Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

PUSKESMAS WAIHAONG
KOTA AMBON
BELL’S PALSY

Pembimbing :
dr. Adriyati Arief

Disusun oleh :
dr. Kharisma Bimo Cahya Nugroho

AMBON
2018

1
PENDAHULUAN
Nervus fasialis mempunyai peran penting dalam fungsi gerak otot-otot wajah
dan fungsi sensorik. Tiap Nervus mengkoordinir satu sisi wajah, termasuk otot-otot
yang menggerakan kelopak mata juga otot-otot untuk ekspresi wajah. Selain itu
nervus fasialis menginervasi glandula lacrimal, saliva dan otot pendengaran yang
mengatur tulang pendengaran. Indra pengecapan juga diwakili oleh serabut saraf ini.

Bell‘s palsy adalah gangguan neurologis yang paling sering menyerang


nervus fasialis dan penyebab kelumpuhan wajah paling sering di dunia. Sekitar 60-
75% serangan akut lumpuh sebelah wajah adalah Bell‘s Palsy. Bell‘s palsy juga
dikenal sebagai Idiopatic Facial Paralysis (IFP) termasuk paralisis Lower Motor
Neuron (LMN) yang bersifat akut, perifer, unilateral. Kesembuhan sempurna tanpa
terjadi defisit neurologis hampir didapatkan pada semua pasien.

Insidensi terjadi pada wanita dan pria sama dan dapat menyerang berbagai
kelompok usia. Namun ditemukan bahwa penderita diabetes melitus, wanita hamil
dan wanita usia 10-19 tahun mempunyai angka kejadian lebih tinggi dibandingkan
pria dengan usia yang sama.

2
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn. R Jenis kelamin : Laki-Laki


Umur : 25 Tahun
Status perkawinan : Belum Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SMP
Alamat : Waihaong
Tanggal Periksa : 6/12/2017

II. ANAMNESIS  Autoanamnesis ( Tgl 6 desember 2017 Pkl 10.00)

Keluhan utama :

Bibir mencong sebelah kiri sejak 1 minggu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke BPU PKM Waihaong pada tanggal 6 desember 2017 dengan
keluhan bibir mencong sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengaku sehari
sebelum serangan bibir pasien berkedut dan pada malam hari melakukan perjalanan
menggunakan sepeda motor berkeliling kota tanpa menggunakan helm. Ketika
bangun tidur pasien tiba-tiba merasakan bibir sebelah mencong ke sebelah kiri dan
sulit digerakkan. Pasien mengatakan pada saat minum air, air selalu keluar dari mulut.
Kelopak mata kanan terasa sulit untuk menutup dan mata kanan terasa lebih berair
dibandingkan mata kiri.

Pasien menyatakan tidak demam, tidak pernah keluar cairan dari telinga,
pusing berputar tidak ada, nyeri kepala tidak ada, mendengar bunyi berdenging tidak

3
ada, kelemahan anggota tubuh lainnya tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada,
tidak ada kesulitan menelan, BAB dan BAK lancar. Kejadian ini adalah pertama kali
dialami oleh pasien.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi sejak 3 bulan yang lalu.

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai penyakit serupa. Terdapat


riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga. Riwayat penyakit kencing manis dalam
keluarga disangkal.

Riwayat pengobatan :

Pasien mengaku belum pernah berobat dan sedang tidak mengkonsumsi obat
apapun.

Riwayat Alergi :
Riwayat alergi terhadap debu, cuaca, obat-obatan atau makanan disangkal.

Riwayat sosial dan kebiasaan:


Pasien adalah Pegawai Toko. Pasien merokok dan minum alkohol. Mempunyai
kebiasaan lembur dan sering keluar malam.

