Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

LOBUS PARIETO-OCCIPITAL

Lobus parietal merupakan bagian dari serebral korteks yang terletak di bawah tulang
tengkorak parietal. Dalam lobus parietal, terdiri atas beberapa bagian penting, yaitu postcentral
gyrus, superior parietal lobule, parietal operculum, supramarginal gyrus, dan angular gyrus.
Hanya saja untuk angular dan supramarginal gyrus sering disebut sebagai inferior
parietal lobe. Lobus parietal dapat dibagi menjadi dua zona fungsi, yaitu zona anterior
yang terdiri dari postcentral gyrus dan parietal operculum, dan zona posterior yang
terdiri dari superior parietal lobule dan inferior parietal lobe. Zona anterior dikenal
sebagai somatosensory cortex, dan zona posterior dikenal sebagai posterior parietal
cortex. Lobus parietal, terutama dalam inferior parietal memiliki peranan yang besar
terhadap evolusi manusia. Lobus parietal memiliki dua fungsi, baik dari sisi anterior dan
posterior, yaitu fungsi yang pertama adalah untuk sensasi somatik dan persepsi, fungsi yang
kedua adalah masukan dari somatik dan daerah visual serta dari daerah indra lainnya,
kebanyakan untuk mengendalikan pergerakan.
Lobus parietal menerima sinyal area lain otak seperti penglihatan, pendengaran,
motorik, sensorik, dan memori. Disini memori dan informasi sensorik baru diterima, dan
diberi arti. Masalah apa saja yang akan timbul jika lobus ini rusak?
1. Tidak mampu memberi nama pada objek tertentu (Anomia)
2. Tidak mampu memberi perhatian pada lebih dari satu objek pada satu waktu
3. Ketidakmampuan membaca (Alexia)
4. Kesulitan membedakan sisi kanan dan kiri
5. Bermasalah dengan matematika (Dyscalculia)
6. Ketidakmampuan dalam koordinasi mata dan tangan

Sementara, l obus oksipital terletak di sebelah posterior lobus parietalis dan di atas

fusura parieto- occipital yang memisahkannya dari serebrum. Secara anatomis, area 17
adalah korteks visual primer, permukaan medial lobus oksipitalis sepanjang bagian superior
dan inferior sulkus kalkanius. Dan area 18, 19 adalah asosiasi visual, letaknya sejajar dengan
area 17 yang meluas sampai permukaan lateral Lobus oksipitalis. Bagian lateral terdiri dari
girus oksipitalis lateralis bagian medial girus lingualis. Pada bagian basal di antara kurneus
dan girus lingualis terdapat fisura kalkarina. 1
1
Fungsi lobus oksipital adalah sebagai diskriminasi visual (asosiasi visual utama) yang

menerima informasi yang berasal dari retina mata kemudian pada lobus oksipital terjadi
asosiasi impuls menjadi tanggapan yang berupa kesan melihat bayangan suatu benda. Dan
fungsi lain lobus oksipital adalah diskriminasi beberapa aspek memori. 1
Kerusakan pada lobus oksipital dapat menyebabkan masalah penglihatan, seperti

kesulitan mengenali objek, ketidakmampuan untuk mengidentifikasi warna, kesulitan


mengenali kata-kata, dan terjadi disorientasi.1

I. Anatomi Lobus Parietal


Lobus parietal merupakan bagian dari korteks serebral yang terletak di antara lobus
frontal dan lobus oksipital, serta menempel pada tulang parietal di tulang tengkorak
bagian atas. Korteks parietal berperan memproses dan mengintegrasikan informasi
somatosensoris dan visual (misal dalam mengidentifikasi objek, eye movement)
(Berryhill & Olson, 2008), serta berkaitan dengan kontrol gerakan.
Lobus parietal ini terbagi menjadi empat sisi. Bagian anterior dibatasi oleh central
fissure. Bagian ventral dibatasi oleh sylvian fissure, bagian dorsal oleh cingulate gyrus,
dan bagian posterior dibatasi oleh parieto-occipital sulcus. Area utama dari lobus
parietal mencakup postcentral gyrus, superior lobus parietal, parietal operculum,
supramarginal gyrus, dan angular gyrus. Supramarginal gyrus sering disebut sebagai
lobus parietal inferior.
Lobus parietal dibagi menjadi dua zona fungsi: zona anterior (area 1,2,3, dan 43)
yang disebut sebagai korteks somatosensory, dan zona posterior (area 5,7,39,40) yang
disebut sebagai korteks posteriorparietal.

2
Hubungan Korteks Parietal
Korteks parietal anterior memiliki hubungan yang sederhana. Terdapat proyeksi
dari korteks somatosensori utama ke area PE yang memiliki fungsi pengenalan terhadap
sentuhan, sebagaimana yang terjadi pada area motorik, termasuk korteks motorik
utama, motorik suplementari dan daerah premotor. Hubungan motorik sangat penting
untuk menghasilkan informasi sensorik tentang posisi tungkai ketika mengontrol
pergerakan.

II. Anatomi Lobus Oksipital


Lobus Oksipital membentuk polus posterior dari hemisfer serebral, berada di
bawah tulang oksipital di bagian belakang tengkorak. Pada permukaan medial dari
hemisfer, sulcus parietooksipital membagi lobus oksipital dan lobus parietal, seperti
yang diilustrasikan pada gambar 1. Sedangkan pada bagian permukaan lateral
hemisfer, tidak ada petunjuk yang jelas yang dapat membagi korteks oksipital dengan
korteks temporal dan parietal.2

Gambar 1. Potongan medial lobus oksipital, mengilustrasikan landmark mayor.

Di dalam korteks visual terdapat 3 petunjuk khas (landmark). Petunjuk yang

paling jelas atau menonjol ialah sulcus calcarine, dimana di dalamnya terdapat banyak
kortek primer penglihatan (gambar 1). Fissura calcarine membagi lapang pandang
menjadi setengah atas dan setengah bawah penglihatan. Pada permukaan ventral dari
hemisfer terdapat dua girus, yaitu girus lingual (occipitotemporal medial) dan girus
fusiform (occipitotemporal lateral). Girus lingual terdiri dari daerah kortikal visual V2
dan VP, sedangkan V4 terdapat pada girus fusiform.2

