TETANUS
Pembimbing :
dr. Tatag Primiawan, Sp.PD
Disusun oleh :
Siska Sulistiyowati
1620221168
Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan
klinik bagian SMF Ilmu penyakit dalam Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono
Magelang dalam Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Tetanus”. Laporan kasus ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya dukungan dari
pihak-pihak terkait yang ikut serta membantu dalam penyelesaian laporan kasus
ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Tatag Primiawan, Sp.PD,
selaku pembimbing yang sabar dalam membimbing dan memberikan pengarahan
serta mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
masukan, serta koreksi demi tersusunnya laporan kasus ini, serta semua pihak
terkait yang telah membantu proses pembuatan laporan kasus ini.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan. Penulis berharap laporan kasus
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Usia : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jrebeng, Grabag
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Agama : Islam
Ruang Rawat : Bangsal Seruni
SUBJEKTIF
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Rahang sulit dibuka
Keluhan Tambahan
Kaki kaku, perut kaku, mata perih, sakit tenggorokan, kejang
1
Dirasakan juga kaku pada perut sejak 2 hari yang lalu, keluhan dialami
secara tiba-tiba. Kejang tidak ada.
Sekitar ± 10 hari yang lalu pasien pernah terluka pada ibu jari kaki
kirinya, luka dikarenakan tertusuk batang kayu. Luka tersebut berukuran ±
1 x 0,5 cm, yang tampak sudah kering. Menurut pasien luka sudah
dibersihkan dengan air saja, dibersihkan dengan dikorek-korek lalu ditutup
hansaplast.
Sekitar ± 6 hari Sebelum masuk Rumah Sakit pasien merasakan
seluruh badannya nyeri, menggigil, sakit kepala serta diikuti dengan nyeri
pada otot rahangnya yang kemudian diikuti rasa kaku pada mulutnya,
sehingga pasien sulit untuk membuka mulutnya. Riwayat mual (-), muntah
(-), Pasien tidak dapat makan sejak kaku pada mulut timbul, hanya dapat
minum sedikit-sedikit dengan menggunakan sendok. Buang air kecil
normal dan belum buang air besar semenjak sakit. Pasien merupakan
pasien umum.
Riwayat Pengobatan
2
Pasien mengaku sudah berobat ke klinik namun tidak ada perbaikan. Lalu
pasien ke RSI Kota Magelang dan dirujuk ke RST Soedjono Magelang. Selama di
RSI pasien mengaku mendapat obat tetapi pasien tidak tahu nama obatnya.
Riwayat Imunisasi
Pasien tidak pernah di imunisasi tetanus selama ini.
OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis / E4 M6 V5 (GCS : 15)
BB/TB : 70 kg/ 175 cm
Vital Sign :
- Tekanan Darah : 160/100 mmHg
- Nadi : 118 x / menit
- Respirasi : 24 x / menit
- Temperatur : 36,70C
- Saturasi : 98%
Kepala :
- Normosefal, rambut warna hitam, distribusi merata, rambut tidak
mudah dicabut
Wajah :
Simetris, tidak terdapat edema, nafas cuping hidung (-), Rhisus
Sardonikus (+), Trismus (+)
Mata :
- Konjungtiva Anemis -/- Sclera Ikterik -/-
3
- Oedem palpebra superior -/-
- Pupil Isokhor, Refleks Pupil +/+
Hidung :
- Nafas cuping hidung (-)
- Deviasi septum (-)
- Mukosa hiperemis -/-
- Sekret -/-
Mulut :
- Mukosa normal
- Gigi-geligi dalam batas normal
- Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, uvula ditengah
Leher :
- Trakhea deviasi (-), JVP (N)
- Kaku kuduk (+), tidak ada pembesaran KGB.
Thorax :
- Pulmo
4
o Auskultasi : Bunyi jantung I & II regular takikardia, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
o Inspeksi :
- Datar, jejas (-), distensi (-), peradangan pada kulit (-), warna
kulit dalam batas normal.
o Auskultasi : BU (+) normal
o Palpasi : hepar dan lien tidak teraba pembesaran, nyeri tekan (-),
perut tegang dan keras, massa (-).
o Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas atas
Akral hangat +/+, edema -/-, CRT <2 detik
Ekstremitas bawah
Akral hangat +/+, edema -/-, tampak luka pada ibu jari kaki distal dengan
ukuran ± 1 x 0,5 cm dan tampak kering.Posisi fleksi pada kedua
ekstremitas bawah, opistotonus
DAFTAR MASALAH
Anamnesis:
1. Rahang sulit dibuka
2. Kaki kaku dan sulit digerakkan
3. Perut kaku
4. Mata perih saat melihat cahaya
5. Luka pada ibu jari kaki
6. Pasien tidak dapat makan
7. Kaku pada mulut
8. Belum buang air besar
Pemeriksaan Fisik:
1. Keadaan umum sakit sedang
2. TD 160/100 mmHg
3. Nadi 118 x/menit
4. Wajah : adanya trismus (+), risus sardonikus (+)
5
5. Leher : Kaku kuduk (+),
6. Abdomen : perut tegang dan keras
7. Ekstremitas bawah
Tampak luka pada ibu jari kaki distal dengan ukuran ± 1 x 0,5 cm dan
tampak kering. Posisi fleksi pada kedua ekstremitas bawah, opistotonus
HIPOTESIS
Tetanus Generalisata derajat I (ringan)
Hipertensi Grade II
Takikardi
PLANNING
Diagnostik:
1. Darah lengkap
2. Pemeriksaan elektrolit
3. Glukosa darah, Ureum, Kreatinine, SGOT-SGPT
4. EKG
5. IgM anti-tetanus
HASIL LABORATORIUM
Tanggal 08 November 2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14.3 12.0-16.0 g/dl
Hematokrit 36 35-45 %
Eritrosit 3,78 3.0-6.0 Juta/µL
Leukosit 13.900 4000-10000/µL
Trombosit 234.000 150.000-400.000/µL
MCV 84.2 81-101 Fl
MCH 28.3 27-33 pq
6
MCHC 34.3 31-35 g/dl
HCT 41.7 35-47%
RDW 13.1 11-16%
MPV 7.5 8.0-11.0 fl
PCT 0.17 0.01-9.99%
KIMIA KLINIK
Fungsi Ginjal
Ureum 51 17-43 mg/dL
Kreatinin 1.2 0.900-1.300 mg/dL
Klorida 99.56 96-106 mmol/L
Kalium 4.230 3.480-5.500 mmol/L
Natrium 139.6 135.4-145 mmol/L
Fungsi Hati
SGOT (AST) 22 14-30 U/L
SGPT (ALT) 17 0-37 U/L
Glukosa 79 70.00 -115.0 mg/dL
7
DIAGNOSIS:
- Tetanus Generalisata derajat I (ringan)
- Hipertensi Grade II
PLANNING:
Terapi dari RSI :
Inf RL 20 tpm
Inj Tetagram 1 flash, tanpa skin test, IM
Inf Metronidazole 3x500mg
Isolasi
Peroral :
o Amloidipin 1x10 mg
o Lisinopril 1x10 mg
Terapi di RST Soedjono
Inf RL D5 25 tpm drip 2 amp plaz + Ns 500 8 tpm (inf 2 jalur)
Inf Metronidazole 3x500
Sucralfat 3x10 cc
amloidipin 1x10mg3x1
lisinopril 1x10 mg
Inj Tetagram extra 1 saja (suda dilakukan di RSI) 1500mg
konsul untuk pasang NGT
Nucral syr
Edukasi Tetanus ke keluarga
Isolasi kamar gelap
Monitoring:
Keadaan umum dan vital sign
Perbaikan gejala
Status generalis (head to toe)
Balance cairan
Edukasi:
Tentang perjalanan penyakit Tetanus
Perlunya pengendalian dan pemantauan penyakit Tetanus secara
berkelanjutan.
8
Belajar diet cair untuk asupan nutrisi
Penyulit Tetanus dan risikonya.
Prognosis:
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal Catatan Integrasi Instruksi
08/11/17 S : Kaku pada rahang (+), kedua kaki P:
Pukul - Inf RL D5 25 tpm
kaku (+) terutama yang sinistra, kaku
17.00 drip 2 amp plaz + Ns
leher (+), tidak bisa bicara karena
500 8 tpm (inf 2 jalur)
kaku, perut tegang, nafsu makan
- Inf Metronidazole
menurun karena tidak dapat
3x500
membuka mulut, belum BAB dan - Sucralfat 3x10 cc
- amloidipin
BAK lancar, sesak (-)
O : KU: Tampak sakit sedang 1x10mg3x1
Kes: compos mentis - lisinopril 1x10 mg
TTV:TD: 160/100 - Inj Tetagram extra 1
N: 94x/menit
saja (suda dilakukan di
RR: 20x/menit
T: 37,4oC RSI) 1500mg
Spo2: 96% - konsul untuk pasang
Pemeriksaan Fisik
NGT
Mata: CA +/+, SI -/-
- Nucral syr
Wajah ; Rhisus sardonicus (+)
- Edukasi Tetanus ke
Mulut : Trismus
Leher : kaku kuduk (+) keluarga
Thoraks: Pergerakan dinding dada - Isolasi kamar gelap
simetris. Pulmo: Vesikuler +/+,
ronkhi -/-, Wheezing -/-. Cor: BJ I &
II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU normal, nyeri tekan
epigastrium (-), kaku otot perut
Ekstremitas: akral teraba hangat,
edema pitting ekstremitas inferior -/-,
CRT < 2 detik, opistotonus (+)
9
Px.penunjang: Lab darah rutin, kimia
darah
10
fleksi pada kedua ekstremitas bawah,
opistotonus (+)
11
CRT < 2 detik, Tampak luka pada ibu
jari kaki distal dengan ukuran ± 1 x
0,5 cm dan tampak kering. Posisi
fleksi pada kedua ekstremitas bawah,
opistotonus (+)
12
edema pitting ekstremitas inferior -/-,
CRT < 2 detik, Tampak luka pada ibu
jari kaki distal dengan ukuran ± 1 x
0,5 cm dan tampak kering. Posisi
fleksi pada kedua ekstremitas bawah,
opistotonus (+)
A: - Tetanus generalisata der I
- HT II, obersvasi kejang
12/11/20 S : nyeri telan (-), tenggorokaan P:
- jika tidak kejang
17 Pukul tidak sakit, kejang (-), terdapat
diazepam inj diganti
06.30 gumpalan berwarna merah muda
oral 2x 1/2
dibawah lidah, , mata perih saat liat
- Inf RL/D5/NS 30
cahaya, Kaku pada rahang (+), kedua
tpm
kaki kaku (+) terutama yang sinistra, - Inf Metronidazole
kaku leher (+), tidak bisa bicara 3x500 mg
- Sucralfat 3x10 cc
karena kaku, perut tegang, nafsu
- amloidipin
makan menurun karena tidak dapat
1x10mg3x1
membuka mulut, belum BAB dan - lisinopril 1x10 mg
- Inj Tetagram extra 1
BAK lancar, sesak (-).
