Diajukan Kepada :
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya lapisan kulit dan
lapisan di bawahnya yang disebabkan paparan sumber panas secara langsung atau
tidak langsung, frost bife (suhu dingin), aliran listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka
bakar tersebut merupakan jenis trauma yang mengakibatkan penderitaan yang luar
biasa bagi penderitanya. Trauma luka bakar berkaitan dengan terjadinya kerusakan
dan perubahan berbagai sistem tubuh, sehingga masalah yang harus dihadapi menjadi
sangat kompleks. Kelainan yang timbul tidak pada hal yang tampak luar tetapi juga
menyangkut kelainan yang melibatkan banyak organ yang kadang kala sulit untuk
dipantau dan diramalkan. Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan
derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya
yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi.1
Sekitar 2 juta orang menderita luka bakar di Amerika Serikat, tiap tahun, dengan
100.000 yang dirawat di rumah sakit dan 20.000 yang perlu dirawat dalam pusat-
pusat perawatan luka bakar. Insiden puncak luka bakar pada orang-orang dewasa
muda terdapat pada umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih
muda. Luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas. Penyebab luka bakar di
RSCM, api 56%, air mendidih 40%, listrik 3% dan bahan kimia 1%.1
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat
dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas
kompor rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api. Selain api, dapat juga
disebabkan oleh air panas, listrik, frost bife (suhu dingin), bahan kimia (asam dan
basa), dan radiasi. Pusat-pusat perawatan di dekat perumahan penduduk atau di dekat
daerah industri minyak cenderung lebih sering menerima korban luka akibat terbakar.
Sementara pusat-pusat di tengah kota lebih banyak merawat cedera melepuh. Cedera
2
akibat listrik dapat timbul akibat kerja atau tidak sengaja berkontak dengan arus
tegangan tinggi.2
Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek
sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang
ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka tergantung pada kedalaman,
luas, dan letak luka. Selain itu,waktu atau lamanya terpapar, umur dan keadaan
kesehatan penderita sebelumnya menjadi faktor yang sangat mempengaruhi
prognosis. Oleh karena itu diagnosis luka bakar ditegakkan berdasarkan kedalaman,
luas, penyebab dan lokasinya.2
Penatalaksanaan luka bakar harus dievaluasi secara sistemik. Prioritas utama
adalah mempertahankan primary survey (Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposure). Kemudian pemberian resusitasi cairan dengan tujuan preservasi perfusi
yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga
iskemia jaringan tidak terjadi. Pemberian nutrisi secara enteral dilakukan sejak dini
dan pasien tidak perlu dipuasakan. Dapat juga dilakukan tindakan pembedahan pada
luka bakar, seperti eksisi dini (debridement) dan skin grafting yang merupakan
metode penutupan luka sederhana.2
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita luka bakar adalah syok, infark
miokardium, atau emboli paru, disritmia jantung, gagal ginjal, ulkus peptikum, dan
kematian. Selain itu, komplikasi yang dapat juga terjadi adalah kecacatan, kekakuan
(kontraktur) dikemudian hari, dan trauma psikologis yang dapat menyebabkan
depresi serta keinginan untuk bunuh diri.2
3
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
a. Nama : Tn. R
b. Usia : 41 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Alamat : Semarang
g. Pekerjaan : Buruh
h. Status : Menikah
i. Tanggal masuk RS : 1 Oktober 2016
j. Rawat di bangsal : Anggrek
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di bangsal Anggrek pada tanggal
13 Oktober 2016 pukul 14.00 WIB
4
oleh keluarganya. Kulit kedua tangan mengelupas dan berwarna hitam,
sedangkan kulit pada tungkai kiri bewarna putih dan jari kaki II dan III kanan
berwarna hitam. Pingsan (+), pusing (+), nyeri seluruh tubuh (+).
c. RPD :
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
d. RPK :
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat asma : disangkal
5
Status Gizi :
BB : 55 kg
TB : 160 cm
IMT : 21,4 kg/m2
Kesan gizi : Normoweight
1. Status Interna
Kepala : kesan mesocephal, Deformitas (-)
rhinorea (-/-)
6
Thorax :
Paru
Inspeksi
Normochest, simetris, Normochest, simetris,
Statis
kelainan kulit (-/-), sudut kelainan kulit (-/-)
arcus costa dalam batas
normal, ICS dalam batas
normal
Pengembangan pernafasan Pengembangan pernapasan
paru normal paru normal
Dinamis
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Kanan Sonor seluruh lapang paru. Sonor seluruh lapang paru.
