Disusun oleh:
dr. Sarbili
dr. Tiwi Lestari
Pembimbing:
PROGRAM INTERNSIP
2023
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
kasus yang bejudul “Dengue Haemorrhagic Fever”.
Penyusunan laporan kasus ini untuk memenuhi salah satu tugas Program
Dokter Internsip Indonesia di RSUD OKU Timur. Terimakasih kami ucapkan
kepada dr. dr. Hj. Mona Satriana, MM atas bimbingan dan arahannya sehingga
laporan kasus ini dapat diselesaikan.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 5
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 5
BAB II TINJAUAN KASUS ..................................................................... 6
2.1 Identitas Pasien........................................................................ 6
2.2 Anamnesis................................................................................ 6
2.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................... 7
2.4 Pemeriksaan Penunjang........................................................... 8
2.5 Resume..................................................................................... 9
2.6 Daftar Masalah......................................................................... 9
2.7 Terapi…................................................................................... 9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10
3.1 Definisi ................................................................................... 10
3.2 Epidemiologi .......................................................................... 10
3.3 Etiologi.................................................................................... 11
3.4 Patogenesis.............................................................................. 12
3.5 Manifestasi klinis.................................................................... 14
3.6 Klasifikasi................................................................................ 15
3.7 Diagnosis................................................................................. 17
3.11 Tatalaksana ......................................................................20
3.13 Prognosis .........................................................................26
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................ 27
BAB V KESIMPULAN............................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 31
4
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN KASUS
Nama : Tn S
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Menanga Besar
Tanggal masuk : 29 Desember 2022
e. Riwayat pengobatan
6
Status generalis
Kepala:
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
refleks cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
- Hidung : deviasi (-), epitaksis (-), polip (-)
- Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-)
- Leher : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks:
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba di SIK V linea midklavikula sinistra
- Perkusi : batas jantung kanan : linea parasternalis dekstra
batas jantung kiri : SIK V linea midklavikula sinistra
- Auskultasi : S1-S2 normal, gallop (-), murmur (-)
Paru
7
MCV 82 fl 82-92
MCH 29 pg 27-31
Kesan: Trombositopenia
8
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 74 <200
Ureum Darah 48 10-50
Kreatinin Darah 1,00 0,8-1,5
Kesan: Hipoglikemia
Rontgen :
Dalam Batas Normal
EKG
9
2.5 Resume
Tn. A, 29 tahun, datang ke IGD RSUD Bangkinang dengan keluhan demam naik
turun sejak 5 hari hari SMRS. Keluhan disertai dengan nyeri pada persendian dan
kepala. Mual (+) muntah (-), Pasien mengatakan tidak ada mimisan, gusi
berdarah dan tidak ada bintik kemerahan pada pasien. Pasien mengatakan nafsu
makannya berkurang sejak demam tersebut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan epigastrium (+), pemeriksaan uji tourniquet didapatkan positif. Dari
pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopenia disertai Dengue NS1 Ag
(+).
2.7 Terapi
Nonfarmakologi:
Pasien anjuran rawat inap
- Istirahat (bed rest)
- Hindari aktivitas yang berlebihan
10
Farmakologi:
- IVFD RL 1 kolf/8 jam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Demam dengue/ dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD)/
dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue. Penyakit DBD terjadi akibat interaksi antara host (manusia dan
nyamuk), agent (virus) dan lingkungan (faktor biotik dan abiotik). Manifestasi
klinis berupa demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia,
ruam, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindroma renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1,5
3.2 Epidemiologi
Penyakit DHF sering ditemukan di negara tropis seperti Asia Tenggara,
Afrika dan Amerika Selatan. Namun saat ini DHF telah terjadi di lebih dari 100
negara dan mengancam lebih dari 2,5 miliar orang di perkotaan, pinggiran kota
dan daerah pedesaan serta di negara tropis dan subtropis, diantaranya adalah
Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Pada
tahun 2013 dilaporkan sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 kasus
merupakan DHF berat.7
World Health Organization (WHO) mencatat bahwa Indonesia merupakan
negara dengan kasus DHF tertinggi di Asia Tenggara. Infeksi dengue merupakan
salah satu masalah kesehatan yang di hadapi Indonesia karena meningkatnya
jumlah penderita dan tingginya jumlah kematian akibat infeksi dengue. Hal ini
terjadi akibat peningkatan jumlah penduduk, peningkatan laju urbanisasi dan
kurang efektifnya program pemberantasan sarang nyamuk. Pada tahun 2015,
tercatat sebanyak 126.675 penderita DHF di 34 Provinsi di Indonesia dan 1.229
orang diantaranya meninggal dunia. Jumlah kasus DHF di Provinsi Riau pada
tahun 2014 sebanyak 2366 orang dengan 34 diantaranya meninggal. Sedangkan
jumlah kasus DHF di Pekanbaru pada tahun 2014 sebanyak 2.009 kasus kemudian
pada tahun 2015 sebanyak 516 kasus.8,9
12
3.3 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue
(DENV) yang merupakan virus RNA berantai tunggal dengan dengan ukuran
50nm. Virus ini termasuk dalam genus Flavivirus dan keluarga Flaviviridae.
Virus dengue memiliki empat serotipe, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan
DENV-4. Infeksi dengan satu serotipe DENV memberikan kekebalan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada pelindungan
terhadap serotipe yang lain. Virus dengue tersusun atas membran protein yaitu
Capsid (C), Membran (M), Envelope (E) protein dan 7 protein non struktural
(NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4, NS4B dan NS5B).5.7
3.4 Patogenesis5,10
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons
antibodi anamnestik yang akan terjardi dalam beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan
menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Replikasi virus dengue
terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-
hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang
selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-
48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan
menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran
pencernaran hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama
dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis
yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit
mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa
renjatan. Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen
dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan
penyakit. Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai
sebab perdarahan pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun
termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga
dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya
oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga
oleh aktifasi sistem koagulasi.