O : KU: Tampak sakit sedang saja (suda dilakukan di
Kes: compos mentis
RSI) 1500mg
TTV:TD: 130/90
- Edukasi Tetanus ke
N: 88x/menit
RR: 20x/menit keluarga
T: 37,2oC - Isolasi kamar gelap
Spo2: 96% - Monitor KU, vital
Pemeriksaan Fisik
sign
Mata: CA +/+, SI -/-
Diet cair 650cc
Wajah ; Rhisus sardonicus (+)
Mobilisasi bertahap
Mulut : Trismus
Mika/miki hindari
Leher : kaku kuduk (+)
Thoraks: Pergerakan dinding dada decubitus
Inj ampisulbactam 2x1
simetris. Pulmo: Vesikuler +/+,
Inf frutolit 20 tpm
ronkhi -/-, Wheezing -/-. Cor: BJ I &
II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU normal, nyeri tekan
epigastrium (-), kaku otot perut
Ekstremitas: akral teraba hangat,
13
edema pitting ekstremitas inferior -/-,
CRT < 2 detik, Tampak luka pada ibu
jari kaki distal dengan ukuran ± 1 x
0,5 cm dan tampak kering. Posisi
fleksi pada kedua ekstremitas bawah,
opistotonus (+)
13/11/20 P:
S : nyeri telan (-), tenggorokaan tidak - - jika tidak kejang
17
Pukul sakit, kejang (-), mata sudah tidak diazepam inj diganti
06.30 saat melihat cahaya, Kaku pada oral 2x 1/2
- Inf RL/D5/NS 30
rahang (+), kedua kaki kaku (+)
tpm
terutama yang sinistra, kaku leher (-),
- Inf Metronidazole
tidak bisa bicara karena kaku, perut
3x500 mg
tegang, nafsu makan menurun karena - Sucralfat 3x10 cc
- amloidipin
tidak dapat membuka mulut, belum
1x10mg3x1
BAB dan BAK lancar, sesak (-).
- lisinopril 1x10 mg
O : KU: Tampak sakit sedang
- Inj Tetagram extra 1
Kes: compos mentis
TTV:TD: 130/90 saja (suda dilakukan di
N: 88x/menit
RSI) 1500mg
RR: 20x/menit
- Edukasi Tetanus ke
T: 37,1oC
Spo2: 96% keluarga
Pemeriksaan Fisik - Isolasi kamar gelap
Mata: CA +/+, SI -/- - Monitor KU, vital
Wajah ; Rhisus sardonicus (+)
sign
Mulut : Trismus
Diet cair 650cc
Leher : kaku kuduk (-)
Mobilisasi bertahap
Thoraks: Pergerakan dinding dada
Mika/miki hindari
simetris. Pulmo: Vesikuler +/+,
decubitus
ronkhi -/-, Wheezing -/-. Cor: BJ I & Inj ampisulbactam 2x1
Inf frutolit 20 tpm
II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: BU normal, nyeri tekan
epigastrium (-), kaku otot perut
Ekstremitas: akral teraba hangat,
14
edema pitting ekstremitas inferior -/-,
CRT < 2 detik, Tampak luka pada ibu
jari kaki distal dengan ukuran ± 1 x
0,5 cm dan tampak kering. Posisi
fleksi pada kedua ekstremitas bawah,
opistotonus (+)
15
CRT < 2 detik, Tampak luka pada ibu
jari kaki distal dengan ukuran ± 1 x
0,5 cm dan tampak kering. Posisi
fleksi pada kedua ekstremitas bawah,
opistotonus
16
CRT < 2 detik, Tampak luka pada ibu decubitus
Inj ampisulbactam 2x1
jari kaki distal dengan ukuran ± 1 x
0,5 cm dan tampak kering. Posisi
fleksi pada kedua ekstremitas bawah,
opistotonus
A: - Tetanus generalisata
- HT I
16/11/17 S : nyeri telan (-), tenggorokaan tidak P:
Pukul - inj cefotaxim 2x1
sakit, kejang (-), mata sudah tidak
- inj diazepam jika
06.30
saat melihat cahaya, Kaku pada
kejang
rahang berkurang, kedua kaki kaku inj gentamycin 1x80
(+) terutama yang sinistra, kaku leher mg
- bethadine kumur,
(-), tidak bisa bicara karena kaku,
oral hygine
perut tegang, nafsu makan menurun
- Inf RL/D5/NS 20