3
Keseluruhan korteks dari lobus oksipital didedikasikan untuk fungsi penglihatan
dan terdiri dari area Brodmann 17, 18, dan 19. Area Brodmann 17 merupakan korteks
visual primer (korteks striata) dan menempati bagian yang besar dari aspek medial
lobus oksipital. Kebanyakan korteks visual primer terdapat di dalam fissure calcarine,
diperluas hingga sekitar 2,5 cm ke dalam lobus oksipital. Area Brodmann 17
melengkung pada permukaan posterolateral dari lobus oksipital. Area Brodmann 18
dan 19 berturut-turut merupakan area penglihatan sekunder dan tertier, dan
merepresentasikan area asosiasi penglihatan pada lobus oksipital. Korteks visual
hemisfer kiri menerima sinyal dari lapang pandang kanan dan korteks visual kanan
menerima sinyal dari lapang pandang kiri.2

Gambar 2. Korteks penglihatan primer (Area Brodmann 17)


merupakan area terbesar di dalam fisura Calcarine. 2

Korteks Penglihatan Primer (Area Brodmann 17;V1;Korteks Striata)


Serat yang berasal dari badan sel saraf terdapat pada lateral geniculate body
(thalamus) diproyeksikan ke V1, dimana menghasilkan peta retina atau retinal map.
Area macular pada retina dipresentasikan pada lobus oksipital dan menempati area
yang besar dari korteks penglihatan. Penglihatan perifer dipresentasikan lebih ke arah
anterior. Sedikit saja sinar cahaya sangat efektif dalam merangsang sel-sel retina dan
lateral geniculate body. Secara kontras, sel-sel korteks penglihatan primer hanya
merespon bayangan visual yang memiliki sifat linear (garis dan tepi). Saraf-saraf
korteks penglihatan primer menginterpretasikan kontur dan batas dari target visual
dalam artian segmen garis.2
4
Lesi pada V1 dapat menyebabkan sebuah area kebutaan atau skotoma pada bagian
kontralateral dari lapang pandang. Sedangkan lesi pada keseluruhan korteks
penglihatan primer pada kedua sisi akan menyebabkan kebutaan kortikal (cortical
blindness).2

Korteks Penglihatan Sekunder dan Tersier (Area Brodmann 18 dan 19)


Area Brodmann 18 dan 19 sering dikatakan sebagai korteks penglihatan
ekstrastriata. Area Brodmann 18 (V2;korteks prestriata) menerima input penglihatan
binocular dan menjadikannya sebagai tiga dimensi (stereopsis). Beberapa saraf dari
area Brodmann 19 mengintegrasikan penglihatan dengan sinyal auditori dan taktil.2
Area V3 berlokasikan pada daerah dorsal dan anterior dari V2 baik pada
permukaan medial dan lateral dari lobus oksipital. Area V4 direpresentasikan oleh
korteks bagian girus lingual dan girus fusiform yang berlokasi pada permukaan inferior
dari otak dan memiliki peranan penting dalam persepsi warna. V4 juga berfungsi dalam
merespon target visualyang bergerak tanpa memperhatikan arah dari pergerakan. Area
V5 atau MT seperti area V2 yaitu berperan dalam streopsis. Area v5/MT berlokasi
pada posterior dari hubungan antara sulcus temporal inferior dengan sulcus oksipital
lateral. Area MT terdiri dari saraf-saraf yang secara selektif merespon arah dari
pergerakan objek visual dan menentukan kecepatan target dalam suatu ruangan.2

Jalur Penglihatan (Visual Pathway)


Aspek fungsional dari lobus oksipital secara signifikan terdiri dari korteks visual
primer dan bagian dari otak dimana mimpi berasal. Sensori retina menyalurkan stimuli
melalui traktus optikus menuju lateral geniculate body, dimana rangsangan optik
dijalarkan menuju korteks visual. Setiap korteks visual menerima informasi sensoris
yang masih mentah dari sebagian sisi dalam dari retina pada sisi yang berlawanan dari
otak. Cuneus atau area Brodmann 17 menerima informasi visual dari retina superior
kontralateral yang merepresentasikan lapang pandang bagian inferior. Sedangkan
lingula menerima informasi visual dari retina inferior kontralateral yang
merepresentasikan lapang pandang bagian superior. Input dari retina harus melalui
lateral geniculate nucleus dari thalamus sebelum diproyeksikan menuju korteks. Sel-
sel pada aspek posterior dari gray matter lobus oksipital disusun sebagai peta spasial
dari area retina.5

5
Gambar 3. Jalur Penglihatan.5

III. Fungsi Lobus Parietal


 Gyrus postcentral: merupakan kortek sensorik yang menerima jaras afferent dari
posisi, raba, dan gerakan pasif.
 Gyrus angularis dan supramarginal: hemisfer dominan merupakan bagian area
bawah Wenic’s, dimana masukan auditori dan visual diintegrasikan. Lobus
nondominan penting untuk konsep body image dan sadar akan lingkungan luar,
kemampuan untuk kontruksi bentuk, menghasilkan visual atau keterampilan
proprioseptik. Lobus dominan berperan pada kemampuan menghitung atau
kalkulasi. Jaras visual radiatiooptika melalui bagian dalam lobus parietal.

IV. Fungsi Lobus Oksipital


Sistem penglihatan merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang membuat
organisme dapat memproses visual secara detail. Sistem ini menginterpretasikan
cahaya tampak menjadi sebuah representasi dari lingkungan sekitar. Sistem
penglihatan melakukan berbagai tugas kompleks yang terdiri dari menerima cahaya
dan pembentukan formasi monocular; membangun sebuah persepsi binocular dari
proyeksi dua dimensi; identifikasi dan kategorisasi objek visual; menghitung jarak
antar objek; membimbing pergerakan tubuh dalam hubungannya dengan objek visual.
Manifestasi informasi visual secara psikologis dinamakan persepsi visual. 5
Berbagai fungsi penglihatan diproses di dalam lobus oksipital. Untuk itu fenomena
penglihatan dapat dibagi menjadi 5 kategori umum, yaitu visual recognition, vision for
action, action for visual, visual space, dan visual attention.
6
 Pengenalan Penglihatan (Visual Recognition)
Penglihatan kita memiliki kemampuan untuk mengenali suatu objek dan
merespon informasi visual yang kita terima. Sebagai contohnya, kita dapat
mengenali baik wajah orang-orang secara spesifik dan membedakannya, serta
mampu menginterpretasikan ekspresi yang berbeda pada wajah-wajah tersebut.
Kita juga mampu mengenali makanan, alat-alat, dan bagian tubuh yang
berbeda.2

 Penglihatan untuk Gerakan (Visual for action)