Kiri
7
Tampak anterior paru Tampak posterior paru
SD : vesikuler SD : vesikuler
Jantung
Perkusi :
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-)
8
Abdomen
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Oedem (-/-) (-/-)
Capillary refill tidak dapat dinilai <2”/<2”
Sensibilitas berkurang berkurang
Arteri distal tidak dapat dinilai (+/+)
Gerak aktif terbatas terbatas
Gerak pasif terbatas terbatas
Kontraktur (-/-) (-/-)
Status Lokalis
9
Kepala dan leher :0%
Dada :0%
Perut :0%
Punggung :0%
Bokong :0%
Lengan dan tangan kanan : 3% (Derajat III)
Lengan dan tangan kiri :3% (Derajat III)
Paha kanan :4% (Derajat II B)
Paha kiri :0%
Betis – kaki kanan : 5,5 % (Derajat II B)
Betis – kaki kiri : 1,5 % (Derajat II B)
Perineum dan genitalia :0%+
Total : 17%
10
IV. DIAGNOSIS BANDING
1. Combustio Electric Grade II B - III 17%
2. Combustio Electric Grade III 17%
3. Combustio Electric Grade II A- II B 17%
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Darah rutin, tanggal 10 oktober 2016
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Leukosit H 15,70 ribu/ul 3,8-10,6
Eritrosit L 3,62 juta/ul 4,4-5,9
Hb L 9,90 g/dl 13,7-17,3
Hematokrit L 29,90 % 40-52
MCV 82,60 Fl 80 – 100
MCH 27,30 Pg 26 – 34
MCHC 33,10 g/Dl 32 – 36
Trombosit H 528 10^3/ul 150-440
RDW 13,20 % 11.5-14.5
Eosinofil absolut 0,00 10^3/ul 0,045 – 0,44
Basofil absolut 0,02 10^3/ul 0 – 0,2
Netrofil absolut L 14,14 10^3/ul 1,8 – 8
Limfosit absolut 0,81 10^3/ul 0,9 – 5,2
Monosit absolut 0,73 10^3/ul 0,16 – 1
Eosinofil L 0.50 % 2–4
Basofil 0,10 % 0–1
Neutrofil H 90,10 % 50 -70
Limfosit H 5,20 % 25 - 40
Monosit 4,60 % 2 –8
11
Elektrolit
VI. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Tugurejo dengan keluhan post tersengat
listrik pada hari sabtu siang tanggal 1 Oktober 2016. Sekitar ± 1 jam SMRS,
pasien terkena sengatan listrik ketika sedang bekerja sebagai tukang bangunan
di bagian kedua tangan dan kedua kaki. Saat itu pasien sedang memegang
besi, lalu besi tersebut terkena kabel listrik dan menimbulkan percikan api,
pasien sempat tidak sadar selama beberapa menit kemudian dibawa ke RS
oleh keluarganya. Kulit kedua tangan mengelupas dan berwarna hitam,
sedangkan kulit pada tungkai kiri bewarna putih dan jari kaki II dan III kanan
berwarna hitam. Pingsan (+), pusing (+), nyeri seluruh tubuh (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU tampak sakit sedang. TD: 130/90
mmHg, Nadi 88 x / menit (reguler, isi dan tegangan cukup) RR : 20 x /menit
(reguler) T : 36,3°C (axiler). IMT 21,4 kg/m2. Dari hasil status lokalis
didapatkan luka bakar derajat III pada lengan dan tangan, yaitu 3% pada
masing- masing anggota gerak bagian atas dan terdapat luka bakar derajat II
A- II B pada anggota gerak bagian bawah, yaitu 5,5% pada betis-kaki kanan
dan 1,5% pada betis-kaki kiri. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil
leukosit, trombosit, neutrofil, dan limfosit tinggi, sedangkan hasil eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, netrofil absolut, dan eosinofil rendah. Pada
pemeriksaan penunjang elektrolit didapatkan natrium dan chlorida rendah.
12
VII. INITIAL PLAN
Ip Dx : Combustio Electric Grade IIB - III 17%
a. Ip Tx:
- Rawat luka
- Inj cefotaxime 2 x 1 gr
- Inj deksketoprofen 2 x 1 amp
- Pasang DC
- Transfusi darah
- Resusitasi cairan (Baxter) = 4 cc x 17% x 55 kg = 3740 mL
1870 mL 8 jam pertama dan 1870 mL 16 jam kedua
- Konsul ke dokter spesialis bedah untuk tindakan debridement dan
amputasi
b. Ip Mx:
- Keadaan umum
- Tanda vital
- Laboratorium
- EKG
- Urine output
c. Ip. Ex :
- Menjelaskan kepada keluarga dan pasien tentang penyakit yang
dialami pasien
- Menjelaskan kepada keluarga dan pasien tentang komplikasi dan
prognosis
- Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
- Ganti balut perhari
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kulit
Lapisan kulit adalah lapisan tubuh manusia yang terletak paling luar. Secara
histopatologik, pembagian kulit dalam garis besar tersusun atas tiga lapisan utama,
yaitu: 3
1. Lapisan epidermis atau kutikel
Lapisan ini terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,
stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah
lapisan kulit yang paling luar. Stratum lusidum terdapat langsung di bawah
lapisan korneum, sering disebut sebagai eleidin, lapisan tersebut tampak lebih
jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum granulosum (lapisan keratohialin)
merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng yang tampak jelas di telapak tangan dan
kaki. Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut pula prickle cell layer
(lapisan akanta), dan mengandung banyak glikogen. Stratum basale merupakan
lapisan epidermis yang paling bawah.