karena tidak dapat membuka mulut,
tpm
belum BAB dan BAK lancar, sesak - Inf Metronidazole
(-). 3x500 mg
O : KU: Tampak sakit sedang - Sucralfat 3x2 cth
Kes: compos mentis Diaz 2x1/2
TTV:TD: 160/100 - amloidipin
N: 100x/menit
1x10mg3x1
RR: 22x/menit
- lisinopril 1x10 mg
T: 36oC
- Inj Tetagram extra 1
Spo2: 97%
Pemeriksaan Fisik saja (suda dilakukan di
Mata: CA +/+, SI -/-
RSI) 1500mg
Wajah ; Rhisus sardonicus (+)
- Edukasi Tetanus ke
Mulut : Trismus
Leher : kaku kuduk (-) keluarga
Thoraks: Pergerakan dinding dada - Monitor KU, vital
simetris. Pulmo: Vesikuler +/+, sign
Diet cair 6x50cc dg
ronkhi -/-, Wheezing -/-. Cor: BJ I &
sedotan
II regular, murmur (-), gallop (-)
Mobilisasi bertahap
Abdomen: BU normal, nyeri tekan
Mika/miki hindari
epigastrium (-), kaku otot perut
decubitus
Ekstremitas: akral teraba hangat,
edema pitting ekstremitas inferior -/-,
17
CRT < 2 detik, Tampak luka pada ibu
jari kaki distal dengan ukuran ± 1 x
0,5 cm dan tampak kering. Posisi
fleksi pada kedua ekstremitas bawah
, opistotonus (+)
18
edema pitting ekstremitas inferior -/-,
CRT < 2 detik, Tampak luka pada ibu
jari kaki distal dengan ukuran ± 1 x
0,5 cm dan tampak kering. Posisi
fleksi pada kedua ekstremitas bawah
Opistotonus <<
19
edema pitting ekstremitas inferior -/-,
CRT < 2 detik, Tampak luka pada ibu
jari kaki distal dengan ukuran ± 1 x
0,5 cm dan tampak kering. Posisi
fleksi pada kedua ekstremitas bawah
, opistotonus <<
Mungkin dapat 8
> 10 tahun 4
< 10 tahun 2
Imunisasi lengkap 0
Penyulit/penyakit penyerta
20
Trauma/penyulit yang mengancam
10
jiwa
Trauma berat/penyulit tidak segera
8
mengancam jiwa
Trauma/penyulit tidak mengancam
4
jiwa
Trauma/penyulit ringan 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Tetanus merupakan penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri
Clostridium tetani yang terdapat di feses hewan atau manusia, tanah, pupuk dan
bakteri ini memiliki toksin yang dapat menghambat pelepasan inhibitory
neurotransmitter di saraf sehingga terjadi kekakuan dan spasme pada otot (World
Health Organization 2010).
21
II.2 Epidemiologi
Tetanus masih menjadi masalah kesehatan dunia, sehingga pada tahun
1999 Badan Kesehatan Dunia (WHO) kembali mengajak negara-negara
berkembang untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal
(ETMN) pada tahun 2005. Indonesia melaksanakan ETMN sejak tahun 1979
dengan kebijakan Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yaitu suatu program
untuk mengeliminasi tetanus neonates (TN) dimulai dengan pemberian vaksin
Tetanus Toxoid (TT) kepada ibu hamil dan calon pengantin dan bayi disertai
pemberian vaksin dipteri, pertusis, tetanus atau DPT (Kemenkes RI. 2012).
Pada tahun 2013 terdapat 78 kasus tetanus dengan 42 orang meninggal
atau tingkat kematian, Case Fatality Rate (CFR) Tetanus Neonatorum (TN)
mencapai 53,8%. Case Fatality Rate TN meningkat dari 49,6% pada tahun 2012.
Tetanus neonatorum (TN) adalah tetanus pada bayi usia hari ke 3 dan 28 setelah
lahir (Depkes RI dan WHO. 2006; Ditjen P2PL. 2014). Pada tahun 2014 terdapat
75 kasus TN di Indonesia dengan kematian mencapai 49 orang atau 65,3 persen.