Kategori ini merupakan proses menglihat yang membutuhkan gerakan yang
spesifik. Sebagai contohnya, ketika kita ingin mengambil objek tertentu seperti
cangkir, maka jari-jari kita membentuk suatu gerakan yang spesifik yang
mengijinkan kita untuk memegang cangkir tersebut. Pergerakan ini secara jelas
dibimbing oleh penglihatan, karena orang-orang tidak butuh untuk membentuk
tangannya secara sadar apabila sudah memegang cangkir tersebut. Sebagai
tambahannya untuk memegang cangkir tersebut, maka harus ada area visual
yang membimbing semua jenis gerakan yang spesifik, termasuk gerakan mata,
kepala, dan seluruh tubuh. Contoh lainnya ialah ketika ingin menangkap sebuah
bola yang bergerak maka hal ini membutuhkan informasi yang spesifik
mengenai lokasi, kecepatan, dan bentuk dari bola tersebut. 2

 Gerakan untuk Melihat (Action for vision)


Aspek yang menarik dari action for vision adalah gerakan mata yang sering
kita lakukan untuk memvisualisasikan informasi. Sebagai contohnya ketika kita
melihat suatu wajah, maka kita membuat banyak pergerakan mata yang
diarahkan menuju mata dan mulut. Secara penasaran, kita juga menggerakkan
mata ke arah lapang pandang kiri (sisi kanan dari wajah orang tersebut)
kemudian ke lapang pandang kanan. Pengamatan wajah seperti ini penting
untuk memproses wajah orang tersebut, karena hal ini tidak kita temukan dalam
mengamati stimuli lainnya. Orang yang memiliki deficit dalam hal action for
vision, maka akan memiliki defisit yang signifikan dalam persepsi visual.2

7
 Visual Space
Informasi visual datang dari lokasi yang spesifik di dalam suatu ruangan.
Informasi ini mengijinkan kita untu mengarahkan pergerakan menuju objek
tersebut di dalam ruangan. Suatu objek memiliki lokasi yang relative terhadap
suatu individu (ergocentric space) dan relative terhadap satu sama lainnya
(allocentric space). Ergocentric visual space merupakan sentral untuk
mengontrol gerakan kita menuju objek. Visual space dikode oleh suatu system
saraf yang berhubungan dengan vision for action. Secara kontras, sifat
allocentric suatu object membutuhkan kita untuk membangun sebuah memori
dari lokasi spasial.2

 Visual Attention
Kita tidak mungkin mampu memproses semua informasi visual yang
tesedia apabila tidak adanya atensi. Sebagai contohnya,suatu halaman buku
memiliki bentuk, warna,tekstur, lokasi, dan lainlain, tetapi ciri yang menjadi hal
yang sangat penting ialah halaman tersebut mengandung katakata. Oleh karena
itu, ketika kita membaca suatu halaman, maka kita menyeleksi aspek visual
yang spesifik dan fokus secara selektif.2

Sistem untuk mengetahui suatu objek terdiri dari aliran informasi visual dari V1
menuju lobus temporal yang disebut aliran ventral atau ventral stream. Sedangkan
system yang mengontrol pergerakan visual terdiri dari aliran informasi dari area V1
menuju lobus parietal, yang dikenal sebagai aliran dorsal atau dorsal stream. Seperti
yang diilustrasikan pada gambar 5 mengenai proses menglihat, yaitu terdapat 2 aliran
untuk memproses informasi visual (aliran dorsal yang membimbing pergerakan dan
aliran ventral yang mengenali suatu objek). Kebutuhan untuk melakukan suatu gerakan
harus mengirimkan suatu informasi (seperti bentuk dan lokasi objek) menuju korteks
parietal. Terdapat 3 jalur di dalam aliran dorsal dari area V1 menuju korteks parietal.
Jalur pertama dari area V1 langsung menuju ke area V5 dan menuju korteks parietal.
Jalur kedua dari area V1 menuju ke area V3a lalu menuju ke korteks parietal, dan jalur
ketiga dari area V1 menuju ke V2 lalu menuju ke korteks parietal. 2

V. Gangguan Lobus Parietal

8
Simptom Somatosensori Luka pada Lobus Parietal
Simtom somatosensory berasosiasi dengan kerusakan pada postcentral gyrus dan
adjacent cortex. Kerusakan tersebut berhubungan dengan beberapa gejala penyakit,
seperti:

a. Ambang Batas Somatosensori


Dua penelitian dari Josephine Semmes dkk & Suzanne Corkin, dkk menemukan
bahwa luka pada gyrus postsentralis menghasilkan ambang batas somatosensori
yang abnormal, gangguan kesadaran posisi, dan kekurangan persepsi rabaan
(stereognosis).

b. Gangguan Somatoperseptual
Bentuk gangguan somatoperseptual ada 2 jenis, yaitu:
 Asterognosis yaitu ketidakmampuan mengenali sifat dasar objek melalui
sentuhan.
 Simultaneous extinction yaitu kegagalan untuk melaporkan salah satu stimulus
dari stimulus yang diberikan secara simultan.

c. Blind Touch (Sentuhan Buta)


Dari tes yang dilakukan terhadap seorang wanita yang mengalami tactile analogue
blindsight (memiliki luka area PE,PF,PG cukup luas), menunjukkan bahwa ia dapat
menunjukkan dimana lokasi sentuhan namun tidak mampu merasakan sentuhan
tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat dua sistem rabaan yaitu sistem
untuk pendeteksian dan untuk menentukan letak (lokalisasi).

d. Somatosensori Agnosias
Terbagi menjadi astereognosis dan asomatognosia (kehilangan pengetahuan
mengenai rasa tubuh) yang terdiri dari:
 Ketidakpekaan terhadap penyakit (Anosognosia)

9
 Ketidakpedulian terhadap penyakit (Anosidiaphoria)
 Ketidakmampuan untuk menentukan letak dan nama bagian tubuh
(Autopagnosia)
 Ketiadaan reaksi normal terhadap nyeri (Asymbolia) seperti refleks untuk
menjauhi stimulus yang menyakitkan

Sindrom Lobus Parietal


A. Balint’s Syndrome
Sindroma Balint merupakan salah satu gangguan yang muncul akibat
kerusakan di lobus parietal. Gangguan-gangguan pada lobus parietal ini sangat
banyak dan biasanya mempengaruhi fungsi integrasi informasi sensori dan dalam
mengkonstruksi sistem koordinasi spasial untuk merepresentasikan dunia.
Balint’s Syndrome. Balint menerangkan seseorang yang menderita Balint’s
Syndrome memiliki kerusakan di bilateral parietal yang berasosiasi dengan
symptom peculiar visual. 3 symptom yang biasa muncul pada pasien ini adalah:
1. Walaupun secara spontan dia melihat lurus ke depan ke arah stimulus yang
berada di depannya namun dia menatap 35-45 derajat ke arah kanan dan
mempersepsikan bahwa tatapannya sesuai dengan arah yang ia tuju.
2. Ketika atensi telah tertuju pada satu objek maka tidak ada stimulus lain
yang dapat diterimanya.
3. Pasien yang sudah parah mengalami penurunan dalam mencapai kendali atas
panduan visual.

