis yang ada sehingga muncul
bersihan jalan napas tidak efektif. Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan
ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas tetap paten (PPNI, 2017)

4
BAB 2
STATUS PASIEN

2.1 Status Pasien


Data Pasien: Nama: Tn.S (66th 3bln)/ Laki-laki Nomor RM: 126904
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
Pasien dating dengan keluhan nafas terasa sesak, keluhan sudah dialami
os sejak +/- 4 hari ini dan memberat 1 hari ini, sesak tidak dipengaruhi
oleh posisi tubuh, aktifitas dan cuaca. Hal ini baru dialami pertama
kalinya, pasien juga mengeluhkan batuk berdahak lebih dari satu bulan
dengan dahak warna hijau, batuk berdarah (-) pilek/flu (-). Pasien juga
mengalami demam, demam naik turun lebih kurang 3 hari ini, demam
tidak disertai dengan menggigil dan berkeringat malam hari, demam
turun dengan obat penurun panas, penurunan berat badab (-). Os
mengatakan kepala terasa pusing, lidah terasa pahit, nyeri ulu hati mual
tetapi tidak disertai dengan muntah. Lemas (+), os merupakan perokok
aktif sejak usia 20 tahun hingga sekarang dengan frekuensi 3 sampai 4
batang sehari. Bab dan bak dalam batas normal

2. Riwayat Pengobatan
Komsumsi OAT +/- 10 tahun yang lalu
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat tb paru 10 tahun yang lalu dan sudah dinyataka sembuh oleh
dokter bagian paru
- dm tipe 2 (-)
- hipertensi (-)

4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan yang sama pada keluarga atau tetangga sekitar disangkal.

5
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: sakit sedang
b. Kesadaran: compos mentis
c. Tanda vital:
• Tekanan darah: 130/84 mmHg
• Nadi: 113 x/menit (kuat angkat)
• Respirasi: 30 x/menit
• Suhu : 38,10C
d. Kepala: Mesosefal
e. Mata: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
f. Mulut : mukosa bibir basah
g. Leher: Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar
h. Paru:
• Inspeksi :simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
• Palpasi : fremitus taktil sama kiri dan kanan
• Perkusi : sonor (+/+)
• Asukultasi :vesikular (-/-), rhonki (+/+), wheezing (-/-)
i. Jantung:
• Inspeksi :iktus kordis tidak tampak
• Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat  Perkusi : tidak
diperiksa
• Asukultasi : BJ s1-s2 reguler, bising (-)
j. Abdomen:
• Inspeksi : distensi (-)
• Asukultasi : BU + normal.
• Palpasi : nyeri tekan (+), Hepar teraba ½ - ¼ permukaan
rata, tepi tajam, Lien tidak teraba
• Perkusi : timpani
k. Ekstremitas: akral hangat

6
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
Darah rutin :
Hemoglobin : 13,8 (N: 12-16)
Leukosit : 12.732 (N: 4500-11.000)
Hematokrit : 41,2 (N: 38-47)
Trombosit : 169.000 (N: 150.000-440.000)
Elektrolit :
Natrium : 137 (N: 135 - 148)
Kalium : 4,2 (N: 3,5 - 5,3)
Clorida : 101 (N: 98 - 107)
Kimia klinik :
GDS : 99 (N: 120-140)
Ureum : 69
Kreatinin: 1,9

b. foto thorax :

Konsul ke bagian radiologi (dr. wicak, sp.rad)

- Pneumonia dd masa apex pulmo sinistra

- Besar cor dalam batas normal

- Sudut costofrenicus ka/ki lancip

7
2.2 Resume
Anamnesis
keluhan nafas terasa sesak, keluhan sudah dialami os sejak +/- 4 hari ini dan
memberat 1 hari ini, sesak tidak dipengaruhi oleh posisi tubuh, aktifitas dan
cuaca. pasien juga mengeluhkan batuk berdahak lebih dari satu bulan dengan
dahak warna hijau, batuk berdarah (-) pilek/flu (-) demam (+) demam naik turun
lebih kurang 3 hari ini, demam tidak disertai dengan menggigil dan berkeringat
malam hari, BB turun (-). Os mengatakan kepala terasa pusing, lidah terasa pahit,
nyeri ulu hati mual tetapi tidak disertai dengan muntah. Lemas (+), os merupakan
perokok aktif sejak usia 20 tahun hingga sekarang dengan frekuensi 3 sampai 4
batang sehari. Bab dan bak dalam batas normal

