Disusun Oleh
dr. A.Rahman Jami
Pembimbing
dr. Hendra, Sp.PD
1
BERITA ACARA DISKUSI/PRESENTASI LAPORAN KASUS
Pada hari ini, tanggal maret 2018, telah dipresentasikan sebuah laporan kasus oleh
Nama : dr. A.Rahman Jami
Judul : ST Elevasi Miokard Infark Anterior Luas et causa Hipertensi
Emergensi
Nama Wahana : RSUD Prof. Chatib Quswain
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya :
Pembimbing
2
Puji syukur penulis mengucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tentang “ST Elevasi Miokard
Infark Anterior Luas et causa Hipertensi Emergensi” dalam rangka memenuhi salah
satu syarat dalam menjalani program internship di RSUD Prof. Chatib Quswain
Sarolangun.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mendukung demi perbaikan
dan kesempurnaan penulisan ini dimasa depan nanti. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
3
Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular
yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan
peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang
merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi
yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera
untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa. Duapuluh persen pasien
hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi krisis. Data di Amerika
Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7% pada penduduk
berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini
dari total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan
berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target. Sebagian besar
pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis.1
Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung mengalami hipoksia. Pembuluh darah koronaria
mengalami penyumbatan sehingga aliran darah yang menuju otot jantung terhenti,
kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot
yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga
tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark.12
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.7
BAB II
LAPORAN KASUS
4
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. Rugaya
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Simpang Bukit
Pekerjaan : IRT
MRS : 17 Maret 2018 (Jam 13:18 WIB)
DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal Masalah Tanggal
Pasif
1 Nyeri dada 14 Maret
2018
2 Sesak 14 Maret
2018
3 Nyeri kepala 14 Maret
2018
3 Hipertensi Sejak tahun
2013
5
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang sama (-)
Riwayat hipertensi (+) terkontrol dengan amlodipin 5mg sejak tahun 2013.
Riwayat diabeles mellitus disangkal
Riwayat Kolesterol disangkal
Riwayat trauma kepala disangkal
Riwayat penyakit keganasan (-)
6. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (-), alkohol (-)
III. OBYEKTIF
A. Status Present
Vital Sign : Compos Mentis
TD : 200/120 mmHg
HR : 92x/menit
RR : 26x/menit
T : 36,5 o C
B. Pemeriksaan fisik
Kepala : Normocephali
Mata : Konjugtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), mukosa bibir kering (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan TVJ (-)
C. Thorak (Paru)
Depan
Inspeksi : Simetris kedua sisi thorax, Retraksi (-/-)
Palpasi : Stem fremitus paru kanan-kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara paru vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
6
Belakang
Inspeksi : simetris kedua sisi thorax
Palpasi : Stem fremitus paru kanan-kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara paru Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
D. Thorak (Jantung)
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler
E. Abdomen
Inspeksi : Simetris, obesitas
Auskultasi : Peristaltik (+) Normal
Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Tympani (+) Normal
F. Genetalia : -
G. Ekstremitas
Superior : Oedem (-/-), Sianosis (-/-), Akral dingin (-/-).
Inferior : Oedem (-/-), Sianosis (-/-), Akral dingin (-/-).
J. Diagnosis kerja
- ST Elevasi Miokard Infark Anterior Luas ec Hipertensi Emergensi
K. Anjuran
- Darah Lengkap
- GDS
- Ureum
- Kreatinin
- EKG
- Foto thorax AP
7
L. Pengobatan
- O2 4 liter
-IVFD RL 20 Tpm
-Atorvastatin 1x 40mg
-Bisoprolol 1x 2,5mg
-Candesartan 1x 32mg
8
9
N.Resume
Os dengan keluhan nyeri dada yang terasa hingga ke punggung belakang dan
menjalar ke lengan kiri dan semakin memberat jika beraktivitas sedikit saja disertai
dengan sesak dan juga nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat sejak 3
hari ini, mual (-), muntah (-), BAK dan BAB (Normal). Os sudah berobat sebelumnya
dan tidak ada perbaikan, riwayat penyakit hipertensi > 5 tahun ini.
Dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan yang berarti dan dari
pemeriksaan penunjang darah lengkap dan gula darah dalam batas normal tetepi EKG
segmen ST Elevasi V2-V5 dan juga Rontgen thorax didaptkan kardiomegali dengan
CTR 58%
IV. PERKEMBANGAN
Pasien dari IGD Langsung di Rujuk ke Rumah sakit yang fasilitasnya lebih
memadai.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Definisi Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah
yang sangat tinggi (tekanan diastolik > 120 mmHg) dengan kemungkinan akan
timbulnya atau telah terjadinya kelainan organ target.1
Krisis hipertensi meliputi dua kelompk yaitu:
1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD sistol >180 atau TD Diastolik >
120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu
atau lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan
timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu
dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care
unit atau (ICU).
2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD sistol >180 atau TD diastolik > 120 mmHg dan
dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus
diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. 1,2
11
Hipertensi ensefalopati.