Sedangkan Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah kasus tetanus terbanyak yaitu 19
kasus tetanus dengan kematian 9 orang atau CFR 47,4% (Ditjen P2PL, 2014
dalam Sugiharto M dan Ristrini 2016)
II.3 Etiologi
Penyebab dari penyakit tetanus adalah Clostridium tetanus yang
merupakan bakteri Gram positif yang bersifat obligat anaerob. Bakteri ini terdapat
di tanah, feses hewan dan manusia, pupuk dan lainnya. Masa inkubasi bakteri ini
adalah 3 sampai 21 hari (umumnya 10 hari), namun kebanyakan kasus dari awal
luka sampai dengan menimbulkan gejala terjadi dalam 14 hari (Centers for
Disease Control and Prevention, 2017). Clostridium tetani memiliki spora pada
bagian terminalnya yang berbentuk bulat sehingga berbentuk seperti drum stick,
spora ini akan berubah menjadi bentuk vegetatif jika sudah mengenai luka dan
akan menghasilkan toksin (tetanospasmin dan tetanolisin).
22
2. Luka tertusuk besi, jarum atau kuku
3. Luka bakar
4. Luka akibat kecelakaan
5. Luka dengan jaringan yang sudah mati
6. Pemotongan tali pusat yang tidak bersih
7. Belum pernah diberikan imunisasi
II.5 Klasifikasi
Klasifikasi tetanus berdasarkan gejala klinis yang muncul:
1. Tetanus Lokal
Tetanus jenis ini memiliki gejala ringan seperti, rigiditas atau kaku
pada otot sekitar yang terkena luka dan terasa nyeri. Rigiditas tersebut
akibat gangguan pada interneuron yang menghambat motor alpha
neuron dari otot yang terkena (Medscape, 2017).
2. Tetanus Sefalik
Diawali dengan luka pada bagian kepala, seperti infeksi gigi atau otitis
media. Masa inkubasi biasanya lebih pendek yaitu 1 sampai 2 hari dan
dapat berkembang menjadi tetanus generalisata. Tetanus sefalik
memiliki gejala klinis seperti kelemahan dan paralisis pada otot-otot
wajah (spasme otot lidah dan tenggorokan) sehingga penderita akan
mengalami diartia, disfonia dan disfagia (Kapita Selekta, 2014).
3. Tetanus Generalisata
Tetanus generalisata merupakan tetanus yang paling banyak terjadi.
Gejala klinis yang timbul seperti hipertonus pada otot, kaku leher,
bahu dan ekstremitas, perut kencang, risus sardonicus, opistotonus,
dan spasme pada otot pernafasan. Pada tetanus generalisata,
ditemukan sekita 50-75% memiliki gejala klinis trismus (lock jaw)
atau kesulitan dalam membuka mulut (Medscape, 2017).
II.6 Patofisiologi
Clostridium tetani memiliki 2 toksin, yaitu tetanospasmin yang tidak tahan
panas dan memiliki 2 rantai (heavy & light chain), sedangkan tetanolisin bersifat
23
mudah diinaktivasi oleh oksigen. Bakteri yang terdapat pada benda-benda yang
terkontaminasi atau yang terdapat pada feses maupun tanah akan masuk melalui
luka, dan jika luka tersebut dalam keadaan anaerob maka bakteri ini akan hidup
dan berkembang biak. Setelah masuk ke luka, spora yang terdapat pada bakteri ini
akan berubah menjadi bentuk vegetatif dan melepaskan kedua toksinnya. Rantai
berat (heavy chain) pada tetanospasmin akan berikatan dengan presinap motor
neuron & membuat lubang untuk rantai ringan (light chain) untuk masuk ke
sitosol lalu masuk ke saraf motorik. Kemudian secara retrograd melalui akson
menuju batang otak dan rantai ringan (zinc-dependent protease) akan memecah
sinaptobrevin lalu menghambat pengeluaran neurotransmitter berupa GABA dan
Glisin yang merupakan penghambat kontraksi pada saraf motorik sehingga terjadi
hiperakitvitas atau kontraksi yang berkepanjangan pada otot (spasme) yang
terinfeksi (Medscape, 2017). Otot yang akan terkena terlebih dahulu adalah otot
yang memiliki jaras persyarafan terpendek seperti pada otot mastikasi sehingga
terjadi trismus.
II.7 Diagnosis
a. Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang dengan manifestasi klinis tetanus yang dapat bervariasi dari
kekakuan otot setempat, trismus, sampai kejang yang hebat. Manifestasi klinis
tetanus terdiri atas 4 macam yaitu:
1. Tetanus lokal
Gejalanya meliputi kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit
pada otot disekitar atau proksimal luka. Tetanus lokal dapat berkembang
menjadi tetanus umum.
2. Tetanus sefalik
Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari,
yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis.
Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus
kranial. Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus
umum dan prognosisnya biasanya jelek.
