Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

ASMA BRONKIAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah Bireuen

Oleh :
Fahreza, S.Ked
NIM. 2006112033

Preseptor :
dr. Syahril Rusli, M.Ked(Paru)., Sp.P

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. FAUZIAH BIREUEN
BIREUEN
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan rahmat, karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul “Asma Bronkial” sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di bagian/SMF Ilmu Penyakit Paru
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah Bireuen.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada dr. Syahril Rusli, M.Ked(Paru)., Sp.P sebagai pembimbing
yang telah meluangkan waktunya memberi arahan kepada penulis selama
mengikuti KKS di bagian/SMF Ilmu Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Fauziah Bireuen.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
referat ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bireuen, Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 Pendahuluan...............................................................................................1
BAB 2 Laporan Kasus...........................................................................................2
2.1 Identitas Pasien...................................................................................2
2.2 Anamnesis...........................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik...............................................................................3
2.4 Pemeriksaan Penunjang......................................................................5
2.5 Diagnosis Banding..............................................................................7
2.6 Diagnosis Kerja..................................................................................7
2.7 Prognosis.............................................................................................7
2.8 Terapi..................................................................................................7
2.9 Follow Up...........................................................................................7
BAB 3 Pembahasan..............................................................................................11
BAB 4 Kesimpulan...............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Asma adalah suatu penyakit heterogen ditandai dengan inflamasi kronik


saluran napas. Penyakit ini ditegakkan berdasarkan riwayat gejala pernapasan
seperti mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang bervariasi dalam waktu
dan intensitas, disertai keterbatasan aliran udara ekspirasi. (1) Angka kejadian asma
diperkirakan 1 - 18% populasi di berbagai negara maju maupun berkembang. (2)
Asma menduduki sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menyatakan bahwa
prevalensi asma di Indonesia mencapai 4,5%.(3)
Asma merupakan masalah kesehatan utama di dunia, sehingga banyak
penelitian yang membahas terkait asma, baik faktor penyebab terjadinya asma
maupun bagaimana tatalaksana yang efektif terhadap asma. Direkomendasikan
secara internasional bahwa penatalaksanaan asma harus mengikuti pendekatan
standar bertahap dan dosis/jenis obat disesuaikan untuk mencapai kontrol gejala
yang lengkap dan fungsi paru yang normal. Pedoman Global Initiative for Asthma
(GINA) menghasilkan berbagai konsep terkait asma mulai dari definisi hingga
tatalaksana sehingga penatalaksanaan asma dapat dilakukan secara cepat dan tepat
untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

1
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Nn. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 18 tahun
Alamat : Geulumpang Payong
Nomor Rekam Medis : 336534
Agama : Islam
Suku : Aceh
Pekerjaan : Mahasiswi
Status Perkawinan : Belum menikah
Tanggal Pemeriksaan : 10 Februari 2023

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Sesak napas.
2.2.2 Keluhan Tambahan
Batuk berdahak, muntah
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke instalasi gawat darurat RSUD dr. Fauziah Bireuen
dengan keluhan sesak napas yang dirasakan 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak napas dirasakan memberat pada waktu dini hari. Keluhan ini dirasakan
pasien setelah pasien mengkonsumsi makanan yaitu bakso. Pasien juga
mengeluhkan adanya batuk berdahak yang muncul setelah keluhan sesak napas
terjadi. Berdasarkan hasil anamnesis, diketahui bahwa pasien sering mengalami
sesak napas sejak pasien berumur 4 tahun. Keluhan sesak napas biasanya muncul
saat terjadi perubahan cuaca, aktivitas fisik yang berat, dan jenis makanan yang
dikonsumsi. Pasien juga diketahui akan mengalami sesak napas setiap bulannya
dengan frekuensi sedikitnya 1 kali per bulan. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada

2
3

yang muncul saat pasien batuk. Pasien mengeluhkan muntah sebanyak 1 kali saat
dirumah. Keluhan demam disangkal oleh pasien.
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sesak napas sejak usia 4 tahun (+). Riwayat alergi, hipertensi,
diabetes melitus, dan penyakit lain disangkal oleh pasien.
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama disangkal.
2.2.6 Riwayat Penggunaan Obat
Riwayat konsumsi obat untuk mengatasi keluhan sesak napas yang
diresepkan oleh perawat desa (+).
2.2.7 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan mahasiswi dimana pengobatan selama di RS
ditanggung oleh BPJS.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Keadaan Umum : Sakit sedang
2.3.2 Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
2.3.3 Tekanan darah : 110/80 mmHg
2.3.4 Frekuensi nadi : 117 x/menit
2.3.5 Frekuensi napas : 25 x/menit
2.3.6 Suhu tubuh : 37°C
2.3.7 SpO2 : 95% dengan NC 3 L/i
2.3.8 BB : 80 kg
2.3.9 TB : 160 cm
2.3.10 IMT : 31,25 kg/m2
2.3.11 Status Present
a. Kulit
Warna : sawo matang
Turgor : kembali dengan cepat
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
4

Oedema : tidak ada


b. Kepala
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : edema palpebra (-/-), ptosis (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : normoaurikula, deformitas (-/-), serumen (-/-),
darah (-/-), cairan (-/-)
Hidung : deviasi (-/-), sekret (-/-), konka hipertrofi (-/-)
Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-)
c. Leher
Trakea : terletak ditengah
Kelenjar tiroid : tidak teraba pembesaran
KGB : tidak teraba pembesaran pada KGB pre- dan post-
aurikuler, sub-mandibula, supraklavikula, axilla.
d. Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris pada keadaan statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : wheezing (+/+), rhonki (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula
sin.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula
sin
Perkusi : Batas kiri pada ICS V linea midclavikula sinistra
Batas kanan pada ICS V linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I, BJ II reguler (+), regurgitasi (-), gallop (-)
e. Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi abdomen (-)
Auskultasi : peristaltik dalam batas normal
5

Perkusi : timpani di keempat kuadran abdomen


Palpasi : nyeri tekan (-)
g. Ekstremitas Superior Inferior
Oedema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Foto thorax

Interpretasi:
6

- Airway, tampak trakea berada ditengah dan tampak coracan


bronkovaskular normal
- Bone, tulang costae, clavicula, dan scapula intak. Tidak ada fraktur dan
dislokasi.
- Cardiac, besar dan ukuran jantung kesan normal. CTR <0,5
- Diaphragm, permukaan diafragma licin bilateral
- Edge, sinus costophrenicus kanan kiri lancip
Kesan:
Paru tak tampak kelainan

2.4.2 Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan laboratorium 09 Februari 2023
Nama Tes Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin (HGB) 13,8 g/dl 11 – 16,5
Eritrosit (RBC) 5,30 Juta/µL 4,20 – 5,40
Hematokrit (HCT) 43,0 % 37 – 51
MCV 82,7 fL 82 – 95
MCH 26,1 pg 27,0 – 31,0
MCHC 31,5 g/dl 32 – 36
Leukosit (WBC) 9,10 ribu/µL 4,0 – 10,3
Trombosit (PLT) 284 ribu/µL 150 – 450
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 9 % 1–2
Basofil 0 % 0–1
Neutrofil batang 0 % 2–6
Neutrofil segmen 66 % 40 – 70
Limfosit 18 % 20 – 40
Monosit 7 % 0–6
Kimia Klinik
Karbohidrat
7

Glukosa darah sewaktu 94 mg/dL <140


Elektrolit
Natrium (Na) 136,2 mmol/L 135,37 – 145,00
Kalium (K) 3,40 mmol/L 3,58 – 5,50
Klorida (Cl) 101,0 mg/dL 96 - 106
IMUNOSEROLOGI
RAPID TEST COVID 19 Non Reaktif Sel/uL Non Reaktif
2.5 Diagnosis Banding
Asma bronkial
Bronkitis akut
Bronkiektasis
Gastroesophageal reflux disease (GERD)