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : sakit sedang
Tekanan darah: 130/84 mmHg
Nadi: 113 x/menit (kuat angkat)
Respirasi: 30x/menit
Suhu : 38,10C

Pemeriksaan Penunjang
Leukosit : 12.723

2.3 Diagnosis
Working diagnostic : pneumonia

2.4 Penatalaksanaan
Farmakoterapi:
- ivfd nacl 0,9% 20 tpm
- inj. Omeprazole 40mg
- inj. Ondansentrone 1 amp
- inj. Flumucil 1 amp
8
Konsul kebagian paru (dr. anggraini, sp.p)
- ivfd nacl 0,9% 20tpm
- nebulizer bricasma dan flumicort / 8 jam
- O2 2l/i
- inj. Anbacim / 8 jam
- inj. Fartison / 8 jam
- inj. Omeprazole / 12 jam
- codein 3x10mg
- toesal 2x1
- curcuma 2x1
- domperidone 3x1
- rencana usg thorax

2.5 Prognosis
- Quo ad Vitam : bonam
- Quo ad Functionam : bonam
- Quo ad Sanationam : bonam

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,


distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri.virus,jamur,protozoa).
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonit

3.1.1 ANATOMI

Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis,


berbentuk kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas
diafragma, diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks
(bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk

10
mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus,
saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus.

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2


lobus. Lobus pada paru- paru kanan adalah lobus superius, lobus medius,
dan lobus inferius. Lobus medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis;
lobus inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru
kiri adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura
oblique. Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah yang
disebut lingula. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan jumlah
bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan dgn
percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih kecil,
segmenta paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.

3.1.2 EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas


yang terbanyak di dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di
seluruh dunia. Angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%.
Berdasarkan umur, pneumonia dapat menyerang siapa saja, meskipun lebih
banyak ditemukan pada anak-anak. Di Amerika Serikat pneumonia
mencapai 13% dari penyakit infeksi saluran nafas pada anak di bawah 2
tahun.

UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal


karena penyakit pneumonia setiap tahun. Kasus pneumonia di negara
berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan
banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5
tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan
oleh bakteremia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus
aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan
kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia

11
merupakan seperempat penyebab kematian pada anak dibawah 5 tahun dan
80% terjadi di negara berkembang. Pneumonia yang disebabkan oleh
infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di negara dengan 4 musim,
banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, dinegara
tropis pada musim hujan.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)


tahun 2007, menunjukkan, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka
kesakitan ( morbiditas ) pneumonia pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka
kematian ( mortalitas ) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%.

3.2 ETIOLOGI

a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu:
1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
- Streptococcus pneumonia
merupakan bakteri anaerob facultatif. 7 Bakteri patogen ini di temukan
pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%, sedangkan pada
pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%.
- Staphylococcus aureus
bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan obat secara
intravena (intravena drug abusers) memungkan infeksi kuman ini menyebar
secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-paru. Kuman ini
memiliki daya taman paling kuat, apabila suatu organ telah terinfeksi kuman ini
akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses.
Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar dalam
pemilihan antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap beberapa antibiotik.
- Enterococcus (E.faecalis, E. faecium)
Organisme streptococcus group D yang merupakan flora normal usus.
- Pseudomonas aeruginosae

12
Bakteri anaerob, yang berbentuk batang dan memiliki bau yang
khas.Sering menjadi komplikasi penyakit yang disebabkan oleh virus dan
merupakan infeksi pada pasien pemakai obat intravena, infeksi oleh
mikroorganisme ini mengakibatkan abses dan empiema.(9)
- Klebsiella pneumonia
Bakteri anaerob fakultatif, yang berbentuk batang dan tidak
berkapsul, merupakan penyebab paling umum pneumonia gram-negatif,
infeksi ini mengenai orang-orang yang keadaan umumnya buruk khususnya
pecandu alkohol kronik.(9)
- Haemophillus influenza
Bakteri anaerob yang berbentuk batang dengan berkapsul atau tidak
berkapsul. Mikroorganisme ini penyebab infeksi saluran nafas bawah dan
meningitis yang bisa menyebabkan kematian pada anak-anak dan
penyebab umum pneumonia pada orang dewasa terutama pada pasien yang
menderita COPD.
- Virus Penyebab Pneumonia
Virus yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Cytomegaloνirus,
Herpes simplex νirus, Varicella zoster νirus,virus ini dapat menular melalui
droplet.
- Jamur Penyebab Pneumonia
Infeksi pneumonia yang di akibatkan oleh jamur biasanya jamur
oportunistik, dimana spora dari jamur masuk ke dalam tubuh melalui udara
yang di hirup. Jamur yang dapat menyebabkan pneumonia adalah candida
sp, Aspergillus sp, Crytococcus neoformans.
Menurut pedoman diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia
komunitas di Indonesia, setelah dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dengan
pengambilan bahan dan metode yang berbeda – beda di beberapa pusat
pelayanan kesehatan paru, seperti di Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan
Makassar, ditemukan bahwa bakteri golongan gram positif terbanyak
yang menjadi penyebab pneumonia komunitas adalah Streptococcus