24
3. Tetanus umum/generalisata
Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah
menelan, kekakuan dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan
yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan
ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
25
40 kali/menit, apneic spell, disfagia berat, takikardia ≥
120 kali/menit.
Grade III B (sangat Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi
berat) otonom berat yang melibatkan sistem kardiovaskuler.
Hipertensi berat dan takikardia bergantian dengan
hipotensi relatif dan bradikardia, salah satunya dapat
menjadi persisten.
Sistem skoring menurut Ablett juga dikembangkan pada tahun 1967 dan menurut
beberapa literatur merupakan sistem skoring yang paling sering digunakan
Udwadia (1992) kemudian sedikit memodifikasi sistem skoring Ablett dan dikenal
sebagai skor Udwadia.
26
2. Kriteria 2: Spasme, tanpa mempertimbangkan frekuensi maupun derajat
keparahan
3. Kriteria 3: Masa inkubasi ≤ 7hari
4. Kriteria 4: waktu onset ≤48 jam
5. Kriteria 5: Peningkatan temperatur; rektal 100ºF ( > 400 C), atau aksila
99ºF ( 37,6 ºC).
Grading
1. Derajat 1 (kasus ringan), terdapat satu kriteria, biasanya Kriteria 1 atau 2
(tidak ada kematian)
2. Derajat 2 (kasus sedang), terdapat 2 kriteria, biasanya Kriteria 1 dan 2.
Biasanya masa inkubasi lebih dari 7 hari dan onset lebih dari 48 jam
(kematian 10%)
3. Derajat 3 (kasus berat), terdapat 3 Kriteria, biasanya masa inkubasi kurang
dari 7 hari atau onset kurang dari 48 jam (kematian 32%)
4. Derajat 4 (kasus sangat berat), terdapat minimal 4 Kriteria (kematian 60%)
5. Derajat 5, bila terdapat 5 Kriteria termasuk puerpurium dan tetanus
neonatorum (kematian 84%).
27
II.9 Penatalaksanaan
Non Farmakologi:
– Pembersihan & debridement
– Ruang rawat minim cahaya dan suara
– Diet melalui nasogastrik (tinggi kalori)
– Pencegahan ulkus dekubitus
Farmakologi:
Berdasarkan WHO 2010:
Antibiotik:
- Metronidazole diberikan dengan dosis 500 mg setiap 6 jam melalui
intravena atau per oral
- Penicilin G (100,000–200,000 IU/kg/hari intravena, dibagi dalam 2-4
dosis)
- Tetrasiklin, makrolid, klindamisin, cephalosporins dan kloramfenikol
juga efektif.
Relaksasi otot:
- Untuk orang dewasa, dapat diberikan diazepam 5 mg intravena, atau
- Ditambahkan lorazepam 2 mg, dititrasi sampai spasme terkontrol
tanpa efek sedasi berlebih dan hipoventilasi.
- Untuk anak-anak, diazepam dimulai dengan dosis 0,1- 0,2 mg/kg
setiap 2-6 jam, naikkan titrasi sesuai kebutuhan.
- Dosis besar mungkin diperlukan (sampai dengan 600 mg/hari), namun
perlu pengawasan yang tepat dan hati-hati untuk menghindari depresi
pernafasan.
- Magnesium sulfat dapat digunakan terpisah atau digabungkan
benzodiazepin untuk mengontrol spasme dan disfungsi otonom: 5 mg
(atau 75 mg/kg) intravena loading dose, kemudian 2-3 gram per jam
sampai spasme terkontrol.
- Untuk menghindari kelebihan dosis, refleks patella diperlukan, jika
tidak ada refleks dosis dikurangi.
28
- Obat untuk pengontrol spasme lainnya dapat menggunakan baclofe,
dantrolene, barbiturat atau klorpamazin.
Imunisasi (WHO 2017a):
Pasien yang telah terkena tetanus sebaiknya mendapat vaksinasi tetanus
lengkap. Vaksin yang dianjurkan WHO:
Terdiri dari 6 dosis (3 dosis primer + 3 booster)
3 dosis primer = pada usia 6 minggu dilanjutkan dengan interval min. 4 minggu
3 booster = pada tahun pertama (12-23 bulan), usia 4-7 tahun, dan 9-15 tahun
II.9 Prognosis
Penyembuhan tetanus terjadi dari regenerasi sinapsis dalam Medulla
Spinalis dan dengan demikian terjadi pengembalian kemampuan relaksasi dari
otot.
Pemberian Imunisasi Aktif berupa pemberian Tetanus Toxoid setelah
pemulangan pasien merupakan suatu keharusan karena episode tetanus tidak
berakibat pembentukan antibodi penetralisasi toksin. Pemberian antitoksin
profilaksis dini meningkatkan angka kelangusngan hidup, meski pun telah terjadi
tetanus
Banyak Faktor yang berperan penting diantaranya masa inkubasi , masa
awitan, jenis luka, dan keadaan status imunitas Pasien. Semakin Pendek masa
inkubasi dan masa awitan, prognosis semakin memburuk, letak dan jenis luka dan
luas keruskaan jaringan turut memegang peran dalam memnetukan prognosis, jenis
tetanus juga mempengaruhi prognosis. Tetanus noenatorum dan tetanus sefalik
memiliki prognosis yang jelek.