4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tekanan Darah : 140 / 70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,7oC
Pernafasaan : 16 x/menit

Kepala
Ekspresi wajah : kesan wajah lumpuh sebelah kanan
Rambut : hitam
Bentuk : normocephali

Mata
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Kedudukan bola mata : ortoforia/ortoforia
Pupil : bulat isokor 2mm/2mm.
Eksophtalmus (-), Nystagmus (-), Lagophtalmus ( + / - )

Telinga
Selaput pendengaran : sulit dinilai Lubang : lapang
Penyumbatan : -/- Serumen : -/-
Perdarahan : -/- Cairan : -/-

Mulut
Bibir : sianosis (-) luka (-)

5
Leher
Trakhea terletak di tengah
Tidak teraba benjolan/ KGB yang membesar
Kelenjar Tiroid: tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe: tidak teraba membesar

Thoraks
Bentuk : simetris
Pembuluh darah : tidak tampak pelebaran pembuluh darah

Paru – Paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Suara vesikuler Wheezing (-), Ronki (-)

Jantung
Inspeksi : tidak dilakukan
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).

Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris, smiling
umbilicus (-), dilatasi vena (-)
Palpasi : tidak dilakukan
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bising usus (+) normal

6
Ekstremitas
Akral teraba hangat pada keempat ekstremitas. edema (-).

Kelenjar Getah Bening


Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak dilakukan
Inguinal : tidak dilakukan

STATUS NEUROLOGIS
A. GCS : Compos Mentis
B. Gerakan Abnormal : -
C. Leher : sikap baik, gerak baik ke segala arah
D. Nervus Kranialis

N.I ( Olfaktorius )
Subjektif Tidak Dilakukan

N. II ( Optikus )
Tajam penglihatan (visus bedside) Normal Normal
Lapang penglihatan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Melihat warna Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Ukuran Isokor, D 2mm Isokor, D 2mm
Fundus Okuli Tidak dilakukan

7
N.III, IV, VI ( Okulomotorik, Trochlearis, Abduscen )
Nistagmus - -
Pergerakan bola mata Baik ke 6 Baik ke 6
arah arah
Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia
Reflek Cahaya Langsung + +
Diplopia - -

N.V (Trigeminus)

Membuka mulut + +
Menggerakan Rahang + +
Oftalmikus Berkurang +
Maxillaris Berkurang +
Mandibularis Berkurang +

N. VII ( Fasialis )

Perasaan lidah ( 2/3 anterior ) Tidak Dilakukan


Motorik Oksipitofrontalis Menurun Baik
Motorik orbikularis okuli Menurun Baik
(LAGOPHTALMUS)
Motorik orbikularis oris Menurun Baik

N.VIII ( Vestibulokoklearis )

Tes pendengaran Tidak dilakukan

8
Tes keseimbangan Tidak dilakukan
N. IX,X ( Vagus )
Perasaan Lidah ( 1/3 belakang ) Tidak Dilakukan
Refleks Menelan Baik
Refleks Muntah Tidak Dilakukan

N.XI (Assesorius)
Mengangkat bahu Baik
Menoleh Baik

N.XII ( Hipoglosus )

Pergerakan Lidah Baik


Disatria Tidak

E. Sistem Motorik Tubuh

Kanan Kiri
Ekstremitas Atas
Postur Tubuh Baik Baik
Atrofi Otot Eutrofik Eutrofik
Tonus Otot Normal Normal
Gerak involunter (-) (-)
Kekuatan Otot 5555 5555

Kanan Kiri
Ekstremitas Bawah
Postur Tubuh Baik Baik

9
Atrofi Otot Eutrofik Eutrofik
Tonus Otot Normal Normal
Gerak involunter (-) (-)
Kekuatan Otot 4444 4444

F. Gerakan Involunter

Kanan Kiri
Tremor - -
Chorea - -

G. Tes Sensorik (sentuhan )  BAIK

H. Fungsi Autonom

Miksi : baik
Defekasi : baik
Sekresi keringat : baik

10
V. RESUME

Seorang pasien, Laki-laki, berusia 25 tahun, Datang ke BPU PKM Waihaong


pada tanggal 6 Desember 2017 dengan keluhan bibir mencong ke sebelah kiri sejak 1
minggu. Satu hari sebelumnya pasien mengaku wajah berkedut dan terpapar udara
dingin. Ditemukan hiperlakrimasi pada mata kanan. Pusing berputar disangkal, nyeri
kepala disangkal. Tidak ada riwayat trauma, lemah dibagian tubuh lainnya disangkal,
sulit menelan dan bicara plo disangkal, BAB dan BAK baik.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan lagoftalmus OS, dan kesan parase wajah
sebelah kanan. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Pada saat pemeriksaan
pasien ini belum dilakukan pemeriksaan penunjang.