2.6 Diagnosis Kerja


Asma bronkial

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

2.8 Terapi
O2 nasal kanul 4 liter/menit
IVFD Asering 7 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr vial/12 jam
Inj. Lansoprazole 30 mg vial/12 jam
Inj. Ondancetron 4 mg amp/8 jam
Inj. Methylprednisolon 125 mg amp/8 jam
Nebul Ventolin/8 jam
Nebul Sonide/8 jam
Ambroxol tab 3x30 mg
8

Bicnat tab 3x2

2.9 Follow Up
Hari Rawatan SOAP Terapi
Kamis, 09 Februari 2023 S/ O2 nasal kanul 4 liter/menit
H+1 Sesak napas (+), Batuk berdahak (+), IVFD Asering 7 gtt/i
Nyeri dada (+), Nyeri kepala (+) Inj. Ceftriaxone 1 gr vial/12
O/ jam
TD: 110/90 mmHg Inj. Lansoprazole 30 mg
HR: 90 x/menit vial/12 jam
RR: 25 x/menit Inj. Methylprednisolon 125 mg
Temp: 36,5°C amp/8 jam
SpO2: 95% Nebul Ventolin/8 jam
Nebul Sonide/8 jam
Ambroxol tab 3x30 mg

A/
Pneumonia
dd. Bronkitis
P/

Jumat, 10 Februari 2023 S/ O2 nasal kanul 4 liter/menit


H+2 Sesak napas (+), Batuk berdahak (+), IVFD Asering 7 gtt/i
Nyeri dada (-), Nyeri kepala (+), Inj. Ceftriaxone 1 gr vial/12 jam
Muntah (+), Sulit tidur (+) Inj. Lansoprazole 30 mg vial/12
O/ jam
TD: 110/80 mmHg Inj. Ondancetron 4 mg amp/8
HR: 117 x/menit jam
RR: 25 x/menit Inj. Methylprednisolon 125 mg
Temp: 37°C amp/8 jam
9

SpO2: 95% Nebul Ventolin/8 jam


A/ Nebul Sonide/8 jam
Bronkitis Akut Ambroxol tab 3x30 mg
P/ Bicnat tab 3x2

Sabtu, 11 Februari 2023 S/ O2 nasal kanul 4 liter/menit


H+3 Sesak napas (↓), Batuk berdahak (↓), IVFD Asering 7 gtt/i
Nyeri dada (-), Nyeri kepala (-), Inj. Ceftriaxone 1 gr vial/12 jam
Muntah (-) Inj. Lansoprazole 30 mg vial/12
O/ jam
TD: 110/70 mmHg Inj. Ondancetron 4 mg amp/8
HR: 90 x/menit jam
RR: 20 x/menit Inj. Methylprednisolon 125 mg
Temp: 36,3°C amp/8 jam
SpO2: 97% Nebul Ventolin/8 jam
A/ Nebul Sonide/8 jam
Bronkitis Akut Ambroxol tab 3x30 mg
P/ Bicnat tab 3x2

Minggu, 12 Februari 2023 S/ O2 nasal kanul 4 liter/menit


H+4 Sesak napas (-), Batuk berdahak (↓), IVFD Asering 7 gtt/i
Nyeri kepala (-) Inj. Ceftriaxone 1 gr vial/12 jam
O/ Inj. Lansoprazole 30 mg vial/12
TD: 110/70 mmHg jam
HR: 87 x/menit Inj. Ondancetron 4 mg amp/8
RR: 20 x/menit jam
Temp: 37°C Inj. Methylprednisolon 125 mg
SpO2: 97% amp/8 jam
A/ Nebul Ventolin/8 jam
Bronkitis Akut Nebul Sonide/8 jam
P/ Ambroxol tab 3x30 mg
10

Bicnat tab 3x2

Senin, 13 Februari 2023 S/ Flutias 2x1 puff


H+5 Sesak napas (-), Batuk berdahak (↓), Cefixim 2x100 mg
Nyeri kepala (-) Ambroxol 3x 30 mg
O/ Lansoprazole 3x30 mg
TD: 110/70 mmHg Dexametason 3x
HR: 84 x/menit
RR: 20 x/menit
Temp: 36,4°C
SpO2: 97%
A/
Bronkitis Akut
P/ PBJ
BAB 3
PEMBAHASAN