Gejala Balint’s Syndrome


1. Gangguan konstriksi atensi visual: Simultanagnosia
Coslett dan Saffran, melukiskan bahwa pasien yang ia periksa tidak saja
sangat terganggu dengan pola penglihatannya sekarang dimana pasien hanya
dapat melihat satu orang pada acara televisi yang pasien tonton, tapi juga pasien
sering kebingungan apabila membaca rangkaian kata; begitu juga pada saat
menulis, karena seringkali pasien melihat ujung pensilnya hilang berganti
dengan corakan kertas, dan berganti lagi dengan huruf yang ia tulis.
(Moreaud O. 2003).

10
Simultanagnosia adalah suatu padanan yang digunakan untuk melukiskan
adanya kelainan dalam mengintegrasi suatu pola pandangan. Menurut Wolpert,
suatu simultanagnosia, tidak hanya terjadi pada sindroma Balint, karena setiap
lesi yang terjadi pada kortek parieto-oksipital sebelah kiri, seringkali
menyebabkan simultanagnosia. Farah mengatakan bahwa simultanagnosia pada
sindroma Balint merupakan suatu kelainan akibat lesi di parieto-oksipital kiri
dan menyebar ke daerah lobus oksipital. Pasien sindroma balint yang menderita
simultanagnosia, tidak hanya tidak dapat melihat lebih dari satu obyek pada
saat yang bersamaan, tapi juga terdapat suatu disorientasi spasial, dimana ia
tidak tahu mengenai letak obyek tersebut atau kemana harus mencari
keberadaan obyek tersebut. (Moreaud O. 2003).

2. Disorientasi spasial
Holmes dan Horax mengatakan bahwa disorientasi spasial merupakan tanda
utama dari sindroma Balint. Mereka melukiskan, bahwa pada pemeriksaan
terhadap seorang pasien yang menderita sindroma Balint, bahwa pasien itu
sedang berada beberapa meter dari tempat tidurnya, begitu disuruh kembali
untuk merubah arahnya menuju tempat tidurnya ; si pasien berbalik, dengan
kebingungan mencari dimana tempat tidurnya ; begitu menemukan tempat
tidurnya, dan pada saat ia mulai melangkah ; isi pasien berkata ; bahwa ia harus
mencari kembali dimana posisi tempat tidurnya. (Shah PA. 1999).

3. Pergerakan mata yang bermasalah


Pergerakan okulomotor yang bermasalah, juga kerapkali timbul dalam
sindroma Balint, seperti gangguan fiksasi, sakadik, pergerakan pursuit dan bola
mata. Dengan pasien yang tidak dapat mempertahankan fiksasi kedua bola
matanya, maka kemungkinan terjadinya sakadik cukup besar, sehingga akan
membuat penghayatan persepsi penglihatan yang kacau karena pergerakan bola
mata yang kacau. (Al-Khawaja. 2001)
Holmes dan Horax melukiskan, bahwa dalam pemeriksaan pasien mereka ;
si pasien dapat memfiksasi pandangannya terhadap satu obyek ; namun apabila
tempat dari obyek tersebut di gerakan / diubah / digeser dengan cepat ; maka si

11
pasien akan kehilangan pandangannya terhadap obyek yang bergerak itu, tidak
masalah apakah pergeseran itu hanya beberapa derajat. ( Phan ML, dkk, 2000)

4. Ataksia Optik
Pada penderita sindroma Balint, terdapat ketidakmampuan untuk
menjangkau objek. Dalam salah satu tulisannya, Holmes dan Horax melukiskan,
bahkan sesaat setelah melihat sendok, pasien tidak dapat melihat lurus ke
sendok tersebut, dan saat mencoba menjangkaunya, gerakannya sangat tidak
akurat, karena dilakukan dengan cara tangannya meraba raba mencari sendok
tersebut, hingga menyentuh sendok. (Rizzao, 2002)

5. Kelemahaan persepsi
Holmes dan Horax menemukan kelainan ini bersama dengan disorientasi
spasial. Dikarenakan pasien pasien dengan sindroma ini, tidak dapat melihat dua
benda secara bersamaan, maka iapun tidak dapat memperkirakan benda mana
yang lebih besar dari lainnya, benda mana yang paling dekat dengannya ; namun
tidak demikian bila ada satu benda yang diperlihatkan kepadanya. Misalnya kita
memperlihatkan pensil, maka pasien akan tahu bagian mana yang diatas atau
yang dibawah. ( Robertson L dkk,, 1997)

B. Gerstmann’s Syndrome
Gerstmann Syndrome. Pada tahun 1924, Joseph Gerstmann mendeskripsikan
seorang pasien dengan symptom yang tidak biasa mengikuti stroke parietal kiri:
finger agnosia, pasien tidak mampu untuk mengenali jari-jari pada tangan
yang lain. Penemuan ini sangat menarik perhatian dan dalam tahun-tahun
berikutnya symptom lain dilaporkan terkait dengan finger agnosia, termasuk
right-left confusion, agraphia (ketidakmampuan untuk menulis) dan acalculia
(ketidakmampuan untuk menampilkan operasi matematika). Keempat symptom
ini secara bersama dikenal dengan Gerstmann syndrome.
Gerstmann's syndrome adalah pelemahan yang dihasilkan dari kerusakan
area spesifik di otak sebelah kiri lobus parietal di dalam daerah gyrus
angular. Gerstmann's syndrome pertama kali ditemukan oleh Josef Gerstmann
pada tahun 1924 yang memiliki seorang pasien stroke dengan gejala yang

12
tidak biasa, dan menyebabkan finger agnosia. Secara lebih lanjut, Gerstmann's
syndrome ini kemudian ditemukan pada orang-orang yang mengalami stroke
yang terasosiasikan dengan kerusakan terhadap lobus parietal.

Gejala Gerstmann’s Syndrome


1. Agraphia atau dysgraphia
Agraphia atau dysgraphia merupakan gangguan berupa ketidakmampuan
dalam menulis. Ketidakmampuan menulis ini dikarakteristikkan dengan
kesalahan dalam mengeja dan menulis indah. Kesalahan mengeja yang paling
umum ditemukan terkait dengan keurutan huruf, seperti penghilangan
kata,penggantian kata, dan kesalahan perpindahan. Isu tulisan indah
mendeskripsikan formasi huruf yang buruk, orientasi huruf dan orientasi
bagian huruf yang buruk. Menulis kurang selaras dan menunjukkan jarak yang
buruk.