VI. Diagnosis
Diagnosis klinis : Paralisis N.VII perifer Dextra ( bells Palsy)

VII. Penatalaksanaan:
1. Non medikamentosa
o Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatan

yang diberikan.

o Kompres air hangat pada bagian yang sakit +/- 20 menit

o Massage wajah kearah atas.

o Dianjurkan untuk menjalani fisioterapi.

o Mata ditutup saat tidur

11
2. Medikamentosa :
a. prednisolon 4 x 20 mg selama 3 hari. Tapering off setengah dosis 3
hari selanjutnya
b. Vitamin B complex 1x1

IX. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

12
BAB III

ANALISA KASUS

Pasien Laki-laki datang dengan keluhan bibir mencong ke sebelah kiri sejak 1
minggu yang lalu, tanpa penurunan kesadaran dan dengan gejala yang menetap dapat
mengerucutkan ke beberapa sebab yaitu Bell’s Palsy dan tumor yang menekan ke
tulang temporal (Kolesteatom, dermoid).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan lagophtalmus dan hiperlakrimasi, parese


dan hipestesi wajah bagian kanan memberikan gambaran gangguan pada N.VII
perifer. Dengan demikian diagnosis bisa lebih mengerucut ke arah Bell‘s Palsy.

Diagnosis yang didapatkan adalah :

Diagnosis klinis : Paralisis N.VII perifer Dextra


Diagnosis etiologi : idiopatik
Diagnosa patologis : proses inflamasi

Dengan dasar penegakan diagnosis sbb :

- Paralisis N.VII perifer

- Hipestesia wajah kiri

- Hiperlakrimasi pada mata kiri

- Tidak ditemukan adanya gangguan mendengar

- Tidak ditemukan adanya kelumpuhan dibagian lain

- Gejala timbul mendadak

13
Gejala – gejala tersebut timbul dikarenakan gangguan pada N.VII yang mempersarafi
wajah untuk fungsi motorik dan sensorik. Gangguannya bersifat unilateral dan
ipsilateral dimana N.VII mempersarafi otot oblikularis okuli, oblikularisorim
temporal, servikal, bukal dan zygomatik yang berfungsi sebagai penggerak wajah.
Pada pasien tampak lagophtalmus dan mulut mencong pada sisi yang terkena.
Hipestesia terjadi dikarenakan N.VII dan N.V mempunyai nucleus somatosensory
yang sama namun pada kasus ini rasa baal terjadi karena gangguna dari motorik
sehingga memberikan efek kepada rasa baal. Hiperlakrimasi dikarenakan N.VII
memegang peran otonom pada glandula lakrimalis sehingga apabila terganggu dapat
menyebabkan hal ini terjadi, selain itu pada penderita Bell‘s Palsy terdapat
lagophtamus maka agar tidak terjadi dry eye dikompensasi dengan meningkatnya
produksi air mata.

Dasar diagnosis klinis saya ambil berdasarkan klinis pasien ditemukan


kelumpuhan wajah sebelah kiri yang memberikan kesan paralisis N.VII perifer. Grade
untuk BP menurut House-Brackmann yaitu, Pada pasien ini tidak ditemukan
synkinesia, namun mata dapat tidak dapat ditutup dengan usaha minimal dan sekilas
tampak asimetris, bibir mencong dapat digerakan dengan usaha maksimal sehingga
didapatkan pada pasien ini masuk ke grade III menurut House-Brackmann. Pada
grade ini pasien masih mempunyai kemungkinan tidak sembuh sempurna.

Bell‘s Palsy sendiri merupakan sebuah kelainan yang digambarkan dengan


kelumpuhan N.VII perifer (unilateral). Sifatnya idiopatik, akut dan tidak disertai
gangguan neurologis lain. Berdasarkan penyebab Bell‘s palsy masih belum diketahui
dengan pasti namun ada beberapa hipotesis yang berkembang seperti infeksi pada
Herpes Simpleks Virus yang menyebabkan inflamasi pada ganglion genikulatum,
penyakit autoimun, penyakit mikrovaskuler dan juga dikaitkan dengan paparan udara
dingin.