13
pneumonia (14,04%) dan dari golongan gram negatif yaitu Klebsiella
pneumonia (45,18%).(11)

3.3 PATOFISIOLOGI

Pneumonia disebabkan oleh adanya proliferasi dari mikroorganisme


patogen di dalam alveolus dan respon tubuh terhadap patogen. Terdapat 3
faktor yang mempengaruhi yaitu, keadaan individu atau imunitas tubuh,
jenis mikroorganisme patogen dan lingkungan sekitar. Ketiga faktor tersebut
dapat menentukan berat ringannya penyakit, diagnosis, rencana terapi serta
prognosis dari pasien.

Proses infeksi adalah keadaan dimana patogen masuk ke saluran


napas bagian bawah setelah melewati mekanisme pertahanan oleh tubuh
yaitu berupa pertahanan mekanik (epitel, silia, mukosa), pertahanan humoral
(antibodi dan komplemen) dan seluler (leukosit, makrofag, limfosit, dan
sitokin). Infeksi dapat menyebabkan peradangan pada membran paru
sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk ke dalam
alveoli. Hal ini menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun dan saturasi
oksigen menurun. Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan
dipenuhi sel radang dan cairan, dimana sebenarnya merupakan reaksi
tubuh untuk membunuh patogen, tetapi dengan adanya dahak dan fungsi
paru menurun yang akan mengakibatkan kesulitan bernapas sehingga dapat
terjadi sianosis, asidosis respiratorik dan kematian.(13)

Pada penderita usia lanjut mengalami berbagai perubahan fisiologis


terkait proses penuaan. Berbagai faktor menjadi penyebab meningkatnya
kejadian pneumonia pada usia lanjut, di antaranya perubahan sistem imun,
baik sistem imun alami maupun adaptif. Terjadi gangguan barier mekanik,
aktivitas fagositik, imunitas humoral dan sel T, serta penurunan fungsi sel
natural killer, makrofag, dan neutrofil. Hal ini juga diperberat dengan
kondisi multipatologi yang sering dialami seorang usia lanjut.(6)
14
Pada paru yang terinfeksi oleh bakteri S. Pneumonia dapat
menyebabkan 2 pola pneumonia, yaitu pneumonia lobaris atau
bronkopneumonia. Pada pola bronkopneumonia fokus konsolidasi
terdistribusi di satu atau beberapa lobus terutama di daerah lateral atau
basal. Sebelum diberikan antibiotik, bakteri ini mengenai hampir seluruh
lobus dan berkembang dalam 4 stadium :

1. Kongesti: Lobus yang terinfeksi menjadi berat, merah dan


sembab secara histologis dapat terlihat kongesti vaskular dengan cairan
protein, beberapa neutrofil dan banyak bakteri di alveolus.

2. Hepatisasi Merah: Lobus paru memperlihatkan konsistensinya


menyerupai hati karena rongga alveolusnya dipenuhi oleh neutrofil, sel
darah merah dan fibrin. Dan pleura biasanya memperlihatkan eksudat
fibrinosa atau fibrinopurulen.