2. Acalculia atau dyscalculia


Acalculia atau dyscalculia adalah kekurangpahaman dalam perhitungan atau
aritmatika. Berdasarkan penelitian, anak dengan gangguan ini memahami
konsep bentuk dasar perhitungan matematika, tetapi memiliki kemampuan
yang buruk dalam menulis dan keurutan angka. Gejala ini dapat diuji dengan
meminta pasien untuk melakukan pengurangan seri 7 mulai dari angka
100. Hal ini berarti 100, 93, 86, 79, 72, dan seterusnya.

3. Finger agnosia (Finger aphasia)


Finger agnosia adalah hilangnya kemampuan untuk menyadari,
mengidentifikasi, menamai, memilih, mengidentifikasi, dan mengorientasikan
jari sendiri atau orang lain, membedakan kanan dan kiri, serta
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi jari dirinya sendiri maupun orang
lain. Hal ini dapat diuji dengan suatu permintaan seperti “sentuh jari telunjuk
saya dengan jari telunjuk anda” dan “sentuh hidung anda dengan jari tengah”.

4. Left-right confussion

13
Merupakan ketidakmampuan untuk membedakan tangan kanan dan tangan
kiri diri sendiri atau tangan orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa
terdapat deskripsi variasi pada area ini dari kelambatan atau keraguan
dalam berespon sampai ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
instruksional selama aktivitas sehari-hari. Gejala ini dapat diuji dengan
permintaan seperti “Tunjukkan pada saya tangan kiri Anda. Sentuh kaki kanan
Anda” dan “Sentuh telinga kiri anda dengan tangan kanan Anda”.

VI. Sindroma Lobus Oksipital


A. Definisi
Sindrom lobus oksipital ialah kumpulan dari gejala-gejala yang disebabkan oleh
kerusakan dari lobus parietal yang memiliki gejala utama berupa gangguan
penglihatan.

Gambar 4. Lobus pada korteks serebral.1

B. Etiologi
Ditinjau dari etiologinya, sindroma lobus oksipital dapat disebabkan oleh berbagai
hal,diantaranya adalah:

 Trauma Kepala
Trauma kepala yang mengenai lobus oksipital dapat meyebabkan gejala defek
lapang pandang atau kebutaan kortikal seperti pada kasus yang dialami oleh
colonel Inggris saat berperang di Afrika Utara. Ia tertembak pada bagian
belakang kepalanya dan tidak meyebabkan kematian, namun penglihatannya
14
terganggu. Ia tidak dapat melihat lapang pandang sebelah kanan secara komplit,
namun ia dapat melihat secara “normal” pada lapang pandang sebelah kiri hanya
dengan jarak sejauh panjang lengannya dengan diameter sebesar kepalan
tangan.2

 Intoksikasi Bahan Kimia


Keracunan Keracunan bahan kimia dapat menyebabkan kerusakan pada lobus
oksipital. Seperti pada kasus: seorang wanita berusia 47 tahun yang lebih
dominan menggunakan tangan kanannya (righthanded) mengalami agnosia
berat dikarenakan keracunan karbon monoksida. Wanita ini tidak dapat
membedakan bentuk geometris yang sederhana. Wanita ini juga tidak dapat
mengenali objek, namun dapat memegang objek tersebut dengan menggunakan
informasi yang ada seperti lokasi, bentuk, ukuran, dan orientasi. Dia tidak dapat
mengopi objek tersebut tetapi mampu menggambar objek dengan menggunakan
memori yang dimiliki. Korteks intak, namun aliran ventralnya yang terjadi
defek.3

 Neoplasma Otak
Neoplasma atau tumor yang tumbuh dan berkembang di bagian lobus
oksipitalotak juga dapat menimbulkan gejala-gejala kerusakan lobus oksipital.
Sebagai contohnya ialah seorang perempuan berusia 84 tahun menjalani operasi
craniotomi 17 tahun yang lalu dengan pengambilan meningioma pada lobus
oksipital sebelah kanan. Pada tiga tahun terakhir ini, ia mengalami halusinasi,
mendengar suara bel dan kereta natal secara terus-menerus. Halusinasinya
meningkat, baik secara frekuensi dan intensitasnya dalam beberapa bulan
terakhir. Ia juga mengatakan beberapa orang berdiri di sebelah kirinya dan
terkadang menabrak wajahnya. Hasil CT Scan kepala mengungkapkan adanya
massa berukuran 5 cm di superior dari tentorium pada daerah oksipital kanan. 3
 Stroke Otak
Stroke, baik iskemik maupun emboli yang mengenai bagian lobus oksipital otak
dapat menyebabkan gejala-gejala dari sindrom lobus oksipital. Sebagai
contohnya, seorang perempuan berusia 58 tahun yang lebih dominan
menggunakan tangan kanannya (right-handed) dengan riwayat sakit kepala

15
mendadak dan hilangnya penglihatan/ buta tanpa adanya rasa nyeri. Ia tidak
mampu mendeskripsikan objek yang ada di depannya. Pada pemeriksaan
ditemukan gangguan penglihatan berat dengan tidak adanya persepsi cahaya.
Hasil dari CT Scan mengungkapkan adanya hipodensitasi dari area oksipital
kanan dengan edema disekelilingnya dan hipodensitas pada daerah
temporoparietal kiri. Sedangkan hasil MRI menunjukkan adanya infark subakut
yang besar pada lobus temporoparietaloksipital kiri dengan lesi glotik (infark
kronis) pada lobus oksipital kanan.4

 Penyakit Degenaratif
Penyakit degeneratif juga dapat menyebabkan sidroma lobus oksipital seperti
pada kasus: seorang perempuan berusia 58 tahun yang lebih dominan
menggunakan tangan kanannya (righthanded) mengalami riwayat sulit untuk
mengenali objek secara progresif selama 3-4 tahun terakhir. Tajam penglihatan
dan lapang pandang wanita ini masih baik, namun ia tidak mampu menggambar
bentuk geometric yang sederhana seperti segitiga dan kotak. Ia juga mengalami
visual agnosia yaitu ketidak mampuan mengenali objek yang sederhana maupun
objek umum, seperti garpu. Ketika ia memegang objek, ia mampu
mengidentifikasi dan memberi nama objek tersebut. Ia tidak mampu
menggambar serupa atau mengopi objek tersebut. Visual agnosia yang dialami
perempuan ini diakibatkan penyakit yang mempengaruhi korteks oksipital
bagian ventromedial. Hasil CT Scan menunjukkan gejala yang progresif yang
dialami dikarenakan sindrom dari atrofi korteks posterior. Pada hasil otopsi,
sindrom ini merupakan salah satu varian dari penyakit Alzheimer dengan
pergeseran patologi ke area visual di dalam otak. 3