Pasien Nn. N, perempuan, 18 tahun datang ke IGD RSUD dr. Fauziah


Bireuen dengan keluhan sesak napas yang dirasakan 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak napas dirasakan memberat pada waktu dini hari. Keluhan ini
dirasakan pasien setelah pasien mengkonsumsi makanan yaitu bakso. Pasien juga
mengeluhkan adanya batuk berdahak yang muncul setelah keluhan sesak napas
terjadi. Berdasarkan hasil anamnesis, diketahui bahwa pasien sering mengalami
sesak napas sejak pasien berumur 4 tahun. Keluhan sesak napas biasanya muncul
saat terjadi perubahan cuaca, aktivitas fisik yang berat, dan jenis makanan yang
dikonsumsi. Pasien juga diketahui akan mengalami sesak napas setiap bulannya
dengan frekuensi sedikitnya 1 kali per bulan. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada
yang muncul saat pasien batuk. Pasien mengeluhkan muntah sebanyak 1 kali saat
dirumah. Keluhan demam disangkal oleh pasien. Kemudian berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang, pasien ditegakkan sebagai pasien
asma bronkial.
Asma adalah suatu penyakit heterogen ditandai dengan inflamasi kronik
saluran napas. Penyakit ini ditegakkan berdasarkan riwayat gejala pernapasan
seperti mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang bervariasi dalam waktu
dan intensitas, disertai keterbatasan aliran udara ekspirasi.(1) Keluhan ataupu
obstruksi saluran napas pada asma bervariasi, dicetuskan oleh berbagai faktor
yang meliputi aktivitas fisik, pajanan alergen/iritan, perubahan cuaca serta infeksi
virus. Angka kejadian asma diperkirakan 1 - 18% populasi di berbagai negara
maju maupun berkembang.(2) Asma merupakan masalah kesehatan global yang
dapat terjadi pada semua kelompok umur, meskipun prevalensi pada anak lebih
tinggi daripada orang dewasa. Asma menduduki sepuluh besar penyebab
kesakitan dan kematian di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi asma di Indonesia mencapai 4,5%.(3)
Diagnosis asma ditegakkan bedasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang tepat dapat menggali seluruh gejala

11
12

klinis yang dialami pasien serta dapat menemukan faktor risiko yang menjadi
penyebab terjadinya keluhan tersebut. Gejala-gejala yang menjadi karakteristik
asma meliputi mengi, sesak, batuk dan dada terasa berat. Gejala yang dirasakan
pasien umumnya memberat pada malam hari atau awal pagi hari dan gejala
dicetuskan oleh infeksi virus (flu), aktivitas fisik, pajanan alergen, perubahan
cuaca, emosi, serta iritan seperti asap rokok atau bau yang menyengat.
Karateristik gejala-gejala pada asma seperti tersebut dapat ditemukan pada pasien
dalam laporan kasus ini. Gejala sesak,batuk, dan mengi merupaka gejala yang
timbul akibat obstruksi saluran napas. Obstruksi saluran napas pada asma
merupakan kombinasi spasme otot bronkus, penyumbatan mukus, edema dan
inflamasi dinding bronkus.(4) Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena
secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa
diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu
fungsional (KRF) dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati
kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas
tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan
hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas. Gangguan yang berupa obstruksi
saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi
Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedang penurunan KVP
(Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan
saluran napas dapat terjadi, baik pada saluran napas besar, sedang maupun kecil.
Gejala mengi (wheezing) menandakan adanya penyempitan disaluran napas besar,
sedangkan penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih
dominan dibanding mengi.(5)
Pasien memiliki riwayat asma sejak berumur 4 tahun. Asma merupakan
penyakit heterogen yang mana penyebabnya beragam. Pengelompokkan penyakit
baik secara demografis, klinis maupun karakteristik patofisiologi sering disebut
dengan fenotip asma. Berbagai fenotip asma telah diindentifikasi. Pasien dalam
laporan kasus ini merupakan fenotip asma pada jenis asma alergi. Asma alergi
merupakan fenotip asma yang paling mudah dikenali, sering dimulai sejak kanak-
13