Score Philips:
FAKTOR SKOR
Masa Inkubasi
< 48 jam 5
2 – 5 hari 4
6 – 9 hari 3
10 -14 hari 2
> 14 hari 1
Lokasi Infeksi
Internal/umbilical 5
29
Kepala/leher/dinding tubuh 4
Proksimal perifer 3
Distal perifer 2
Tidak diketahui 1
Riwayat Imunisasi
Mungkin dapat 8
> 10 tahun 4
< 10 tahun 2
Imunisasi lengkap 0
Penyulit/penyakit penyerta
Trauma/penyulit ringan 2
Mortalitas tertinggi terjadi pada anak yang sangat muda dan kepada
manusia lanjut usia.
Prognosis yang baik ditandai dengan :
1. Masa Inkubasi yang Lama
2. Tanpa Demam
3. Penyakit terlokalisasi
30
2. Jarak dari trismus dan Spasme Tetanus ± 3 hari atau < dari 3 hari
3. Adanya Serebral Palsi
4. Kemampuan mental menurun
5. Adanya kesukaran perilaku pasien
31
II.10 Komplikasi
1. Komplikasi dari Kejang
a. Luka Robek pada Mulut dan Lidah
b. Fraktur Spinalis
c. Gagal Ginjal
d. Hematoma Intramuskular
e. Rhabdomiolisis dengan Mioglobinuria
f. Trombosis Venosa
g. Emboli Pulmonal
h. Ulserasi Lambung dengan atau tanpa Perdarahan
i. Ileus Paratikus
j. Ulserasi Dekubitus
2. Gangguan Pengaturan Sistem saraf Autonom
a. Aritmia
b. Tekanan Darah yang tidak stabil
c. Pengaturan suhu tubuh yang tidak stabil
3. Komplikasi yang dapat terjadi sebelum pemeriksaan medis awal
a. Aspirasi Sekresi
b. Penumonia Aspirasi
4. Komplikasi yang dapat terjadi Saat Perawatan
a. Mempertahankan jalan napas yang mengharuskan endotrakea dan
ventilasi mekanis
a) Pneumotoraks
b) Emfisema Mediastinum
b. Pemakaian Relaksan otot
a) Apnea Iaotrogenik
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Pasien datang dalam keadaan sadar dengan keluhan rahang sulit dibuka, kaki
kaku dan sulit digerakkan, sakit tenggorokan serta mata perih saat melihat cahaya,
kaku pada perut. Tanda klinis ini merupakan ciri khas klinis tetanus. Sekitar ± 10
hari yang lalu pasien pernah terluka pada ibu jari kaki kirinya, luka dikarenakan
32
tertusuk batang kayu. Luka tersebut berukuran ± 1 x 0,5 cm, yang tampak sudah
kering. Menurut pasien luka sudah dibersihkan dengan air saja, dibersihkan
dengan dikorek-korek lalu ditutup hansaplast. Pasien mengaku tidak pernah
mendapat imunisasi. Ini merupakan faktor resiko terjadinya tetanus dan
mengarahkan ke penyakit tetanu
Dari Riwayat Pengobatan pasien mengaku sudah berobat ke klinik namun tidak
ada perbaikan. Lalu pasien ke RSI Kota Magelang dan dirujuk ke RST Soedjono
Magelang. Selama di RSI pasien mengaku mendapat obat tetapi pasien tidak tahu
nama obatnya. Berdasarkan data dari pihak RSI pasien didiagnosis tetanus, namun
hal ini harus di analisa lebih lanjut. Dari Riwayat Sosial Ekonomi & riwayat
kebiaasaan, saat sedang bertani pasien tidak memakai sandal, ini merupakan hal
yang dapat membuat luka baik sengaja ataupun tidak disengaja, dimana luka
tersebut menjadi port d’entrée masuknya bakteri.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 160/100 mmHg yang menunjukkan
adanya hipertensi grade I. Selain itu nadi pasien juga meningkat yaitu 118x/menit,
menunjukkan pasien takikardi. Kesadaran pasien compos mentis, keadaan umum
tampak sakit sedang. Tidak ada napas cuping hidung. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya trismus, risus sardonikus (+), Kaku kuduk (+), perut tegang dan
keras. WHO mendiagnosis tetanus jika menemukan salah satu tanda klinis, yaitu
trismus atau risus sardonikus atau kontraksi otot yang nyeri. Pemeriksaan jantung
terdengar bunyi jantung reguler , tidak ada murmur atau gallop. Pemeriksaan paru
suara napas vesikuler pada seluruh lapang paru, tidak ada wheezing, tidak ada
ronkhi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya distress pernapasan dan
termasuk dalam tetanus yang ringan. Pada pemeriksaan abdomen, perut kaku dan
opistotonus. Opistotonus merupakan akibat peningkatan tonus otot-otot trunkal
dan merupakan gejala dari tetanus generalisata. Pada ekstremitas bawah tampak
luka pada ibu jari kaki distal dengan ukuran ± 1 x 0,5 cm dan tampak kering.