15
3.6 Klasifikasi
3.7 Diagnosis5,11
3.7.1 Anamnesis
+ - Infeksi primer
+ + Infeksi sekunder
- + Tersangka infeksi sekunder
- - Tidak ada infeksi
NS 1: antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63-93,4% dengan
spesifisitas 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur
21
virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus
dengue.
3.8 Tatalaksana
Pada kasus non syok, untuk pasien dengan berat badan (BB) <15 kg,
pemberian cairan diawali dengan tetesan 6-7 ml/kg/jam, antara 15-40 kg dengan 5
ml/kg/jam, dan pada anak dengan BB >40 kg, cairan cukup diberikan dengan
tetesan 3-4 ml/kg/jam. Apabila terjadi syok, maka berikan cairan sebanyak-
banyaknya 10-20 ml/kgBB atau tetesan lepas selama 10-15 menit sampai tekanan
darah dan nadi dapat diukur, kemudian turunkan sampai 10 ml/kg/jam. Berikan
26
oksigen pada kasus dengan syok. Enam sampai 12 jam pertama setelah syok,
tekanan darah dan nadi merupakan parameter penting untuk menentukan tetesan
cairan, tetapi kemudian perhitungkan semua parameter sebelum mengatur tetesan.
3.13 Prognosis
Prognosis DHF dapat dikatakan baik karena DHF merupakan penyakit
self-limting disease. Angka kematian untuk DHF yang tertangani medis adalah 2–
5%. Bila DHF tidak ditangani, angka kematiannya meningkat sampai 50%.
Apabila telah terjadi syok, maka angka mortalitas dapat meningkat.14
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini, seorang pasien Tn. S, 46 tahun, datang ke IGD
RSUD OKU Timur dengan keluhan demam naik turun sejak 2 SMRS. Ada
beberapa pemeriksaan yang dapat menegakkan diagnosis DHF yaitu anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium
Berdasarkan anamnesis, keluhan disertai dengan nyeri kepala dan nyeri pada
persendian. Pasien tidak ada mimisan, gusi berdarah dan bintik kemerahan Pasien
juga mengatakan nafsu makannya berkurang sejak mulai demam. Keluhan batuk,
pilek, BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien sudah minum obat penurun
panas sebelumnya, namun keluhan tidak kunjung berkurang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu per aksila pasien 38,1 oC dengan
nyeri tekan epigastrium (+). Uji rumpled (+). Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan trombosit 79.000 /ul disertai Dengue NS1 Ag (+).
2. Laboratorium yaitu :
a. Trombositopenia (100.000/uL atau kurang)
b. Adanya kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan hematokrit
>20% dibandingkan standar, penurunan hematokrit >20% setelah mendapat
terapi cairan, efusi pleura, asites, hipoproteinemia atau hiponatremia.
c. IgG anti dengue positif
Pada pasien ini terdapat 3 tanda klinis dan 2 tanda laboratorium sehingga
diagnosis kerja DHF dapat ditegakkan. Pasien diklasifikasikan menjadi DHF
tanpa syok sesuai kriteria WHO 2011 karena tidak ditemukannya adanya tanda-
tanda syok. Pasien dirawat inap karena memenuhi kriteria berdasarkan gejala
yaitu demam ≥ 3 hari, nyeri kepala, rumpleed (+) dan trombositopenia yang dapat
ditemukan pada pasien ini. Pada pasien ini tidak ditemukannya tanda-tanda syok
saat pertama kali pasien masuk rumah sakit, sehingga tatalaksana awal pada
pasien ini yaitu pemberian cairan berupa cairan isotonik sebanyak 3 ml/KgBB
(disesuaikan dengan berat badan pasien ini yaitu 65 kg) sesuai dengan guideline
WHO. Cairan yang diberikan sebanyak 195 cc/jam (60 tetes per menit) dan
dilakukan pemantauan tanda-tanda vital setiap jam.
Demam pada infeksi virus dengue disebabkan oleh respon imun host yang
teraktivasi baik secara humoral maupun seluler yang akan melepaskan sitokin-
sitokin proinflamasi sehingga terjadi demam. Demam terjadi selama 2–7 hari,
setelah itu demam turun ketika fase kritis 2–3 hari disertai manifestasi perdarahan.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan antara lain antipiretik paracetamol dan
kompres hangat untuk menurunkan suhu pasien. Pemberian aspirin, ibuprofen
atau NSAID lainnya dihindari agar tidak memicu terjadinya gastritis atau
pendarahan. Pasien mendapatkan paracetamol tablet 500 mg 3 x 1, demam
menurun setelah minum obat paracetamol.
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman dan tatalaksana infeksi virus dengue
pada anak. 2014.
11. Pranata IWA, Artini IGA. Gambaran pola penatalaksanaan demam berdarah
dengue (DBD) pada anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Buleleng Tahun 2013. E-Jurnal Medika. 2017; 6(5): 21-27.
12. Hadinegoro SR, Kadim M, Devaera Y, Idris NS, Ambarsari CG. Update
management of infection disease and gastrointestinal disorders. Departemen
Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Cetakan pertama. Jakarta. 2012. h. 16-
26.
33
14. Raihan, Hadinegoro SRS, Tumbelaha AR. Faktor prognosis terjadinya syok
pada demam berdarah dengue. Sari pediatri. 2010; 12(1): 47-52.