kanak, berhubungan dengan riwayat alergi dalam keluarga seperti eksim, rhinitis
alergi dan alergi makanan serta obat-obatan.(6) Pemeriksaan induksi sputum pada
pasien dengan asma alergi sebelum pengobatan menunjukkan inflamasi eosinophil
di saluran napas. Asma jenis ini memiliki respon terapi yang baik dengan
kortikosteroid inhalasi. Inflamasi saluran napas merupakan patofisiologi dari asma
yang berakibat disfungsi saluran napas melalui mekanisme pelepasan mediator
inflamasi dan remodelling dinding saluran napas. Inflamasi saluran napas tidak
hanya melibatkan sel-sel inflamasi dengan mediatornya, tetapi juga melibatkan
jaringan dan sel tubuh seperti otot polos bronkus dan sel epitel saluran napas.
Patofisiologi awal asma adalah inflamasi alergik dengan sel utama yaitu sel mast
dan sel eosinophil. Selanjutnya proses inflamasi juga melibatkan sel limfosit T
(sel limfosit T helper (Th)) yang akan menyebabkan terjadinya inflamasi melalui
aktivasi dan kemotaktik sel inflamasi serta interaksi diantaranya. Subset limfosit T
helper yang berperan pada proses inflamasi asma yaitu sel Th1 dan Th2 serta
sitokin-sitokinnya. Konsep imunopatogenesis asma melalui jalur sel Th2 dan
berbagai sitokinnya terutama IL-4, IL-5 dan IL-13 yang menstimulasi proses
inflamasi alergik melalui sel mast, sel limfosit B, sel otot polos dan sel epitel
saluran napas, yang kesemuanya menghasilkan akumulasi dan aktivasi sel
eosinophil. Proses Th2 tersebut berkaitan dengan atopi dan alergi,
hipersensitivitas tipe 1, inflamasi eosinofilik dan berespon dengan kortikosteroid.
Proses Th2 terjadi pada early onset asthma, umumnya pada usia muda
(preadolescence) terutama asma atopik dan alergik.(7)
Keluhan pada pasien dirasakan setelah pasien mengkonsumsi makanan
yaitu bakso. Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor
pejamu dan faktor lingkungan. Faktor pejamu termasuk predisposisi genetik yang
mempengaruhi berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergi (atopi),
hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi
individu dengan kecenderungan asma untuk berkembang menjadi asma
menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma
menetap. Alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi
14

pernapasan (virus) dan diet merupakan faktor lingkungan yang dapat


menyebabkan asma.

Pemeriksaan fisik pada pasien-pasien dengan asma dapat dijumpai mengi


atau wheezing saat ekspirasi dan dapat pula normal. Hal ini sesuai dengan temuan
pada pasien, yaitu didapatkan suara napas tambahan yaitu wheezing atau mengi
saat ekspirasi pada kedua lapang paru pasien. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan meliputi foto toraks, Arus Puncak Ekspirasi (APE), dan spirometri.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien hanya foto toraks.
Temuan pada foto toraks biasanya akan memperlihatkan gambaran paru normal
atau hiperinflasi. Hal ini sesuai dengan interpretasi toraks pasien yang
menunjukkan gambaran paru yang normal.
Terapi yang diberikan kepada pasien selama di rumah sakit meliputi
ceftriaxone, lansoprazole, ondancetron, salbutamol, budesonid, metilprednisolon,
ambroxol, dan bicnat. Ceftriaxone merupakan antibiotik beta laktam, golongan
sefalosporin generasi ketiga, dimana diberikan untuk mengatasi proses infeksi
yang terjadi pada pasien. Lansoprazole merupakan obat golongan proton pump
inhibitor untuk mengurangi produksi asam lambung dan juga sebagai antirefluks.
Ondansetron juga diberikan pada pasien untuk mengurangi gejala mual dan
muntah yang dirasakan oleh pasien. Metilprednisolon merupakan golongan
kortikosteroid yang berfungsi sebagai antiinflamasi. Salbutamol merupakan obat
15