3. Hepatisasi Abu Abu: Paru paru terlihat menjadi kering, abu abu
dan padat karena sel darah merah mengalami lisis.

4. Resolusi terjadi pada kasus yang tidak mengalami komplikasi,


eksudat di alveolus di cerna secara enzimatis dan diserap atau dibatukan
sehingga arsitektur paru tetap utuh.(14)

15
3.5 GEJALA KLINIS

Gambaran klinis yang timbul pada penderita pneumonia dapat di


temukan gejala sebagai berikut, batuk (baik non produktif atau produktif),
demam, menggigil, berkeringat, nafas pendek, nyeri dada seperti ditusuk
saat nafas dalam atau sedang batuk, sakit kepala, sesak nafas, lemah dan
gelisah.(1)

Kelainan yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan fisik paru


adalah saat inspeksi bagian paru yang sakit akan tertinggal saat bernafas,
pada saat palpasi akan terdapat peningkatan fremitus vokal dan raba, pada
saat perkusi terdapat suara perkusi redup atau pekak, pada saat auskultasi
akan terdapat pleural friction rub terdapat suara napas bronkial dan terdapat
ronkhi basah.(15)

Menegakkan diagnosis pneumonia pada pasien usia lanjut masih


merupakan tantangan bagi para klinisi mengingat tampilan klinis yang tidak
lengkap dan tidak spesifik, dimana gejala dan tanda pneumonia yang khas
sering tidak didapatkan pada pasien usia lanjut. Manifestasi klinis yang
tidak khas seperti hilangnya nafsu makan, penurunan status fungsional,
inkontinensia urin dan jatuh bisa muncul sebagai penanda pneumonia pada
pasien usia lanjut. Menegakkan diagnosis suatu penyakit akibat infeksi
bakteri, termasuk pneumonia pada pasien usia lanjut seringkali sulit.

16
Sebab, riwayat penyakit sulit didapat dan seringkali sulit dipercaya
akibat adanya sensory loss, gangguan kognisi dan isolasi sosial. Adanya
komorbiditas merancukan pemeriksaan fisik dan tanda-tanda utama
pneumonia seringkali tidak muncul, seperti demam, batuk produktif, dan
tanda-tanda konsolidasi paru. Selain itu, parameter laboratorium seperti
tidak adanya peningkatan leukosit, serta gambaran radiologis yang sulit
diinterpretasi membuat penegakkan diagnosis pneumonia pada usia lanjut
masih menjadi tantangan para klinisi. Pada pasien usia lanjut, gejala
pneumonia pada infeksi awal tidak memperlihatkan gejala klinis,
kebanyakan gejala klinis timbul pada saat pneumonia yang dideritanya
sudah kronis.(16)

3.8 DIAGNOSIS

Diagnosis pneumonia komunitas ditegakkan dengan cara


anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisik, foto toraks dan
laboratorium. Diagnosis peneumonia komunitas ditegakkan jika pada
foto toraks didapatkan infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah
dengan paling sedikit 1 kriteria gejala mayor atau 2 kriteria gejala minor
bawah ini(12,15) :
Kriteria gejala mayor:
- Batuk-batuk
- Produksi sputum
- Demam > 37,8oC
Kreteria gejala minor :
- sesak nafas
- nyeri dada pleuritik
- Pemeriksaan fisik: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkial dan ronkhi
- leukosit > 10.000

17
3.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,


biasanya lebih dari 10.000/mm3, kadang – kadang mencapai 30.000/mm3, dan pada
hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri, disertai peningkatan Laju Endap Darah.
Ureum darah dapat meningkat, dengan kreatinin masih dalam batas normal.
Asidosis respiratorik dapat terjadi pada stadium lanjut akibat hipoksemia dan
hipokarbia yang ditunjukkan melalui pemeriksaan analisis gas darah
Pada sebuah penelitian ditemukan leukositosis pada 91 sampel penelitian,
dan 4 sampel ditemukan leukopeni. Penelitian yang lain juga menemukan
leukositosis pada 235 sampel penelitian, dan sebanyak 6 sampel ditemukan
leukopeni. Pada penelitian sebelumnya yang memiliki lebih banyak data
karakteristik pasien pneumonia komunitas, ditemukan leukositosis sebanyak 764
pada pasien rawat inap, serta cenderung mengalami hipoalbuminemia hingga 63%
dari sampel yang diteliti.

2. Pemeriksaan radiologi

Pnumonia komunitas dapat didiagnosis berdasarkan manifestasi klinis

yang muncul, misal batuk, demam, produksi sputum dan nyeri dada pleuritis,

disertai pemeriksaan imejing paru, biasanya dengan radiografi dada. Temuan pada

pemeriksaan radiografi dada dapat berkisar dari suatu bercak infiltrat kecil di area

udara sebagai konsolidasi lobar dengan bronkogram udara hingga infiltrat alveolar

difus atau infiltrat interstisial. Efusi pleura dan kavitasi juga dapat ditemukan.