 Kelainan Vaskular
Seorang perempuan berusia 43 tahun mengalami kerusakan bilateral posterior
diakibatkan adanya abnormalitas vaskuler. Keluhan utama yang kronis dari
wanita ini ialah hilangnya penglihatan pergerakan. Sebagai contohya, ia merasa
kesusahan dalam menuangkan teh ke dalam cangkir karena air teh terlihat

16
membeku dan ia juga tidak dapa berhenti menuangkan karena ia tidak mampu
melihat level cairan meningkat atau memenuhi cangkir. 2

C. Gejala Klinis
Defek lapang pandang (kelainan jalur visual) Sebelum berbicara mengenai defisit
yang berhubungan dengan kerusakan jalur visual, maka kita harus mengetahui 2
elemen penting dimana otak mengorganisasikan lapang penglihatan:
a. Retina bagian kiri akan mengirimkan proyeksinya menuju sisi kanan dari otak,
sedangkan retina bagian kanan akan mengirimkan proyeksinya menuju sisi kiri
dari otak (gambar 6). Oleh karena itu, representasi dari setiap sisi lapang
penglihatan yang dilihat oleh setiap mata akan dikirimkan menuju tempat yang
sama, yaitu area V1. Sebagai hasilnya, kerusakan dari area V1 akan
mempengaruhi penglihatan pada kedua mata. Sebaliknya, jika ada gangguan
penglihatan pada salah satu mata saja, maka kerusakan pasti berada diluar otak,
mungkin kerusakan berada pada retina atau nervus optikus.2
b. Perbedaan bagian dari lapang penglihatan direpresentasikan secara topografis
pada bagian yang berbeda dari area V1 (gambar 6). Oleh karena itu, kerusakan
pada daerah yang spesifik dari area V1 menghasilkan hilangnya penglihatan
pada bagian yang spesifik dari lapang pandang.2

Destruksi pada retina atau nervus optik pada salah satu mata akan menghasilkan
monocular blindness atau kebutaan monocular (hilangnya penglihatan pada mata
tersebut). Sebuah lesi pada daerah medial dari chiasma optikus akan menghasilkan
bitemporal hemianopia, yaitu hilangnya penglihatan pada kedua lapang pandang
bagian temporal. Gejala ini dapat muncul ketika ada tumor yang berkembang di
dalam kelenjar pituitary, dimana berada di sisi medial dari chiasma optikus. Ketika
tumor berkembang, maka akan menyebabkan hilangnya, atau gangguan dari
penglihatan lateral.2

17
Gambar 5. Hirarki dari proses menglihat. Aliran dorsal yang berfungsi dalam visual action,
membimbing pergerakan seperti postur tangan untuk memegang gelas atau pulpen, seperti yang
diilustrasikan. Aliran ventral dimana mengambil bagian dalam mengenali objek, seperti identifikasi
gelas dan pulpen.2

Sebuah lesi pada lateral dari chiasma akan menghasilkan hilangnya penglihatan
pada salah satu bagian lapang penglihatan nasal atau nasal hemianopia.
Terputusnya traktus optikus, lateral geniculate body, atau area V1 secara komplit,
maka akan menghasilkan homonymous hemianopia, yaitu kebutaan dari salah satu
lapang pandang.2

Macular sparing dari lapang penglihatan sentral membantu mendiferensiasikan lesi


di traktus optikus atau thalamus dari lesi kortikal,karena macular sparing terjadi
hanya setelah lesi (biasanya besar) pada korteks visual. Macular sparing tidak
selalu muncul, tetapi kebanyakan orang-orang dengan lesi korteks visual memiliki
hilangnya penglihatan secara komplit dari seperempat (quadrantanopia) atau
sebagian (hemianopia) dari fovea.2

Lesi yang kecil dari lobus oksipital sering menghasilkan skotoma (daerah buta
kecil) (gambar 7). Orang yang mengalami skotoma biasanya tidak begitu sadar
akan adanya skotoma karena adanya nistagmus (pergerakan mata yang konstan dan
involunter), sehingga skotoma digeser dari lapang penglihatan dan memungkinkan
otak untuk menerima semua informasi dari lapang penglihatan.2

18
Gambar 6. Defek visual sesuai dengan kerusakan pada level yang berbeda dari sistem visual
(sesuai dengan nomor). Daerah yang berwarna gelap menunjukkan area yang buta pada lapang
pandang.2

Apabila terdapat lesi pada daerah V1 maka akan muncul defek lapang pandang
seperti pada gambar 7. (A) Apabila lesi komplit terjadi pada area V1 di bagian
hemisfer kiri maka akan muncul hemianopia yang mempengaruhi lapang pandang
kanan. (B) Sebuah lesi yang besar pada bagian bawah fisura calcarine akan
menghasilkan quadrantanopia yang mempengaruhi hamper semua kuadran kanan-
atas. (C) Sebuah lesi yang kebih kecil pada daerah bawah fisura calcarine
menghasilkan kerusakan yang kecil, yaitu munculnya skotoma.2

19
Gambar 7. Konsekuensi adanya lesi pada area V1. 2

 Agnosia visual
Agnosia visual adalah defisit visual dimana tajam penglihatan dan persepsi
relative normal, tetapi pengenalan atau recognition dan arti dari persepsi tidak
bisa/absent. Defek ini berhubungan dengan lesi occipitoparietal. 2

 Apperceptive agnosia
Kesalahan dalam mengenali suatu objek (warna atau pergerakan) dimana
merupakan suatu fungsi dasar dalam melihat merupakan fungsi apperceptive
atau persepsi. Kategori agnosia ini berbeda di setiap pasien, tetapi dasar dari
deficit ini sama yaitu tidak mampunya membangun suatu persepsi dari struktur
sebuah objek. Secara sederhana, pasien tidak mampu mengenali, mengopi, atau
memasangkan suatu bentuk sederhana dari sebuah objek.2

 Associative agnosia
20
Pada agnosia asosiasi, pasien mampu mengopi sebuah gambar secara akurat
tetapi tidak mampu mengidentifikasi gambaran tersebut. Agnosia
asosiasi berhubungan dengan level kognisi yang lebih tinggi lagi yang
berhubungan dengan informasi yang disimpan yaitu memori. Efek dari jenis
agnosia ini adalah, kegagalan dalam mengenali objek merupakan defek memori
yang mempengaruhi tidak hanya pengetahuan pada masa lalu mengenai suatu
objek tetapi juga mengenai ilmu baru.2