Merupakan port d’entrée dari bakteri tetanus.
Hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan leukosit yang
menunjukkan adanya infeksi.pada pemeriksaan elektrolit natrium dan kalium
normal, menunjukkan bahwa kekauan tersebut bukan dari ketidakseinbangan
elektrolit.
33
Tatalaksana utama yang diberikan adalah Inf RL D5 25 tpm drip 2 amp
plaz + Ns 500 8 tpm (inf 2 jalur. Cairan yang diberikan memberikan asupan cairan
dan nutrisi glukosa guna pembentukan ATP akibat metabolik yang meningkat
pada pasien tetanus yang mengalami spasme terus menerus. Selain itu juga
mengurangi glukoneogenesis lipid dan protein sehingga menurunkan kadar asam
lemak dan keton, yang memicu ketosis. Pemberian antibiotik pada pasien ini
berupa metronidazol. Pemilihan obat antibiotik untuk kuman anaerob seperti
tetanus berupa metronidazol. Pemberian diazepam golongan benzodiazepine juga
dinilai tepat untuk meminimalisir efek toksin pada sistem saraf pusat. Sifat
diazepam yang agonis neurotrasmiter GABA dapat mencegah eksitasi berlebihan
impuls saraf sehinga meminimalisir spasme tetanus. Pada pasien ini tidak
diberikan, karena pasien ini tidak kejang. Pada pasien ini diberikan obat anti
hipertensi amloidipin yang merupakan golongan calcium channel bloker dimana
cara kerjanya menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel‐sel
dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐sel otot polos pembuluh darah. Efek ini
akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi
impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi
dengan konstriksi otot polos pembuluh darah dan lisinopril yang merupakan
golongan ACE inhibitor dimana cara kerjanya menghambat secara kompetitif
pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang
terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak.
Angitensin II merupakan vaso‐konstriktor kuat yang memacu penglepasan
aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. Penghambatan pembentukan
angiotensin iI ini akan menurunkan tekanan darah. Pasien juga diberikan Inj
Tetagram 1 flash di RSI, Tetagram merupakan human tetanus immunoglobulin
(Tetagam®) yang mengaandung Imunoglobulin manusia 100-170 mg dgn
antibody terhadaptoksin tetanus sekurang-kurangnya 250 IU, Asam aminoasetat
(glisin) sebagai stabilisator, Natrium klorida dan Aqua pro injeks. Pada pasien ini
juga diberikan sucralfate, merupakan kompleks alumunium hidroksida dan
sukrosa sulfat yang efeknya sebagai antasida minimal. Meknismenya dengan
membentuk lapisan lambng dan menambah sekresi bikrbonat dan mucus serta
meningkatkan daya tahan mukosa.
34
Adapun berdasarkan skoring prognosis tetanus, pasien ini mengalami
tetanus ringan dengan tingkat mortalitas <10%. Angka kematian tetanus tinggi
terutama jika terkena pada usia saat neonatus. Pada neonatus yang malnutrisi,
prognosisnya dua kali lebih jelek dari yang mempunyai gizi baik. Edukasi untuk
keluarga pasien adalah memeriksakan pasien seminggu setelah keluar dari rumah
sakit. Selain itu dilakukan kontrol setiap bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Arvin MA. Tetanus. Buku Teks Ilmu
Kesehatan Anak . Volume Kedua. Edisi ke 15. Penerbit buku Kedokteran
EGC,2012. Halaman 1004-1007
Centers for Disease Control and Prevention 2017, Tetanus, United States of
America
35
https://www.cdc.gov/tetanus/about/symptoms-complications.html
Irawan , Hindra Satari, dkk. 2008, Penatalaksaan tetanus pada anak,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius. Chris
Tanto, et al. 2014. Tetanus.
Sugiharto, M & Ristrini 2016, Profil Tetanus Neonatorum dalam Rangka
Kebijakan Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal di Kabupaten
Bangkalan Provinsi Jawa Timur, Tahun 2012–2014, Surabaya: Puslitbang
Sistem dan Kebijakan Kesehatan.
https://media.neliti.com/media/publications/63705-ID-profil-tetanus-
neonatorum-dalam-rangka-k.pdf
World Health Organization, WHO Technical Note: Current recommendations for
trwatment of tetanus during humanitarian emergencies, 2010
World Health Organization 2017a, Immunization, Vaccines and Biologicals:
Tetanus
http://www.who.int/immunization/diseases/tetanus/en/
36