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan
elemen-elemen seluler dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua
bagian yakni: pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah. Kemudian pars retikulare, yaitu bagian
di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-
serabut penunjang, misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
3. Lapisan subkutis (hipodermis)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. Subkutis ditandai
dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
14
Gambar 1. Anatomi kulit secara histopatologik
C. Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan sumber panas, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misalnya akibat terkena api terbuka atau tersiram air panas
yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi
dari matahari, listrik, suhu dingin maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan
terjadinya luka bakar.Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar terbagi
menjadi:5
1. Sumber panas
Paparan sumber panas dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
15
a. Sumber panas secara langsung:
Paparan api
Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Dapat diperparah
dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor
rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan menyebabkan
luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit.
Scalds (air panas)
Akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka
yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola
luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola
percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulih yang sehat.
Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
Sunburn atau sinar matahari, terapi radiasi.
b. Sumber panas secara tidak langsung:
Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang
tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi
inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas
distal di paru.
Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera termal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema. Pada kebakaran dalam ruang tertutup
atau bila luka terjadi diwajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas
16
karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Edema laring yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap
akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun
lainnya.
2. Frost bife (suhu dingin)
Pada waktu suhu jaringan turun, akan terjadi vasokonstriksi arteriol sehingga
sel mengalami hipoksia. Pada waktu jaringan dihangatkan kembali, terjadi
vasodilatasi. Akibat anoksia, permeabilitas dinding pembuluh darah meninggi
dan timbul udem. Aliran darah melambat sehingga berturut-turut terjadi stasis
kapiler, aglutinasi trombosit, trombosis, dan nekrosis jaringan. Kerusakan
jaringan terjadi karena cairan sel mengkristal. Kulit, fasia, dan jaringan ikat lebih
tahan terhadap suhu dingin, namun sel saraf, pembuluh darah, dan otot lurik
sangat peka. Oleh karena itu, kulit masih tampak sehat, tetapi otot di bawahnya
mati.
3. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. arus
listrik menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot. Energi
panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka
bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan aurs listrik tegangan
tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam karena
suhu bunga api listrik dapat mencapai 2.500oC.
4. Zat kimia (asam atau basa)
Dapat terjadi akibat kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja di industri
atau laboratorium, dan akibat penggunaan gas beracun dalam peperangan.
Kerusakan yang terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan yang
mengenai tubuh, cara dan lamanya kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia
tersebut. Zat kimia akan tetap merusak jaringan sampai bahan tersebut habis
bereaksi dengan jaringan tubuh.
17
Zat kimia seperti kaporit, kalium permanganat, dan asam kromat dapat
bersifat oksidator. Bahan korosif, seperti fenol dan fosfor putih, serta larutan
basa, seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi
protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat,
asetat, tanat, fluorat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat
menarik air. Gas yang dipakai dalam peperangan menimbulkan luka bakar dan
menyebabkan anoksia sel bila berkontak dengan kulit atau mukosa. Beberapa zat
dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam fluorida dan oksalat dapat
menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, formiat, pikrat, dan fosfor
dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorbsi. Lisol dapat menyebabkan
methemoglobinemia.
18
Gambar 2. Luka bakar derajat I
19
terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi
dalam waktu lebih dari satu bulan.
Apabila luka bakar derajat II yang dalam ini tidak ditangani dengan baik,
dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera
berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
20
Gambar 4. Luka bakar derajat III
21
Kepala dan leher 9%
Lengan 18%
Badan depan 18%
Badan belakang 18%
Tungkai 36%
Genitalia 1%
Total 100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal “Rumus
10” untuk bayi, dan “Rumus 10-15-20” untuk anak.
22
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di
kepala anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada
anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada
anak dapat menggunakan “Rumus 9” dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak dibawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.
Torso dan lengan presentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0,5% untuk tiap
tungkai dan turunkan presentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai
dewasa.
23
Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut
Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia (tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum)
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
< 10%
Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40
tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%
Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar berat (major burn)
Derajat II-III > 20% pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia
50 tahun
Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar
Luka bakar listrik tegangan tinggi
Disertai trauma lainnya
Pasien-pasien dengan resiko tinggi
24
akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran
cairan intrakapilar ke intertisial sehingga terjadi udem dan bula yang mengandung
banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya
fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan. Akibat pertama dari luka bakar
adalah syok karena kaget dan kesakitan.8
Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya <20%, mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (> 20%), dapat terjadi syok
hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi
kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di
dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.8
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Edema
laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen.
Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada
keracunan yang berat dapat terjadi koma dan penderita dapat meninggal (bila lebih
dari 60% hemoblogin terikat dengan CO).9
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis. Luka bakar pada awalnya adalah steril, tetapi kemudian dapat
terjadi kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium baik untuk pertumbuhan
kuman, yang akan mempermudah infeksi. Bila pencucian luka atau debridement tidak
dilakukan dengan adekuat, maka pertumbuhan kuman dapat bersifat invasif berupa
25
penetrasi lebih dalam ke jaringan dan masuk ke dalam sistemik yang menyebabkan
bakteremia.9
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita
sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di
lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena
kumannya banyak yang sudah resisten terdapat berbagai antibiotik.9
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus gram positif yang berasal
dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman
gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease
dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka
bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka
bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan
eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.9
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang
kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi
nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi
kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan
menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya mati.9
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiakkan, biasanya ditemukan kuman
dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian
disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman gram positif, seperti stafilokokus
atau basil gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah
(bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan
kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.9
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen
epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat,
atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan
26
parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat
III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di
persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.9
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis
dapat menurun karena kekurangan ion kalium.Stres atau badan faali yang terjadi pada
penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung
atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini
dikenal sebagai tukak Curling.9
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan
protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme
tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan
kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari
pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus,
otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar
menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar
menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat,
penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar
ditentukan oleh luasnya luka bakar.9
27
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal
ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase
pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis
luka).
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.
Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik,
kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau
struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama.
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein)
akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami
nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai
zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di
daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit
dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti
perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan
nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi
tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi
yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau
berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama.
28
I. Indikasi Rawat Inap Pasien Luka Bakar
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat
inap apabila:10
Luka bakar derajat III > 5%
Luka bakar derajat II > 10%
Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki,
genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko signifikan untuk masalah
kosmetik dan kecacatan fungsi
Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor
lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
Adanya trauma inhalasi
J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan: 10
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi - jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan
MODS
29
Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian
cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea
dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.11
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang
tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka
bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah
mempertahankan ABCDE, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata
laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat
terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya
jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga
penting dalam evaluasi awal.11
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai untuk menentukan
derajat dan luas luka bakar. Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal,
pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
11
30
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan
sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
3. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi
memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah
mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika
dibanding dengan intubasi.
4. Perawatan jalan nafas
5. Penghisapan sekret (secara berkala)
6. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan
nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi
inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah
dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan
khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium
bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi
paru
a. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat
dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia
jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar
dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan,
optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin
survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan
hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai
31
macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu
yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan
menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa
cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
b. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral dilakukan sejak dini
dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian
nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya
mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak.
Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan
mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian diharapkan pemberian
nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS.
32
M. Perawatan Luka Bakar
Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin
dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan
‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2
mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10
mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus
untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau
dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine
sebagai tambahan.11
Terapi pembedahan pada luka bakar 3
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke
5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada
daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat
aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada
jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka
tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga
waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi –
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan
nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang
menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini
33
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi.
Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro –
organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar
yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar
derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga
“skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga
tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria
penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih
dari 3 minggu.
- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh
posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka
lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah
(endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau
Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan
luka yang kecil, sedangkan pisau Watson maupun mesin yang dapat memotong
jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan untuk luka bakar yang luas.
Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan
hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian
larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan hal-
34
hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah
didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian
dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah
yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai
lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan
penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat
yang digunakan pada teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong
“electrocautery”. Adapun keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:
- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak,
endpoint yang lebih mudah ditentukan
- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada
saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari
eksisi
Setelah dilakukan eksisi dini, luka akan dioleskan dengan salep seperti
sulfadiazine, mafenid asetat, krim gentamisin, atau salep providon yodium.
Pemberian salep ini bertujuan untuk mencegah proses evaporasi serta membantu
dalam proses penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi.
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini
adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar
pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia
yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari
permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan
35
sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik
mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness
skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut
adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan
penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan
dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan
perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini
disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang
akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya
pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat
dilakukan dengan mesin ‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau
Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga
vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari
eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah
dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya,
pengendalian perdarahan sangat diperlukan. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor dengan jaringan yang mau
dilakukan grafting adalah:
- Kulit donor setipis mungkin
- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan
grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben
36
N. Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.
Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita
juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi
progonosis pasien, seperti gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis,
serta parut hipertrofik dan kontraktur.3
37
DAFTAR PUSTAKA
38