Aorta diseksi akut.
Oedema paru akut.
Eklampsi.
Feokhromositoma.
Funduskopi KW III atau IV.
Insufisiensi ginjal akut.
Infark miokard akut, angina unstable.
3. Patofisiologi
Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau kontriksi
dalam merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk mempertahankan
aliran (mekanisme autoregulasi) yang tetap terhadap vascular beeds sehingga
kerusakan arteriol tidak terjadi. Pada krisis hipertensi terjadi perubahan mekanisme
autoregulasi pada vascular beeds (terutama jantung, SSP, dan ginjal) yang
mengakibatkan terjadinya perfusi. Akibat perubahan ini akan terjad efek local
dengan berpengaruhnya prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain yang
mengakibatkan nekrosis fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit platelet,
proliferasi miointimal, dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin,
katekolamin, vesopresin, antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi
12
iskemia organ target. antung, SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme
autoregulasi yang dapat melindungi organ tersebut dari iskemia yang akut, bila
tekanan darah mendadak turun atau naik. Misalkan individu normotensi,
mempunyai autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada tekanan arteri
rata- rata.3
Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole) Pada individu
hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan arteri rata-rata (110-
180mmHg).Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan darah yang mendadak
naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi endema dan ensefalopati,
demikian juga halnya dengan jantung, ginjal dan mata.3
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ
target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada
pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan
sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa
hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan
penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik
pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan
eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi
kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark
atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan
oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi.4,5
5. Pengobatan
PENGOBATAN KRISIS HIPERTENSI
1. Dasar-Dasar Penanggulangan Krisis Hipertensi:
Seperti keadaan klinik gawat yang lain, penderita dengan krisis hipertensi
sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Pengobatan krisis hipertensi dapat
dibagi:
13
1. Penurunan tekanan darah
Pada dasarnya penurunan tekanan darah harus dilakukan secepat mungkin
tapi seaman mungkin. Tingkat tekanan darah yang akan dicapai tidak boleh
terlalu rendah, karena akan menyebabkan hipoperfusi target organ. Untuk
menentukan tingkat tekanan darah yang diinginkan, perlu ditinjau kasus demi kasus.
Dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan Mean Arterial Pressure
(MAP) sebanyak 20–25% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari apakah
emergensi atau urgensi penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut ataupun
oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30 menit dan bisa
lebih rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya. Penderita hipertensi
ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri
akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 –
12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 – 180/100
mmHg. 6
2. Pengobatan target organ
Meskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah memperbaiki fungsi
target organ, pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan pengelolaan khusus
untuk mengatasi kelainan target organ yang terganggu. Misalnya pada krisis
hipertensi dengan gagal jantung kiri akut diperlukan pengelolaan khusus
termasuk pemberian diuretic, pemakaian obat-obat yang menurunkan preload dan
afterload. Pada krisis hipertensi yang disertai gagal ginjal akut, diperlukan
pengelolaan khusus untuk ginjalnya, yang kadang-kadang memerlukan
hemodialisis.6
3. Pengelolaan khusus
Beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan khusus, terutama
yang berhubungan dengan etiloginya, misalnya eklampsia gravidarum
14
yang sebaiknya dihindari adalah sbb :
1. Hipertensi encephalopati:
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.
Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.
2. Cerebral infark :
Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.
3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid :
Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.
4. Miokard iskemi, miokrad infark :
Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside
dan loop diuretuk.
Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.
5. Oedem paru akut :
Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.
Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.
6. Aorta disseksi :
Anjuran : Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan B-
antagonist, labetalol.
Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil
7. Eklampsi :
Anjuran : Hydralazine, Diazoxide, labetalol, Ca antagonist, sodium
nitroprusside. Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist
8. Renal insufisiensi akut :
Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist
Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan
15
9. KW III-IV :
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca – antagonist.
Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.
10.Mikroaangiopati hemolitik anemia :
Anjuran : Sodium nitroprosside, Labetalol, Caantagonist.
Hindarkan : B-antagonist.
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi.
Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan
monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat
menimbulkan hipotensi berat.
Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang
diperukan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam
jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.6
16
tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark.12
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.7
17
8. Patofisiologi
Patofisiologi STEMI Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal
akan mengalami kerusakan karena berbagai faktor resiko, antara lain : faktor
hemodinamik seperti hipertensi, zat vasokonstriktor, mediator (sitokin), rokok, diet
aterogenik, kadar gula darah berlebih, dan oksidasi LDL-C. LDL teroksidasi
menyebabkan kematian sel dan menghasilkan respon inflamasi. Terjadi pula respon
angiotensin, yang menyebabkan vasokonstriksi atau vasospasme, dan menyetuskan
efek protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Kerusakan endotel
memicu terjadinya reaksi inflamasi, sehingga terjadi respon protektif dan terbentuk
lesi fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerotik. Plak atherosklerotik yang terbentuk
dapat menjadi tidak stabil dan mengalami ruptur dan menyebabkan Sindroma
Koroner Akut. Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau
ulserasi, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan
oklusi arterikoroner, sehingga pasokan oksigen terhambat.7,8
18
Penelitian menunjukkan plak atherosklerotik cenderung mudah mengalami
rupturjika fibrous cap tipis dan mengandung inti kaya lipid (lipid rich core).