Hasil radiografi dada juga dapat digunakan untuk menentukan derajat keparahan

penyakit, dan terkadang juga dapat menentukan dugaan etiologi, misal

pneumatoceles pada infeksi akibat S.aureus.

18
3. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk dapat mengidentifikasi etiologi lebih


pasti, mengetahui jenis patogen yang sering menjadi penyebab infeksi di suatu
daerah, mengetahui tingkat resistensi suatu patogen, serta dapat memperkirakan
jenis terapi empirik apa yang perlu diberikan.
Pengecatan gram pada sputum dapat membantu untuk pemberian obat
pada terapi empirik. Panduan IDSA/ATS juga merekomendasikan agar specimen
sputum dapat diperoleh sebelum pemberian antibiotik. sebelum pemberian
antibiotik untuk pertama kalinya. Pengecatan gram itu sendiri juga dapat
mengidentifikasi patogen tertentu melalui karakteristik khasnya, misal
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negatif.
Tujuan lain dari pengecatan gram pada sputum adalah untuk memastikan sputum
sudah cocok atau belum untuk dijadikan kultur.
Kultur dapat dihasilkan dari spesimen sputum maupun darah. Kultur
sputum dapat membantu untuk mengidentifikasi patogen penyebab pneumonia
komunitas kaitannya dengan signifikansi epidemiologi, pola transmisi yang sering
terjadi, atau adanya resistensi. Kultur darah sebaiknya dilakukan pada pasien
pneumonia komunitas derajat berat, dikarenakan kemungkinan terjadinya
multiinfeksi lebih tinggi dibandingkan infeksi pneumonia komunitas pada
umumnya. Cairan pleura atau cairan pada serebrospinal sebaiknya juga dijadikan
sampel apabila terdapat dugaan terjadi infeksi di rongga yang diisi cairan tersebut.

19
3.11PENGOBATAN

Pasien pada awalnya diberikan terapi empiric yang ditujukan pada


pathogen yang paling mungkin menjadi penyebab atau antibiotik yang
berspektrum luas. Bila telah ada hasil kultur dilakukan penyesuaian obat. Pada
pasien rawat inap antibiotik harus diberikan dalam 8 jam pertama dirawat di
rumah sakit.11
Pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien dewasa dengan
pneumonia komunitas adalah golongan makrolida atau doksisiklin atau
fluoroquinolon terbaru. Namun untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40
tahun pilihan doksisiklin lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme
atypical yang mungkin menginfeksi. Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae
yang resisten terhadap penicillin direkomendasikan untuk terapi beralih ke
derivate fluoroquinolon terbaru. Sedangkan untuk pneumonia komunitas
yang disebabkan oleh aspirasi cairan lambung pilihan jatuh pada amoksisilin-
klavulanat. Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari eritromisin,
claritromisin serta azitromisin. Eritromisin merupakan agen yang paling
ekonomis, namun harus diberikan 4 kali sehari. Azitromisin ditoleransi
dengan baik, efektif dan hanya diminum satu kali sehari selama 5 hari,
memberikan keuntungan bagi pasien.Sedangkan klaritromisin merupakan
alternatif lain bila pasien tidak dapat menggunakan eritromisin, namun harus
diberikan dua kali sehari selama 10-14 hari. Sedangkan pemilihan antibiotika
untuk pneumonia nosokomial memerlukan kejelian, karena sangat
dipengaruhi pola resistensi antibiotika baik in vitro maupun in vivo di rumah
sakit. Sehingga antibiotika yang dapat digunakan tidak heran bila berbeda
antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain. Namun secara umum
antibiotika yang dapat dipilih sesuai tabel dibawah ini.13