 Simultagnosia
Pada kasus simultagnosia, pasien mampu mengenali bentuk dasar dari suatu
objek, tetapi mereka tidak mampu mengenali lebih dari satu objek secara
bersamaan. Oleh karena itu, jika ada 2 objek yang dipresentasikan secara
bersamaan, maka hanya satu objek yang dikenali. 5

 Prosopagnosia
Pasien dengan agnosia fasial tidak mampu mengenali wajah orang-orang yang
sebelumnya dikenali, termasuk bayangan pasien tersebut baik di cermin
maupun di foto. Mereka hanya mampu mengenali orang-orang dengan
informasi yang terdapat pada wajah orang-orang tersebut,seperti tanda lahir,
kumis, maupun bentuk rambut. Pasien prosopagnosia sering tidak dapat
menerima fakta bahwa mereka tidak mampu mengenali wajah mereka sendiri,
hal ini terjadi karena mungkin ketika mereka sedang bercermin dan melihat
bayangan mereka. Kebanyakan agnosia fasial mampu membedakan wajah
manusia dan bukan wajah manusia dan mampu mengenali ekspresi wajah
secara normal. Studi post mortem mengenai agnosia fasial menemukan
kerusakan bilateral yang berpusat pada daerah di bawah fisura calcarine pada
temporal junction. Hal ini yang menunjukkan proses pengenalan fasial
biasanya bilateral tetapi asimetris. 5

 Agnosia warna
Agnosia warna ialah defek dalam mengenali warna dimana memiliki berbagai
bentuk, secara primer pasien tidak mampu mengenali atau membedakan
warna. Biasanya agnosia warna diikuti dengan kelainan alexia dan afasia.

21
Agnosia warna ini terjadi karena adanya lesi pada lobus oksipital kiri atau lesi
occipitotempral. 5

 Metamorphopsia
Metamorphospia merupakan kelainan yang dapat dikenali secara tepat tapi
mengalami distorsi secara subjektif. Metamorphopsia dapat berupa teleopsia
(objek terlihat lebih kecil)maupun pelopsia (objek terlihat lebih besar dan
dekat), pallinopsia atau repetisi visual (bayangan visual yang terlihat terus
menerus) juga dapat terjadi.5

 Agnosia visuospasial
Jenis agnosia ini ialah ketidakmampuan untuk menemukan salah satu jalan di
lingkungan yang familiar. Orang-orang dengan defisit ini tidak mampu
mengenali petunjuk yang khas yang dapat mengindikasikan arah yang sesuai
untuk berjalan. Kebanyakan orang-orang dengan disorientasi topografis juga
memiliki deficit visual lainnya, terutama defek dalam mengenali wajah, Oleh
karena itu, kelainan pada agnosia visuospasial terjadi pada daerah
occipitotemporal medial kanan, termasuk girus lingual dan fusiform.5

 Kesulitan membaca (Alexia) dan Kesulitan menulis (Agraphia)


Ketidakmampuan membaca biasanya merupakan gejala komplementer dari
defisit pengenalan wajah. Alexia sering disebabkan karena kerusakan dari area
fusiform dan lingual sinistera. Hemisfer dari sisi yang lain mampu membaca
huruf, tetapi hanya hemisfer sebelah kiri yang mampu mengkombinasikan huruf
menjadi sebuah kata. Alexia dapat disebut sebagai salah satu bentuk dari
agnosia objek dimana alexia tidak mampu mengkontruksikan dari semua bagian
atau merupakan bentuk dari agnosia asosiasi, idmana memori mengenai kata-
kata telah rusak.2 Alexia dapat disertai dengan agraphia, yaitu ketidakmampuan
dalam menulis. Alexia yang disertai dengan agraphia diakibatkan adanya lesi
pada area parieto-temporal junction dan biasanya pada girus angular, sedangkan
alexia yang tidak disertai dengan agraphia biasanya terdapat lesi yang dominan
pada korteks visual dan splenium pada corpus callosum (lesi arteri serebral
posterior).5

22
 Halusinasi dan distorsi visual
Halusinasi visual yaitu munculnya bayangan visual tanpa adanya stimulus dari
luar atau eksternal dapat terjadi karena adanya lesi pada daerah oksipital.
Sedangkan distorsi visual atau juga sering disebut ilusi visual yaitu bentuk
dari suatu objek dapat terlihat lebih besar atau lebih kecil dari yang sebenarnya,
objek juga biasanya memiliki warna yang kurang atau tidak normal. 5

 Epilepsi lobus oksipital


Epilepsi lobus oksipital relative jarang terjadi dan hanya sekitar 5% dari
keseluruhan kasus epilepsy. Kejang lobus oksipital muncul dari bagian atas
dan bawah fisura calcarine. Pada 70% hingga 90% kasus, petunjuk mayor dari
kejang oksipital ialah adanya fenomena visualpada gejala awal kejang. Aura
yang paling sering muncul ialah halusinasi visual sederhana pada sekitar 40%
hingga 70% kasus. Halusinasi visual sederhana dideskripsikan sebagai cahaya
putih atau berwarna yang dapat muncul secara konstan atau bergerak. Ikut
sertanya area occipitot5empotoparietal dapat menyebabkan ilusi visual dan
halusinasi kompleks. Ilusi merupakan representasi penglihatan yang mengalami
distorsi. Ilusi dapat muncul sebagai achromatopsia (perubahan warna),
mikropsia atau makropsia (perubahan ukuran), metamorphopsia (perubahan
bentuk), macroproxiopia atau microproxiopsia (perubahan jarak). Sedangkan
halusinasi kompleks dapat terbentuk suatu bayangan yang dapat berupa
manusia, hewanm huruf, dan lain-lain. Gejala kejang oksipital lainnya ialah
dapat menurunnya tajam penglihatan atau buta sesaat,serta adanya sensasi
pergerakan mata. 6

 Anton’s Syndrome
Anton’s Syndrome ialah suatu kondisi dimana pasien tidak sadar dia mengalami
kebutaan dan menyangkal masalah tersebut meskipun dia sudah dikatakan
mengalami kebutaan. Sebaliknya, pasien yang mengalami kebutaan kortikal
sadar bahwa ia mengalami kebutaan dan tidak menyangkal masalah tersebut.
Anton’s syndrome dan kebutaan kortikal sama-sama disebabkan oleh lesi
bilateral pada lobus oksipital. Kemampuan untuk mengenali objek dan huruf
tidak hanya tergantung pada integritas jalur penglihatan dan area visual primer

23
pada korteks serebral (area brodman 17) namun juga anterior dari area korteks
17, yaitu area 18 dan 19 dari lobus oksipital. Pasien dengan Anton’s
syndromebiasanya memiliki lapang pandang yang kecil atau sempit dengan
gambaran objek yang berfluktuasi atau tidak jelas. Sebagai contoh pada satu
kasus dimana pasien dengan infark kronis pada lobus oksipital kanan
mengalami agnosia dimana ia tidak mampu mendeskripsikan atau mengenali
objek di depannya tetapi menyangkal bahwa ia mengalami kebutaan.4