14
Pada pasien ini kami berkesimpulan penyebab terjadinya Bell‘s Palsy
dikarenakan paparan udara dingin. Paparan udara dingin menyebabkan Bell‘s Palsy
dikarenakan dingin dapat mengiritasi N.VII,dimana secara anatomis N.VII adalah
nervus kranialis yang melewati kanal-kanal dalam tengkorak, sehingga disaat
teriritasi oleh dingin, terjadi oedem dan akhirnya tertekan oleh kanal-kanal sempit
pada tulang tengkorak.

Etiologi dari Bell‘s palsy sampai saat ini masuh dalam perdebatan.edema pada
N.VII diyakini mempunyai peran atas terjadinya kelumpuhan pada Bell‘sPalsy.
Keterlibatan herpes zooster atas terjadinya inflamasi sekarang sedang berkembang,
keadaan autoimmune juga dipercaya mempunyai peran dalam beberapa kasus Bell‘s
Palsy.

Lesi yang terjadi pada Bell‘s palsy bersifat perifer dikarenakan bentuk
anatomi dari tulang tengkorak yang dilewati N.VII mudah mengganggu terutama
apabila terjadi inflamasi dan menyebabkan edema setempat. 80-90% penderita Bell‘s
palsy dapat sembuh dengan sendirinya tanpa defisit neurologis (Sembuh sempurna).
Pemberian kortikosteroid ditemukan dapat mempercepat penyembuhan, dan perlu
tappering off untuk penggunaan steroid. Obat antiviral dapat diberikan apabila
memang ada arah kecurigaan terjadinya infeksi virus, studi membuktikan bahwa
untuk pasien penderita Bell‘s palsy yang mendapatkan terapi antivirus disertai dengan
steroid pada masa akut (<72 jam onset) memberikan efek yang lebih baik
dibandingkan dengan dengan terapi steroid tunggal, namun pada pasien dengan onset
yang sudah lama pemberian antivirus tidak efektif.

Pada kasus ini terdapat keterlambatan penanganan. Sudah 1 minggu setelah


kejadian namun masih tampak adanya klinis yang belum membaik secara signifikan.
Maka dari itu pemberian kortikosteroid masih dianjurkan dengan asumsi bahwa
masih terjadi oedem pada N.VII.

15
Proteksi mata dianjurkan saat pasien mengalami lagophtalmus untuk
menghindari iritasi pada kornea. Pemberian obat tetes mata untuk menjaga
kelembaban mata, juga salep mata saat pasien tidur.

Diagnosis topis ditegakkan dari gambaran klinis dimana pada pasien ini hanya
didapatkan gangguan pada otot ekspresi wajah, namun tidak didapatkan hiperakusis,
gangguan perasa dan gangguan pendengaran. Namun didapatkan hipestesi sehingga
topis pada kasus ini bisa diperkirakan antara ganglion genikulatum dan foramen
stylomastoideus.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Bells Palsy Fact sheet. National Institute Of Neurological Disorder and Stroke.
Available at: http://www.ninds.nihgov/disorder/bella/detail_bella.htm.
accesed on: 6 march 2014.
2. Baugh,FR; et all. Clinical Practice Guideline: Bells Palsy executive
summary.otolaryngology-head and neck surgery. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24190889. accesed on: 6 march 2014
3. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Bell‘s palsy. In: Kasper DL, editor.
Harrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill;
2005. p. 2372-93.
4. Bell‘s Palsy epidemology. Medscape. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1146903-epidemiology#showall.
Accesed on 14 march 2014.
5. Murthy,JM; Saxena, AB; Bell‘s Palsy : Treatment guidelines. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3152161/. Accesed on 14
march 2014.
6. Lee, HY; Moon Suh Park, et al; Agreement between the Facial Nerve
Grading System 2.0 and the House-Brackmann Grading System in
Patients with Bell Palsy. Avaliable at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3781225/ . Accesed on 14
march 2014.
7. Bell‘s Palsy clinical presentation. Medscape. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1146903-clinical#showall Accesed on
14 march 2014.

17

Anda mungkin juga menyukai