Kondisi klinik patogen antibiotik


Sebelumnya sehat Pneumococcus, Eritromisin,
Mycoplasma klaritomisin,
20
pneumoniae azitromicin
Komorbiditas (manula, S. pneumoniae, Cefuroksim
DM, gagal ginjal, Hemophilus Cefotaksim
gagal jantung, influenzae, Ceftriakson
keganasan) Moraxella
catarrhalis,
Mycoplasma,
Chlamydia
pneumoniae dan
Legionella
Aspirasi Community Anaerob mulut Ampicilin
Hospital Anaerob mulut, Amoxicillin
S.aureus, gram(-) Klindamisin
enterik Klindamisin
+aminoglikosida
Nosokomial K. pneumoniae, Cefuroksim
Pneumonia Ringan, P.aeruginosa Cefotaksim
Onset <5 hari, Risiko Enterobacter spp. Ceftriakson
rendah S. aureus, Ampicilin-Sulbaktam
Tikarcilin-klav
Gatifloksasin
Levofloksasin
Pneumonia berat**, K. pneumoniae, Gentamicin/Tobramici
Onset > 5 hari, Risiko P. aeruginosa, Ceftazidime atau
Tinggi Enterobacter Cefepime atau
Tikarcilinklav

Terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien dengan pneumonia adalah
sebagai berikut.11

21
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-
96% berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang
kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila
terdapat bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk
batuk, khususnya anjuran untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu
dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan ekspirasi dan
pengeluaran CO2. posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan
pernafasan

4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada


pneumonia, dan paru lebih sensitive terhadap pembebanan cairan terutama
bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus
diatur dengan baik, termasuk pada gangguan sirkulasi dan gagal ginjal.
Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan.
Terapi ini tidak bermanfaat pada renjatan septik.
6. Pertimbangkan obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin
kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan
sirkulasi atau gagal ginjal pre renal.
7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah:
a.
Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100%
dengan menggunakan masker.konsentrasi O2 yang tinggi
menyebabkan penurunan kompliens paru hingga tekanan
inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP
untuk memperbaiki oksigenisasi dan menurunkan FiO2
menjadi 50% atau lebih rendah.

22
Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan CO2 didapat
b.

asidosis, henti napas, retensi sputum yang sulit diatasi secara


konservatif.
8. Drainase empiema bila ada.

9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi yang cukup kalori


terutama didapatkan dari lemak (50%), hingga dapat dihindari
produksi CO2 yang berlebihan.

3.13 KOMPLIKASI

1. efusi pleura dan empiema.

terjadi pada sekitar 438 kasus, terutama pada infeksi bakterial akut
berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar 608, Staphylococcus
aureus 308. S. pneumoniae 40-608, kuman anaerob. Sedangkan pada
Mycoplasmapneumoniae sebesar 208. +airannya transudat dan steril.
terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan cairan eksudat.

2. Komplikasi sistemik.

Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia berupa


meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia pada
infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang
terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya
kolestasis intrahepatik.

3. Hipoksemia akibat gangguan difusi

4. Abses Paru
terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi
infeksi oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.
5.Pneumonia kronik

23
dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari 4-6
minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Aram )-) seperti
Pseudomonas aeruginosa.
6.Bronkiektasis.
Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi
dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic
fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia
nekrotikans. 10

3.14 PROGNOSIS

Prognosis cukup baik,bila semua lesi diobati dengan tekun dan

menyeluruh. Jika infeksi terjadi secara lokal tanpa bacterimia (limfogen,

hematogen) prognosis dikatakan cukup baik. Namun jika terjadi penyebaran

infeksi secara hematogen atau limfogen biasanya terjadi karena pengobatan yang

terlambat.3

DAFTAR PUSTAKA

24
1. Dahlan Z. Pneumonia. In Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M,
Setyohadi B, Syam AF (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2014. p1608-19.
2. Andayani N. Tingkat mortalitas dan prognosis pasien pneumonia komunitas
dengan sistem skoring CURB-65 di ruang rawat inap paru RSUD Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2014; 14(1).
3. Elena Prina, Otavio T Ranzani, Antoni Torres. Community-acquired
pneumonia. The Lancet. 2015 August; 386(9998).
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar. Jakarta:,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
5. Dinas Kesehatan Kota Padang. Profil kesehatan tahun 2013. Padang:, Dinas
Kesehatan Kota Padang; 2014.
6. Djojodibroto D. Penyakit parenkim paru. In Perdan TI, Sujanto D (Eds).
Respirologi. Jakarta: EGC; 2014. p153-83.
7. A. Torres, C. Cillóni. Clinical Management of Bacterial Pneumonia
Switzerland: Springer International Publishing; 2015.

25

Anda mungkin juga menyukai