D. Pemeriksaan
 Test perimetri
Perimetri adalah pemeriksaan dengan menggunakan sebuah alat yang bertujuan
untuk memeriksa lapang pandang dengan posisi mata terfiksasi sentral. Hal ini
dapat membantu untuk menemukan letak lesi pada jalur penglihatan. Gambar di
bawah merupakan contoh dari test perimetri.2

 Test agnosia visual objek


Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menyebutkan objek-objek maupun
gambar yang sederhana, menggunakan huruf-huruf (fragmented letters), atau
melakukan the Benton Visual Retention Test dan WAIS Object Assembly.5

 Tes prosopagnosia
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meminta pasien untuk mecocokkan
gambar beberapa wajah serta meminta pasien untuk mengiedentikasi wajah-
wajah dari orang terkenal.5

 Tes agnosia warna


Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meminta pasien untuk mencocokkan
warna dengan nama, memilih warna, mengatur perbedaan intensitas warna,
mewarnai gambar secara benar, dan megidentifikasi objek-objek yang
berwarna.5

24
 Tes simultan agnosia
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meminta pasien untuk berusaha
menggambar sebuah garis yang melingkari suatu bentuk (bulat, kotak, maupun
segitiga), atau menulis dengan mata yang terbuka lalu dilanjutkan dengan
mata yang tertutup (apabila pasien mengalami sindrom Balin, maka dengan
menutup mata akan meningkatkan penulisan dengan tangan). 5

 Tes metamorphopsia
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menilai perubahan visual secara
kualitatif melalui laporan pasien, disorientasi visual, adanya fluktuasi atau
keterlambatan mengenali suatu bentukan objek, sintesis yang kurang sempurna
dari suatu objek yang bergerak, dan perubahan kecepatan flickerfusion. 5

E. Tatalaksana
Belum ditemukannya intervensi atau obat-obatan yang dapat menyembuhkan
gejala-gejala dari sindroma lobus oksipital. Oleh karena itu, tatalaksana yang
dilakukan berdasarkan penyebab munculnya sindroma lobus oksipital. Selain itu
dibutuhkan tindakan preventif yang dapat mencegah gejala semakin memberat dan
rehabilitasi umum untuk pasien-pasien yang mengalami sindroma lobus oksipital.
Dibutuhkannya dukungan dan perhatian dari luar, baik dari keluarga maupun
orang-orang sekitar pasien, sehingga pasein mampu menjalani hidupnya kedepan
dengan lebih baik.

F. Prognosis
Prognosis dari sindrom lobus oksipital bervariasi tergantung kondisi yang
mendasarinya, namun sebagian besar kasus dengan lesi pada lobus oksipital
prognosisnya tidak baik dan merupakan salah satu penyakit yang irreversible.

25
KESIMPULAN

Gangguan pada lobus parietal boleh menyebabkan terjadinya gangguan pada dua fungsi,
baik dari sisi anterior dan posterior, yaitu fungsi yang pertama adalah untuk sensasi somatik
dan persepsi, fungsi yang kedua adalah masukan dari somatic dan daerah visual serta dari
daerah indera lainnya, kebanyakan untuk mengendalikan pergerakan. Hingga pada pasien
yang menderita kerusakan pada daerah parietalnya akhirnya menuju kearah gangguan
kejiwaan akibat dari respon adaptasi penderita terhadap tergangguan persepsi dan motorik
yang dapat berupa Balint Syndrome dan Gerstmann’s Syndrome.
Sindroma lobus oksipital ialah kumpulan dari gejala-gejala yang disebabkan oleh
kerusakan dari lobus parietal yang memiliki gejala utama berupa gangguan penglihatan.
Penyebab terjadinya sindroma lobus oksipital diantaranya trauma kepala, intoksikasi bahan
kimia, neoplasma otak, stroke otak, penyakit degenerative, dan kelainan vaskuler. Gejala
klinis dari sindroma lobus oksipital dapat berupa defek lapang pandang, agnosia visual,
kesulitan membaca (alexia), kesulitan menulis (agraphia), halusinasi dan distorsi visual,
epilepsy lobus oksipital, dan Anton’s syndrome. Untuk saat ini, masih belum ditemukannya
intervensi atau obat-obatan yang dapat menyembuhkan gejala-gejala dari sindroma lobus
oksipital. Oleh karena itu, tatalaksana yang dilakukan berdasarkan penyebab munculnya
sindroma lobus oksipital. intervensi atau obatobatan yang dapat menyembuhkan gejala-
gejala dari sindroma lobus oksipital.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. D. Clark, N. Boutros, M. Mendez. The Brain and Behavior: An Introduction to


Behavioral Neuroanatomy. Cambridge University Press: Third Edition. 2010.

2. Kolb, Bryan. Fundamentals of Human Neuropsychology. New York, NY: Worth


Publishers. 2009;13:p318-342.

3. Kotchabhakdi, Naiphinich. The Occipital Lobes. Institute of Molecular


Bioscience, Mahidol University Salaya Campus, Thailand. 2011.

4. Srikant, Gadwalkar. Case Report : Anton’s Syndrome and Cortical Blindness. Indian
Journal of Clinical Practice. 2012;23:2.p106.

5. Tootell, R. B. H., and N. Hadjikhani. Where is dorsal V4 in human visual cortex?


Retinotopic, topographic and functional evidence. Cereb Cortex.
2001 Apr;11(4):298-311.

6. Werz, A. Mary. Chapter Fifteen: Occipital Lobe Epilepsy. Saunders: Epilepsy


Syndrome, 1st ed. 2011.

7. http://www.aktivasiotak.com/fungsi otak.htm. Diakses pada 26 Juli 2018.

8. Kolb, B. & Wishaw, I. Q ( 2003).Fundamental of Human Neuropsychology (Fifth


Edition). New York, NY : Worth Publishers.

9. Posner, M. I, Walker, J. A, Friedrich, F. A, Rafal, R. D (1987) How do the parietal lobes


direct covert attention ?. Neuropsychologis vol 25 (1A), 135-145. Pergamon Journals
Ltd.

10. Berryhill, Marian E. & Olson, Ingrid R. 2008. The right parietal lobe is critical for visual
working memory. Neuropsychologia 46, 1767-1774. Elsevier.

11. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1469-749.2003.tb00407.x/pdf. Diakses


pada 26 Juli 2018.

27

Anda mungkin juga menyukai