golongan short acting β2 agonist (SABA). Mekanisme kerja SABA dengan


merelaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier,
menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator
dari sel mast. SABA merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan
direkomendasikan bila diperlukan untuk mengatasi gejala. Pemberian SABA
secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek samping daripada pemberian
oral.(6) Budesonide merupakan golongan kortikosteroid. Kortikosteroid adalah
medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Berbagai
penelitian menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal
paru, menurunkan hipereaktivitas bronkus, mengurangi gejala, mengurangi
frekuensi dan berat serangan serta memperbaiki kualitas hidup.(6,8) Ambroxol
berperan sebagai mukolitik diberikan atas indikasi batuk berdahak pada pasien.
Selanjutnya terapi rawat jalan yang diberikan pada pasien adalah flutias. Flutias
merupakan merek dagang obat yang mengandungan salmeterol yaitu long acting
β2 agonist (LABA) dan flutikason propionat yaitu glukokortikoid inhalasi (ICS).
Pemberian kombinasi ICS-LABA ini bertujuan sebagai pengontrol yang dapat
mengurangi inflamasi, mengontrol gejala dan mengurangi risiko eksaserbasi serta
penurunan fungsi paru.
BAB 4
KESIMPULAN

Asma adalah suatu penyakit heterogen ditandai dengan inflamasi kronik


saluran napas. Penyakit ini ditegakkan berdasarkan riwayat gejala pernapasan
seperti mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang bervariasi dalam waktu
dan intensitas, disertai keterbatasan aliran udara ekspirasi. Laporan kasus berikut,
seorang pasien, perempuan, 18 tahun datang ke IGD RSUD dr. Fauziah Bireuen
dengan keluhan sesak napas yang dirasakan 1 hari yang lalu dan keluhan tersebut
disertai batuk berdahak. Diagnosa asma bronkial ditegakkan berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Anamnesis dijumpai keluhan sesak
napas dan batuk berdahak. Pemeriksaan fisik dijumpai wheezing saat ekspirasi
pada kedua lapang paru serta pemeriksaan penunjang dilakukan foto toraks.
Terapi yang diberikan kepada pasien sesuai dengan gejala yang muncul pada
pasien.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Panduan Umum Praktik Klinis


Penyakit Paru dan Pernapasan [Internet]. Kosasih A, Sutanto YS, Susanto
AD, editors. Jakarta: Perhimpunan DOkter Paru Indonesia; 2021. 10 p.
Available from: https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-
results
2. Yii AC, Soh AZ, Chee CBE, Wang YT, Yuan J-M, Koh W-P. Asthma,
Sinonasal Disease, and the Risk of Active Tuberculosis. J Allergy Clin
Immunol Pract [Internet]. 2019 Feb;7(2):641-648.e1. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S2213219818305099
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta; 2013.
4. Southworth T, Kaur M, Hodgson L, Facchinetti F, Villetti G, Civelli M, et
al. Anti-inflammatory effects of the phosphodiesterase type 4 inhibitor
CHF6001 on bronchoalveolar lavage lymphocytes from asthma patients.
Cytokine [Internet]. 2019 Jan;113:68–73. Available from:
https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1043466618302552
5. Soeroso L, Syafiuddin T, Amir Z, Pandia P, Siagian P, Syahrani F, et al.
Buku Ajar Respirasi FK USU. Departemen Pulmonogi dan Kedokteran
Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan:
Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas kedokteran
Universitas Sumatera Utara; 2017. 280–307 p.
6. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. In: Global Initiative for Asthma [Internet]. 2019. p. 1–201.
Available from: www.ginasthma.org
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia; 2021.
8. National Heart, Lung and BIUSD of H and HS. 2020 Focused Updates To
The Asthma Management Guidelines. NIH Publication. 2020.

17
18

Anda mungkin juga menyukai