Gambaran patologis klasikpada STEMI terdiri atas fibrin rich red thrombus, yang
dipercaya menjadi dasarsehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik. Reaksi koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel
endotelyang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin
menjaditrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroneryang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas agregat
trombositdan fibrin.7,8
19
9. Gejala Klinis
1) Nyeri dada
3) Peningkatan hasil biomarker Pasien STEMI dapat mengalami berbagai gejala yang
bervariasi dari rasa tidak nyaman pada bagian retrosternal atau nyeri dada pada sisi
bagian kiri/ ketidaknyamanan terkait gejala khas yaitu dyspnea, serangan syncope,
malaise dan sesak nafas (nafas tersengal-sengal). Penderita lansia, diabetes maupun
20
pasien dengan pengobatan NSAID kemungkinan menderita silent infark miokard.
Para pasien ini umumnya ditemukan adanya syok kardiogenik, hipotensi, aritmia dan
conduction block dan kegagalan akut ventrikel kiri.
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat.
Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal
> 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisik lain
penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua.
Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara.
10. Tatalaksana
21
M : Morfin, 2,5-5 mg IV
O : Oksigen 2-4 L/m
N : Nitrat, bisa diberikan nitrogliserin infus dengan dosis mulai dari
5mcg/m (titrasi) atau ISDN 5-10 mg sublingual maksimal 3 kali
A : Aspirin, dosis awal 160-320 mg dilanjutkan dosis pemeliharaan
1 x 160 mg
CO : Clopidogrel, dosis awal 300-600 mg, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 x 75 mg
Dirujuk dengan terpasang line infus dan oksigen
b. Modifikasi gaya hidup:
Modifikasi gaya hidup dalam hal pola makan, olah raga/aktivitas fisik,
menghentikan rokok, pengendalian stres, untuk menurunkan risiko
predisposisi.
c. Pengobatan Biomedis (dilakukan di layanan rujukan):
1. Antikoagulan: Heparin 20.000-40.000 U/24 jam IV tiap 4-6 jam
2. Streptokinase/trombolisis
3. PCI (Percutaneous coronary intervention).10
BAB IV
ANALISA KASUS
Berdasarkan data yang di dapat pada pasien ini. Perempuan usia 58 tahun
disimpulkan bahwa pasien tersebut menderita nyeri dada akibat dari ST Elevasi
Miokard Infark anterior luas ec Hipertensi emergensi. Sesuai anamnesis didapat
gejala klinis berupa dengan nyeri dada yang terasa ke punggung belakang dan
menjalar sampai ke lengan kiri dan disertai sesak nafas. Os juga mengeluhkan nyeri
kepala yang semakin memberat 3 hari belakangan ini, mual(-), muntah (-) , riwayat
trauma (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan, di perberat dengan aktivitas dan
diperingan dengan istirahat, terdapat juga riwayat hipertensi >5 tahun
Berdasarkan teori, pada ST Elevasi Miokard Infark terjadi nyeri dada yang
terasa sampai punggung belakang dan menjalar ke lengan kiri dan hal ini disebabkan
22
oleh tersumbat atau rusaknya arteri koronaria yang berfungsi menghantarkan oksigen
ke jantung shingga terjadi iskemik sebagian atau keseluruhan otot jantung akibat
pasokan oksigen yang kurang. Sebelum terjadi nyeri dada pasien juga memiliki
riwayat hiprtensi . Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung
bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa.
Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard
berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai
dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia.
.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS 15 (E4M6V5), TD 200/120 mmHg
dan Pernafasan 26x/menit, pemeriksaan fisik lainya didapatkan dalam batas normal.
-IVFD RL 20 Tpm
-Atorvastatin 1x 40mg
23
-Bisoprolol 1x 2,5mg
-Candesartan 1x 32mg
DAFTAR PUSTAKA
1. Nafrialdi. Bab 6: Anti hipertensi, dalam Buku Farmakologi dan Terapi, edisi
5, editor Sulistia G.G. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009. p.341-360.
2. William and Price. Bab VI: Krisis hipertensi dalam Buku Patofisiologi,Edisi
5, Editor Harjianto. Jakarta: EGC. 2002. p.108-110.
4. Roesma J. Bab 175: krisis hipertensi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakrta: Interna Publishing. 2009.
p.1103-1104.
5. Sjaharudin H, Sally N. Bab XII: Edema Paru Aku dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakarta: Interna
Publishing. 2009. p. 1920-1923.
24
7. johan, T. (2004). Penyakit jantung koroner dan hipertensi e-USU Repository
Universitas SumateraUtara, 1-2.
10. Munaf, M.RA. (2012). Prevalensi kejadian hipertensi pada penyakit infark
miokard di RumahSakit Umum Pusat Haji Adam Malik tahun 2010.
25